BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang dapat membahayakan stabilitas keamanan negara, masyarakat, serta merugikan keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko rupsi telah meluas di masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). 1 Tindak pidana korupsi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari jumlah perkara yang terjadi, kerugian keuangan negara, maupun dari kualitas tindak pidana yang dilakukan secara sistematis. Korupsi tidak hanya merusak sendi-sendi keuangan dan perekonomian negara, akan tetapi juga merusak keamanan dan ketertiban masyarakat, pilar-pilar budaya serta mengancam kesatuan dan keutuhan negara. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara serta menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat 1 Septa Candra, Tindak Pidana Korupsi: Upaya Pencegahan dan Pemberantasan, dalam Agustinus Pohan, 2012, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm. 104. 1
2 adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2 Karena dampak adanya tindak pidana korupsi begitu luas dan sangat merugikan negara maupun masyarakat, maka diperlukan upaya untuk membuat jera pelaku, salah satunya dengan dicantumkannya sanksi pidana denda. Sanksi pidana denda yang dapat menjerat pelaku korupsi telah dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana denda dirumuskan baik secara kumulatif maupun secara kumulatif alternatif berjumlah 12 (dua belas) pasal, yakni Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 12A dan Pasal 12B. Selain itu, terdapat pula ancaman pidana denda yang bersidat kumulatif alternatif bagi tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24. Pidana denda yang diancamkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni minimum Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan maksimum Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) bagi perseorangan. Sedangkan bagi korporasi diancam pidana denda dengan ketentuan pidana denda maksimum ditambah dengan 1/3 (sepertiga). Nominal pidana denda yang tercantum dalam ketentuan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 2 Dasar menimbang huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3 dapat digolongkan tinggi. Ancaman pidana denda yang tinggi dalam pengaturan pemberantasan tindak pidana korupsi dimaksudkan agar pencegahan maupun pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi lebih efektif, sebagaimana tertulis dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal lain yang perlu diperhatikan yakni terkait pelaksanaan eksekusi dari putusan penjatuhan pidana denda tersebut. Jangka waktu bagi terpidana untuk membayar pidana denda adalah 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan dalam hal terdapat alasan yang kuat. Oleh karena itu, perlu dicermati apakah pidana denda tersebut dapat dibayarkan oleh terpidana korupsi dalam jangka waktu yang telah ditentukan ataukah terpidana korupsi justru tidak membayar sehingga menjadi pidana yang tidak dapat tereksekusi. Sebagaimana diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ditemukan pengaturan mengenai pidana pengganti dari ketidakmampuan terpidana korupsi untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya. Namun apabila dilihat pada pengaturan umumnya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terkait pidana denda yang tidak terbayar akan diganti dengan pidana kurungan. Hal tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 30 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
4 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam permasalahan terkait implementasi jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi? 2. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa eksekutor pada pelaksanaan putusan pidana denda dalam perkara korupsi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari: 1. Tujuan Subyektif Guna memperoleh data dan bahan-bahan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Guna mengetahui implementasi Pasal 273 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi.
5 b. Guna mengetahui hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa eksekutor pada pelaksanaan putusan pidana denda dalam perkara korupsi. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan, khususnya terkait implementasi jangka waktu pidana denda dalam tindak pidana korupsi. 3. Sebagai literatur tambahan bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut terkait masalah yang dibahas dalam penelitian ini. E. Keaslian Penelitian Bahwa masalah yang akan diteliti oleh penulis berbeda dengan permasalahan dalam penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dengan topik sejenis. 1. Tesis yang ditulis oleh Reine Rofiana, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2012 dengan judul PERTANGGUNG JAWABAN KORPORASI TERHADAP PIDANA PENGGANTI DENDA. 3 3 Reine Rofiana, 2012, Pertanggung Jawaban Korporasi Terhadap Pidana Pengganti Denda, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.
6 Rumusan masalah dari tesis yang ditulis oleh Reine Rofiana adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar? Permasalahan yang dibahas dalam tesis tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan tesis tersebut membahas terkait reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar yang dapat berupa penyitaan harta kekayaan atau aset korporasi serta tindakan administratif berupa pencabutan izin usaha korporasi atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi. 2. Skripsi yang ditulis oleh Zukhruf Irfan, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2008 dengan judul PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. 4 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Zukhruf Irfan adalah sebagai berikut: a. Bagaimana penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan? 4 Zukhruf Irfan, 2008, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 9.
