BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

BAB I PENDAHULUAN. korupsi telah membuat noda hitam di lembaran sejarah bangsa kita. Bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBUKTIAN TERBALIK MENGENAI PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko rupsi telah meluas di masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). 1 Tindak pidana korupsi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari jumlah perkara yang terjadi, kerugian keuangan negara, maupun dari kualitas tindak pidana yang dilakukan secara sistematis. Korupsi tidak hanya merusak sendi-sendi keuangan dan perekonomian negara, akan tetapi juga merusak keamanan dan ketertiban masyarakat, pilar-pilar budaya serta mengancam kesatuan dan keutuhan negara. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara serta menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat 1 Septa Candra, Tindak Pidana Korupsi: Upaya Pencegahan dan Pemberantasan, dalam Agustinus Pohan, 2012, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm. 104. 1

2 adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2 Karena dampak adanya tindak pidana korupsi begitu luas dan sangat merugikan negara maupun masyarakat, maka diperlukan upaya untuk membuat jera pelaku, salah satunya dengan dicantumkannya sanksi pidana denda. Sanksi pidana denda yang dapat menjerat pelaku korupsi telah dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana denda dirumuskan baik secara kumulatif maupun secara kumulatif alternatif berjumlah 12 (dua belas) pasal, yakni Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 12A dan Pasal 12B. Selain itu, terdapat pula ancaman pidana denda yang bersidat kumulatif alternatif bagi tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24. Pidana denda yang diancamkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni minimum Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan maksimum Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) bagi perseorangan. Sedangkan bagi korporasi diancam pidana denda dengan ketentuan pidana denda maksimum ditambah dengan 1/3 (sepertiga). Nominal pidana denda yang tercantum dalam ketentuan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 2 Dasar menimbang huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3 dapat digolongkan tinggi. Ancaman pidana denda yang tinggi dalam pengaturan pemberantasan tindak pidana korupsi dimaksudkan agar pencegahan maupun pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi lebih efektif, sebagaimana tertulis dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal lain yang perlu diperhatikan yakni terkait pelaksanaan eksekusi dari putusan penjatuhan pidana denda tersebut. Jangka waktu bagi terpidana untuk membayar pidana denda adalah 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan dalam hal terdapat alasan yang kuat. Oleh karena itu, perlu dicermati apakah pidana denda tersebut dapat dibayarkan oleh terpidana korupsi dalam jangka waktu yang telah ditentukan ataukah terpidana korupsi justru tidak membayar sehingga menjadi pidana yang tidak dapat tereksekusi. Sebagaimana diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ditemukan pengaturan mengenai pidana pengganti dari ketidakmampuan terpidana korupsi untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya. Namun apabila dilihat pada pengaturan umumnya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terkait pidana denda yang tidak terbayar akan diganti dengan pidana kurungan. Hal tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 30 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

4 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam permasalahan terkait implementasi jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi? 2. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa eksekutor pada pelaksanaan putusan pidana denda dalam perkara korupsi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari: 1. Tujuan Subyektif Guna memperoleh data dan bahan-bahan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Guna mengetahui implementasi Pasal 273 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi.

5 b. Guna mengetahui hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa eksekutor pada pelaksanaan putusan pidana denda dalam perkara korupsi. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan, khususnya terkait implementasi jangka waktu pidana denda dalam tindak pidana korupsi. 3. Sebagai literatur tambahan bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut terkait masalah yang dibahas dalam penelitian ini. E. Keaslian Penelitian Bahwa masalah yang akan diteliti oleh penulis berbeda dengan permasalahan dalam penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dengan topik sejenis. 1. Tesis yang ditulis oleh Reine Rofiana, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2012 dengan judul PERTANGGUNG JAWABAN KORPORASI TERHADAP PIDANA PENGGANTI DENDA. 3 3 Reine Rofiana, 2012, Pertanggung Jawaban Korporasi Terhadap Pidana Pengganti Denda, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.

6 Rumusan masalah dari tesis yang ditulis oleh Reine Rofiana adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar? Permasalahan yang dibahas dalam tesis tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan tesis tersebut membahas terkait reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar yang dapat berupa penyitaan harta kekayaan atau aset korporasi serta tindakan administratif berupa pencabutan izin usaha korporasi atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi. 2. Skripsi yang ditulis oleh Zukhruf Irfan, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2008 dengan judul PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. 4 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Zukhruf Irfan adalah sebagai berikut: a. Bagaimana penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan? 4 Zukhruf Irfan, 2008, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 9.

