1. PENDAHULUAN. dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan data sekunder untuk menyelidiki permasalahan penelitian.

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I. PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

BAB I PENDAHULUAN. terjadi hal itu dilakukan dalam bingkai perkawinan. Usaha pembaharuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan warga negara secara umum, faktor yang harus dijadikan pedoman

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

Transkripsi:

1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk melakukan pembaharuan Hukum Pidana Nasional adalah dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi masyarakat sekarang dan nilai-nilai sesuai dengan kepribadian bangsa. Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan dalam kehidupannya sehari-hari kini mulai mempersoalkan timbulnya fenomena baru dalam kehidupan bermasyarakatnya yaitu berupa penyimpangan kehidupan di bidang kejahatan seksual. 1 Penyimpangan kesusilaan itu salah satunya adalah hidup bersama tanpa adanya suatu ikatan perkawinan yang terjadi antara seorang pria dan seorang wanita yang dalam masyarakat dikenal dengan istilah kumpul kebo. 2 Perbuatan kumpul kebo tersebut mulai di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini dianggap telah merusak rasa kesusilaan masyarakat Indonesia. Kebijakan kriminal tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP dengan pertimbangan bahwa kumpul kebo merupakan penyakit sosial, dan bertentangan dengan ajaran agama. Ditinjau dari tujuan pemidanaan, kriminalisasi kumpul kebo dimaksudkan melindungi masyarakat dan individu pelaku tindak pidana tersebut. Ditinjau dari 1 http://www.wordpress.com diakses pada tanggal 14 Oktober 2012 2 Penjelasan RUU KUHP tahun 2012 pada pasal 485

2 pentingnya pembaharuan hukum pidana di Indonesia, kriminalisasi kumpul kebo dilakukan untuk menegakkan nilai dan norma serta untuk mengagungkan lembaga perkawinan. Manusia dilahirkan dengan kodratnya untuk hidup bersama dengan lawan jenis untuk membentuk suatu ikatan keluarga yang kekal dan bahagia. 3 Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia yang merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Menurut kodrat alam, manusia ada di mana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama dan hidup berkelompok-kelompok. Sekurang-kurangnya kehidupan bersama itu terdiri dari dua orang, suami-istri ataupun ibu dan bayinya. Dalam sejarah perkembangannya, manusia tidak dapat hidup sendiri, terpisah dari kelompok masyarakat lainnya kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanya untuk sementara waktu. Pelaku kumpul kebo pada saat ini sudah lihai dalam melakukan perbuatan tindak asusila tersebut dengan berbagai cara seperti melalui perjanjian kawin kontrak, pernikahan siri bahkan melalui hal-hal yang tidak diduga seperti menjadikan pasangannya sebagai pembantu rumah tangga, baby sister atau pengasuh orang-orang lanjut usia. Maka karena itu pelaku kumpul kebo sangat sulit untuk dapat dituntut dengan menggunakan peraturan yang hanya mengatur tentang perbuatan kumpul kebo dan belum mencakup pengaturan halhal apa saja yang dapat mengakibatkan perbuatan kumpul kebo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari WvS (Wetboek van Strafrecht) kumpul kebo tidak dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan di dalam RUU KUHP Tahun 2012 telah diatur tentang 3 http:// id.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 Oktober 2012

3 kumpul kebo dalam Pasal 485 pada BAB XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul: Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pidana denda pada kategori II Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), tercantum pada Bagian Kedua tentang Pidana Paragraf 5 Pidana Denda Pasal 80 RUU KUHP 2012. Berdasarkan pada peraturan maka tindak pidana kumpul kebo di dalam RUU KUHP ini lebih luas dibandingkan dengan KUHP saat ini yang hanya mengatur tindak pidana zina sebagai persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan laki-laki atau perempuan yang bukan istri atau suaminya. Perzinahan dalam konteks RUU KUHP juga mencakup perbuatan laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan. Perumusan tindak pidana kumpul kebo ini menimbulkan banyak perdebatan. Hal ini dikarenakan pada perbuatan perzinaan tidak terjadinya unsur kekerasan dan tidak dilakukan di muka umum. Kebijakan kriminal atas perbuatan di atas maka akan mengganggu kebebasan masyarakat sehingga ini mengarah pada tindak pidana yang tidak ada korbannya. RUU KUHP ini menitik beratkan kepada perlindungan kepentingan politik negara dan kepentingan hak-hak masyarakat atau kepentingan umum sehingga mengancam kebebasan individual. Hal ini

4 terlihat dari kebijakan kriminalisasi atas perbuatan yang berada di ranah privat (hak-hak individu) yang cenderung berlebihan (overcriminalization) karena terlalu jauh memasuki wilayah paling personal seseorang. Kebijakan kriminal terhadap perbuatan ini berdampak menghidupkan kembali banyak delik yang sudah banyak ditinggalkan oleh negara-negara demokratis. Perbuatan-perbuatan tersebut sebetulnya berada dalam tataran moralitas dan kesopanan yang tidak semestinya dihadapkan dengan hukum pidana. 4 Perbuatan yang menyangkut delik kumpul kebo yang dirumuskan dalam RUU KUHP Tahun 2012 merupakan abstraksi dari nilai-nilai yang hidup dan tubuh berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia selama ini. Hal ini merupakan langka maju dalam menemukan dan menetapkan falsafah pemidanaan yang bercorak dan berciri ke Indonesiaan. Dari sisi sosiologis, perbuatan yang dikriminalisasi dalam tindak pidana perzinahan dan kumpul kebo ini merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap kehormatan baik individu, maupun masyarakat Indonesia dari perbuatan yang bersifat anti kesusilaan. Bangsa Indonesia di hadapkan pada kondisi kehidupan yang menjadikan perbuatan selama ini baik dan terhormat menjadi tidak baik atau sebaliknya perilaku yang dulu dianggap tabu dan bertentangan dengan kesusilaan, menjadi perbuatan yang biasa dan dianggap normal. Hal ini terlihat dari praktek hidup bersama kumpul kebo yang dulu dianggap tabu, sekarang dianggap hal yang biasa. Kalau dibiarkan terus, maka masyarakat kita akan hidup dalam kondisi kekacauan norma. 4 http:// www.google.co.id dikases pada tanggal 15 September 2012

5 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan di atas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Analisis Kebijakan Kriminal Tentang Tindak Pidana Kumpul Kebo Dalam RUU KUHP Tahun 2012. B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah: a. Bagaimanakah kebijakan kriminal tentang tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012? b. Apakah kebijakan kriminal tentang tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012 mencerminkan rasa kesusilaan bangsa Indonesia menurut norma agama yang berlaku di Indonesia? 2. Ruang Lingkup Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam pembahasan berkenaan dengan Hukum Pidana Materiil melalui kebijakan kriminal tentang tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012 sebagai perkembangan delik kesusilaan dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui kebijakan kriminal tentang tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012. b. Mengetahui kebijakan kriminal tentang tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012 mencerminkan rasa kesusilaan bangsa Indonesia dari menurut norma agama yang berlaku di Indonesia. 2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum pidana khususnya mengenai kebijakan kriminal tentang tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012 sebagai perkembangan delik kesusilaan dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia. b. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperluas pengetahuan dan menambah wawasan bagi akademisi serta kalangan praktisi hukum dalam bidang hukum acara pidana.

7 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis menurut Soerjono Soekanto adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 5 Kebijakan kriminal mempunyai tiga arti, yaitu: 6 1) Keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. 2) Keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. 3) Keseluruhan kebijakan, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan melalui kebijakan kriminal tidak lah cukup hanya menggunakan sarana penal tetapi juga harus melibatkan usaha non penal yang berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya. 7 5 Mohammad Nazir. 1999. Metode Penelitian. Erlangga. Jakarta. hlm.30 6 Sudarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. hlm. 113-114 7 Ibid. hlm. 38

8 Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti: a. Ada keterpaduan antara kebijakan kriminal dan kebijakan sosial b. Ada keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non-penal Kebijakan kriminal tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP tahun 2012 merupakan upaya yang dilakukan dalam bentuk pemidanaan dari suatu kebijakan kriminal dengan menggunakan hukum pidana objektif berisi tentang berbagai macam perbuatan yang dilarang, terhadap perbuatan-perbuatan itu telah ditetapkan ancaman pidana kepada barangsiapa yang melakukannya. Sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam undang-undang kemudian oleh Negara dijatuhkan dan dijalankan kepada pelaku perbuatan. Pemidanaan dapat diartikan sebagai penjatuhan pidana yang merupakan konkritisasi atau realisasi dari ketentuan pidana dalam undang-undang yang merupakan sesuatu yang abstrak berdasarkan kebijakan kriminal suatu berbuatan yang dilarang. Kebijakan kriminal tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP adalah salah satu upaya penanggulangan kejahatan melalui sarana penal. Dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan: 8 1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan 2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar 3. Sistem peradilan pidana dalam menjalankan peraturan tersebut 8 http:// www.google.co.id dikases pada tanggal 15 September 2012

9 Penganalisisan terhadap tiga masalah sentral ini tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Untuk menghadapi masalah yang pertama yang sering disebut masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal berikut: 9 1. Pengunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata materi dan sprituil berdasarkan pancasila.kaitannya dengan hal ini, penggunaan hukum pidana bertujuaan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. 2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan sprituil) atas warga negara. 3. Penanggulangan hukum pidana harus pula memperhatikan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principle). 4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan batas tugas (overbelasting). Empat hal yang menjadi jalan untuk menyelesaikan masalah kebijakan kriminal yaitu Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, harus terdapat dasar pembenar untuk mengkualifikasi suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang hal ini berhubungan erat dengan teori kriminalisasi yaitu: 10 a. Teori Moral Teori ini menyatakan bahwa kriminalisasi berpangkal tolak dari pendapat bahwa perbuatan yang harus dipandang sebagai kriminalisasi adalah setiap perbuatan yang bersifat merusak atau tindak asusila. Hal ini karena moralitas umum (Common Morality) memiliki peranan sesensial untuk mempertahankan masyarakat. Jika ikatan-ikatan moral yang mengikat 9 Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. hlm:44-48 10 Salman Luthan. 2007. Kebijakan Penal Mengenai Kriminalisasi. FH-UI. Jakarta. hlm: 72-73

10 masyarakat hilang, masyarakat akan mengalami disintegrasi. Oleh karena itu, masyarakat berhak mengundang moralitas yang dapat menjamin keutuhannya. Apabila masyarakat berhak melakukan itu, maka ada batasan praktis tentang jumlah maksimum kebebasan individual yang bersesuain dengan integrasi masyarakat. Tetapi jika kebebasan individu melampaui batasan yang diperkenankan, maka perbuatan immoral yang menimbulkan kegaduhan, kemarahan, kejengkelan dan kejijikan patutlah menerima pengaturan dengan berbagai instrumen dari hukum pidana. b. Teori Liberal Individualistik Titik tolak teori ini yang merupakan antithesis teori moral adalah prinsip kerugian, bahwa kekuasaan negara untuk mengatur masyarakat dibatasi oleh kebebasan warga negara. Negara hanya boleh campur tangan terhadap kehidupan pribadi warga negara bila warga negara tersebut merugikan kepentingan orang lain. Jika tindakan seorang tidak merugikan orang lain, maka tidak boleh ada pembatasan terhadap kebebasannya. Berdasarkan pendapat ini, suatu perbuatan tertentu dilarang karena perbuatan tersebut merugikan orang lain. Selama suatu perbuatan tertentu tidak meugikan orang lain, maka negara tidak berhak campur tangan terhadap kehidupan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat. c. Teori Paternalisme Teori ini merupakan reaksi terhadap kelemahan teori liberal individualistik yang tidak dapat memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kelemahan fisik, pikiran, dan mental. Tugas pokok teori paternalisme adalah perlindungan untuk tidak merugikan diri sendiri. Hukum

11 pidana melegitimasi pelarangan perbuatan seseorang yang dapat merugikan dirinya sendiri. d. Teori Feinberg Teori ini bukan sekedar menambah prinsip dasar kriminalisasi, tapi juga memperjelas konsep kerugian sebagai dasar untuk mengkriminalisasi suatu perbuatan menjadi terlarang. Jika menetapkan satu-satunya dasar pembenaran kriminalisasi adalah perbuatan seseorang yang merugikan orang lain, maka teori ini mengajukan dua alasan sebagai dasar kriminalisasi, yakni untuk mencegah atau mengurangi kerugian kepada orang lain dan untuk mencegah seranganserangan serius terhadap orang lain. e. Teori Ordenings Strafrecht Teori ini di dalam hukum pidana adalah alat atau instrumen kebijakan pemerintah. Penggunaan hukum pidana sebagai instrumen kebijakan pemerintah merupakan kecenderungan baru dalam perkembangan hukum pidana modern. f. Teori Gabungan Teori gabungan bukan nama sebuah teori, tapi merupakan istilah untuk menjelaskan dua teori yang digabungkan menjadi satu guna membentuk teori baru mengenai kriminalisasi. Ide penggabungan kedua teori tersebut dilatarbelakangi oleh kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing teori kriminalisasi dalam mencari dasar pembenar untuk mengkriminalisasi suatu perbuatan sebagai kejahatan.

12 Penyelesaian masalah kedua tentang penentuan kebijakan kriminal yaitu tentang sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar digunakan melalui beberapa pendekatan kebijakan. Pendekatan-pendekatan tersebut untuk mempertimbangkan efektivitas sanksi pidana dari kebijakan kriminal tindak pidana itu sendiri agar tercapainya tujuan pidana yang berupa perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Dengan bentukbentuknya antara lain berupa: 11 1. Perlindungan masyarakat terhadap tindakan anti sosial, maka tujuan pidana adalah penanggulangan kejahatan. 2. Perlindungan masyarakat terhadap sifat bahayanya si pelaku, maka tujuan pidana adalah upaya untuk memperbaiki si pelaku. 3. Perlindungan masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan dalam mengunakan sanksi pidana, maka tujuan pidana adalah untuk mengatur atau membatasi kesewenang-wenangan penguasa maupun warga masyarakat pada umumnya. 4. Perlindungan dalam hal perlunya mempertahankan keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu oleh adanya kejahatan. Tujuan pidana adalah untuk memelihara atau memulihkan keseimbangan masyarakat. Menurut Prof. Muladi unsur-unsur yang terkandung dalam suatu pidana adalah: 12 1. Pidana itu pada hakikatnya merupakan sesuatu pengenaan atau penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; 2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh orang yang berwenang); 3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut Undang-Undang. Menurut Muladi: Kombinasi tujuan pemidanaan yang dianggap cocok dengan pendekatanpendekatan sosiologis, ideologis, dan yuridis filosofis dengan dilandasi oleh asumsi dasar bahwa tindak pidana merupakan gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan masyarakat, yang mengakibatkan kerusakan individual ataupun masyarakat. Dengan demikian maka tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan 11 Ibid, hlm. 17 12 Ibid, hlm.20

13 sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Perangkat tujuan pemidanaan tersebut adalah: pencegahan umum dan khusus, perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas masyarakat, pengimbalan/pengimbangan. Menurut Jimly Asshiddiqie: 13 Eratnya hubungan antara agama dan hukum, khususnya hukum pidana yang hendak diperbaharui, dapat dilihat secara filosofis-politis dan juridis. Secara filosofis-politis, eratnya hubungan keduanya dapat dilihat dari perspektif Pancasila yang menurut doktrin ilmu hukum di Indonesia merupakan sumber dari segala sumber hukum. Dalam Pancasila itu sendiri, agama mempunyai posisi yang sentral. Di dalamnya, terkandung prinsip yang menempatkan agama dan ke-tuhanan Yang Maha Esa dalam posisi yang pertama dan utama. Oleh karena itu, tidak dapat tidak, agama juga harus diakui mempunyai posisi yang penting dan utama dalam usaha pembaharuan hukum pidana nasional. Ajaran agama dijadikan sebagai sumber motivasi, sumber inspirasi dan sumber evaluasi yang kreatif dalam membangun insan hukum yang berakhlak mulia sehingga wajib dikembangkan upaya-upaya konkret dalam muatan kebijakan pembaharuan hukum nasional yang dapat memperkuat landasan keagamaan yang sudah berkembang dalam masyarakat, memfasilitasi perkembangan keberagaman dalam masyarakat dengan kemajuan bangsa, mencegah konflik sosial antar umat beragama dan meningkatkan kerukunan antar umat bangsa. Norma kesusilaan merupakan norma yang bersumber dari hati nurani (batin) manusia agar manusia selalu berbuat kebaikan dan tidak melakukan perbuatan yang tercela, peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pada dasarnya setiap manusia memiliki hati nurani yang sama dan selalu mengajak pada kebaikan dan kebenaran.hubungan antara norma agama dan kesusilaan tidak dapat dipisahkan, pembedanya karena masing-masing memiliki sumber yang 13 Jimly Asshiddiqie. 1996. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. Angkasa. Bandung. hlm. 6

14 berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Nilai-nilai berkehidupan kebangsaan yang dilandaskan pada moralitas religius ini kemudian diwujudkan di dalam Undang-Undang tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti. 14 Definisi yang berkaitan dengan judul dapat diartikan sebagai berikut, diantaranya adalah: a. Kebijakan Kriminal adalah merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. 15 b. Tindak Pidana Kumpul Kebo adalah perbuatan melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah. 16 14 Mohammad Nazir. Op.Cit. hlm 32 15 Sudarto. Op.Cit. hlm. 38 16 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Pidana. Op. Cit. hlm. 302

15 E. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan memperoleh gambaran menyeluruh. Sistematika tersebut dirincikan sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Berisi latar belakang, kemudian menarik permasalahan dan membatasi ruang lingkup penulisan, memuat tujuan dan kegunaan penelitian, keranggka teori dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab pengantar yang menguraiakan tenetang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan mengenai kebijakan kriminal, tindak pidana kumpul kebo. III. METODE PENELITIAN Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data serta analisis data yang di dapat. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Merupakan bab yang berisi tentang hasil pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan dalam penelitian ini yaitu analisis kebijakan kriminal tindak pidana kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2012.

16 V. PENUTUP Merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan berdasarkan hasil penelitian.