BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK ATAU PERMUKIMAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2009 PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 122 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

W ALIKOTA M AKASSAR PROVINSI SULAW ESI SELATAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

Disampaikan Pada Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B September 2016

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 128 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 09 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 09 TH. 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 106 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI JAWA BARAT

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan K

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Transkripsi:

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya pembangunan permukiman baru dan padatnya bangunan di kawasan perkotaan, meningkatnya pembangunan bidang industri dan perdagangan, terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah dan jenis limbah termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun; b. bahwa untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup lainnya diperlukan pengelolaan air limbah domestik dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun secara terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4874); 9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 13. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 12); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617); 24. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; 25. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air; 26. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan; 27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1); 28. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 5 Tahun 2010 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Toraja Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 2); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 9 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Lain (Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2010 Nomor 9). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA dan BUPATI TORAJA UTARA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Toraja Utara. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Bupati adalah Bupati Toraja Utara. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 6. Badan adalah Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Toraja Utara. 7. Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya disingkat PD PAL adalah Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah Kabupaten Toraja Utara. 8. Laboratorium adalah Laboratorium yang terakreditasi. 9. Air adalah semua air yang terdapat di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, dan air hujan yang berada di darat. 10. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan berwujud cair yang tidak dimanfaatkan kembali. 11. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan permukiman/realestate, rumah makan/restaurant, hotel, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. 12. Air Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut air Limbah B3 adalah air limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia. 13. Pengelolaan air limbah merupakan suatu upaya terpadu yang terdiri atas perencanaan, pengolahan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan air limbah. 14. Pengelolaan air limbah domestik adalah upaya terpadu dalam perencanaan, penataan, pengolahan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan air limbah domestik. 15. Instalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya

disingkat IPAL adalah tempat pengolahan air limbah sehingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan. 16. IPAL Komunal adalah tempat pengolahan air limbah domestik secara terpadu sehingga memenuhi baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan. 17. Pengolahan Air Limbah Domestik adalah upaya mengolah dengan cara tertentu agar air limbah dimaksud memenuhi baku mutu air limbah yang ditetapkan. 18. Jaringan Air Limbah Domestik Terpusat adalah suatu sistem jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat pengolahan. 19. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah termasuk dalam pengertian iniakuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. 20. Akuifer adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis. 21. Tangki septik individual adalah tempat pengolahan air limbah domestik yang digunakan untuk rumah tangga sendiri tanpa dihubungkan dengan jaringan perpipaan komunal atau terpusat. 22. Tangki septik komunal adalah tempat pengolahan air limbah domestik terpisah dengan jaringan perpipaan terpusat yang digunakan secara bersama-sama oleh beberapa rumah tangga. 23. Badan Air adalah tempat atau wadah di atas permukaan daratan yang berisi dan/atau menghasilkan air, yaitu rawa, danau, sungai, waduk, dan saluran air. 24. Baku mutu air limbah adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari satu jenis kegiatan tertentu. 25. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. 26. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 27. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 28. Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) yang selanjutnya disingkat TCLP adalah prosedur laboratorium untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu Limbah.

29. Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji Toksikologi LD50 adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara Limbah B3 dengan kematian hewan uji yang menghasilkan 50% (lima puluh persen) respon kematian pada populasi hewan uji. 30. Simbol Limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik Limbah B3. 31. Label Limbah B3 adalah keterangan mengenai Limbah B3 yang berbentuk tulisan yang berisi informasi mengenai Penghasil Limbah B3, alamat Penghasil Limbah B3, waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik Limbah B3. 32. Pelabelan Limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan atau dibubuhkan pada kemasan langsung Limbah B3. 33. Ekspor Limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan Limbah B3 dari daerah pabean Negara Kesatuan Republik Indonesia. 34. Notifikasi Ekspor Limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas Limbah B3. 35. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. 36. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan Limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. 37. Pengurangan Limbah B3 adalah kegiatan Penghasil Limbah B3 untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari Limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan. 38. Penghasil Limbah B3 adalah setiap orang yang karena usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan Limbah B3. 39. Pengumpul Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengumpulan Limbah B3 sebelum dikirim ke tempat Pengolahan Limbah B3, Pemanfaatan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3. 40. Pengangkut Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan Limbah B3. 41. Pemanfaat Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan Limbah B3. 42. Pengolah Limbah B3 adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pengolahan Limbah B3. 43. Penimbun Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan penimbunan Limbah B3. 44. Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan Limbah B3 yang dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara Limbah B3 yang dihasilkannya. 45. Pengumpulan Limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan Limbah B3 dari Penghasil Limbah B3 sebelum diserahkan kepada Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3. 46. Pemanfaatan Limbah B3 adalah kegiatan penggunaan kembali, daur ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan untuk mengubah Limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 47. Pengolahan Limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. 48. Penimbunan Limbah B3 adalah kegiatan menempatkan Limbah B3 pada fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 49. Sistem Tanggap Darurat adalah sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kejadian kecelakaan pengelolaan Limbah B3. 50. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 51. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 52. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 53. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup. 54. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup adalah cara atau proses untuk mengatasi Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup. 55. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup adalah serangkaian kegiatan penanganan lahan terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup. 56. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 57. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat PPLHD adalah Pegawai Negeri Sipil di Daerah yang diberi tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 58. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 59. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah satuan kerja sebagai unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Maksud dan Tujuan Pasal 2 Pengelolaan air limbah domestik dan pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan untuk: a. mewujudkan kesehatan masyarakat sekaligus menjadikan Daerah yang memiliki sumber daya air yang sehat; b. pelestarian lingkungan hidup dengan melindungi dan meningkatkan kualitas air tanah dan air permukaan agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan

air bersih; dan c. meningkatkan kesadaran dan kepedulian Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam upaya pelestarian sumber daya air. Pasal 3 Tujuan pengelolaan air limbah domestik dan pengelolaan Limbah B3 adalah: a. terkendalinya pembuangan air limbah domestik; b. terlindunginya kualitas air tanah dan air permukaan; dan c. meningkatkan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup khususnya sumber daya air. Bagian Kedua Ruang Lingkup Paragraf 1 Pengelolaan Air Limbah Domestik Pasal 4 Ruang lingkup pengelolaan air limbah domestik adalah: a. pengembangan dan pemeliharaan jaringan air limbah domestik; b. penyusunan rencana induk pengelolaan air limbah domestik; c. kewajiban pengelolaan air limbah domestik; d. penyediaan/penyedotan air limbah domestik; e. persyaratan teknis pengolahan air limbah domestik; f. zonasi pencemaran air limbah domestik; dan g. hak, kewajiban dan peran serta masyarakat. Pasal 5 (1) Pengelolaan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan melalui: a. sistem pengolahan air limbah terpusat; b. sistem pengolahan air limbah setempat. (2) Sistem pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembuangan air limbah ke dalam jaringan, pembuangan air limbah domestik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. (3) Sistem pengolahan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. pembuangan air limbah ke dalam septik tank individual; b. septik tank komunal; atau c. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Komunal.

Paragraf 2 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 6 Ruang lingkup pengelolaan Limbah B3 adalah: a. pengelolaan Limbah B3; b. pengurangan Limbah B3; c. penyimpanan Limbah B3; d. pengumpulan Limbah B3; e. penanggulangan pencemaran lingkungan hidup dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan fungsi lingkungan hidup; f. sistem tanggap darurat dalam pengelolaan Limbah B3; g. pembinaan; dan h. pengawasan. BAB III PENGEMBANGAN DAN PEMELIHARAAN JARINGAN AIR LIMBAH DOMESTIK Bagian Kesatu Pengolahan Air Limbah Terpusat Pasal 7 (1) Jaringan air limbah domestik pada sistem pengelolaan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) adalah jaringan perpipaan yang terdiri dari: a. saluran induk/primer; b. saluran penggelontor; c. saluran lateral/sekunder; d. pipa servis/tersier; dan e. sambungan rumah sebagai sistem terpadu yang bermuara di IPAL terpusat. (2) Saluran induk/primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pipa besar yang digunakan untuk mengalirkan air limbah dari pipa lateral. (3) Saluran Penggelontor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sistem penggelontor untuk menjaga aliran pembersih dalam sistem pengolahan air limbah yang dangkal. (4) Saluran lateral/sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pipa yang membentuk ujung atas sistem pengumpulan air limbah, untuk mengalirkan air limbah dari pipa servis ke pipa induk. (5) Pipa servis/tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah pipa yang digunakan untuk menghubungkan pipa sambungan rumah ke pipa lateral.

