Peranan Uterotonika untuk Mengatasi Perdarahan Pascasalin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penanganan Perdarahan Pascasalin Terkini dalam Upaya Menurunkan. Angka Kematian Ibu

Patologi persalinan (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MANAJEMEN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. menantikannya selama 9 bulan. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi

Perdarahan Post Partum. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Preeklampsia dan Eklampsia

Atonia Uteri. Perdarahan post partum dpt dikendalikan melalui kontraksi & retraksi serat-serat miometrium

sekresi Progesteron ACTH Estrogen KORTISOL menghambat peningkatan sintesis progesteron produksi prostaglandin

1. ATONIA UTERI. A. Pengertian

Abortus. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Derajat kesehatan penduduk merupakan salah satu indikator kualitas

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

BAB I PENDAHULUAN UKDW kelahiran hidup (World Health Organization, 2012). perubahan pada tahun 2012 (Dinkes Jawa Tengah, 2013).

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

MANAJEMEN DAN RUJUKAN PERDARAHAN POSTPARTUM DALAM UPAYA PENURUNAN MORBIDITAS & MORTALITAS MATERNAL

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

RETENSIO PLASENTA Oleh: Eko Prabowo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

KAJIAN PENGARUH MANAJEMEN AKTIF KALA III TERHADAP PENCEGAHAN PERDARAHAN POSTPARTUM (Sistematik Review ) Oleh : Is Susiloningtyas dan Yanik Purwanti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

SOAL KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL NISA RAHAYU NURMUSLIMAH, S.ST

THE INFLUENCE OF METHYLERGONOVINE MALEAT ADMINISTRATION ON INCREASING BLOOD PRESSURE IN SEVERE PREECLAMPSIA

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

BAB 1 PENDAHULUAN. uterus ketika usia kehamilan melebihi 28 minggu (Saxena, 2010). Angka kejadian

Daftar Tilik Keterampilan Klinik

CLINICAL PATHWAY EKLAMPSIA GRAVIDARUM Rumah Sakit Kelas B & C

BAB I PENDAHULUAN. cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

Perdarahan Antepartum No Revisi 0/0. Batasan. Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan >20 minggu sampai sebelum janin lahir. I.

Hemoragik antepartum (HAP) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK MATERNAL DENGAN LUARAN MATERNAL PADA PERSALINAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUP dr. KARIADI SEMARANG TAHUN

Diabetes Melitus Gestasional. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

PERBANDINGAN LUARAN SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI UMUM DAN SPINAL: PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT IBU DAN SKOR APGAR BAYI

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung.

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PERSALINAN ANTARA MISOPROSTOL DAN FOLEY KATETER PADA POSTTERM Isnamaya Kartika Wulandari 1, Sumarah 2, Margono 3

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin

Kompresi Bimanual. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh terlalu melekat lebih dalam

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehamilan terbagi menjadi 3 trimester yaitu pada trimester pertama dimulainya

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

Mola Hidatidosa. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Aktif Kala Tiga adalah mengupayakan kontraksi yang

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

HUBUNGAN ANTARA PARITAS DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA PERIODE Lestrina *, Eny **

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERSALINAN LAMA DENGAN KEJADIAN ATONIA UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2009

Deteksi Dini Kehamilan, Komplikasi Dan Penyakit Masa Kehamilan, Persalinan Dan Masa Nifas

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KASUS PERSALINAN DI UGD RSUP Dr. KARIADI VINA EKA WULANDARI G2A PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh

BUKU REGISTER PARTUS DI RUMAH SAKIT

NORMAL DELIVERY LEOPOLD MANUEVER. Dr.Cut Meurah Yeni, SpOG Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unsyiah/RSUD-ZA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA DI RSUD Dr.H.Moch.ANSARI SALEH BANJARMASIN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN KOMPRESI BIMANUAL

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa ditangani, maka si ibu bisa meninggal selama proses persalinan

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran PERDARAHAN PASCA-SALIN

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB V PENUTUP. khususnya pada keluhan utama yaitu Ny. S G III P II A 0 hamil 40 minggu. mmhg, Nadi: 88 x/menit, Suhu: 36,5 0 c, RR: 26 x/menit, hasil

