BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB. I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batak yang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

IDENTITAS NASIONAL. Mengetahui identitas nasional dan pluralitas bangsa Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: Fakultas FAKULTAS.

BAB. 1. PENDAHULUAN. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

BAB I PENDAHULUAN. Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB I PENDAHULUAN. yang popular ialah buku Indonesische siermotieven yang disusun oleh Van Der

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Kain songket adalah benda pakai yang digunakan oleh masyarakat

Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim di Huta Tinggi Laguboti Toba Samosir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

Disampaikan pada Peningkatan Kompetensi Pengelola di Bidang Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi Semarang, 25 Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Samosir dikenal masyarakat Indonesia karena kekayaan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

LOGO. Pemuda Penghayat OLEH: WANRI LUMBANRAJA

Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah Batak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB I PENDAHULUAN. Setiap suku di dunia pasti memiliki kebudayaan. Sebagai hasil cipta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

E-SUMUTSIANA RELIEF. Abstrak. Abstract

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. maju, salah satunya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia mengenal adanya keramik sudah sejak dahulu.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB V PENUTUP. rumah limas di desa Sirah Pulaupadang dan arsitektur rumah limas di Palembang

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. adat-istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

Kriya Hiasan Dinding Gorga Desa Naualu. Netty Juliana

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah satu dalam pangkuan NKRI. Dengan demikian, sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang sarat dengan nilai serta banyak melahirkan karya yang memiliki kekhususan, citra unggul, unik dan komprehensif. Soegeng Toekio (2007) menyatakan bahwa bertolak dari adat yang berlaku dalam suatu masyarakat karya dapat dipilah dalam 3 kelompok besar yaitu: (1) Kelompok karya kagunan (fungsional: peralatan rumah tangga, perabotan, anyaman, gerabah, serta tenun); (2) Kelompok kerja lengkapan (ornament, assesoris, souvenir, benda hias); dan (3) Kelompok karya menjenis (figuratif, relief, miniatur, replika). Tampilan karya-karya tersebut muncul sebagai ungkapan atas makna/simbol, pengalaman jiwa yang terdalam serta diekspresikan melalui medium rupa dalam bentuk kebendaan. Dalam sejarah Indonesia terkhusus Batak Toba dikenal dengan keaneka ragaman keterampilan sebagai suatu media ungkapan makna yang diwujudkan dalam bentuk visual. Bentuk visual inilah yang berperan dalam pengembangan kebudayaan serta mengkomunikasikan nilai-nilai budaya dari masa lampau hingga saat ini Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kesenian Batak Toba merupakan salah satu hasil dari bentuk kebudayaan, dimana kesenian daerah yang beraneka ragam jenisnya, tercipta dari hasil ungkapan pikiran, perasaan, dan gagasan manusia yang berbeda lingkungan dan pengalamannya. Suku Batak Toba 1

2 merupakan suku yang menjunjung tinggi nilai budaya dan nilai luhur nenek moyangnya. Salah satu media ungkapan pikiran, perasaan, dan gagasan manusia yang berkembang di Indonesia adalah ornamen atau ragam hias. Ornamen atau ragam hias Batak Toba sering disebut dengan istilah gorga. Dimana pewarnaannya menggunakan tiga warna yaitu merah, hitam, dan putih. Teknik yang gunakan dengan ditoreh atau dicukil (lontik istilah sebutan suku Batak) pada permukaan kayu. Gorga ini juga merupakan suatu pesan hasrat dan nasehat yang bersumber dari pengetahuan, harapan, buah pikiran, sikap perilaku, dan keindahan yang hendak dikomunikasikan. Dilihat dari segi bentuk atau motif dapat dicerminkan falsafah maupun pandangan hidup masyarakat Batak Toba yang suka musyawarah, gotong royong, suka berterus terang. Ornamen Batak Toba ini dimaksudkan sebagai tanda komunikasi yang sarat akan, simbol-simbol, pesan, nasehat, dan aturan-aturan dalam masyarakat yang disampaikan lewat ornamen. Hal ini menunjukkan adanya keinginan yang diharapkan dari masyarakat dari keturunanya, dan bahkan Tuhannya (religius). Dalam mayarakat Batak Toba, pada umumnya benda-benda kesenian yang mempunyai hiasan ornamen Batak Toba merupakan simbol-simbol atau lambang-lambang yang berkekuatan magis karena ornamen Batak Toba mengandung makna simbolik yang mempunyai arti perlambang tertentu sesuai dengan alam pikiran, perasaaan, adat dan kepercayaan masyarakat. Dalam pembuatan ornamen suku Batak Toba tidak boleh sembarangan menghadirkan motif-motif ornamen pada sembarang benda-benda yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena setiap ornamen Batak Toba memiliki