(6) Sambungan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah sambungan saluran pembuangan dari bangunan tempat pemakai yang dihubungkan ke jaringan air limbah domestik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 8 Setiap orang atau badan yang terjangkau sistem pengolahan air limbah terpusat dan tidak mampu mengelola dan mengolah limbahnya sendiri wajib menyalurkan air limbah domestiknya ke jaringan air limbah terpusat milik PD PAL. Pasal 9 (1) Setiap orang atau badan yang melakukan pengolahan air limbah setempat wajib melakukan pemeliharaan dan pengurasan paling lama 2 (dua) tahun sekali. (2) Penempatan septik tank atau IPAL wajib sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pasal 10 Pemerintah Daerah mengembangkan IPAL terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) sesuai dengan kewenangannya. Pasal 11 Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengembangan sistem pengolahan air limbah terpusat pada pipa persil/sambungan rumah (SR) dan pipa servis termasuk kelengkapan pendukungnya. Pasal 12 (1) Jasa pelayanan penyaluran air limbah dan pengumpulan melalui sistem pengolahan setempat dan pengolahan terpusat dapat dilakukan oleh PD PAL. (2) Jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan biaya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati dengan persetujuan DPRD. (4) Besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali dan disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan masyarakat.

Pasal 13 (1) Penyambungan dan penyaluran air limbah domestik kejaringan air limbah terpusat milik PD PAL wajib dengan izin Direktur PD PAL. (2) Penyambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan pemohon dan/atau pihak ketiga dengan persetujuan PD PAL. (3) Pembiayaan untuk penyambungan pipa air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada pemohon. (4) Masyarakat yang tidak mampu dalam pembiayaan penyambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah membantu biaya penyambungan jaringan air limbah tersebut baik seluruh atau sebagian melalui PD PAL, sesuai persyaratan yang ditentukan PD PAL. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pengajuan izin penyambungan air limbah domestik kejaringan air limbah terpusatdiaturdengan Peraturan Direktur PD PAL. Pasal 14 Pemeliharaan pipa persil/sambungan rumah, pipa servis, dan kelengkapan pendukung dalam pengolahan air limbah domestik menjadi tanggung jawab masyarakat pengguna. BagianKedua Pengelolaan Air Limbah Setempat Pasal 15 (1) Setiap orang atau badan yang karena kondisi dan pertimbangan tertentu tidak dapat memanfaatkan jaringan air limbah domestik terpusat, maka wajib membuat instalasi pengolahan air limbah setempat berupa septik tank komunal atau IPAL komunal. (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, wajib membuat septik tank individual berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). (3) Masyarakat yang bermukim pada wilayah yang dekat dengan badan air, wajib membangun IPAL Komunal. Pasal 16 (1) Pembangunan instalasi pengolahan air limbah setempat menjadi tanggung jawab penggunanya. (2) Dalam kondisi tertentu, Pemerintah Daerah membangun instalasi pengolahan air limbah setempat beserta jaringannya.

