BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

dokumen-dokumen yang mirip
WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDONESIA Percentage below / above median

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

C UN MURNI Tahun

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

Economics Development Analysis Journal

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

KESEHATAN ANAK. Website:

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Disabilitas. Website:

Indonesia Economy : Challenge and Opportunity

Pertumbuhan Tak-Berkualitas

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan memberikan efek secara langsung terhadap kesejahteraan manusia. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan terjadinya pembangunan, tetapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan jaminan atas peningkatan persebaran kesejahteraan (Schaffner, 2014: 84). Pertumbuhan ekonomi dalam produksi barang dan jasa yang berakibat pada pertumbuhan pendapatan per kapita boleh jadi tidak mengakibatkan pemerataan peningkatan kesejahteraan (Ghosh, 2006). Pada awal 1990an, ada pergeseran fokus dari pembangunan, dari pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata menjadi pembangunan yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan manusia yang disebut pembangunan manusia. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai sebuah proses peningkatan kesempatan manusia untuk hidup sehat dan berumur panjang, untuk mendapatkan pengetahuan dan pendidikan, dan untuk memiliki pendapatan sebagai sumber pembiayaan kehidupan yang layak (Ghosh, 2006). Pendekatan kebutuhan dasar manusia dijadikan fokus baru dalam pembangunan. Tahun 1990 United Nations Development Programme (UNDP) memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam Human 1

Development Report yang pertama. IPM yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan manusia yang dilihat dari tingkat kesehatan, pendidikan dan standar kelayakan hidup biasanya dihitung dengan mengkombinasikan tiga indikator, angka harapan hidup saat lahir, angka melek huruf, serta pendapatan riil per kapita. Pengukuran IPM di Indonesia dilakukan dengan mengkombinasikan 3 komponen yang diwakili oleh 4 indikator. Komponen kesehatan diukur dengan angka harapan hidup, komponen pendidikan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan komponen standar kelayakan hidup diukur dengan pendapatan per kapita riil disesuaikan yang didekati dengan pengeluaran riil per kapita disesuaikan. Angka melek huruf adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Angka melek huruf adalah persentase penduduk 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh pendidikan formal. Pendapatan riil per kapita yang disesuaikan adalah pendapatan riil per kapita yang dihitung dengan formula atkinson. 76.0 74.0 72.0 70.0 68.0 66.0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: BPS, 2014 (diolah) Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 2004-2013 2

IPM Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 68,7 pada tahun 2004 menjadi 73,8 pada tahun 2013. IPM Indonesia selama sembilan tahun meningkat sebesar 7,44 persen dengan rata-rata peningkatan 0,8 persen setiap tahunnya. Dari keempat komponen yang menyusun IPM di Indonesia, rata-rata lama sekolah merupakan indikator yang peningkatnya paling tinggi dibandingkan komponen lainnya. Rata-rata peningkatan komponen rata-rata lama sekolah adalah 1,31 persen per tahun atau pada tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 12,43 persen dari tahun 2004. Komponen kedua yang mengalami peningkatan tertinggi adalah pendapatan per kapita disesuaikan dengan rata-rata peningkatan 0,52 persen per tahun. Rata-rata peningkatan angka harapan hidup dan angka melek huruf adalah 0,45 dan 0,40 persen per tahun. 71 70 69 68 67 66 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Angka Harapan Hidup (Tahun) 660 640 620 600 580 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pendapatan per Kapita Disesuaikan (Ribu Rupiah) 8.5 8 7.5 7 6.5 96 94 92 90 88 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Angka Melek Huruf (persen) Sumber: BPS, 2014(diolah) Gambar 1.2 Komponen Penyusun IPM Indonesia 2004-2013 3

Data IPM untuk 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 menunjukkan bahwa terdapat 18 provinsi dengan IPM di atas IPM nasional. Semua provinsi di Pulau Sumatera, kecuali Provinsi Lampung memiliki IPM yang lebih tinggi dari IPM nasional, sedangkan di Pulau Jawa, terdapat dua provinsi dengan nilai IPM di bawah IPM Nasional, yaitu Provinsi Banten dan Jawa Timur. Untuk Bali dan Nusa Tenggara hanya IPM Provinsi Bali yang berada di atas IPM nasional. Dari 4 provinsi di Pulau Kalimantan, terdapat 2 provinsi, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dengan IPM yang lebih tinggi dari IPM nasional. Di Pulau Sulawesi hanya IPM Provinsi Sulawesi Utara yang berada di atas IPM nasional. Dari provinsi di Maluku dan Papua, hanya Provinsi Maluku dengan IPM yang berada di atas IPM nasional. Pada tahun 2013 terdapat 15 provinsi dengan IPM lebih tinggi dari IPM Nasional. Jumlah tersebut sedikit menurun dibandingkan pada tahun 2004. Di Pulau Sumatera terdapat dua provinsi dengan IPM lebih rendah dari IPM Nasional yaitu Provinsi Aceh dan Lampung. Untuk Pulau Jawa, provinsi dengan IPM di bawah IPM Nasional masih ditempati oleh Provinsi Banten dan Jawa Timur. Untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara, data IPM pada tahun 2013 masih menunjukkan kecenderungan yang sama dengan IPM pada tahun 2004. Untuk Maluku dan Papua semua provinsi memiliki IPM yang lebih rendah dari IPM Nasional. 4

