Kekerasan dalam Rumah Tangga

dokumen-dokumen yang mirip
Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PENDOKUMENTASIAAN KASUS KEKERASAN PADA PEREMPUAN HIV POSITIF ANGGOTA IPPI

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEMULIHAN HAK PEREMPUAN PAPUA KORBAN KEKERASAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

"Perlindungan Saksi Dalam Perspektif Perempuan: Beberapa Catatan Kritis Terhadap RUU Perlindungan Saksi usul inistiatif DPR"

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

Standar Operasional Prosedur. Pendampingan dan Rujukan Perempuan Korban Kekerasan Yayasan Sanggar Suara Perempuan SoE

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Beberapa Gagasan tentang Sistem Perlindungan dan Dukungan terhadap Saksi dan Korban

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Kegiatan Perdamaian

Sesi 7: Pelecehan Seksual

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM MASYARAKAT MISKIN

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENTING! RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian.

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

1Konsep dan Teori Gender

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bentuk Kekerasan Seksual

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan untuk memberikan arah,tata cara dan teknik pengerjaan guna

Call Center : 129 : tesa.bali Blog : tesabali.wordpress.com Twiter TESA 129 BALI 2

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 10

115 Universitas Indonesia

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

-2- dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang Tua pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pida

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

Transkripsi:

1. Jenis Kasus : A. LEMBAR FAKTA Kekerasan terhadap Perempuan di wilayah konflik Kekerasan dalam Rumah Tangga Lain-lain : 2. Deskripsi Kasus : 1

3. Identitas Korban : a. Nama : b. Tempat lahir : c. Tanggal lahir : d. Usia (jika tidak mengetahui tanggal lahir) : e. Agama (jika relevan) : f. Ras/etnis (jika relevan) : g. Status : h. Pekerjaan : i. Alamat : j. Alamat tempat berlindung (kalau ada) : 2

4. Identitas Pelaku No. Kejadian Jumlah pelaku (jika lebih dari satu orang) Identitas pelaku : 1. a. Nama :........ b. Hubungan pelaku dengan korban jika korban mengenal pelaku sebelum peristiwa :...... c.tempat tanggal lahir/usia :........ d. Jenis kelamin :..... b. Agama (jika relevan) :.... e. Ras/etnis (jika relevan) :... f. Status :.... g. Pekerjaan :.... h. Alamat :.......... i. Ciri-ciri pelaku (bila korban tidak mengenal atau mengetahui identitas pelaku).......... 2. a. Nama :.... b. Hubungan pelaku dengan korban jika korban mengenal pelaku sebelum peristiwa :.... c.tempat tanggal lahir/usia :... d. Jenis kelamin :.... e. Agama (jika relevan) :.... f. Ras/etnis (jika relevan) :..... g. Status :..... h.pekerjaan :..... i. Alamat :......... j. Ciri-ciri pelaku (bila korban tidak mengenal atau mengetahui identitas pelaku)............ Catatan: Lembar ini dapat digandakan sesuai dengan jumlah kejadian yang menimpa korban dan diisi secara kronologis. 3

5. Kronologi Kejadian No. Lokasi Kejadian Kejadian 1. Tempat :... Alamat : Jl... Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kotamadya :.. Propinsi :... 2. Tempat :... Alamat : Jl... Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kotamadya :.. Propinsi :... 3. Tempat :... Alamat : Jl... Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kotamadya :.. Propinsi :... Waktu Kejadian Hari :... Tanggal :... Waktu kejadian :... Hari :... Tanggal :... Waktu kejadian :... Hari :... Tanggal :... Waktu kejadian :... * Perhatian struktur pemerintahan setempat! Bila tidak ada kelurahan, cantumkan nama desa atau dusun atau satuan struktur pemerintah setingkat lainnya. Catatan: Lembar ini dapat digandakan sesuai dengan jumlah kejadian yang menimpa korban dan diisi secara kronologis. 4

6. Kekerasan yang dialami korban 1. No. Kejadian Fisik Bentuk Kekerasan Emosional/ Psikologis Seksual Lain-lain 2. 3. 4. Catatan : Lembar ini dapat digandakan sesuai dengan jumlah kejadian yang menimpa korban dan diisi secara kronologis. 5

7. Dampak yang dirasakan oleh korban Fisik Psikologis Seksual Lainnya 6

8. Penanganan yang sudah dilakukan Tingkat Penanganan Lokal Litigasi Non Litigasi Alasan Mekanisme tersebut digunakan Tanggapan yang diperoleh Nasional Internasional 7

9. Informasi Pelengkap a. Saksi yang menyaksikan/mendengar/mengetahui tindak kekerasan tersebut: Nama :.. Jenis kelamin :.. Usia :. Alamat :... Hubungan dengan korban : b. Identifikasi dokumen lain yang diserahkan dalam laporan ini : Hasil visum BAP ke kepolisian Foto korban Lainnya : - Keterangan barang bukti - Hasil wawancara - Foto pelaku c. Jika informasi tindak kekerasan ini tidak berasal dari korban : Nama pelapor... Tempat & tanggal lahir/usia :... Jenis Kelamin :... Alamat :...... Pekerjaan : Apakah pelapor berada di tempat kejadian saat tindak kekerasan tersebut berlangsung? Alasan korban perlu diwakilkan :..... Alamat rumah aman (terutama jika pelapor adalah saksi kejadian) : 8

