BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant tuberculosis/tb MDR) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB MDR meningkat secara bertahap rata-rata 2% pertahun. Prevalensi TB diperkirakan WHO meningkatkan 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia, di negara berkembang prevalens TB MDR berkisar antar 4,6% - 22,2% (Frieden, 2004). Pada survey WHO dilaporkan lebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka TB MDR berkisar angka TB MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan, enam negara dengan kejadian TB MDR dengan angka tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhsatan, Latvia, Lithunia bagian dari Federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB MDR baru per tahun. OAT (obat anti tuberculosis) yang resisten terhadap kuman tuberculosis akan semakin meningkat, saat ini 79% dari TB MDR adalah super strain yang resisten paling sedikit 3 atau 4 OAT (WHO, 2011). Pola TB MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997 adalah resistensi primer 4,6% - 5,8% dan resistensi sekunder 22,95% - 26,07% (Aditama & Wijanarko, 1996). Pada penelitian lainnya Aditama (2004) mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi 15,61%. Hal ini patut diwaspadai karena prevalensnya cenderung menunjukkan peningkatan. Penelitian di RS Persahabatan (1998) melaporkan proporsi kesembuhan penderita TB MDR
sebesar 72% menggunakan panduan OAT yang masih sensitive ditambah ofloksasin (Tukak, 1998). Limited and unrepresentative hospital data (2006) menunjukkan kenyataan bahwa sepertiga kasus TB MDR resisten terhadap ofloksasin dan ditemukan 1 kasus TB XDR (Extremely Drug Resistance) (Nawas, 2010). Kejadian TB MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia (man-made phenomenon) sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat. Hal ini disebabkan oleh penyedia pelayanan kesehatan dan dari pihak pasien sendiri. Faktor penyedia layanan seperti buku panduan yang tidak sesuai, tidak mengikuti panduan yang tersedia, tidak memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak terdapatnya pemantauan program pengobatan, pendanaan program penanggulangan TB yang lemah, penyediaan atau kualitas obat yang tidak adekuat seperti kualitas obat yang buruk, persediaan obat yang terputus, kondisi tempat penyimpanan yang tidak terjamin, kombinasi obat yang salah atau dosis yang kurang. Faktor yang disebabkan dari pasien seperti kepatuhan pasien yang kurang, kurangnya informasi, kekurangan dana/tidak tersedia pengobatan cumacuma, masalah transportasi, masalah efek samping, masalah sosial, malabsorpsi, ketergantungan terhadap substansi tertentu ( Burhan, 2010). Pasien TB-MDR di Indonesia belum mendapat akses pengobatan yang memadai karena tidak semua obat yang dibutuhkan oleh TB MDR tersedia di Indonesia. Penanganan TB MDR di Indonesia masih sangat terbatas jangkauannya. Sampai saat ini di Indonesia baru ada beberapa rumah sakit yang bisa menangani TB MDR yaitu: RSUP Persahabatan di Jakarta, RSUD Dr.
Soetomo di Surabaya, RS Hasan Sadikin di Bandung dan RSUP H.Adam Malik di Medan sedangkan kasus TB-MDR diperkirakan tidak hanya di beberapa wilayah tersebut. Sejak juli 2012 sampai desember 2013, ada 83 pasien yang sudah terdiagnosis TB MDR, tetapi hanya 63 orang yang bersedia menjalani pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan, 30 orang yang masih menjalani pengobatan sudah mengalami konversi BTA negatif, 10 orang meninggal, 10 orang mangkir, 2 orang gagal pengobatan. Strategi DOTS (Directly Observed Theraphy Short-course) dalam penatalaksanaan TB sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi angka resistensi termasuk resistensi ganda. Hsieh.et al, (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa strategi DOTS dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT pada pasien TB. Berdasarkan dari strategi pengobatan DOTS menurut kriteria komponen dalam pengobatan diperlukan adanya PMO (Pengawas Menelan Obat) selama masa pengobatan. PMO bertugas untuk mengawasi penderitatb dalam mengkonsumsi OAT selama proses pengobatan. PMO haruslah orang yang hidup berdekatan dengan penderita, dihormati oleh penderita dan dapat berkomunikasi dengan penderita. Peran sebagai PMO inilah yang dapat dijalankan keluarga seperti orang tua atau saudara si penderita (Frieden dan Sbarbaro, 2005). Nasution (2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil mengikuti program DOTS memiliki dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan pasien yang gagal di Medan, Indonesia. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam
meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam pengobatan adalah dukungan keluarga seperti pada penelitian Hutapea (2010) yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT. Namun berbeda dengan penelitian Dewi, Nursiswati & Ridwan (2009) pada penelitian tersebut tidak didapatkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan TB. Keperawatan tidak hanya ditujukan kepada individu perseorangan melainkan juga kepada kelompok, keluarga dan masyarakat seperti yang dikemukakan dalam model konsep Orem yang mengutamakan keperawatan mandiri klien, mengajak klien dan keluarga untuk secara mandiri dalam mencegah, mendeteksi dan menangani masalah kesehatan (Friedman, 1998). Peran perawat di RSUP. H. Adam Malik selain sebagai PMO, juga sebagai pemberi edukasi dan motivasi. Setelah pasien tidak menjalani perawatan di Rumah Sakit, perawat juga memantau puskesmas daerah tempat tinggal pasien dengan bekerjasama dengan perawat puskesmas tersebut dengan meningkatkan
jejaring eksternal. Berdasarkan penelitian Pritchard, Hayward & Monk (2003) salah satu faktor yang menyebabkan kejadian TB MDR adalah ketidakpatuhan pasien minum obat. Pengawasan dan perhatian dari tenaga kesehatan maupun pihak keluarga yang telah dipercaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien tuberculosis dalam menjalani pengobatan yang membutuhkan waktu yang cukup lama walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi bila penderita tidak berobat dengan teratur maka umunya hasil pengobatan mengecewakan (Senewe, 2002). Hal ini menjadikan latar belakang penulis melakukan penelitian sejauh mana hubungan dukungan keluarga dan peran perawat ikut andil dalam kepatuhan minum obat penderita TB MDR. Dengan demikian penulis memilih judul hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian adalah apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan berobat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus a.1 Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan a.2 Untuk mengetahui peran perawat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan. a.3 Untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan. a.4 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan. a.5 Untuk mengetahui hubungan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan. a.6 Untuk mengetahui sub variabel yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) dimana ada hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat terhadap kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.5.1 Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan dukungan keluarga dan peran perawat dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. 1.5.2 Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi praktek tenagake perawatan untuk meningkatkan kepatuhan pasien minum obat sehingga meningkatkan angka kesembuhan TB MDR dengan cara melaksanakan program DOTS berbasis keluarga. 1.5.3 Bagi Masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat keluarga pasien agar lebih berperan peran serta memberi dukungan kepada penderita dalam menjalani pengobatan TB MDR. 1.5.4 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini menambah ilmu, wawasan penulis tentang dukungan keluarga dan peran perawat pada penderita TB MDR yang menjalani pengobatan.