II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pengertian sempit sumber belajar dapat diartikan seperti buku- buku atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 584), efektivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Majid (2007:176) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model dimana para siswa

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

II. KAJIAN PUSTAKA. dari diri siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya adalah metode diskusi. Hasibuan dan Moedjiono (2004:20) mengatakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pelajaran adalah segala bentuk bahan yang dipergunakan untuk

Oleh Saryana PENDAHULUAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

Rahayu Dwi Mastuti Widayati Guru IPS SMP Negeri 2 Merbau Mataram ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Banjar Margo Kabupaten Tulang Bawang. Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

Ratih Rahmawati Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat

II. TINJAUAN PUSTAKA. medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Think-Pair-Share (TPS) adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Meryland pada tahun 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis sebagai bagian dari pembelajaran kooperatif. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut. 1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif) Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. 2. Promotive interaction (interaksi promotif) Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien, saling bertukar dan memproses informasi yang dibutuhkan secara effektif dan efisien, saling berpendapat, saling memberikan

9 feedback untuk mengimprovisasi performa yang mungkin kurang, saling percaya, dan saling saling berusaha dan saling menjaga emosi. 3. Individual Accountability (tanggung jawab individu) Pada hakikatnya tujuan pembelajaran kooperatif selain untuk membangun interaksi yang positif adalah menciptakan individu-individu yang memiliki kepribadian dan tanggung jawaba yang besar. Untuk itulah akuntabilitas individu menjadi kunci untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok benar-benar bisa diperkuat kepribadiannya dengan belajar bekerja sama. Setelah berpartisipasi dalam tugas-tugas kelompok masingmasing anggota seharusnya lebih bisa siap untuk menghadapi tugas-tugas selanjutnya secara individu. 4. Interpersonal skill and small-group skils ( Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil) Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi dengan jelas dan tidak ambigu, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu mendamaikan setiap perdebatan yang melahirkan konflik. 5. Group processing (pemrosesan kelompok) Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

10 Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran yang kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Prosedur pembelajaran yang digunakan dalam TPS ini dapat memberikan lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, untuk merespon dan saling membantu satu sama lain. TPS memiliki keunggulan dibanding dengan metode tanya jawab, karena TPS mengedepankan aspek berpikir secara mandiri, tanggung jawab terhadap kelompok, kerjasama dengan kelompok kecil, dan dapat menghidupkan suasana kelas (Nurhadi dan Senduk, 2004: 67). TPS dapat mengoptimalisasikan partisipasi siswa. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Waktu berpikir akan memungkinkan siswa untuk mengembangkan jawaban. Siswa akan dapat memberikan jawaban yang lebih panjang dan lebih berkaitan. Jawaban yang dikemukakan juga telah dipikirkan dan didiskusikan. Siswa akan lebih berani mengambil resiko dan mengemukakan jawabannya di depan kelas dan karena mereka telah mencoba dengan pasangannya. Proses pelaksanaan TPS akan membatasi munculnya aktivitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran karena siswa harus mengemukakan pendapatnya, minimal pada pasangannya (Lyman, 2002: 2).

11 Menurut Arends ( dalam Trianto, 2007 : 61) menyatakan bahwa langkah langkah dalam penerapan TPS yaitu: 1. Langkah 1: berfikir (Thinking) Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. 2. Langkah 2: berpasangan (Pairing) Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. 3. Langkah 3 : berbagi (Sharing) Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif sampai sekitar sebagaian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan. Singkat dan padatnya aktivitas pada masing-masing tahapan membuat siswa benar-benar merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahannya, hal ini memberikan nilai yang positif seperti yang diungkapkan oleh Suardi dalam Sardiman (2005: 17) yang menyatakan bahwa pembatasan waktu merupakan salah satu hal yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menyelesaikan tugas belajarnya. Pembelajaran kooperatif tipe TPS juga dapat mengatur dan mengendalikan kelas secara keseluruhan,

12 serta memungkinkan siswa untuk mempunyai lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Selain itu dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa dapat mempertimbangkan apa yang telah dijelaskan dan dialaminya selama pembelajaran (Trianto, 2007: 61). Tahapan pelaksanaan TPS tersebut efektif dalam membatasi aktifitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan dan keterampilan siswa yang positif. Pada akhirnya TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi. B. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar, sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mujiono, 2002: 3). Suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan dari proses belajar mengajar tersebut. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Djamarah dan Zain (2006: 105) yaitu Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok dan perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran yang telah dicapai, baik secara individual maupun kelompok.

13 Dengan berakhirnya suatu proses pembelajaran, maka siswa memperoleh hasil belajar. Hasil belajar siswa merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu materi yang disampaikan. Dengan kata lain, hasil belajar merupakan bukti adanya proses belajar- mengajar antara guru dan siswa. Hasil belajar yang bisa dipreoleh siswa setelah pembelajaran dapat berupa informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Gagne (dalam Dimyati dan Mujiono, 2002: 10) menyatakan kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa: 1. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan. 2. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip. 3. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.

14 Hasil belajar dari ranah kognitif mempunyai hirarki atau tingkatan dalam pencapaiannya. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah: (1) informasi non verbal, (2) informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan prinsip, dan (4) pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal atau dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan jalan membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsepkonsep. Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsipprinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di dalam kreativitas (Slameto, 1991: 131). Berdasarkan rumusan Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 23-28) ranah kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut : 1. Remember, mencakup ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. 2. Understand, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari. 3. Apply, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. 4. Analyze, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. 5. Evaluate, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. 6. Create, mencakup kemampuan menbentuk suatu pola baru.

15 Untuk menilai dan mengukur keberhasilan siswa dipergunakan tes hasil belajar. Terdapat beberapa tes yang dilakukan guru, diantaranya: uji blok, ulangan harian, tes lisan saat pembelajaran berlangsung, tes mid semester dan tes akhir semester. Hasil dari tes tersebut berupa nilai-nilai yang pada akhirnya digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran yang terjadi. Tes ini dibuat oleh guru berkaitan dengan materi yang telah diajarkan. Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar setiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar atau evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. C. Aktivitas Belajar Aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri (Hamalik, 2004: 171). Melalui aktivitas, siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

16 Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Aktivitas siswa tidak cukup hanya dengan mendengarkan atau mencatat seperti yang lazim dilaksanakan selama ini. Akan tetapi perlu adanya aktivitas-aktivitas positif lain yang dilakukan oleh siswa. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2007: 100-101) membuat suatu data yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi

17 partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 2003: 36). Dalam suatu proses pembelajaran, penting bagi siswa untuk melakukan berbagai aktivitas yang relevan. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 40) menyatakan bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya. Belajar bukanlah hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2009: 170). Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran (Rohani, 2004: 6).