BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu dengan diberlakukannya kurikulum 2013 yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mivtha Citraningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

I. PENDAHULUAN. Media dalam pendidikan digunakan untuk membantu dalam menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, bertanggung

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan alat utama yang berfungsi untuk membentuk dan. membangun karakter bangsa. Karena, pendidikan adalah wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deana Zefania, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Saat belajar siswa tidak lepas dari sumber belajar. Sumber belajar

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui (learning to know), belajar berbuat (learning to do), belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi manusia secara normative. Pendidikan tidak hanya diperoleh di lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan manusia. Dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari IPA tidak terbatas pada pemahaman konsep-konsep IPA, tetapi

Berdasarkan pendapat diatas, menegaskan bahwa pendidikan sangat penting bagi setiap insan manusia. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan guru dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan.

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kepribadiannya berlandaskan dengan nilai-nilai baik di dalam masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

Kata kunci : hasil belajar kognitif, modul sistem reproduksi manusia, sikap spiritual

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah pilar kehidupan suatu bangsa. Masa depan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM. KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang SD sampai SMP. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ferri Wiryawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berada pada zaman yang serba modern seperti saat ini membuat manusia semakin mudah untuk mengakses berbagai informasi yang semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika membuka atau mengakses informasi dan komunikasi yang sedemikian bebasnya hanya melalui smartphone atau gadget yang ada di genggaman tangan. Jika ditinjau dari segi positifnya, tentu sangat menguntungkan karena dapat mengakses berbagai informasi yang terkait dengan berbagai hal dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Akan tetapi, dibalik positifnya kemajuan zaman, tentu terdapat sisi atau nilai negatif dengan kemajuan zaman tersebut. Misalnya, dengan mudahnya manusia mengakses informasi, budaya asing yang tidak sesuai dengan karekter bangsa dan adat yang berlaku di Indonesia, seperti penyalahgunaan narkoba, merokok, dan lainnya yang dapat merusak sikap spiritual individu. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Sikap meliputi rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, 1

evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Produk yang dimaksud yaitu fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum. Aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA akan lebih bermakna bila menggunakan metode ilmiah untuk memperoleh produk ilmiah dengan menerapkan sikap ilmiah kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu unsur dalam hakikat IPA adalah sikap. Sikap ini tentu mempunyai hubungan dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan di SMP 2 Playen Gunung Kidul, pada saat guru memberikan tes yang berupa posttest ketika dilaksanakan diakhir pembelajaran, masih terdapat siswa yang tidak jujur dalam mengerjakan posttest tersebut, siswa masih mencontek dan mencuri kesempatan untuk membuka buku ketika guru sedang tidak memperhatikannya. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam Undang-undang tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, 2

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan UU RI No 20 Tahun 2003, salah satu fungsi pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Dari pernyataan tersebut, sikap spiritual perlu diintegrasikan dalam sebuah pembelajaran agar manusia yang mendapatkannya selalu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Diintegrasikannya sikap spiritual ke dalam pembelajaran IPA, diharapkan dapat memberikan makna yang berupa sikap spiritual, tanpa mempengaruhi hasil belajar dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan di SMP 2 Playen Gunung Kidul, kegiatan pembelajaran IPA di SMP 2 Playen menggunakan metode ceramah dengan bantuan Slide Power Point dan beberapa media, di SMP 2 Playen belum dikembangkan bahan ajar IPA berupa modul yang memadukan IPA. Jika kita lihat, ketercapaian belajar atau pembelajaran salah satu faktor yang mempengaruhi adalah bahan ajar. Ketersediaan bahan ajar di SMP N 2 Playen sebagian besar berupa LKS yang penggunaannya hanya pada saat melakukan praktikum di Laboratorium IPA. Lembar Kerja Siswa (LKS) di SMP 2 Playen masih berupa rangkuman materi yang dilengkapi dengan pertanyaan untuk 3

melatih pemahaman kognitifnya, sedangkan aspek psikomotorik dan afektif siswa masih kurang tampak. Selain itu, LKS tersebut juga kurang sesuai dengan struktur isi dan sistematika LKS yang sebenarnya. Sehingga, masih sangat dibutuhkan bahan ajar yang dapat lebih mendukung capaian keterlaksanaan pembelajaran IPA di kelas, di Laboratorium IPA, maupun ketika siswa belajar di rumah tanpa guru sebagai fasilitator pembelajaran, salah satunya bahan ajar berupa modul. Bahan ajar dapat dikatakan penting dalam bidang pendidikan khususnya pada pembelajarannya, karena bahan ajar merupakan unsur dalam proses pembelajaran dan sarana dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan wawasan. Selain itu, ketersediaan bahan ajar dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan bagi siswa dapat mempermudah dalam memahami materi pelajaran dan sekaligus dapat menambah ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Permasalahan yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia adalah masih kurangnya bahan ajar dengan kualitas yang baik sesuai dengan struktur dan isi pada bahan ajar, bahan ajar yang digunakan kurang menarik minat siswa untuk belajar, dan lain-lain. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki siswa hanya sebatas dari pembelajaran di kelas, sedangkan penyampaian ilmu pengetahuan oleh guru di kelas belum tentu dapat diterima oleh siswa secara optimal, sehingga dapat menimbulkan prestasi belajar dari siswa menurun atau tidak maksimal. Peran guru dalam memfasilitasi siswa dengan sumber belajar yang tepat merupakan salah satu kunci untuk mengoptimalkan pembelajaran 4