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PERSALINAN AKTIF KALA III ANTARA PEMBERIAN MISOPROSTOL PER REKTAL DAN OKSITOSIN INTRAMUSKULER

SYOK ANAFILAKTIK. No.Revisi : 0. Halaman :1 dari 4

KEDARURATAN OBSTETRIK (CLINICAL EMERGENCIES IN OBSTETRICS)

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MISOPROSTOL DOSIS 50 µg DAN DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Misoprostol Cytotec Serly Dan Mifeprestone Mifeprex Obat Terlambat Haid

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan dapat menyebabkan. terhambat di dalam Rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

Transkripsi:

Peranan Uterotonika untuk Mengatasi Perdarahan Pascasalin H. Risanto Siswosudarmo Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM RS Dr.Sardjito Yogyakarta Pendahuluan Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Secara umum WHO mendefinisikan perdarahan pascasalin sebagai perdarahan yang melebihi 500 ml dalam 24 jam setelah bayi lahir. 1 Perdarahan pascasalin dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum dan selama plasenta lahir lebih dikenal sebagai perdarahan kala III dan perdarahan setelah plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV. Perdarahan yang terjadi dalam kala IV sering disebut disebut juga perdarahan pascasalin segera (immediate postpartum bleeding). 2 Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan pascasalin dibagi dua yakni perdarahan pascasalin dini (terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir) dan perdarahan pascasalin lanjut (terjadi setelah 24 jam setelah bayi lahir). 2 WHO memperkirakan sebanyak 150.000 wanita meninggal setiap tahunnya karena perdarahan saat melahirkan dan 150.000 wanita mati setiap harinya karena perdarahan pascasalin. Dari jumlah tersebut 99% terjadi di negara berkembang. Di Inggris hanya 1 dari 100.000 ibu melahirkan terancam mati sedang di negara berkembang lebih daripada 1 per 100.000. 3 Di Indonesia perdarahan pascasalin masih merupakan penyebab utama kematian maternal. Audit kematian ibu di propinsi DIY tahun 2009 menunjukkan bahwa perdarahan pascasalin masih merupakan penyebab utama kematian ibu yakni 32% dari angka kematian maternal sebesar 109/100.000 kelahiran hidup. 4 Penyebab utama perdarahan pascasalin dini adalah atoni uterin, suatu keadaan di mana uterus tidak bisa berkontraksi setelah plasenta lahir. Penelitian di RS Sarjito dan RS Afiliasi menunjukkan bahwa atoni uterin merupakan penyebab utama perdarahan pascasalin. 5 1

Tulisan ini secara khusus bertujuan membahas peranan uterotonika yakni oksitosin, metil ergonovin dan misoprostol dalam pencegahan dan penanganan perdarahan pascasalin dini karena atoni uterin. Insidensi dan faktor risiko Insdidensi perdarahan pascasalin sangat bervariasi. Di RS Sarjito pada pada tahun 2009 tercatat 18% tetapi bersama dengan seluruh RS Afiliasi menjadi 1,6% 5. Angka ini relatif lebih kecil daripada yang disebutkan dalam kepustakaan yakni antara 3,9% untuk persalinan vaginal dan 6% sampai 8% untuk persalinan secara seksio sesarea. 2. Bahkan Peneliti lain mendapatkan angka antara 5 sampai 15%. 6 Perbedaan ini disebabkan cara pengukuran jumlah darah yang keluar, sehingga cenderung menjadi underestimate. Meskipun pendekatan risiko kadang dipertanyakan, tetapi dengan mengetahui faktor risiko setidak-tidaknya mendorong petugas untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan. Tabel berikut menunjukkan beberapa faktor risiko terjadinya perdarahan pascasalin. 6 (Tabel 1) Tabel 1. Faktor risiko teradinya atoni uterin (Dikutip dari Ramanathan, and Arulkumaran. 6 ) Process Etiology Risk factors Tone 1. Uterus over-distension 2. Uterine muscle fatigue 3. Uterine infection or chorioamnionitis a. Multiple pregnancy b. Macrosomia c. Polyhydramnios d. Severe hydrocephalus a. Prolonged or precipitate labor, especially if stimulated b. High parity (20-fold increased risk) c. Previous pregnancy with PPH a. Prolonged PROM b. Fever 4. Uterine distortion or abnormality 5. Uterine relaxing drugs a. Fibroid uterus b. Placenta previa a. Anaesthetic drugs b. Nifedipine c. NSAIDs d. Betamimetics e. MgSO4 2