(3) Dalam radius tertentu masyarakat wajib menyalurkan air limbah domestiknya ke dalam instalasi pengolahan air limbah yang dibangun oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kapasitasnya. (4) Masyarakat wajib melaporkan kepada yang berwenang sebelum membangun atau menyambung instalasi pengolahan air limbah setempat. Pasal 17 (1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan terhadap instalasi pengolahan air limbah setempat yang telah dibangun. (2) Pemerintah Daerah wajib secara berkala melakukan pemantauan terhadap kualitas pengolahan air limbah setempat. (3) Operasional dan pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah setempat menjadi tanggung jawab penggunannya. BAB IV PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK Pasal 18 (1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi perencanaan kota dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pengelolaan air limbah menjabarkan Rencana Tata Ruang Wilayah ke dalam bentuk Rencana Induk Pengelolaan Air Limbah. (2) Rencana Induk Pengelolaan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggambarkan: a. kawasan pengelolaan air limbah perpipaan yang terpusat; b. kawasan pengelolaan air limbah komunal; c. kawasan semi komunal; dan d. kawasan individual. BAB V KEWAJIBAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK Pasal 19 (1) Setiap orang atau badan yang memiliki bangunan rumah tinggal dan bangunan non rumah tinggal wajib mengelola air limbah domestik sebelum dibuang kesaluran umum/drainase. (2) Setiap orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konstruksi bangunan IPAL atau septik tank berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pasal 20 (1) Setiap bangunan rumah tinggal dan non rumah tinggal yang belum memiliki instalasi pengolahan air limbah domestik atau belum memenuhi syarat baku mutu air limbah, wajib memperbaiki dan/atau membangun sesuai persyaratan yang berlaku. (2) Pemerintah Daerah melalui Dinas/Badan yang memiliki tugas dan tanggungjawab meliputi bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan bidang pemukiman wajib membuat pedoman teknik pengelolaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik. (3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Pasal 21 (1) Apabila dalam suatu kawasan, kemampuan ekonomi masyarakat sangat terbatas dan tidak dimungkinkan untuk membuat instalasi pengolahan air limbah domestik, Pemerintah Daerah melalui Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup yang memiliki tugas dan tanggung jawab meliputi bidang pengolahan air limbah domestik wajib untuk membangun bersama masyarakat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan dan kriteria kemampuan ekonomi masyarakat sangat terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VI PENYEDIAAN/PENYEDOTAN AIR LIMBAH DOMESTIK Pasal 22 Pemerintah Daerah wajib menyediakan tempat pengolahan limbah domestik. Pasal 23 (1) Pengolahan air limbah domestik dilakukan oleh PD PAL. (2) Pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan biaya jasa pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan jasa pelayanan pengumpulan dan pengolahan air limbah domestik. (2) Hasil pengumpulan dan pengolahan air limbah domestik berupa lumpur tinja wajib diolah langsung ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan/atau IPAL.

(3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) untuk pengolahan (sludge) lanjutan dari hasil pegumpulan lumpur septik tank. Pasal 25 Dalam rangka melindungi dan mengelola sumber daya air, Pemerintah Daerah melakukan penyedotan air limbah domestik paling sedikit 1 (satu) kali setiap 2 (dua) tahun atau atas permintaan dari pemilik bangunan rumah tinggal dan bangunan non rumah tinggal. BAB VII PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK Pasal 26 (1) Perancangan instalasi pengolahan air limbah domestik berdasarkan pada besaran populasi penghuni bangunan dan jenis peruntukkan bangunan. (2) Teknis pengaturan pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem pengolahan air limbah secara biologis. Pasal 27 (1) Pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 meliputi : a. jenis pengolahan individual; b. semi komunal; dan c. komunal. (2) Pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kawasan sebagai berikut: a. kawasan pembangunan baru; b. kawasan perbaikan lingkungan; c. kawasan pemugaran; dan d. kawasan peremajaan. Pasal 28 (1) Pengolahan air limbah wajib memenuhi ketentuan Baku Mutu Air Limbah Domestik. (2) Air limbah yang dibuang ke saluran umum wajib memenuhi ketentuan Baku Mutu Air Limbah Domestik. Pasal 29 Setiap peralatan yang digunakan untuk instalasi pengolahan air limbah yang ditawarkan oleh pemegang merek kepada masyarakat wajib memiliki sertifikasi.