1.2 Rumusan Masalah Ketimpangan regional dapat terjadi dari adanya proses pembangunan. Jika suatu negara yang miskin secara ekonomi mempunyai kecenderungan untuk tumbuh lebih cepat daripada negara yang lebih maju, maka akan menuju pada suatu titik yang sama (konvergensi) (Barro dan Sala-i-Martin, 1992). Sebagai negara yang terdiri dari 33 provinsi (pada 2014), pemerintah Indonesia harus menjamin kesetaraan pembangunan manusia di 33 provinsi. Pada tahun 2001 pemerintah membentuk suatu lembaga bernama Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang bertugas untuk mengakselerasi pembangunan bagian Timur Indonesia yang diidentifikasikan sebagai kawasan tertinggal. Tahun 2004 Kementerian tersebut berubah nama dan ketugasannya menjadi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dengan ketugasan yang lebih luas yaitu mengakselerasi pembangunan di daerah tertinggal di seluruh Indonesia. Dengan dibentuknya kementerian tersebut diharapkan terjadi percepatan pembangunan di daerah tertinggal di Indonesia, sehingga daerah tersebut akan menyusul pembanguan di daerah yang lebih maju IPM tertinggi tingkat provinsi pada tahun 2004 adalah IPM DKI Jakarta, disusul Provinsi Sulawesi Utara dan D.I.Yogyakarta, sedangkan 3 IPM terendah adalah IPM Provinsi Nusa Tenggara Barat, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2013 untuk rangking IPM 3 provinsi tertinggi dan terendah tidak mengalami perubahan pada nama provinsi, hanya mengalami perubahan urutan dibandingkan pada tahun 2004. Hal ini menunjukkan dalam kurun waktu 9 tahun 5

tidak terdapat pemerataan yang signifikan pada pembangunan manusia di Indonesia. Rata-rata pertumbuhan dari 3 provinsi dengan IPM terendah lebih tinggi dari rata-rata IPM dari 3 provinsi dengan IPM tertinggi. Rata-rata pertumbuhan IPM dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 untuk 3 provinsi dengan IPM tertinggi adalah 4.82 persen, sedangkan untuk 3 provinsi dengan IPM terendah adalah 9.14 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pada IPM dari 3 provinsi terendah dalam selang waktu tertentu akan mendekati IPM dari 3 provinsi dengan nilai IPM tertinggi. Dari uraian tersebut, maka perlu dilakukan analisis konvergensi bagi pembangunan manusia di Indonesia dengan IPM dan komponen penyusunnya sebagai indikatornya. Tabel 1. 1 IPM 3 Provinsi Tertinggi dan Terendah Tahun 2004 dan 2013 Provinsi IPM 2004 2013 DKI Jakarta 75,80 78,59 D.I.Yogyakarta 72,90 77,37 Sulut 73,40 77,36 NTT 62,70 68,77 NTB 60,60 67,73 Papua 60,90 66,25 Sumber: BPS, 2014 (diolah) Rata-rata pertumbuhan 4,8 persen 9,14 persen 6

80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 68.7 DKI Jakarta Sulut D.I.Yogyakarta Riau Kaltim Kalteng Sumut Kep. Riau Sumbar Jambi Bengkulu Sumsel Kep. Babel Jawa Barat Bali Maluku Jawa Tengah Aceh Lampung Banten Sulsel Sulteng Jawa Timur Kalsel Sultra Maluku Utara Kalbar Gorontalo Sulbar Papua Barat NTT Papua NTT IPM Provinsi 2004 IPM Indonesia 2004 80.00 78.00 76.00 74.00 72.00 70.00 68.00 66.00 64.00 62.00 60.00 73.81 DKI Jakarta D.I.Yogyakarta Sulut Kaltim Riau Kep. Riau Kalteng Sumut Sumbar Bengkulu Sumsel Jambi Kep. Babel Bali Jawa Tengah Jawa Barat Jawa Timur Sulsel Aceh Lampung Maluku Sulteng Banten Gorontalo Kalsel Sultra Sulbar Kalbar Maluku Utara Papua Barat NTT NTB Papua IPM Provinsi 2013 IPM Indonesia 2013 Sumber: BPS, 2014(diolah) Gambar 1.3 IPM Provinsi se-indonesia Tahun 2004 dan 2013 7