Dari faktor risiko di atas umur tua dan paritas tinggi (grandemulti gravida) merupakan faktor risiko utama dengan risiko relatif mencapai 20 kali, meskipun penelitian lain tidak mendukung. Beberapa faktor risiko lain menunjukkan besarnya odds ratio kejadian perdarahan pascasalin. 7 (Tabel 2) Tabel 2. Faktor risiko perdarahan pascasalin (Dikutip dari Maughan et al. 7 ) Tanda dan Gejala Tanda paling utama adalah keluarnya darah yang berlebihan setelah bayi lahir atau setelah plasenta lahir. Menghitung jumlah darah yang keluar pada saat persalinan tidak mudah sehingga jumlah darah yang keluar biasanya berdasarkan perkiraan dengan melihat seberapa basah kain yang dipakai sebagai alas, bagaimana darah mengalir dan berapa lama darah tetap mengalir. Keterlambatan dalam menentukan banyaknya darah yang keluar dan penanganannya bisa menimbulkan masalah yang serius. 3

Atoni uterin harus dicurigai bila teradi perdarahan segera setelah plasenta lahir dan kontraksi uterus tetap lembek meskipun tindakan seperti masase rahim dan beberapa obat oksitosika telah diberikan. Shock hemoragik terjadi bila perdarahan terus berlangsung sampai menggangu perfusi organ vital. Tanda dan gejala shock hemoragik bervariasi tergantung pada jumlah dan kecepatan darah yang hilang. 8 (Tabel 3) Tabel 3. Tanda, gejala dan klasifikasi shock hemoragik (Dikutip dari Schuurmans et al. 8 ) Penanganan Tujuan utama penanganan perdarahan pascasalin ada tiga yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi shock. Pendekatan risiko, meskipun menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat untuk diperhatikan. Setiap ibu hamil dengan faktor risiko tinggi terjadinya perdarahan pascasalin sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang mempunyai unit transfusi dan perawatan intensif. Secara skematik, alur penanganan perdarahan pascasalin dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut: 9 4

Gambar 1. Alur penanganan perdarahan pascasalin (Dikutip dari Anderson and Ethes 9 ) Penanganan kala tiga. Ada dua cara pendekatan penanganan kala tiga, yakni secara expectant dan aktif. Pada dasarnya penanganan secara expectant dikerjakan tanpa intervensi apa-apa. Plasenta dibiarkan lepas karena gravitasi dan dan hejan ibu, tali pusat diklem setelah plasenta lahir dan tidak diberikan oksitosin. 10 5

Penangan aktif kala tiga (PAKT) merupakan strategi pencegahan. Setiap ibu melahirkan harus mendapatkan penanganan aktif kala tiga (active management of the third stage). PAKT adalah sebuah tindakan (intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan pascasalin karena atoni uteri. Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian uterotonika, (2) tarikan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus setelah plasenta lahir. Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Tarikan tali pusat secara terkendali (tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat sambil ibu diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counterpressure terhadap uterus untuk menghidari inversi. Never apply cord traction (pull) without applying counter traction (push) above the pubic bone on a wellcontracted uterus. Komponen ketiga adalah melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat. Palpasi uterus dilakukan setiap 15 menit dan untuk meyakinkan bahwa uterus tidak lembek setelah masase berhenti. 11 Penggantian cairan. Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia (resusitasi cairan). Kelambatan atau ketidak sesuaian dalam memberikan koreksi hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan pascasalin. Meskipun pada perdarahan kedua komponen darah yaitu plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah pemberian cairan. 6 Begitu perdarahan pascasalin terindikasi, intravenous line harus segera dipasang dengan venocatheter berdiameter besar, misal no 18 atau 16. Cairan pertama yang harus diberikan adalah larutan kristaloid. Kristaloid adalah cairan yang selalu tersedia, murah dan bebas efek samping. Kelemahannya adalah cairan ini cepat dikeluarkan dari ruang intravaskuar, sehingga harus diberikan dalam jumlah yang cukup banyak, dengan perbandingan 3:1 atau bahkan lebih terhadap estimasi darah yang hilang. 12 Ringer laktat lebih baik dibanding salin normal karena karena pemberian larutan salin normal yang berlebihan akan berakibat asidosis hiperkloremik. 12 Dextran tidak boleh diberikan karena mengganggu agregasi platelet, sementara dosis maksimal untuk larutan koloid adalah 1500 ml per 24 jam. 6 Oksigen harus diberikan dengan kecepatan cukup, 10-15 l/menit, kalau perlu dengan positive ventilatory pressures bila fungsi paru menurun. 12 6