10. Identitas Pengisi Lembar Isian Informasi ini : Nama : Tempat/tanggal lahir :... Jenis kelamin :... Profesi :... Alamat :... Nama organisasi :... Alamat organisasi :.. Tanda tangan : 11. Catatan tambahan (jika ada) : 9

Pedoman Pengisian * Lembar Fakta 1. Isikan Jenis Kasus sesuai dengan perwujudan tindak kekerasan terhadap perempuan yang mencakup keterangan mengenai sector, lokus, dan agen. Dua jenis kasus yang dicantumkan disini hanya merupakan contoh, sementara dalam penggunaannya jenis kasus ini dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan fakta yang ditemukan di lapangan. Sebuah kasus mungkin dapat dikategorikan lebih dari satu jenis, misalnya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di kamp pengungsian. 2. Isikan informasi tentang deskripsi kasus/kejadian secara lengkap dan detail seperti waktu, tempat, siapa saja yang terlibat dalam penanganannya, sehingga dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai kejadian tersebut. Kejadian harus digambarkan sedekat mungkin dengan kenyataannya serta dipaparkan dengan bahasa yang lugas dan tidak interpretatif. Misalnya penggambaran informasi tindak perkosaan telah dilaporkan ke pihak berwajib. Informasi tersebut masih mengundang pertanyaan (pihak berwajib mana? Polisi?) dan sulit untuk diklarifikasi. Informasi tersebut akan menjadi lebih kaya dan bermanfaat bila dituliskan tindak perkosaan telah dilaporkan ke Polsek. pada hari.. jam.. dan diterima oleh petugas bernama. 3. Isikan data-data mengenai korban secara lengkap dan detail. Ingat! Apabila kasus ini hendak dipublikasikan, maka identitas korban (terutama nama, tempat tanggal lahir, alamat, dan alamat tempat berlindung) harus disamarkan. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan dan hak korban akan keselamatan dirinya. 4. Isikan data-data mengenai pelaku secara lengkap dan detail. Bila korban tidak mengenal atau mengetahui identitas pelaku, tuliskan ciri-ciri pelaku secara detail, misalnya perkiraan tinggi badan, ukuran badan, suara, baju yang dikenakan, dan sebagainya. Bila jumlah pelaku lebih dari satu orang pada satu kejadian, ataupun peristiwa yang menimpa korban merupakan rangkaian kejadian dengan pelaku yang berbeda, maka identitas seluruh pelaku harus dicatat lengkap. Untuk itu, lembar ini dapat digandakan sesuai kebutuhan. Ingat! Rangkaian kejadian harus tetap mengacu pada kejadian yang menimpa korban yang sama. 10

5. Informasi tempat merujuk pada lokasi umum kejadian, misalnya rumah pelaku, sekolah korban, pesantren A, ladang, kebun, atau kamp pengungsi. Informasi lainnya mengenai lokasi; yaitu alamat, kelurahan, kecamatan, kabupaten, dan propinsi; harus diisi dengan lengkap. Informasi waktu kejadian hendaknya serinci mungkin dengan merujuk pada hitungan jam waktu setempat, meskipun mungkin saja hanya berisi informasi umum waktu seperti subuh, pagi, siang, saat adzan ashar, dll. Lembar ini dapat digandakan sesuai dengan jumlah kejadian yang menimpa korban dan diisi secara kronologis. 6. Informasi bentuk kekerasan dapat diisi dengan merujuk pada daftar bentuk kekerasan yang terdapat pada bagian satu buku ini. kekerasan fisik: tindakan yang menyebabkan penderitaan atau kesakitan fisik, seperti menendang, mendorong, meninju, memukul, menikam, menampar. kekerasan emosional/psikologis: tindakan yang menyebabkan seseorang merasa direndahkan, dilecehkan, dan kehilangan keyakinan diri seperti caci maki dengan sebutan bodoh, idiot, tolol, pelacur, binatang, dll ; serta tindakan yang menyebabkan korban merasa ketakutan seperti ancaman, dikucilkan, disekap, dll. kekerasan seksual: serangan yang mengarah pada seksualitas seseorang yang dilakukan dibawah tekanan. Kekerasan seksual adalah termasuk, tapi tidak terbatas pada perkosaan, perbudakan seksual, perdagangan orang untuk eksploitasi seksual, pelecehan seksual, sterilisasi paksa, penghamilan paksa dan prostitusi paksa. Unsur-unsur selain fisik, psikologis dan seksual yang dialami oleh korban dicatat pada kolom lain-lain, misalnya diskriminasi upah/upah yang berbeda untuk kerja yang sama, penghentian nafkah dari suami, dan sebagainya. Pengisian informasi ini juga harus disesuaikan dengan urutan waktu kejadian (kronologis). 7. Dampak fisik misalnya luka sementara, luka permanen, cacat tubuh, buta, kerusakan alat reproduksi, hamil. 8. Penanganan litigasi adalah penanganan kasus melalui jalur hukum/ formal misalnya melalui lembaga peradilan setempat, termasuk juga mekanisme adat. Biasanya penanganan litigasi dilakukan oleh lembaga bantuan hukum. Penanganan nonlitigasi adalah penanganan bukan melalui jalur hukum misalnya pendampingan, konseling dan kegiatan integrasi dengan masyarakat. Biasanya penanganan nonlitigasi ini dilakukan oleh lembaga 11