7 b. Apa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan skripsi tersebut membahas terkait penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan yang ternyata diketemukan adanya perbedaan penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi antara hakim di pengadilan yang satu dengan hakim di pengadilan yang lain 3. Skripsi yang ditulis oleh Adityawati Triastuti, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dengan judul PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA. 5 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Adityawati Triastuti adalah sebagai berikut: 5 Adityawati Triastuti, 2010, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.

8 a. Bagaimanakah pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian keuangan negara? b. Hambatan-hambatan dan solusi-solusi apa saja untuk mengatasinya yang dilakukan untuk pihak kejaksaan selaku eksekutor dalam pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti tersebut? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan skripsi tersebut membahas terkait pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian keuangan negara. Adapun hal lain yang dibahas adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasikan pengembalian kerugian keuangan negara dengan penyitaan harta benda terpidana, meningkatkan kinerja antar aparat penegak hukum, institusi, maupun dengan negara lain secara profesional. Skripsi tersebut juga membahas terkait adanya kelemahan-kelemahan dalam pidana subsider sebagai alternatif pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang hanya dapat dilakukan apabila dalam penyitaan awal tidak ada harta benda yang bisa dilelang dan digunakan untuk membayar uang pengganti, sulitnya menentukan proporsionalitas antara besarnya uang pengganti dengan lamanya pidana subsider dan

9 pidana subsider dianggap sebagai kemudahan terpidana sebagai solusi untuk tidak membayar uang pengganti. 4. Skripsi yang ditulis oleh Cahyo Adi Triwibowo, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2015 dengan judul PELAKSANAAN PIDANA DENDA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. 6 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Cahyo Adi Triwibowo adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan putusan putusan pengadilan yang telah inkracht berupa pidana denda dalam tindak pidana korupsi? b. Bagaimana penentuan jangka waktu pidana kurungan pengganti denda dalam tindak pidana korupsi? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan skripsi yang ditulis oleh Cahyo Adi Triwibowo membahas terkait pelaksanaan pidana dalam tindak pidana korupsi dibagi dalam beberapa tahapan. Pelaksanaannya dimulai setelah pihak jaksa menerima putusan pengadilan yang telah inkracht. Tahapan yang pertama adalah pemanggilan terhadap terpidana untuk datang ke kantor kejaksaan. Setelah terpidana hadir jaksa akan menanyakan kepada terpidana mengenai kesanggupan membayar pidana denda 6 Cahyo Adi Triwibowo, 2015, Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Korupsi, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 11.

10 maupun biaya perkara lainnya. Apabila terpidana tidak sanggup membayar pidana dendanya maka terpidana akan dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan untuk kemudian menjalani pidana kurungan pengganti denda sesuai dengan putusan. Apabila terpidana menyanggupi pembayaran pidana dendanya maka sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan terpidana harus melunasi pembayaran pidana denda tersebut kepada pihak jaksa eksekutor. Tahapan yang terakhir adalah penyerahan uang pidana denda yang telah dibayar oleh terpidana kepada negara. Penentuan pidana kurungan pengganti denda dalam tindak pidana korupsi dilandasi oleh pertimbangan jaksa dan hakim dari fakta yang ada dalam persidangan walapun untuk pihak jaksa tetap akan melihat pedoman dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE003/A/JA/02/2010. 5. Skripsi yang ditulis oleh Kharisma Laras Sulu, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016 dengan judul PIDANA DENDA TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. 7 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Kharisma Laras Sulu adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaturan pidana denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari hukum penitensier? 7 Kharisma Laras Sulu, 2016, Pidana Denda Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.

11 b. Bagaimana kendala dan hambatan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi ditinjau dari studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor: 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama terpidana PT. Giri Jaladhi Wana? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan hukum tersebut membahas terkait pembayaran pidana denda terhadap terpidana korupsi yang berupa korporasi atau badan hukum. Bahwa tidak terdapat ketentuan mengenai alternatif ataupun hukuman pengganti terhadap terpidana korporasi yang tidak membayar pidana denda. Pelaksanaan pidana denda dalam Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor: 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama Terpidana PT. Giri Jaladhi Wana adalah tidak adanya kepastian hukum terhadap pelaksanaan putusan tersebut. Sementara permasalahan yang akan ditulis oleh peneliti ialah: a. Bagaimanakah implementasi Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi? b. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa eksekutor pada pelaksanaan putusan pidana denda dalam perkara korupsi?

12 Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa permasalahan yang akan diteliti oleh penulis berbeda dengan permasalahan yang sudah diteliti sebelumnya.