Uterotonika. Selama kala tiga, miometrium berkontraksi menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang berjalan di dalam miometrium juga yang menuju ke perlekatan plasenta sehingga aliran darah berhenti. Kerja ini juga menyebabkan plasenta terlepas dari perlekatannya di dinding uterus. Dengan tidak adanya kontraksi miometrium, yang secara klinis dikenal sebagai atoni uterin, dapat mengakibatkan perdarahan yang hebat. Uterotonika memacu kontraksi otot uterus untuk mencegah atoni dan mempercepat lepasnya plasenta. Yang termasuk dalam uterotonika adalah oksitosin, metilergonovin, misoprostol dan karbetosin, sebuah agonis oksitosin. 13 Oksitosin merupakan oksitosika utama yang dipakai dalam pencegahan dan penanganan perdarahan pascasalin, diberikan pada saat penanganan aktif kala tiga sebagai sebuah tindakan preventif. 11 Oksitosin mengungguli uterotoika lainnya karena efeknya yang sangat cepat yakni 2 sampai 3 menit setelah suntikan intramuskular, hanya mempunyai efek samping minimal dan dapat dipakai oleh hampir setiap perempuan. 11 Jika perdarahan tetap berlangsung dan uterus menjadi atonik, pemberian cairan cepat harus segera diberikan. Oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan sodium klorida normal diinfuskan dengan kecepatan 500 ml/10 menit. 12 Untuk mempertahankan kontraksi uterus oksitosin 40 unit dalam 500 ml larutan kristaloid diberikan dengan kecepatan 125ml/jam. 6 Keseimbangan cairan masuk dan keluar harus diperhatikan agar tidak terjadi overload cairan yang bisa mengakibatkan edema paru dan otak yang bisa mengakibat kejang dan bisa berakibat fatal. Hal ini disebabkan karena oksitosin bersifat antidiuretik sehingga menyebabkan retensi cairan dalam tubuh. 6 Kateter urin harus dipasang untuk memonitor fungsi ginjal. Volume urin sebesar 1 ml/kg berat badan per jam atau sekurang-kurangnya 30 ml/jam bisa dipakai sebagai alat monitor bahwa resusitasi cairan berhasil. 12 Agar resusitasi cairan berjalan aman, pengukuran tekanan vena sentral perlu dilakukan. Tekanan vena sentral normal adalah 5 mmhg (range 0-8 mmhg). Tekanan yang meningkat terlihat pada cairan yang berlebihan, gagal ventrikel kanan,atau emboli paru. Tekanan vena sentral yang rendah menunjukkan shock hipovolemia yang belum terkoreksi. 12 Pada saat yang sama harus dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa 7

plasenta. Perhatian harus ditujukan pada cara mengatasi shock ( ABC s ) dengan memberikan oksigen dengan masker dan monitoring tanda vital. Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan. Darah diambil untuk pemeriksaan rutin, golongan darah dan skrining koagulasi. Ada baiknya dokter menahan darah dalam tabung reaksi untuk observasi berapa lama darah menjendal. Kegagalan menjendal dalam 8-10 menit menunjukkan adanya gangguan pembekuan darah. 8 Metilergonovin maleat atau ergometrin adalah alkaloida ergot yang menghasilkan kontraksi tetanik dalam 5 menit setelah pemberian intramuskular. Dosisnya adalah 0,25 mg yang dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis maksimal 1,25 mg. Obat ini juga bisa diberikan secara intramiometrial atau intrvena dengan dosis 0,125 mg. Obat ini menyebabkan vasospasme perifer dan dapat mengakibatkan kenaikan tekanan darah sehingga metilergonovin tidak boleh diberikan pada pasien hipertensi. Obat ini juga dapat menyebabkan rasa mual dan muntah. 8 Society of Obstetricians and Gynecologist of Canada (SOGC) Clinical Practice Guidline merekomendaskan pemakaian oksitosin dan metilergonovin sebagai berikut. 8 (Tabel 5) Tabel 4. Penggunaan oksitosika (dikutip dari Schuurmans et al. 8 ) 8