bagi siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Seorang guru tidak harus selalu memaksakan siswa untuk menguasai suatu materi pembelajaran ketika pembelajaran berlangsung di dalam kelas, hal ini dapat dilakukan juga dengan memberikan arahan pada siswa agar dapat melanjutkan pembelajaran secara mandiri di luar kelas. Salah satu sumber yang dapat digunakan siswa untuk pembelajaran di dalam kelas maupun melanjutkan pembelajaran secara mandiri di luar kelas adalah dengan modul pembelajaran. Walter Dick dan Lou Cary (Made Wena, 2011: 231) mengemukakan, bahwa modul merupakan suatu unit pembelajaran berbentuk cetak yang digunakan untuk mengajar terpadu yang memiliki satu tema terpadu, menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menguasai dan menilai pengetahuan, serta keterampilan yang ditentukan. Modul berfungsi sebagai satu komponen dari keseluruhan kurikulum. Dari paparan tersebut, modul pembelajaran yang digunakan oleh siswa harus sesuai dan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukan, yakni sesuai dengan struktur dan isi atau kandungan pada materi pembelajaran, dapat menarik minat siswa untuk belajar, dan lainlain. Hal tersebut tentunya diawali dengan penentuan sebuah tema. Tema merupakan suatu ide pokok dalam membuat suatu karya, terutama modul pembelajaran. Tema diperlukan dalam membuat modul agar membentuk modul dengan struktur dan isi atau kandungan yang menarik serta materi yang berhubungan dengan pembelajaran. Apabila tema menarik, maka pembaca atau siswa akan tertarik juga terhadap 5

modul pembelajaran tersebut. Dalam modul pembelajaran ini peneliti menggunakan tema Darahku Kotor karena Asapmu. Rokok merupakan salah satu contoh zat adiktif yang sering dijumpai dalam masyarakat, jika kita amati di setiap jalan, rumah, maupun dimanapun mudah menjumpai produk tersebut. Rokok tentu akan menimbulkan dampak negatif pada kesehatan, akhlak, maupun sikap spiritual manusia, terutama siswa. Bidang ilmu kajian pada IPA tidak hanya fisika, kimia, dan biologi saja, melainkan masih terdapat ilmu lain yang berhubungan dengan IPA, yakni ilmu agama atau ilmu spiritual. Apabila ditinjau dalam kenyataanya mata pelajaran IPA yang terdapat di SMP, selama ini hanya memadukan bidang ilmu kajian fisika, kimia, dan biologi, tanpa dipadukan dengan ilmu agama atau spiritual. Jika dilakukan pengkajian, pembelajaran IPA dan sikap spiritual akan memiliki hubungan, misalnya IPA lebih menekankan pada nilai nyata atau dunia dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan meningkatkan kayakinan bahwa adanya kekuatan yang Maha Besar, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian melalui pembelajaran IPA dapat mentautkan antara bidang logika-material dengan aspek jiwa-spiritual, yang pada awalnya dianggap tidak memiliki keterkaitan atau hubungan. Hal tersebut dapat terjadi karena IPA dan agama atau spiritual dianggap mempunyai dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan dalam satu bidang kajian atau pembelajaran. Pembelajaran IPA yang menanamkan sikap spiritual jika berlangsung dalam suatu pembelajaran di kelas, tentunya akan dapat menanamkan 6

sikap spiritual pada siswa. Menurut Ary Ginanjar Agustian (2008, 12-13), kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan sehari-hari, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensip, sehingga segala perbuatannya semata-mata hanya karena Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, melalui sebuah pembelajaran IPA yang mengintegrasikan IPA dan spiritual, siswa diharapkan mampu memperoleh makna yang akan digunakan untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran IPA yang diterimanya secara langsung. Berdasarkan uraian pernyataan tersebut, maka peneliti mengembangkan sebuah modul pembelajaran IPA dengan judul Pengembangan Modul IPA yang dapat Menanamkan Sikap Spiritual dan Meningkatkan Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa SMP. Dengan adanya modul pembelajaran IPA yang dibuat semenarik mungkin dengan menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP. 7