BAB VIII ZONASI PENCEMARAN AIR LIMBAH DOMESTIK Pasal 30 (1) Pemerintah Daerah wajib menyusun zonasi, pengelolaan potensi volume dan pencemaran air limbah domestik. (2) Zonasi, pengelolaan potensi volume dan pencemaran limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar kebijakan dalam penanganan pengelolaan. BAB IX HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 31 Dalam kegiatan pengelolaan air limbah domestik, masyarakat berhak untuk: a. memperoleh informasi tentang kebijakan dan rencana pengembangan pengolahan air limbah domestik; b. memberikan saran, pendapat atau pertimbangan terkait dengan pengelolaan dan pengolahan air limbah; c. memperoleh pelayanan sesuai dengan kapasitasnya; dan d. melaporkan kepada pihak yang berwajib terkait dengan adanya pengelolaan dan/atau pengolahan air limbah yang tidak sesuai ketentuan dan/atau terjadinya pencemaran lingkungan dari hasil pembuangan air limbah. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 32 Setiap orang atau Badan sebagai pelaku dan/atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan permukiman (realestate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, hotel dan apartemen wajib: a. melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah yang dibuang kelingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan; b. membuat saluran pembuangan air limbah domestik yang tertutup dan kedap air; c. membuat bak control untuk memudahkan pengambilan contoh air limbah domestik; dan

d. memeriksa kadar para meter baku mutu air limbah domestik secara periodik paling lama sekali dalam 1 (satu) tahun. Pasal 33 (1) Setiap orang atau Badan sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memeriksakan kualitas air limbah paling lama 1 (satu) kali setiap bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi. (2) Hasil pemeriksaan kualitas air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Pasal 34 (1) Setiap orang atau Badan sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memberikan kesempatan kepada petugas dari SKPD yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan air limbah untuk memasuki lingkungan kerja perusahaannya dan membantu terlaksananya kegiatan petugas tersebut. (2) Setiap orang atau Badan sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memberikan keterangan dengan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Pasal 35 (1) Setiap orang atau Badan sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan mengenai proses pembuangan air limbah dan hasil analisisnya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. (2) Setiap orang atau Badan sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menjamin kebenaran hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Ketiga Peran Serta Masyarakat Pasal 36 Peran serta masyarakat dalam proses pelaksanaan kebijakan pengolahan air limbah domestik meliputi: a. berperan serta dalam proses perencanaan pengelolaan air limbah perpipaan, komunal dan semi komunal; b. berperan serta dalam pembangunan instalasi

pengolahan air limbah domestik dalam skala yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini; c. memberikan informasi tentang suatu keadaan pada kawasan tertentu terkait dengan pengolahan air limbah; dan d. memberikan bantuan untuk pengembangan sanitasi lingkungan permukiman baik dalam bentuk pendanaan atau pembangunan kepada warga yang tidak mampu. BAB X PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pasal 37 (1) Bupati mempunyai kewenangan melakukan pengelolaan Limbah B3, pembinaan dan pengawasan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sesuai kategori, sumber, dan hasil uji karakteristik Limbah B3. (2) Pengelolaan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengurangan Limbah B3; b. penyimpanan Limbah B3; dan c. pengumpulan Limbah B3. (3) Setiap orang yang menghasilkan limbah wajib melakukan pengelolaan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dihasilkannya. BAB XI PENGURANGAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pasal 38 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengurangan Limbah B3. (2) Pengurangan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. substitusi bahan; b. modifikasi proses; dan/atau c. penggunaan teknologi ramah lingkungan. (3) Substitusi bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung B3. (4) Modifikasi proses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses produksi yang lebih efisien.