3 makna yang terselubung yang dapat berupa pesan, cita-cita atau harapan bahkan dapat melukiskan tingkat sosial pemiliknya serta dapat berfungsi sebagai kekuatan-kekuatan supranatural. Ornamen ini masih banyak dijumpai pada bangunan rumah adat yang tersebar di daerah Toba dan Samosir. Hal ini terbukti masih tardapatnya rumah adat dan bangunan lain seperti: bangunan rumah penduduk, tempat penginapan atau perhotelan, bangunan pemerintahan dan juga pada rumah ibadah contohnya pada rumah ibadah Parmalim/ Ugamo Malim. Ugamo Malim adalah kepercayaan, keyakinan terhadap Mulajadi Nabolon pencipta Alam Semesta yang disebut juga Tuhan Yang Maha Esa. Sebutan kepada Ugamo malim adalah PARMALIM.Jadi kepercayaan/ keyakinan itu adalah UGAMO MALIM.Salah kalau disebut keyakinan itu Parmalim.Parmalim adalah orang yang menghayati ajar Hamalimon (Malim).Dalam bahasa Batak disebut dengan Parugamo Malim.jadi sebutan Parmalim adalah kepada orangnya, bukan lembaganya (Sulu Panondang Edisi II 2012:21-25). Menurut Profesor Dr Uli Kozok MA dari University of Hawaii, Minoa, USA, mengatakan, Sisingamangaraja XII bukan beragama Islam, Kristen maupun Parmalin melainkan beragama Batak asli. Selama ini banyak kontroversi yang terjadi dimasyarakat tentang agama yang dianut Sisingamangaraja XII. Ada yang mengatakan dia beragama Kristen, maupun Islam, bahkan tidak sedikit yang menyebut dia beragama Parmalin yang menurut sebagian orang merupakan agama aslinya orang-orang Batak. Parmalin bukanlah agama asli orang Batak. Parmalin merupakan agama kombinasi atau perpaduan dari agama Islam dan Kristen. Ketika agama Parmalin berkembang di Tanah Batak, Sisingamangaraja XII sendiri sudah berada di Dairi dalam pengungsian menghindari serbuan-serbuan

4 dari tentara Belanda.(perbincangan bersama Profesor Dr Uli Kozok MA, Medan, Kamis Januari 2015). Dari pernyataan Prof. Dr. Uli Kozok MA dapat kita diambil kesimpulan, agama Parmalim adalah bagian dari Agama asli Batak (agama dari Sisingamangaraja), yang awalnya sebagai gerakan politik atau Parhudamdam dipelopori oleh Guru Somalaing Pardede untuk menggalang kekuatan menentang Belanda, kemudian berkembang menjadi benteng untuk mempertahankan adat istiadat Batak yang mulai tertekan dengan agama baru disponsori Jerman yakni Kristen. Parmalim dengan kekuatan yang mulai berkembang menjadi suatu kepercayaan. Dengan kata lain Agama Parmalim percaya kepada Tuhan yang Esa yang disebut "Debata Mulajadi Nabolon". Awalnya, Parmalim adalah gerakan spiritual untuk mempertahankan adat istiadat dan kepercayaan kuno yang terancam disebabkan agama baru yang disebarkan oleh Jerman. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa Ugamo Malim merupakan salah satu agama yang sama dengan agama lainya yaitu meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta. Ugamo Malim merupakan salah satu jalan manusia mengenal Tuhannya. Sebagai agama tradisi Ugamo Malim sangat menjunjung tinggi nilai- nilai kebudayaan adat Batak Toba. Pengikutnya meyakini bahwa ajaran ini adalah suci (malim) dan mereka ada penjaga dan pewaris kesucian (hamalimon) itu. Tidak heran jika mereka mendapat julukan sebagai "para penjaga tradisi". UU No. 23/2006 memberikan kesempatan kepada Parmalim untuk dicatat sebagai warganegara melalui kantor catatan sipil. Sebagai salah satu aliran kepercayaan, perkembangan Ugamo Malim (Parmalim) di

