BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

GUBERNUR JAWA TENGAH

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

GUBERNUR JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

PENEMPATAN TENAGA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB IV GAMBARAN UMUM

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

GUBERNUR JAWA TENGAH,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

GUBERNUR JAWA TENGAH

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BERITA RESMI STATISTIK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAW A TENGAH,

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan. penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jln. Hanoman No. 18 Telp. (024) Fax. (024) Semarang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN

Transkripsi:

BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah mengharuskan setiap daerah mengelola urusan pemerintahan secara mandiri. Tak terkecuali urusan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah, termasuk bagaimana cara untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah, menjadi tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah. Mekanisme pelimpahan kewenangan ini kemudian menghasilkan implikasi akan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, baik secara vertikal maupun horizontal. Guna meyakinkan bahwa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah telah berjalan sesuai yang diharapkan, diperlukan suatu badan pemeriksa yang profesional. Untuk itu, dibentuklah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Hasil pemeriksaan BPK kemudian disampaikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan yang berisi opini, temuan, dan rekomendasi. Audit sektor publik oleh BPK harus dilakukan secara periodik untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan daerah telah dilaksanakan berdasarkan

prinsip value for money. Untuk itu, setiap tahunnya LKPD mendapat penilaian dari BPK. Hasil pemeriksaan BPK, seperti halnya audit yang dilakukan KAP terhadap perusahaan, disampaikan dalam bentuk opini. Adapun opini yang diberikan BPK terdiri dari empat opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan pernyataan Tidak Memberi Pendapat (TMP). Fenomena pelaporan keuangan pada LKPD merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji lebih lanjut karena masih banyak permasalahan terkait dengan kualitas LKPD. Banyak data-data yang disajikan kurang lengkap atau bahkan salah saji. Sebagai contoh berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2016, permasalahan terkait penyajian aset tetap misalnya pencatatan aset tetap belum didukung dengan daftar aset dan kartu inventaris barang yang valid. Atau terkait dengan belanja misalnya belanja yang belum dicairkan per 31 Desember 2015 diakui sebagai belanja TA 2015 dan ada pula kegiatan pengadaan barang yang sebenarnya tidak dilaksanakan, namun telah dilakukan pembayaran. Belum lagi, kerap terjadi keterlambatan penyajian laporan keuangan, sehingga menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan kewajaran dan keandalan LKPD. Padahal LKPD sendiri adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah setelah menggunakan sumber daya masyarakat. Berdasarkan hasil temuan BPK yang dipublikasikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2016 (IHPS I), secara rinci BPK mengungkapkan terdapat 10.198 temuan kasus senilai Rp44.68 triliun. Dari jumlah tersebut, 2

sebanyak 7.661 (49%) terkait dengan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 7.907 (51%) merupakan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 60% di antaranya merupakan permasalahan yang berdampak finansial yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp30.62 triliun. Adapun sisanya merupakan permasalahan ketidakpatuhan yang tidak berdampak finansial yang terdiri atas penyimpangan administrasi serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Gambar 1.1 Tren Opini BPK atas LKPD Tingkat Kabupaten 2011-2015 2% 2% 3% 22% 17% 10% 8% 1% 7% 1% 67% 9% 63% 18% 61% 26% 50% 41% 37% 55% 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun WDP TMP TW Sumber : IHPS (data diolah) Dari grafik di atas terlihat bahwa opini LKPD dalam lima tahun terakhir (2011-2015) mengalami perbaikan. Selama periode tersebut LKPD yang memperoleh opini meningkat sebanyak 15%, yaitu dari 41% di tahun 2014 menjadi 55% di tahun 2015. Tak hanya di tingkat kabupaten, kenaikan opini juga terjadi pada seluruh level pemerintahan, baik di tingkat provinsi maupun 3

kabupaten/kota. Jika dikuantifikasi, pada tahun 2015 terdapat kenaikan opini atas 101 LKPD. Kenaikan opini tersebut meliputi kenaikan dari TW atau TMP menjadi WDP sebanyak 17 LKPD dan dari WDP menjadi sebanyak 84 LKPD. Berikut adalah tren opini beberapa LKPD di Provinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta yang telah diperiksa BPK mulai tahun 2011 hingga 2015. Tabel 1.1 Tren Opini LKPD Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 Pemerintah Opini BPK Daerah 2011 2012 2013 2014 2015 Prov. Jawa Tengah DPP DPP DPP Kab. Banjarnegara WDP WDP DPP Kab. Banyumas DPP Kab. Batang WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Blora WDP WDP WDP DPP Kab. Boyolali Kab. Brebes WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Cilacap WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Demak WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Grobogan WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Jepara DPP DPP Kab. Karanganyar WDP WDP WDP Kab. Kebumen WDP Kab. Kendal WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Klaten WDP WDP WDP WDP Sumber: IHPS BPK RI Semester 1 Tahun 2016 4