Pasal 39 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bupati mengenai pelaksanaan Pengurangan Limbah B3. (2) Laporan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak Pengurangan Limbah B3 dilakukan. BAB XII PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pasal 40 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan penyimpanan Limbah B3. (2) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan pencampuran Limbah B3 yang disimpannya. (3) Untuk dapat melakukan penyimpanan Limbah B3, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan Limbah B3. (4) Untuk dapat memperoleh Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan Limbah B3, setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib: a. memiliki izin lingkungan; dan b. mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati dan melampirkan persyaratan izin. (5) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi: a. identitas pemohon; b. akta pendirian badan usaha; c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan disimpan; d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan Limbah B3; e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan Limbah B3; dan f. dokumen lain sesuai peraturan perundangundangan. (7) Persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf e dikecualikan bagi permohonan Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan Limbah B3

kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 41 Tempat penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (6) huruf d harus memenuhi persyaratan: a. lokasi Penyimpanan Limbah B3; b. fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai dengan jumlah Limbah B3, karakteristik Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup; dan c. peralatan penanggulangan keadaan darurat. Pasal 42 (1) Lokasi Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a harus bebas banjir dan tidak rawan bencana alam. (2) Dalam hal lokasi Penyimpanan Limbah B3 tidak bebas banjir dan rawan bencana alam, lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (3) Lokasi Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus berada di dalam penguasaan Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3. Pasal 43 (1) Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dapat berupa: a. bangunan; b. tangki dan/atau kontainer; c. silo; d. tempat tumpukan limbah (waste pile); e. waste impoundment; dan/atau f. bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Fasilitas penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk melakukan penyimpanan Limbah B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 44 (1) Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 berupa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a paling sedikit memenuhi persyaratan: a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi Limbah B3 dari hujan dan sinar matahari; b. memiliki penerangan dan ventilasi; dan

c. memiliki saluran drainase dan bak penampung. (2) Persyaratan fasilitas Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 sesuai kategori berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 45 Peralatan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c paling sedikit meliputi: a. alat pemadam api; dan b. alat penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai. Pasal 46 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 47 (1) Pengemasan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (6) huruf e dilakukan dengan menggunakan kemasan yang: a. terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai dengan karakteristik Limbah B3 yang akan disimpan; b. mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan; c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan; dan d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak. (2) Kemasan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3. (3) Label Limbah B3 paling sedikit memuat keterangan mengenai: a. nama Limbah B3; b. identitas Penghasil Limbah B3; c. tanggal dihasilkannya Limbah B3;dan d. tanggal Pengemasan Limbah B3. (4) Pemilihan Simbol Limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengemasan Limbah B3, pelabelan Limbah B3, dan pemberian Simbol Limbah B3 diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 48 (1) Bupati setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) huruf b memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Bupati melakukan verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja. (3) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan: a. permohonan izin memenuhi persyaratan, Bupati menerbitkan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui; atau b. permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, Bupati menolak permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 disertai dengan alasan penolakan. (4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik paling lama 1 (satu) hari kerja sejak izin diterbitkan. Pasal 49 (1) Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf a berlaku paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Permohonan perpanjangan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 diajukan secara tertulis kepada Bupati paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin berakhir. (3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi: a. identitas pemohon; b. akta pendirian badan usaha; c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang disimpan; d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat Penyimpanan Limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46; e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan Limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47; dan

f. laporan pelaksanaan Penyimpanan Limbah B3. (4) Permohonan perpanjangan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus, dikecualikan dari persyaratan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e. (5) Dalam hal terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, penerbitan perpanjangan izin oleh Bupati dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penerbitan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48. (6) Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, Bupati melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. (7) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menunjukkan: a. Permohonan perpanjangan izin memenuhi persyaratan, Bupati menerbitkan perpanjangan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui; atau b. Permohonan perpanjangan izin tidak memenuhi persyaratan, Bupati menolak permohonan perpanjangan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 disertai dengan alasan penolakan. Pasal 50 (1) Pemegangizin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin jika terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi: a. identitas pemegang izin; b. akta pendirian badan usaha; c. nama Limbah B3 yang disimpan; d. lokasi tempat Penyimpanan Limbah B3; dan/atau e. desain dan kapasitas fasilitas Penyimpanan Limbah B3. (2) Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Bupati paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terjadi perubahan. (3) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Bupati melakukan evaluasi paling lama