5 sejumlah daerah di Indonesia sangat baik. Itu bisa dilihat dari jumlah bangunan rumah tempat ibadah Parmalim yang telah mencapai 41 rumah tempat ibadah yang berpusat di Kabupaten Toba Samosir (Hutatinggi dan Laguboti). Hutatinggi merupakan wilayah dari Desa Pardomuan Nauli, Kecamatan Laguboti,Kabupaten Toba Samosir, sekitar 1,5 km dari jalan raya Medan-Balige. Rumah ibadah Parmalim disebut Bale Pasogit Partonggoan atau sering disebut dengan Bale Parsantian. Bangunan rumah ibadah Parmalim atau Bale Parsantian Parmalim pada umumnya telah menerapkan ornamen Batak. Penerepan ornamen Batak Toba (Gorga) pada Bale Parsantin Hutatinggi kemungkinan berbeda dengan penerapan pada bangunan lain di suku-suku Batak Toba. Misalnya pada rumah adat, museum, kantor pemerintahan. Itu dipengaruhi dari perbedaan arsitektur bangunannya, makna, dan fungsi yang terkandung dalam setiap ornamen yang diterapkan. Salah satu contoh dalam hal pewarnaan. pewarnaan pada bangunan bale Parsantian Hutatinggi ada penambahan warna yaitu warna kuning pada gorga ipon-ipon. Pewarnaan ornamen Batak Toba (Gorga) pada dasarnya hanya menggunakan tiga warna yaitu warna putih, warna merah dan warna hitam. Dalam hal ini peneliti ingin mencari/ menemukan imformasi apakah prinsip- prinsip penerapan ornamen pada bangunan Bale Parsantian sesuai atau ada perubahan dari prinsip dasar penerapan ornamen Batak Toba. Berdasarkan uraian mengenai ornamen yang diterapkan pada bangunan Bale Parsantian tersebut, penulis tertarik untuk membuat kajian tentang

6 penerapan ornamen dengan judul Analisis Penerapan Ornamen Tradisional Batak Toba Pada Rumah Ibadah Parmalim Di Kecamatan. Laguboti. B. Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perlu identifikasi masalah agar dalam pembahasan selanjutnya tidak terjadi penyimpangan serta pembahasan permasalahannya lebih jelas. Maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Parmalim adalah sebutan bagi orang yang memeluk Agama Malim. 2. Bale parsantian adalah sebutan untuk rumah Ibadah Agama Malim. 3. Agama malim turut melestarikan kebudayaan Batak Toba. 4. Ornamen Batak Toba terdapat pada bangunan Bale parsantian 5. Ada teknik yang di gunakan dalam pembuatan Ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian. 6. Ada hubungan ornamen Batak Toba dengan Bangunan Bale Parsantian. 7. Bentuk ornamen Batak Toba terdapat pada bangunan Bale Parsantian. 8. Ada fungsi ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian. 9. Pewarnaan ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian. 10. Makna simbolik terdapat pada tiap- tiap jenis ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian.

7 C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu, dana dankemapuan teoritis. Maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pada: 1. Ornamen Batak Toba yang terdapat pada bangunan Bale Parsantian di Huta Tinggi di Kecamatan Laguboti. 2. Teknik pewarnaan ornamen serta maknanya pada bangunan Bale Parsantian di Kecamatan Laguboti. 3. Bentuk ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian di Kecamatan Laguboti. 4. Makna simbolik tiap- tiap jenis ornamen Batak Toba serta hubunganya pada bangunan Bale Parsantian. D. Rumusan Masalah Suatu rancangan penelitian yang akan dilaksanakan perlu diperjelas perumusan masalahnya, agar hasil penelitiannya jelas dan konkrit. Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah; Apakah ornamen tradisional Batak Toba yang diterapkan pada bangunan Bale Parsantian di Hutatinggi masih sesuai dengan ornament tradisional Batak Toba ditinjau dari bentuk, warna, dan makna simbolik. E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah;

8 1. Menemukan data tentang penerapan ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian ditinjau dari bentuk, jenis, warna, dan makna simbolik ornamen Batak Toba. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi sumbangan pikiran dalam hal memperkenalkan secara keseluruhan ornamen Batak Toba pada bangunan Bale Parsantian. 2. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah referensi tentang pengetahuan pada ornamen Batak Toba serta perkembangannya di tengah kemajuan zaman. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat pada peninggalan budaya tradisional Batak Toba. 4. Hasil penelitian ini diharapakan bisa sebagai sumber imformasi yang tepat bagi pencari imformasi, khususnya masyarakat Batak Toba. 5. Hasil penelitian ini dapat dimamfaatkan sebagai bahan kepustakaan parmalim di Hutatinggi. 6. Hasil penelitian ini dapat dimamafaatkan sebagai bahan kepustakaan jurusan SeniRupa FBS UNIMED.

9 7. Bagi peneliti sendiri diharapakan hasil penelitian menjadi langkah awal untuk kedepanya lebih peduli pada pelestarian kebudayaan, khususnya budaya Batak toba.