Tabel 1.1 Tren Opini LKPD Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 Opini BPK Pemerintah Daerah 2011 2012 2013 2014 2015 Kab. Kudus WDP DPP DPP DPP Kab. Magelang WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Pati WDP WDP WDP WDP Kab. Pekalongan WDP WDP WDP WDP Kab. Pemalang WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Purbalingga WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Purworejo WDP Kab. Rembang WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Semarang Kab. Sragen WDP WDP WDP WDP Kab. Sukoharjo WDP WDP WDP WDP Kab. Tegal WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Temanggung WDP DPP Kab. Wonogiri WDP WDP WDP WDP Kab. Wonosobo WDP WDP WDP WDP WDP Kota Magelang WDP WDP WDP WDP WDP Kota Pekalongan WDP WDP WDP WDP Kota Salatiga WDP WDP WDP WDP WDP Kota Semarang WDP DPP WDP WDP Kota Surakarta Kot a Tegal WDP WDP WDP WDP Sumber: IHPS BPK RI Semester 1 Tahun 2016 Tabel 1.2 Tren Opini LKPD Provinsi D.I. Yogyakarta 2011-2015 Pemerintah Opini BPK Daerah 2011 2012 2013 2014 2015 Prov. D.I. Yogyakarta DPP Kab.Bantul WDP DPP DPP DPP Kab. Gunungkidul WDP WDP WDP WDP Kab. Kulonprogo WDP WDP DPP DPP Sumber: IHPS BPK RI Semester 1 Tahun 2016 5

Tabel 1.2 Tren Opini LKPD Provinsi D.I. Yogyakarta 2011-2015 Pemerintah Opini BPK Daerah 2011 2012 2013 2014 2015 Kab. Sleman DPP DPP Kota Yogyakarta DPP DPP DPP DPP Sumber: IHPS BPK RI Semester 1 Tahun 2016 Dari tabel di atas terlihat bahwa ada kenaikan tren opini untuk sebagian besar pemerintah daerah di Provinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Pada tahun 2015, sebagian besar pemerintah daerah telah berhasil memperoleh opini untuk kewajaran LKPD-nya. Namun demikian, Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dan beberapa daerah lain belum berhasil mendapatkan opini. Dalam kurun waktu lima tahun, baik Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang belum berhasil meningkatkan opini WDP-nya. Bahkan, sejak tahun 2008, Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang masih konsisten dengan perolehan opini WDP, sementara pemerintah daerah lain sudah berbenah dan berhasil mendapatkan opini yang optimal atau. Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keandalan dan kewajaran laporan keuangan telah banyak dilakukan peneliti dalam cakupan pemerintah daerah yang berbeda dan dengan metode dan alat analisis yang beragam. Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Penggunaan metode kuantitatif dianggap belum bisa mengeksplor faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan karena pendekatan kuantitatif lebih mengarah pada aktivitas mengukur dan menghitung permasalahan, tidak menjelaskan peristiwa secara mendalam 6

(Hennink, Hutter, dan Bailey, 2011). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memperoleh penjelasan mendalam tentang objek yang diteliti. Penelitian terdahulu masih terbatas pada satu daerah. Penggunaan lebih dari satu daerah sebagai objek penelitian dapat memberikan hasil yang lebih konkret untuk memberikan gambaran kemungkinan adanya perbedaan kebijakan pengelolaan keuangan antardaerah. Untuk itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang menganalisis faktor-faktor penyebab ketidakoptimalan opini BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dengan judul Analisis Faktor-Faktor Penyebab Ketidakoptimalan Opini BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Komparatif Antara Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada konteks permasalahan yang lebih spesifik, jumlah objek penelitian, dan pendekatan yang digunakan. Dengan pendekatan kualitatif studi multikasus, peneliti akan mengeksplor faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pembeda di Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dengan pemerintah daerah lain yang sudah mendapatkan opini. Untuk keperluan komparasi, peneliti memilih salah satu daerah sebagai benchmark, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman yang selama lima tahun terakhir sudah mendapatkan opini. 7

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah hal-hal apa sajakah yang menjadi pembeda Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dengan pemerintah daerah lain (dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman) yang telah berhasil memperoleh opini untuk kewajaran dan keandalan laporan keuangannya. 1.3 Batasan Masalah Untuk memudahkan dalam membahas pokok pikiran secara jelas perlu ditentukan batasan masalah. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor penyebab ketidakoptimalan opini BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang selama periode 2013-2015. Periode ini dipilih untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang selama periode 2013-2015, sehingga belum bisa mendapatkan opini yang optimal. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi faktor-faktor penyebab ketidakoptimalan opini BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang pada periode 2013-2015. Penelitian ini akan berusaha menjelaskan perbedaan suasana di Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman yang sudah mendapatkan opini yang optimal sejak lima tahun yang lalu. 8

1.5 Manfaat Penelitian Suatu penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi peneliti maupun objek yang diteliti. Adapun hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat dalam hal-hal berikut. 1. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kewajaran dan keandalan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang pada akhirnya memengaruhi opini BPK. 2. Bagi pemerintah daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas informasi LKPD. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah agar mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan menghasilkan laporan keuangan yang andal dan tepat waktu. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini dibagi dalam lima bab dengan kerangka pembahasan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan 9

Pada bagian ini secara berurutan akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat dari penelitian ini. Pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai sistematika penulisan penelitian. BAB II Landasan Teori Bab ini berisi telaah pustaka untuk membahas masalah yang diangkat dalam penelitian ini yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian. Adapun kajian pustaka dalam bab ini mencakup teori-teori dan hasil penelitian terdahulu. BAB III Metode Penelitian Bab ini berisi deskripsi tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan secara operasional. Bab ini juga menguraikan rasionalitas objek penelitian, desain penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan validitas data. BAB IV Pemaparan Temuan dan Pembahasan Pada bab ini akan diuraikan hasil analisis yang diperoleh secara rinci disertai dengan langkah-langkah analisis data yang diperlukan. BAB V Penutup Bab terakhir ini berisi simpulan hasil penelitian, keterbatasan dalam penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. 10