pemberi layanan profesional maupun swadaya, dan tidak tertutup kemungkinan adanya penanganan yang diberikan secara individual. 9. Informasi pelengkap ini dibutuhkan untuk memperkuat penanganan hukum. Seperti halnya korban, untuk kebutuhan perlindungan dan keselamatan saksi, identitas saksi juga perlu disamarkan jika kasus hendak dipublikasikan. 10. Informasi ini adalah bukti pertanggungjawaban pengisi laporan atas validitas data dan sekaligus mempermudah upaya klarifikasi bila dibutuhkan. 11. Isikan informasi lain yang dianggap penting dan perlu, tetapi belum tercatat dengan format yang ada, terutama informasi-informasi yang dapat membantu proses advokasi bagi pemenuhan hak korban. 12

B. LEMBAR ANALISA 1. Argumentasi-argumentasi yang menunjukkan bahwa peristiwa yang dialami korban merupakan tindak kekerasan berbasis jender adalah 13

2. Pelanggaran HAM berbasis jender yang terjadi karena tindak kekerasan yang dialami oleh korban: Bentuk Kekerasan yang dialami korban HAM yang dilanggar instrument yang melindungi HAM terbentuk Nasional Internasional 14

3. Aspek politik, ekonomi, sosial dan/atau budaya yang melatarbelakangi tindak kekerasan tersebut adalah 15

4. Posisi negara dalam pelanggaran HAM ini adalah (Analisa dapat dibuat berdasarkan, misalnya, pertanyaan-pertanyaan berikut: Tersediakah fasilitas pelayanan Rumah Sakit? Terlibatkah aparat negara dalam kasus tersebut? Adakah kebijakan negara yang mendukung/ melindungi tindak pelanggaran HAM tersebut?) 16

5. Adakah pola yang menunjukkan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan tersebut terjadi secara sistematis atau meluas. Jika ada, jelaskan! 17

6. Rekomendasi Penanganan Lebih Lanjut Tingkat Penanganan Litigasi Nonlitigasi Alasan mekanisme penanganan tersebut yang digunakan Lokal Nasional Internasional 18

7. Identitas Pengisi Lembar Isian Informasi ini : Nama : Tempat/tanggal lahir : Profesi : Alamat : Nama organisasi : Alamat organisasi : Tanda tangan : 8. Catatan tambahan (jika ada) 19

Pedoman Pengisian* Lembar Analisa 1. Analisa kasus secara singkat dan lugas dengan mempertimbangkan seluruh fakta yang ada dan mengacu pada landasan format dokumentasi. 2. Isilah bentuk kekerasan yang dialami korban, kemudian kaitkan bentuk kekerasan tersebut dengan HAM yang dilanggar, mengacu pada daftar dan instrument perlindungan HAM dan tambahkan instrument lainnya yang relevan dengan kasus. 3. Informasi mengenai aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya ini merupakan gambaran tentang konteks peristiwa, misalnya kasus tersebut merupakan bagian dari rangkaian kekerasan yang terjadi di suatu wilayah konflik; terjadi di suatu waktu misalnya pasca referendum Timor Timur, atau disebabkan oleh faktor tertentu misalnya krisis ekonomi, atau dinamika kondisi politik Indonesia. 4. Cermatilah faktor-faktor yang menunjukkan kewajiban negara! Apakah terpenuhi atau tidak? (misalnya: apakah aturan hukum, fasilitas kesehatan, aparat penegak hukum berpihak pada korban atau tidak?). 5. Untuk menunjukkan bahwa kasus tersebut terkategori sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, maka unsur-unsur yang menunjukkan sistematis dan meluas harus terbukti. Lihat kembali UU No. 26 Tahun 2000 (ringkasannya ada pada bagian satu dari buku ini). 6. Rekomendasi ini didasarkan atas hasil analisis dengan mempertimbangkan perkembangan penanganan yang sudah dilakukan baik litigasi maupun non litigasi. 7. Informasi ini adalah bukti pertanggungjawaban pengisi laporan atas validitas data dan sekaligus mempermudah upaya klarifikasi bila dibutuhkan. 8. Isikan informasi lain yang dianggap penting dan perlu, tetapi belum tercatat dengan format yang ada, termasuk juga usulan perbaikan atas format ini. * Penomoran pada Pedoman Pengisian ini merujuk pada penomoran di Lembar Fakta 20

21