Misoprostol. Misoprostol adalah analog prostaglandin E 1, yang pertama kali diterima oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai obat ukus peptikum. Sekarang misoprostol banyak digunakan dalam praktek obstetrik karena sifatnya yang bisa memacu kontraksi miometrium yakni sebagai obat induksi persalinan dan uterotonika penting untuk mengatasi perdarahan pascasalin karena atoni uteri. Misoprostol lebih unggul dibanding prostaglandin lain seperti PG E 2 atau PG F 2α karena sifatnya yang stabil pada temperatur kamar, murah dan mudah penggunaannya. 14 Misoprostol rektal dengan dosis tinggi (1000 µg) terbukti efektif menghentikan perdarahan pascasalin yang membandel (refractory). Dari 14 pasien perdarahan pascasalin yang tidak tidak respons terhadap oksitosin dan metilergonovin dan mendapat 1000 µg misoprostol, pada semuanya perdarahan berhenti dalam 3 menit dan tidak memerulkan oksitosika tambahan lagi. Dosis yang lebih tinggi, 6500 µg pernah diberikan kepada 4 pasien yang tidak respons dengan uterotonika standard dan memperoleh respons yang cepat. Hasil penelitian ini memang dipertanyakan karena tidak ada kontrolnya. 15 Dalam sebuah systematic reviev yang melibatkan 37 penelitian misoprostol dan 9 prostaglandin suntikan dengan jumlah subyek 42.621 wanita menghasilkan bukti sebagai berikut: Misoprostol oral dengan dosis 600 µg (7 penelitian, 2849 wanita) dan sublingual (satu penelitian, 661 wanita) memberikan nilai RR dan 95% confidence interval 0.66 (0.45-0.98) dibanding plasebo dalam menekan kejadian perdarahan pascasalin hebat (>1000 ml). Lima penelitian misoprostol oral (3519 wanita) menurunkan kebutuhan transfusi darah sebanyak 3 kali ( RR 0.31; 95%CI 0,10-0,94). Meskipun demikian misoprostol memberikan efek samping yang cukup signifikan berupa menggigil (shivering) dan kenaikan suhu (pyrexia) sampai 38º Celsius. 15 Bila misoprostol dibandingkan dengan oksitosika injeksi terlihat bahwa oksitosika injeksi lebih baik dalam mencegah kejadian perdarahan pascasalin banyak (>1000 ml) dengan RR 1.36 (1.17,-1.58). Tidak ada perbedaan antara pemakaian misoprostol dibanding dengan oksitoska injeksi dalam kejadian kala III lama (>30 menit), plasenta manual maupun kebutuhan transfusi darah, bahkan untuk lama kala III, oksitosika injeksi lebih pendek dibanding misoprostol. 15 Studi WHO tahun 2001 juga menunjukkan tidak ada perbedaan kejadian kematian 9

maternal antara kedua kelompok, yakni 2 dari 9264 pada kelompok misoprostol dibanding 2 dari 9266 pada kelompok oksitiosika injeksi. 16 Sebuah meta-analisis yang membandingkan dosis misoprostol untuk pencegahan perdarahan kala tiga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara dosis 600 µg dengn 400 µg. Bila dibandingkan dengan oksitosin, risiko relatifnya adalah 0,93 (95% CI 0,60-1,45). 17 (Gambar 2). Sementara itu misoprostol 600 µg memberikan efek samping yang lebih besar ketimbang misoprostol 400 µg terutama dalam timbulnya pireksia (temperatur tubuh > 38 0 C). 17 (Gambar 3). Gambar 2. Meta-analisis misoprostol 600 µg, 400 µg dibandingkan dengan uterotonika lain dan plasebo (Dikutip dari Hofmeyr et al. 17 ) Sebuah Cohrane data review menunjukkan bahwa oksitosin 10 unit yang diberikan baik secara intramuskular maupun intravena tetap lebih superior dibandingkan dengan misoprostol obat pencegahan perdarahan pascasalin dan harus menjadi pilihan pertama. Oksitosin yang disimpan di bawah 30 0 C selama satu tahun masih memiliki lebih dari 85% bahan aktif. Jika oksitosin tidak tersdia, misoprostol menjadi pilihan kedua dengan dosis 600 µg, diberikan secara oral atau sublingual. 18 10