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut: 1. Kemajuan teknologi membuat manusia semakin mudah mengakses berbagai informasi, tetapi terdapat sisi negatif dengan kemajuan zaman tersebut yang menyebabkan sikap atau karakter dan spiritual siswa menjadi rendah. 2. Salah satu fungsi pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, akan tetapi masih sedikit sekolah yang menerapkan pembelajaran IPA dengan mengintegrasikan IPA dan sikap spiritual. 3. Bahan ajar pembelajaran IPA masih menggunakan LKS yang terdapat pada buku IPA Terpadu dan belum terdapat bahan ajar yang lainnya. 4. Bahan ajar pembelajaran IPA belum memberikan arahan pada siswa agar dapat melanjutkan pembelajaran secara mandiri di luar kelas. 5. Belum terdapatnya bahan ajar berupa modul pembelajaran IPA yang mengintegrasikan IPA dan sikap spiritual. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan menjadi lebih fokus dilakukan pembatasan masalah, yaitu pada point atau nomor (1), (2), dan (5), batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut: Kemajuan informasi yang semakin lama semakin terbuka, membuat sisi negatif muncul pada kemajuan zaman tersebut yang menyebabkan 8

sikap atau karakter dan spiritual siswa menjadi rendah. Dalam dunia pendidikan, fungsi dari pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, akan tetapi pada kenyataannya masih sedikit sekolah yang menerapkan pembelajaran IPA dengan mengintegrasikan sains dan sikap spiritual. Selain itu, hal tersebut dapat dikarenakan belum terdapatnya bahan ajar berupa modul pembelajaran IPA yang mengitnegrasikan sains dan sikap spiritual. D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan modul IPA yang dapat menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP dengan tema Darahku Kotor karena Asapmu? 2. Bagaimana hasil penanaman sikap spiritual pada siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA? 3. Bagaimana peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA? 9

E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kelayakan modul IPA yang dapat menanamkan sikap spiritual dan meninglatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP dengan tema Darahku Kotor karena Asapmu. 2. Mengetahui hasil penanaman sikap spiritual pada siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA. 3. Mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA. F. Spesifikasi Produk Spesifikasi produk modul pembelajaran IPA yang dikembangkan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Modul pembelajaran IPA dikembangkan delam bentuk media cetak. 2. Modul pembelajaran IPA memuat materi IPA dengan tema Darahku Kotor karena Asapmu dengan memadukan SK dan KD materi kimia, biologi, dan sikap spiritual pada KTSP mata pelajaran IPA SMP. 3. Modul pembelajaran IPA yang dikembangkan merupakan modul yang mengintegrasikan IPA dan spiritual untuk menanamkan kecerdasan spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP. 4. Modul pembelajaran IPA disusun dengan memenuhi kriteria aspek kelayakan isi, penyajian materi, bahasa dan gambar, kegrafisan, dan integrasi sikap spriritual. 10

G. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Bagi peneliti a. Mengetahui proses dan langkah-langkah untuk penyusunan dan mengembangkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul pembelajaran IPA yang mengintegrasikan IPA dan spiritual pada tema Darahku Kotor karena Asapmu. b. Hasil pengembangan dan penelitian dengan menggunakan modul ini dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi untuk mengembangkan modul pembelajaran IPA yang kreatif, inovatif, dan menarik pada tema atau materi pembelajaran yang lain. 2. Bagi siswa a. Menanamkan kecerdasan spiritual dan kognitif siswa melalui pembelajaran IPA yang mengintegrasikan sains dan spiritual dalam menghadapi kemajuan zaman yang semakin terbuka dalam mengakses berbagai informasi, khususnya dengan menggunakan modul pembelajaran IPA pada tema Darahku Kotor karena Asapmu. b. Diperoleh modul pembelajaran IPA berkualitas yang mengintegrasikan sains dan spiritual pada tema Darahku Kotor karena Asapmu guna menanamkan kecerdasan spiritual dan kognitif siswa SMP. 11

3. Bagi guru a. Memberikan dan menambahkan referensi bahan ajar IPA berupa modul pembelajaran IPA yang kreatif, inovatif, dan menarik dengan mengintegrasikan sains dan spiritual, sehingga kecerdasan spiritual siswa tidak rendah seiring dengan kemajuan zaman. b. Memberikan referensi untuk membuat bahan ajar dan media pembelajaran IPA yang lebih baik agar pembelajaran IPA lebih berkualitas. H. Definisi Operasional Istilah-istilah yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kelayakan dalam penelitian ini memiliki pengertian bahwa modul IPA harus memenuhi persyaratan atau kriteria yang telah ditentukan, baik kriteria modul maupun kriteria tentang pengintegrasian sikap spiritual dan IPA. 2. Modul merupakan suatu unit bahan ajar atau pembelajaran berbentuk cetak yang digunakan untuk mengajar terpadu yang memiliki satu tema terpadu, menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menguasai dan menilai pengetahuan, serta keterampilan yang ditentukan. Modul berfungsi sebagai satu komponen dari bahan ajar. 3. Integrasi sains dan sikap spiritual merupakan suatu pembauran, penyatuan, dan penyesuaian antara sains dan sikap spiritual hingga 12

menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, yang dapat digunakan sebagai suatu langkah dalam pembelajaran di sekolah, khususnya bagi mata pelajaran IPA di tingkat SMP. 4. Kecerdasan spiritual merupakan suatu kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan sehari-hari, serta berhubungan dengan sinergi antara IQ, EQ, dan SQ secara komprehensip, sehingga perbuatan yang dilakukan oleh manusia atau seseorang semata-mata hanya karena Tuhan Yang Maha Esa. Elemen atau dimensi kecerdasan spiritual dalam penelitian ini, antara lain consciousness (kesadaran), grace (nikmat), meaning (makna), transcendens (berhubungan atau berinteraksi), dan truth (kebenaran). 13