7 b. Apa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan skripsi tersebut membahas terkait penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan yang ternyata diketemukan adanya perbedaan penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi antara hakim di pengadilan yang satu dengan hakim di pengadilan yang lain 3. Skripsi yang ditulis oleh Adityawati Triastuti, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dengan judul PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA. 5 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Adityawati Triastuti adalah sebagai berikut: 5 Adityawati Triastuti, 2010, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.
8 a. Bagaimanakah pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian keuangan negara? b. Hambatan-hambatan dan solusi-solusi apa saja untuk mengatasinya yang dilakukan untuk pihak kejaksaan selaku eksekutor dalam pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti tersebut? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan skripsi tersebut membahas terkait pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian keuangan negara. Adapun hal lain yang dibahas adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasikan pengembalian kerugian keuangan negara dengan penyitaan harta benda terpidana, meningkatkan kinerja antar aparat penegak hukum, institusi, maupun dengan negara lain secara profesional. Skripsi tersebut juga membahas terkait adanya kelemahan-kelemahan dalam pidana subsider sebagai alternatif pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang hanya dapat dilakukan apabila dalam penyitaan awal tidak ada harta benda yang bisa dilelang dan digunakan untuk membayar uang pengganti, sulitnya menentukan proporsionalitas antara besarnya uang pengganti dengan lamanya pidana subsider dan
9 pidana subsider dianggap sebagai kemudahan terpidana sebagai solusi untuk tidak membayar uang pengganti. 4. Skripsi yang ditulis oleh Cahyo Adi Triwibowo, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2015 dengan judul PELAKSANAAN PIDANA DENDA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. 6 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Cahyo Adi Triwibowo adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan putusan putusan pengadilan yang telah inkracht berupa pidana denda dalam tindak pidana korupsi? b. Bagaimana penentuan jangka waktu pidana kurungan pengganti denda dalam tindak pidana korupsi? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan skripsi yang ditulis oleh Cahyo Adi Triwibowo membahas terkait pelaksanaan pidana dalam tindak pidana korupsi dibagi dalam beberapa tahapan. Pelaksanaannya dimulai setelah pihak jaksa menerima putusan pengadilan yang telah inkracht. Tahapan yang pertama adalah pemanggilan terhadap terpidana untuk datang ke kantor kejaksaan. Setelah terpidana hadir jaksa akan menanyakan kepada terpidana mengenai kesanggupan membayar pidana denda 6 Cahyo Adi Triwibowo, 2015, Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Korupsi, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 11.
10 maupun biaya perkara lainnya. Apabila terpidana tidak sanggup membayar pidana dendanya maka terpidana akan dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan untuk kemudian menjalani pidana kurungan pengganti denda sesuai dengan putusan. Apabila terpidana menyanggupi pembayaran pidana dendanya maka sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan terpidana harus melunasi pembayaran pidana denda tersebut kepada pihak jaksa eksekutor. Tahapan yang terakhir adalah penyerahan uang pidana denda yang telah dibayar oleh terpidana kepada negara. Penentuan pidana kurungan pengganti denda dalam tindak pidana korupsi dilandasi oleh pertimbangan jaksa dan hakim dari fakta yang ada dalam persidangan walapun untuk pihak jaksa tetap akan melihat pedoman dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE003/A/JA/02/2010. 5. Skripsi yang ditulis oleh Kharisma Laras Sulu, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016 dengan judul PIDANA DENDA TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. 7 Rumusan masalah dari skripsi yang ditulis oleh Kharisma Laras Sulu adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaturan pidana denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari hukum penitensier? 7 Kharisma Laras Sulu, 2016, Pidana Denda Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10.
11 b. Bagaimana kendala dan hambatan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi ditinjau dari studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor: 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama terpidana PT. Giri Jaladhi Wana? Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Penulisan hukum tersebut membahas terkait pembayaran pidana denda terhadap terpidana korupsi yang berupa korporasi atau badan hukum. Bahwa tidak terdapat ketentuan mengenai alternatif ataupun hukuman pengganti terhadap terpidana korporasi yang tidak membayar pidana denda. Pelaksanaan pidana denda dalam Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor: 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama Terpidana PT. Giri Jaladhi Wana adalah tidak adanya kepastian hukum terhadap pelaksanaan putusan tersebut. Sementara permasalahan yang akan ditulis oleh peneliti ialah: a. Bagaimanakah implementasi Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai jangka waktu pembayaran pidana denda dalam perkara korupsi? b. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa eksekutor pada pelaksanaan putusan pidana denda dalam perkara korupsi?
12 Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa permasalahan yang akan diteliti oleh penulis berbeda dengan permasalahan yang sudah diteliti sebelumnya.