Gambar 3. Meta-analisis misoprostol 600 µg, 400 µg dibandingkan dengan uterotonika lain dan plasebo (Dikutip dari Hofmeyr et al. 17 ) Karbetosin. Karbetosin adalah a long-acting synthetic analogue oxytocin yang mempunyai aktivitas uterotonik 4 kali lebih lama dibanding oksitosin tetapi kekuatannya hanya sepersepuluhnya. Pada wanita tidak hamil half life nya kurang lebih 40 menit sementara oksitosin adalah 10 menit. 19 Tabel 5. Karakteristik karbetosin dibanding oksitosin (Dikutip dari Dongen at al. 19 ) Sebuah penelitian yang membandingkan karbetosin dengan kombinasi oksitosin plus ergometrin menunjukkan hasil yang sangat memuaskan di mana risiko perdarahan lebih dari 500 ml adalah 0,49 kali dan risiko perdarahan lebih dari 1000 ml adalah 0,12 kali, 20 meskipun penelitian lain tidak mendukung (Tabel 6). 11

Tabel 6. Perdarahan pascasalin pada pemberian karbetosin vs kobminasi oksitosin dan ergomtrin (Dikutip dari Ngan et al. 20 ). Dalam sebuah review Rath 21 menunjukkan bahwa dalam beberapa hal karbetosin memang lebih superior dibanding oksitosin meskipun perbedaan tersebut tidak terlalu bermakna (Tabel 7). Tabel 7. Perbandingan karbetosin vs oksitosin (Dikutip dari Rath 21 ) Sementara itu pemakaian 100 µg karbetosin pada seksio sesarea dapat menurunkan pemberian oksitosin tambahan sampai 2 kali lebih kecil dibanding oksitosin standard yakni dari 10,1% pada pemberian oksitosin standard menjadi 4,7% pada pemberian karbetosin (P <0.05), meskipun tidak terbukti pada persalinan vaginal. 22 12

Data dari Cohrane review 23 menunjukkan bahwa karbetosin 100 µg bolus intravena dibanding oksitosin memberikan hasil sebagai berikut: 1) menurunkan pemberian oksitosin tambahan pada kelompok seksio sesarea (RR 0,44; 95% CI 0,25-0,78), tetapi tidak pada persalinan vaginal (RR 0.93; 95% CI 0.44-1.94), 2) mengakibatkan jumlah darah yang keluar lebih sedikit pada kelompok seksio sesarea tetapi secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (beda mean - 29 ml; 95%CI -83.18-25.18), dan tidak ada perbedaan pada kelompok persalinan vaginal (beda mean 3.30, 95% CI -57.40-64.00). 3) tidak memberikan perbedaan bermakna dalam kejadian efek samping yang berupa: sakit kepala, menggigil, nyeri perut, gatal, pusing kepala, tremor, mual, muntah, rasa panas, berkeringat, sesak nafas baik pada kelompok seksio sesarea maupun vaginal. Rekomendasi Berdasarkan bukti yang telah direview, Penulis mengutip sebagian rekomendasi penanganan perdarahan pascasalin yang dibuat oleh The SOGC Clinical Practise Guidline Royal 12 dan The Royal College of Obstetricians and Gynecologist 24 sebagai berikut: 1. Penanganan aktif kala tiga mengurangi jumlah perdarahan pascasalin dan menurunkan kejadian perdarahan pascasalin. (I-A) 2. Oksitosika profilaktik sebaiknya diberikan pada semua perempuan sebagai bagian dari penanganan aktif kala tiga, karena dapar menurunkan kejadian perdarahan pascasalin sebesar 60%. (I-A) 3. Untuk parturien tanpa faktor risiko perdarahan pascasalin yang melahirkan secara vaginal, pemberian oksitosin 5 iu atau 10 iu secara intramuskupar adalah cara pilihan untuk pencegahan perdarahan pascasalin. (I- A) 4. Infus oksitosin (20 atau 40 unit dalam 1000 ml larutan kristaloid, kecepatan 150 ml per jam) dapat dipakai sebagai alternatif PAKT (I-B) 5. Ergonovin, 0,2 mg im dan misoprostol, 600 sampai 800 μg yang diberikan secara oral, sublingual atau rektal dapat dipakai sebagi alternatif pada persalinan vaginal bila oksitosi tidak tersedia (II-B) 13

6. Untuk perempuan yang melahirkan secara seksio sesarea, pemberian oksitosin 5 iu secara intrvena pelan harus dikerjakan untuk menjamin kontraksi uterus sehingga mengurangi darah yang hilang. (C) 7. Misoprostol tidak seefektif oksitosin dan hanya dipakai bila oksitosin tidak tersedia, misal pada persalinan yang dikerjakan di rumah. (C) 8. Sekali perdarahan pasca salin teridentifikasi, penanganannya harus melibatkan empat komponen yang dikerjakan secara simultan: komunikasi, resusitasi, pengawasan dan investigasi, dan menghentikan perdarahan. (C) 9. Estimasi jumlah darah yang keluar harus lebih didasarkan pada gejala klinis yang ada dan bukan pada jumlahdarah yang terlihat (III-B) 10. Berdasar kesepakatan, volume total sebanyak 3.5 liter larutan (2 liter larutan Hartmann s yang hangat digrojog, diikuti dengan 1.5 liter koloid jika darah belum tersedia) harus segera diberikan sambil menunggu darah. (C) 11. Jika atoni uterin terbukti sebagai penyebab perdarahan, tindakan berikut ini harus dikerjakan secara berurutan sampai perdarahan berhenti: (B) a. Kompresi uterus bimanual (menggosok fundus) untuk memacu kontraksi. b. Pasang kateter tinggal untuk memantau keluarnya urin. c. Oksitosin 5 units secara intravena pelan (dapat diulang). d. Ergometrine 0.5 mg secara intravena pelan atau intramuskular e. Okstosin per infus (40 units dalam 500 ml larutan Hartman dengan kecepatan 125 ml/jam). f. Misoprostol 1000 µg secara rektal. 12. Jika semua tindakan di atas gagal segera mengambil tindakan pembedahan. Ringkasan: 1. Perdarahan pascasalin sering bersifat akut, dramatik, underestimated dan merupakan sebab utama kematian maternal. 2. Penanganan aktif kala III persalinan merupakan tindakan preventif yang harus diterapkan pada setiap persalinan. 3. Oksitosin (10 unit im) merupakan obat pilihan pertama untuk pencegahan perdarahan pascasalin, sedang ergometrin dan misoprostol merupakan obat lini kedua. 14

4. Penanganan perdarahan pascasalin ditujukan pada 3 hal yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi shock. 5. Oksitosin dan metilergonovin merupakan obat lini pertama baik dalam upaya pencegahan maupun pengobatan. 6. Misoprostol dengan dosis 600-1000 µg dapat dipakai bila obat lini pertama gagal. 7. Restorasi cairan melalui dua jalur infus dengan venokateter ukuran besar (16-18) adalah tindakan pertama mengatasi shock hemoragik. Larutan kristaloid sebanyak 3 kali estimasi jumlah darah yang hilang dapat mempertahankan perfusi jaringan. Oksigen 10-15 ml/menit diberikan dengan kanula nasal. 8. Keluarnya urin 30-60 ml/jam merupakan tanda resusitasi cairan berhasil 9. Jika tindakan medis gagal maka tindaka operatif harus segera dilakukan. Kepustakaan 1. Royston E, Armstrong S. Preventing maternal deaths. Geneva: World Health Organization, 1989. 2. Cuningham FG, Mc Donald PC, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GDV, Clark SL. William Obstetrics 21 st ed. Connecticut: Appleton and Lange. 2001 3. Postpartum hemorrhage: A challenge for safe motherhood. Family Care International, Inc. and Gynuity Health Projects, 2006 4. Siswosudarmo R. Audit kematian maternal provinsi DIY Tahun 2009. Naskah Pertemuan Ilmiah Obstetri Ginekologi Sosial III. Denpasar, Bali. 2010. 5. Siswosudarmo R. Pengaruh keterlambatan terhadap kejadian miss dan near-miss cases. Thesis Obstetri dan Ginekologi Sosial. Bagaian Obstetri dan Gineklogi, Fakultas Kedoteran UGM Yogyakarta, 2009. 6. Ramanathan, G and Arulkumaran, S. Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can 2006;28(11):967 973 7. Maughan KL, Heim SW, Galazka SS. Preventing Postpartum Hemorrhage: Managing the Third Stage of Labor. Am Fam Physician 2006;73:1025-8. 8. Schuurmans N, MacKinnon C, Lane C, and Etches D. SOGC Clinical Practice Guidline. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. J Soc Obstet Gynaecol Can 2000;22(4):271-81 9. Anderson JM and Etches D. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. Am Fam Physician 2007;75:875-82 10. Hyre A. Evidence-based Care: Preventing Postpartum Hemorrhage. 7thICM Asia Pacific Regional Conference 26 November 2003. 11. Anonym. Management of the third stage of labor to prevent postpartum hemorrhage. International Joint Policy Statement of the International Confederation of Midwives (ICM) and the International Federation of Gynecology and Obstetrics. J Obstet Gynaecol Can 2003;25(11):952 3. 12. Martel MJ and Saskatoon SK. Hemoragic shock. SOGC Clinical Practice Guidline No. 115, June 2002. J Obstet Gynaecol Can 2002;24(6):504-11. 15

13. Leduc D, Senikas V and Lalonde AB. Active management of the third stage of labour: Prevention and treatment of postpartum hemorrhage. No. 235 October 2009. International Journal of Gynecology and Obstetrics 108 (2010) 258 267 14. Goldberg AB, Greenberg MB, and Darney PD. Misoprostol and Pregnancy. N Engl J Med 2001; 344 (1): 38-45. 15. Selo-Ojeme. Primary postpartum hemorrhage Journal of Obstetrics and Gynaecology 2002; Vol. 22, No. 5, 463 469 16. Gülmezoglu AM, Villar J, Ngoc NTN et.al. WHO Multicentre Randoimzed Trial of Misoprostol in the Management of the Third Stage of Labor. Lancet 2001;358:689-95. 17. Hofmeyr GJ, Gülmezoglu AM, Novikova N, Linder V, Ferreira S, Piaggio G. Misoprostol to prevent and treat postpartum haemorrhage: a systematic review and meta-analysis of maternal deaths and dose-related effects. Bull World Health Organ 2009;87:666 677 18. Gülmezoglu AM, Forna F, Villar J,Hofmeyr GJ. Prostaglandins for preventing postpartum haemorrhage. Cochrane Database of Systematic Reviews 2007, Issue 3. Art. No.: CD000494. DOI: 10.1002/14651858.CD000494.pub3 19. Dongen PWJ, Verbruggen MM, Groot ANJA, Roosmalen VJ, Sporken JMJ, Schulz MM. Ascending dose tolerance study of intramuscular carbetocin administered after normal vaginal birth. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 77 (1998) 181 187 20. Ngan L, KeongW, Martins R. Carbetocin versus a combination of oxytocin and ergometrine in control of postpartum blood loss. Int J Gynecol Obstet 2007;97:152 3. 21. Rath W. Prevention of postpartum haemorrhage with the oxytocin analogue carbetocin. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 147 (2009) 15 20 22. Dansereau J, Joshi AK, Helewa ME, Doran TA, Lange IR, Luther ER, Farine D. Double-blind comparison of carbetocin versus oxytocin in preventing uterine atony post cesarean section. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 147 (2009) 15 20 P. Griffin, 23. Su LL, Chong YS, Samuel M. Oxytocin agonists for preventing postpartum haemorrhage. Cochrane Database of Systematic Reviews 2007, Issue 3. Art. No.: CD005457. DOI: 10.1002/14651858.CD005457.pub2 24. Royal College of Obstetricians and Gynecologists. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. Green-top Guideline No. 52 May 2009 uterine atony post cesarean W. Wassenaar 16

Lampiran 1. Klasifikasi evidence level dan derajat rekomendasi menurut SOGC 12 17

Lampiran 2. Klasifikasi evidence level dan derajat rekomendasi menurut RCOG 24 18