7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan perubahan izin diterima. (5) Dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, Bupati melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan perubahan izin diterima. (6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) menunjukkan: a. kesesuaian data, Bupati menerbitkan perubahan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui; atau b. ketidak sesuaian data, Bupati menolak permohonan perubahan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 disertai dengan alasan penolakan. Pasal 51 Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6) dan Pasal 50 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki dokumen. Pasal 52 Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf a, Pasal 49 ayat (7) huruf a, dan Pasal 50 ayat (6) huruf a, paling sedikit memuat: a. identitas pemegang izin; b. tanggal penerbitan izin; c. masa berlaku izin; d. persyaratan lingkungan hidup; dan e. kewajiban pemegang izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3. Pasal 53 (1) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d paling sedikit meliputi: a. memfungsikan tempat Penyimpanan Limbah B3 sebagai tempat Penyimpanan Limbah B3; b. menyimpan Limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat Penyimpanan Limbah B3; c. melakukan pengemasan Limbah B3 sesuai dengan karakteristik Limbah B3; dan d. melekatkan Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3 pada kemasan Limbah B3.

(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dikecualikan untuk muatan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 54 Kewajiban pemegang izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e paling sedikit meliputi: a. melakukan identifikasi Limbah B3 yang dihasilkan; b. melakukanpencatatan nama dan jumlahlimbahb3yang dihasilkan; c. melakukan Penyimpanan Limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 53; d. melakukan Pemanfaatan Limbah B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3 yang dilakukan sendiri atau menyerahkan kepada Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat LimbahB3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3; dan e. menyusun dan menyampaikan laporan Penyimpanan Limbah B3. Pasal 55 Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf a, Pasal 49 ayat (7) huruf a, dan Pasal 50 ayat (6) huruf a berakhir jika: a. masa berlaku izin habis dan tidak dilakukan perpanjangan izin; b. dicabut oleh Bupati; c. badan usaha pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau d. izin lingkungan dicabut. Pasal 56 (1) Setelah izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 terbit, pemegang izin wajib: a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3; b. melakukan Penyimpanan Limbah B3 paling lama: 1. 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;

2. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 1; 3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum; atau 4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus; c. menyusun dan menyampaikan laporan Penyimpanan Limbah B3. (2) Laporan Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit memuat: a. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik Limbah B3; b. pelaksanaan Penyimpanan Limbah B3; dan c. Pemanfaatan Limbah B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3 yang dilakukan sendiri oleh pemegang izin dan/atau penyerahan Limbah B3 kepada Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3. (3) Laporan Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bupati dan ditembuskan kepada Menteri paling lama 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan. Pasal 57 (1) Dalam hal Penyimpanan Limbah B3 melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b, pemegang izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 wajib: a. Melakukan Pemanfaatan Limbah B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3; dan/atau b. menyerahkan Limbah B3 kepada pihak lain. (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Pengumpul Limbah B3; b. Pemanfaat Limbah B3; c. Pengolah Limbah B3; dan/atau d. Penimbun Limbah B3. (3) Untuk dapat melakukan Penyimpanan Limbah B3, pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib

memiliki: a. Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah B3, untuk Pengumpul Limbah B3; b. Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3, untuk Pemanfaat Limbah B3; c. Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3, untuk Pengolah Limbah B3; dan d. Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penimbunan Limbah B3, untuk Penimbun Limbah B3. Pasal 58 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 yang telah memperoleh izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan jika bermaksud: a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas Penyimpanan Limbah B3. (2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. wajib melaksanakan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup; dan b. harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. laporan pelaksanaan Penyimpanan Limbah B3; dan c. laporan pelaksanaan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup. (4) Bupati setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. BAB XIII PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pasal 59 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengumpulan Limbah B3 yang dihasilkannya. (2) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilarang: