Qad}a> yang mempunyai beberapa pengertian, yakni al-fara>g yang berarti putus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis, Sifat Penelitian, dan Pendekatan. normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perkawinan), sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Definisi Oprasional

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB IV. Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat plural. 1. hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Dalam pembahasan kali ini,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis kasus dan penetapan Pengadilan Agama Klas IA Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

PEMBATALAN AKTA HIBAH OLEH PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN GUGATAN AHLI WARIS PENGHIBAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB III METODE PENELITIAN. menurut jenis, sifat, dan tujuannya suatu penelitian hukum dibedakan menjadi

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB I PENDAHULUAN. kalimat hadhana ath-thaairu baidhahu burung itu menggempit telur

BAB I PENDAHULUAN. esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara

BAB III METODE PENELITIAN. melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,

BAB II. PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH di KUA dan KANTOR CATATAN SIPIL. Perceraian dalam istilah fiqih disebut t}ala>q atau furqah.

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan berkeluarga terjadi melalui perkawinan yang sah, baik menurut

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt.

BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kewarisan. Hal ini secara gamlang ditegaskan dalam hukum

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode secara etimologi diartikan sebagai jalan atau caramelakukan atau

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

III. METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. perkara dihitung membutuhkan berapa hari dari tanggal register hingga putusan dibacakan, lalu diambil rata-ratanya.

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama, merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dalam klasifikasinya, Peradilan Agama merupakan satu dari tiga peradilan khusus yang ada di Indonesia, dua lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. 1 Peradilan secara bahasa (etimologi) dalam bahasa Arab disebut dengan Al- Qad}a> yang mempunyai beberapa pengertian, yakni al-fara>g yang berarti putus atau selesai, al-ada> artinya menunaikan atau membayar, al-hukm artinya mencegah atau menghalangi, bisa juga diartikan membuat suatu ketetapan. 2 Lebih jauh, menurut ahli fikih 3 seperti dikutip oleh Erfaniah Zuhriah peradilan adalah: 1. Lembaga hukum (tempat di mana seseorang mengajukan mohon keadilan) 2. Perkataan yang harus dituruti yang diucapkan oleh seseorang yang mempunyai wilayah umum atau menerangkan hukum agama atas dasar harus mengikutinya. Berdasarkan hal itu, pengertian peradilan dapat disimpulkan merupakan tempat seseorang untuk memohonkan keadilan dalam hal menyelesaikan 1 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia Sejarah Pemikiran dan Realita, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 15. 2 Alaiddin Koto, et.al, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 10. 3 Erfaniah Zuhriah, op.cit., hlm. 3. 1

2 masalahnya, serta memiliki wewenang untuk itu dalam suatu wilayah kekuasaan serta setiap putusannya wajib dituruti. Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia, Peradilan Agama memiliki kewenangan absolut yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 perubahan pertama yakni Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Adanya kewenangan absolut itu menjadikan Peradilan Agama, baik dalam pengadilan tingkat pertama dan banding, tidak salah dalam menerima suatu perkara yang diajukan kepadanya karena menjadi kewenangan lingkungan peradilan lain. Kewenangan absolut adalah kewenangan Badan Peradilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain, baik dalam lingkungan pengadilan yang sama maupun dalam lingkungan peradilan yang lain. 4 Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan peradilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan lainnya. Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam. 4 Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 85.

3 Menurut M. Yahya Harahap, ada lima tugas dan kewenangan yang terdapat di lingkungan Peradilan Agama, di antaranya adalah: 5 1. Fungsi kewenangan mengadili 2. Memberi keterangan, pertimbangan 3. Kewenangan lain berdasarkan undang-undang Kewenangan Peradilan Agama di Indonesia, sesungguhnya sangat terkait erat dengan persoalan kehidupan umat Islam, karena ia menjadi sui generis-nya. Idealnya, segala permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, itulah yang menjadi kompetensi Peradilan Agama. Namun, karena Indonesia bukan negara Islam, maka kewenangan Peradilan Agama tidak menyangkut seluruh persoalan umat Islam, melainkan hanya terkait dengan persoalan hukum keluarga (ah}wa>l syakhs}iyyah) ditambah sedikit persoalan muammala>h (hukum perdata), dan belum menyentuh persoalan pidana. 6 Adapun ruang lingkup kewenangan absolut Peradilan Agama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 7, setelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 pada Pasal 49 berbunyi: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: a. Perkawinan. b. Waris. c. Wasiat. 5 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), hlm. 135. 6 Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 429. 2004), hlm. 87. 7 Tri Wahyudi, Abdullah, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

4 d. Hibah. e. Wakaf. f. Zakat. g. Infaq. h. Shadaqah. i. Ekonomi Syariah. 8 Sebagai salah satu perkara yang menjadi kewenangan absolut Peradilan Agama, hibah didefinisikan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Penjelasan Pasal 49 huruf d adalah pembegan [pemberian] suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. 9 Kemudian, dalam menafsirkan makna perkara pada pasal tersebut dapatlah merujuk pada pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia yang menyatakan bahwa perkara perdata adalah meliputi baik perkara yang mengandung sengketa (contentieus) 10 maupun yang tidak mengandung sengketa (volunteer). 11 Selanjutnya, dalam hukum acara perdata di Peradilan Agama, amar putusan akhir dalam suatu perkara dan suatu sengketa umumnya dapat berupa: 8 Republik Indonesia, Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dalam Undang-Undang Peradilan Agama (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012), hlm. 21. 9 Republik Indonesia, Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dalam Undang-Undang Peradilan Agama (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012), hlm. 107. 10 Beberapa literatur menuliskan kata ini secara berbeda, ada beberapa literatur menyebut contensius atau kontesiosa atau contentiosa. Penulisan pada penelitian ini istilah untuk bentuk gugatan yang diajukan pada pengadilan karena terjadi sengketa diseragamkan dan didasarkan pada istilah Contentieus. Lihat R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, cet. VIII (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hlm. 33. hlm. 62. 11 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1994),

5 1. Gugatan dikabulkan. 2. Gugatan ditolak. 3. Gugatan tidak dapat diterima. Dinyatakan tidak dapat diterima oleh pengadilan karena alasan-alasan: gugatan tidak beralasan, gugatan melawan hak, gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak. 12 Kemudian, dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf g, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pengertian ini sama dengan definisi yang banyak disebut dalam kitab-kitab fikih tradisional bahwa yang dimaksud dengan hibah adalah pemilikan suatu melalui akad tanpa mengharapkan imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika penghibah masih hidup. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kerelaan dalam melakukan perbuatan hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain merupakan unsur yang harus ada dalam pelaksanaan hibah. Jadi asasnya adalah sukarela. 13 Hibah itu sah melalui ijab dan kabul, bagaimanapun bentuk ijab yang ditunjukkan oleh pemberian harta tanpa imbalan. Misalnya penghibah berkata: aku hibahkan kepadamu; aku hadiahkan kepadamu; aku berikan kepadamu; atau yang serupa itu; sedang yang lain berkata: Ya, aku terima.imam Malik dan imam 12 Sarwono, Hukum Acara Perdata; Teori dan Praktik, cetakan ke-4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 223. 13 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 133.

6 Asy-Syafi i berpendapat, dipegangnya kabul dalam hibah. 14 Artinya, hibah dalam bentuk ini sudah dapat dikatakan sah hanya dengan adanya penerima, pemberi, ijab dan kabul serta harta yang dihibahkan. 15 Berdasarkan paparan di atas, penyaji menemukan fakta dari Penetapan Pengadilan Agama Barabai nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb yang tidak menerima permohonan perkara isbat/pengesahan hibah dengan pertimbangan bahwa pada dasarnya hibah menurut Pasal 49 huruf (d) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah wewenang absolut Pengadilan Agama, akan tetapi dalam pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, hibah diajukan setelah adanya sengketa terhadap terjadinya hibah tersebut atau berbentuk contentieus. bahwa karena perkara ini diajukan dalam bentuk volunteer, maka harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaart). Permohonan isbat/pengesahan hibah yang merupakan perkara volunteer yang tidak dapat diterima demikian menjadi sangat krusial untuk dikaji, karena setelah penyaji lakukan penelusuran lebih lanjut, penulis menemukan penetapan perkara isbat hibah Nomor. 26/Pdt.P/2012/PA.Pol dari Pengadilan Agama Polewali, perkara pengesahan hibah itu, selain diterima oleh Pengadilan Agama Polewali juga diperiksa duduk perkaranya hingga dikabulkan permohonannya. 14 Sayyid Sa>biq, Fiqh Sunnah 12-13-14, terj. H. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: Al Ma rif, 1987), hlm.179. 15 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013), hlm. 327.

7 Berdasarkan latar belakang masalah yang demikian, penyaji berkesimpulan adanya disparitas pemahaman penegakan hukum terhadap perkara isbat/pengesahan hibah ini di Peradilan Agama. Maka dari itu, penyaji tertartik untuk melakukan kajian yang lebih dalam terhadap perkara Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb dan perkara Nomor 26/Pdt.P/2012/Pol tentang pertimbangan hukumnya, serta kedudukan isbat hibah ini dalam hukum di Indonesia, khususnya pada Peradilan Agama, untuk dijadikan penelitian skripsi yang berjudul: Isbat Hibah di Peradilan Agama. B. Rumusan Masalah Agar pembahasan dapat terarah dan terstruktur serta memudahkan penelitian ini, maka penyaji merumuskan masalah tersebut di atas sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Penetapan Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb dan Penetapan Nomor 26/Pdt.P/2012/PA.Pol? 2. Bagaimana kedudukan pengesahan/isbat hibah di dalam hukum di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hal-hal yang menjadi pokok tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam Penetapan Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb dan Penetapan Nomor 26/Pdt.P/2012/PA.Pol.

8 2. Mengetahui kedudukan isbat/pengesahan hibah didalam hukum di Indonesia. D. Signifikansi Penelitian Adapun pentingnya penelitian ini dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Bagi peneliti, ini menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. 2. Bagi pihak UIN Antasari khususnya fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, dapat menambah khazanah pemikiran dan keilmuan. 3. Sebagai khazanah literatur bagi UIN Antasari pada umumnya dan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam khususnya, serta pihak-pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini. 4. Praktisi Pengadilan Agama sebagai rujukan dalam memahami permasalahan-permasalahan pada perkara yang dibahas. 5. Sebagai bahan masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. E. Definisi Istilah Untuk mempermudah pemahaman terhadap pembahasan dalam penelitian ini serta menghindari kesalahpahaman penafsiran karena luasnya makna kata pada judul penelitian dan istilah penelitian, perlu dijelaskan beberapa kunci yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini sebagai berikut:

9 1. Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan volunteer 16 yang berarti penundukan secara sukarela 17. Pada penelitian ini mengarah pada ketetapan majelis hakim Peradilan Agama terhadap permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk sukarela tanpa ada sengketa atau menarik pihak lain sebagai lawan dalam persidangan. 2. Isbat adalah penyungguhan; penetapan; penentuan, 18 dalam konteks ini mengacu pada penetapan suatu peristiwa di masa lalu untuk disahkan pada saat ini status hukumnya dengan tetap merujuk pada peristiwa di masa lalu yang diajukan ke Pengadilan Agama dengan jalan permohonan (volunteer) /tanpa sengketa. 3. Hibah, hibah dalam penelitian ini mengacu pada pengertian pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain, 19 serta mengarah pada apa yang dimaksud sebagai hibah dalam hukum Islam dan kewenangan absolut Peradilan Agama menurut undangundang. F. Kajian Pustaka Dalam penelitian ini penelitian terkait pernah dilakukan oleh: 16 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar iyah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 123. 639. 17 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap, (Jakarta: Aneka Ilmu, 1977), hlm. 18 Wikipedia, Sidang Isbat, https://id.wikipedia.org/wiki/sidangisbat, (14/02/2017). 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hibah, http://kbbi.web.id/hibah, (20/02/2017).

10 1. Citra Parama Artha mahasiswa Universitas Jember pada tahun 2013, dengan judul Pembatalan Akta Hibah oleh Pengadilan Agama Berdasarkan Gugatan Ahli Waris Penghibah, (Kajian Putusan Pengadilan Agama Nomor 324/Pdt.G/2010/PA.Kdr). Pada penelitian tersebut, peneliti mengarahkan pokok pembahasan pada mengkaji dan menganalisa pembatalan hibah oleh ahli waris penghibah, mengkaji dan menganalisa akibat hukum pembatalan hibah yang dilakukan oleh ahli waris penghibah dan menganalisa dasar pertimbangan hukum hakim mengenai pembatalan akta hibah dalam Putusan Pengadilan Agama No.324/Pdt.G/2010/PA.Kdr. Tipe penulisan dalam penulisan adalah yuridis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan menggunakan undangundang dan konseptual. Peneliti pada penelitian di atas berkesimpulan bahwa akibat hukum atas harta hibah yang dimohonkan pembatalan di suatu pengadilan dengan adanya putusan pembatalan hibah yang telah berkekuatan hukum tetap maka kepemilikan atas harta tersebut akan kembali kepada pemberi hibah. Dengan kata lain, seluruh harta yang telah dihibahkannya pada waktu dulu akan menjadi hak miliknya sendiri. Pengembalian ini dilakukan dengan mengosongkan terlebih dahulu obyek hibah tersebut. Apabila obyek hibah tersebut telah dibalik nama atau telah disertifikatkan atas nama penerima hibah, maka sertifikat tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam putusannya atas perkara tersebut, majelis hakim Pengadilan Agama Kediri dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa penghibahan yang

11 dilakukan almarhum Anas Rauf bin Jamirin kepada anak angkatnya Atik Winarti binti Jamingan adalah tidak sah, dengan dasar pertimbangan Pasal 210 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam. Dalam hibah yang dilakukan oleh Anas Rauf bin Jamirin tersebut tidaklah sesuai dengan syarat sah hibah yang terdapat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Pasal 210 ayat (1) dan (2), karena harta yang dihibahkan lebih dari 1/dari harta bendanya dan harta tersebut bukanlah sepenuhnya milik Anas Rauf bin Jamirin. 2. Ilham Fahrin mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin tahun 2015 dengan Judul Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Kendal No.11/Pdt.P/2008/PA.Kdl Tentang Hibah Lebih Dari Sepertiga. Pada penelitian tersebut, peneliti mengarahkan pokok pembahasan pada pengesahan hibah lebih dari 1/3 harta yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kendal serta pertimbangan hukum hakim dalam penetapan terhadap hal itu. Karena peneliti menilai penetapan tersebut berbeda dengan ketentuan hibah yang ada di Indonesia dan telah diatur dalam hukum Islam Indonesia yaitu Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 210 ayat (1). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif serta dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti berkesimpulan bahwa dalam memutuskan perkara ini, Majelis Hakim mempunyai pertimbangan bahwa pada dasarnya hibah itu maksimal adalah sepertiga harta dari pemilik si

12 penghibah sesuai dengan ketentuan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Pasal 210 ayat (1), dengan maksud agar ahli warisnya tidak dirugikan. Karena alm. Romdo tidak mempunyai anak atau ahli waris sama sekali dan saudara laki-laki serta istrinya telah meninggal, maka hibah tidak bertentangan dengan hukum Islam atau maksud dari ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam tersebut. Inilah yang dijadikan dasar penetapan hakim dengan menafsirkan pasal tersebut. Sementara pada penelitian yang akan dibahas pada penelitan ini menitik beratkan pada pembahasan analisis pertimbangan hukum hakim yang berbeda dalam memandang perkara volunteer hibah yang diajukan kepada Pengadilan Agama serta kedudukan isbat hibah dalam hukum di Indonesia dengan menggunakan salinan penetapan 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb Pengadilan Agama Barabai dan 26/Pdt.P/2012/PA.Pol Pengadilan Agama Polewali. G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif 20 yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data atau bahan yang diperoleh melaui bahan-bahan kepustakaan, bersifat preskriptif artinya penelitian ini adalah untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap fakta 20 Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 154.

13 atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. 21 Dengan mengkaji penetapan Pengadilan Agama Barabai Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb dan Penetapan Pengadilan Agama Nomor 26/Pdt.P/2012/PA.Pol. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perbandingan (comparative approach), yaitu dengan membandingkan suatu putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan lainnya, untuk masalah yang sama. 22 2. Bahan Hukum Bahan hukum yang digali dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer berupa: a. Salinan Penetapan Pengadilan Agama Barabai Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Barabai. b. Salinan Penetapan Pengadilan Agama Barabai Nomor 26/Pdt.P/2012/PA.Pol yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Polewali. c. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 dan Pasal 29. d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Pasal 5. 21 Ibid., hlm. 184. 22 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 133.

14 e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama Pasal 49 sampai dengan Pasal 53. f. HIR dan R.Bg g. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 hurf g, Pasal 210, Pasal 211, Pasal 212, Pasal 213, Pasal 214. Kemudian bahan hukum sekunder pada penelitian ini adalah berupa bahan-bahan pustaka yang terkait dan relevan dengan penelitian ini, antara lain: a. Roihan A. Rasyid dengan judul Hukum Acara Peradilan Agama diterbitkan di Jakarta oleh Raja Grafindo Persada pada tahun 2015. b. Jaenal Aripin dengan judul Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia diterbitkan di Jakarta oleh Kencana pda tahun 2008. c. Mukti Arto dengan judul Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama diterbitkan di Yogyakarta oleh Pustaka Pelajar pada tahun 2004. d. M. Natsir Asnawi dengan judul Hermeneutika Putusan Hakim diterbitkan di Yogyakarta oleh UII Press pada tahun 2013. e. Basiq Djalil dengan judul Peradilan Agama di Indonesia diterbitkan di Jakarta oleh Kencana pada tahun 2006.

15 f. Erfaniah Zuhriah dengan judul Peradilan Agama Indonesia Sejarah Pemikiran dan Realita diterbitkan di Malang oleh UIN Malang Press pada tahun 2009. g. Abdul Manan dengan judul Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama diterbitkan di Jakarta oleh Kencana Prenada Media Group pada tahun 2012. h. Abdul Manan dengan judul Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia diterbitkan di Jakarta oleh Kencana pada tahun 2008. i. Ahmad Rofiq dengan judul Hukum Perdata Islam di Indonesia diterbitkan di Jakarta oleh Rajawali Pers pada tahun 2013. j. Yahya Harahap dengan judul Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan diterbitkan di Jakarta oleh Sinar Grafika pada tahun 2015. Terakhir, bahan hukum tersier, juga merupakan bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. 23 Adapun dalam penelitian ini penulis kamus hukum antara lain: a. Yan Pramadya Puspa dengan judul Kamus Hukum Edisi Lengkap diterbitkan di Jakarta oleh Aneka Ilmu pada 1977. b. R. Subekti. dan Tjitrosoedibio dengan judul Kamus Hukum. cet. VIII. Diterbitkan di Jakarta oleh Pradnya Paramita pada tahun 1985. 3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 23 Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, op. cit, hlm. 158.

16 a. Dokumenter, yaitu penulis memperoleh bahan hukum dari dokumen yang ada di situs resmi Pengadilan Agama secara online berupa salinan penetapan Pengadilan Agama Barabai Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama dan penetapan Nomor 26/Pdt.P/2012/PA.Pol yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Polewali. b. Survey kepustakaan, yaitu dengan menghimpun data berupa sejumlah literatur di perpustakaan atau tempat lainnya guna dijadikan bahan penunjang dalam penelitian ini. c. Studi literatur, yakni penulis mengkaji, menelaah dan mempelajari bahan-bahan perpustakaan yang ada kaitannya dengan objek penelitian. 4. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum a. Pengolahan Bahan Hukum Setelah bahan hukum terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan bahan hukum dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Sistematisasi Pada tahap ini penulis melakukan seleksi terhadap bahan hukum, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis yang dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lain.

17 2) Deskripsi Pada tahap ini penulis menggambarkan hasil penelitian berdasarkan bahan hukum yang diperoleh kemudian menganalisisnya. b. Analisis Bahan Hukum Setelah data selesai diolah, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Bahan hukum disajikan dalam bentuk uraian-uraian secara kualitatif, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif terhadap bahan hukum tersebut, yakni salinan penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama yaitu perkara Nomor 0085/Pdt.P/2016/PA.Brb dan salinan penetapan Nomor 26/Pdt.P/2012/PA.Pol tentang Perkara Isbat Hibah. H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah: BAB I Pendahuluan, di sini penulis memberikan gambaran umum tentang latar belakang masalah yang akan dibahas pada bab selanjutnya, memuat rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan yang akan menjadi acuan pada bab-bab selanjutnya. BAB II Landasan Teoritis, pada bab ini akan diuraikan berbagai landasan teoritis sebagai bahan untuk menganalisis. Memuat teori-teori tentang kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama, yakni kedudukan, fungsi dan kewenangannya.

18 Juga memaparkan teori hukum acara perdata di Peradilan Agama dan yang terakhir hibah sebagai kewenangan Peradilan Agama. BAB III, yakni secara umum peneliti akan memberikan deskripsi perbandingan tentang penetapan yang memuat duduk perkara secara umum dan pertimbangan-pertimbangan hakim yang selanjutnya akan diuraikan berdasarkan analisis-analisis. Pada pembahasan ini juga penulis akan memaparkan tentang kedudukan isbat hibah sendiri berdasarkan analisis yang tertuang pada Bab II. BAB V, PENUTUP di bagian akhir peneliti akan mencoba menyimpulkan jawaban-jawaban apa saja dari rumusan masalah dan akan memberikan saransaran pada akhir pembahasan.