1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah terjadi konvergensi IPM sebagai indikator pembangunan manusia di Indonesia dan komponen penyusunnya antarprovinsi di Indonesia? 2. Apakah belanja pemerintah daerah di bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap pencapaian konvergensi pada IPM dan komponen penyusunnya? 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian dengan melakukan analisis konvergensi pada indikator ekonomi sudah banyak dilakukan. Indikator ekonomi yang sering digunakan adalah pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Belum banyak penelitian mengenai analisis konvergensi untuk melihat disparitas pembangunan manusia, terutama di Indonesia. Demikian halnya untuk permasalahan, objek penelitian, pemilihan waktu, penentuan variabel dan lokasi penelitian yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Barro dan Sala-i-martin (1992) telah melakukan analisis konvergensi untuk pendapatan pribadi di 48 negara bagian di Amerika Serikat dari tahun 1880 sampai dengan 1988 dengan time lag 10 tahun dan pertumbuhan pendapatan regional bruto di 48 negara bagian di Amerika Serikat dari tahun 1963 sampai dengan 1986 dengan time lag 5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estimasi empiris pada pendapatan pribadi hampir seimbang dengan estimasi 8

empiris pada pertumbuhan pendapatan regional bruto, di mana hal ini lebih sering terjadi di negara dengan ekonomi tertutup. Singh et.al. (2003) menemukan bahwa IPM, konsumsi bensin, deposito per kapita konvergen di 14 negara bagian di India. Untuk hasil dari conditional β- convergence menunjukkan bahwa kredit per kapita dan variabel dummy zona merupakan faktor yang mendukung konvergensi konsumsi bensin. Untuk melihat disparitas indikator pembangunan manusia, Nissan dan Niroomand (2005) melakukan penelitian untuk 3 indikator penyusun IPM. Indikator tersebut adalah pendapatan per kapita yang diukur dalam Dollar Amerika Serikat, usia dan pengetahuan dari negara-negara yang dikategorikan dalam 3 tingkatan pendapatan. Hasil menunjukkan bahwa walaupun IPM menunjukkan konvergensi pada negara-negara miskin, namun divergensi pada pendapatan terjadi pada semua tingkatan negara. Ghosh (2006) melakukan penelitian pada IPM dan indikator penyusunnya, angka melek huruf, angka harapan hidup saat lahir dan pendapatan per kapita harga konstan di 15 negara bagian utama di India untuk tahun 1981-2001. Ghosh bekerja untuk menetukan konvergensi pada IPM dan indikator penyusunnya dan memeriksa hubungan antara IPM dan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan adanya konvergensi pada IPM, angka melek huruf dan angka harapan hidup saat lahir, namun divergensi pada pendapatan per kapita riil. Belanja pemerintah pada sektor sosial merupakan faktor yang mendukung adanya konvergensi pembangunan manusia. 9

Penelitian untuk melihat konvergensi pada IPM selanjutnya dilakukan oleh Noorbakhsh (2006). Penelitian dilakukan pada IPM dan indikator penyusunnya yaitu tingkat pendidikan dan kesehatan pada 93 negara dengan kategori IPM yang rendah hingga menengah pada tahun 1975 sampai dengan tahun 2002. Hasil menunjukkan terjadinya α-convergence dan conditional β-convergence yang lemah. Penulis/ Tahun Robert J. Barro dan Xavier Sala-imartin / 1992 Tabel 1. 2 Ringkasan Penelitian Sebelumnya Judul Data dan Metodologi Hasil Convergence Data Pendapatan pribadi dan pertumbuhan ekonomi untuk 48 negara bagian di Amerika Serikat. Metodologi: Tes untuk absolute β-convergence dengan metode estimasi OLS : 1 = 1 log, Estimasi empiris pada pendapatan pribadi hampir seimbang dengan estimasi empiris pada pertumbuhan ekonomi. Nirvikar Singh, Laveesh Bhandari, Aoyu Chen dan Aarti Khare/2003 Edward Nissan dan Farhauq Niroomand /2005 Regional Inequality in India : A Fresh Look Convergence and Divergence of Basic Needs and Income : An International Comparison Data IPM, kredit per kapita, deposito per kapita, konsumsi solar, konsumsi bensin, 14 negara bagian di India Metodologi a Tes untuk absolute β-convergence untuk semua variabel. b Mengestimasi conditional β-convergence untuk kombinasi data kredit per kapita, deposito per kapita, konsumsi solar, konsumsi bensin dengan memasukkan zona sebagai variabel dummy. Data Pendapatan per kapita dan HDI dari Negara di dunia yang dikategorikan ke dalam 3 tingakatan pendapatan Metodologi a Mengestimasi koefisien variasi untuk menemukan σ-convergence b Menguji absolute β-convergence dengan metode OLS dan model sebagai berikut: = +b( ) a. Divergen untuk konsumsi solar dan kredit per kapita. b Kredit per kapita dan variabel dummy zona merupakan faktor yang mendukung konvergensi konsumsi bensin. Konvergensi IPM terjadi pada negara dengan pendapatan per kapita rendah. Divergensi pendapatan per kapita terjadi pada negara di semua tingkatan pendapatan per kapita. 10

Tabel 1.2 Lanjutan Madhusudan Ghosh / 2006 Economic Growth (EG) and Human Development (HD) in Indian States Data IPM dan komponen penyusunnya dari 15 negara bagian di India. Metodologi a Melakukan uji konvergensi pada IPM dan b komponen penyusunnya. Mengestimasi hubungan dua arah antara IPM dan Pertumbuhan ekonomi c Klasifikasi hubungan IPM dan pertumbuhan ekonomi untuk setiap negara bagian a Konvergensi pada IPM, Angka Melek Huruf, Angka harapan Hidup saat lahir b Divergen pada pendapatan per kapita c Belanja pemerintah pada sektor sosial merupakan faktor yang mendukung konvergensi pembangunan manusia di India Farhad Noorbakhsh/ 2006 (Working Papper) International Convergence or Higher Inequality in Human Development? Data IPM dari negara-negara di dunia yang dikategorikan menjadi 6 zona dari tahun 1975-2002. Metodologi Analisis konvergensi pada IPM dengan pembobotan pada populasi. Konvergensi yang lemah utuk IPM Dalam penelitian ini akan dilihat konvergensi dari IPM dan komponen penyusunnya. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data panel IPM dan komponen penyusunnya dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2004, 2009, dan 2014 (lag time 5 tahun). Data IPM dan komponen penyusunnya bersumber pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Data realisasi belanja di bidang pendidikan dan kesehatan dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2004, 2009, 2014 bersumber pada data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu). Dalam Penelitian ini juga akan diuji pengaruh faktor belanja pemerintah provinsi dalam bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pencapaian konvergensi pada pembangunan manusia di 11

Indonesia. Penulis menggunakan model Ghosh (2006) untuk β-convergence dan conditional β-convergence dengan beberapa penyesuaian. Model Absolute β-convergence: 1 T ln X X = α + β ln X, + ε di mana: T X i,t X i,t-t = gap year = variabel (IPM, Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Pengeluaran riil per Kapita Disesuaikan PPD)) dari Provinsi i pada tahun t = variabel ((IPM, Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Pengeluaran per Kapita Disesuaikan (PPD)) dari Provinsi i pada tahun t-t di mana: Model Conditional β-convergence: 1 T ln = + ln, + ln, + ln, + T X i,t X i,t-t = gap year = variabel (IPM, Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Pendapatan Per Kapita Disesuaikan (PPD) dari Provinsi i pada tahun t = variabel ((IPM, Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Pengeluaran riil per Kapita Disesuaikan (PPD)) dari Provinsi i pada tahun t-t BK i,t-t = Belanja Pemerintah bidang Kesehatan Provinsi i pada tahun t-t BP i,t-t = Belanja Pemerintah bidang Pendidikan Provinsi i pada tahun t-t 12

Penyesuaian yang dilakukan adalah dengan mendefinisikan belanja pemerintah pada bidang kesehatan dan pendidikan di provinsi i sebagai belanja pemerintah pada provinsi i dengan pendekatan realisasi APBD pada fungsi pendidikan dan kesehatan. Hal ini berbeda dengan model penelitian pada Ghosh (2006) yang menggunakan belanja pemerintah pada bidang sosial yang meliputi belanja pada bidang pendidikan, kesehatan, penyediaan air bersih dan sanitasi, pembangunan perkotaan, informasi, kesejahteraan dan tenaga kerja. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan uraian permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui konvergensi dari IPM dan indikator penyusunnya dari 33 provinsi di Indonesia dari tahun 2004-2014. 2. Mengetahui hubungan belanja pemerintah provinsi di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pencapaian konvergensi pembangunan manusia di Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 2. Sebagai bahan masukan bagi perencanaan dan penyusunan kebijakan untuk mempercepat konvergensi pembangunan manusia di Indonesia. 13

1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Bagian I Pendahuluan, akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penilitian dan sistematika penulisan. Bagian II Landasan Teori akan membahas mengenai konsep yang terkait dengan pembangunan manusia dan analisis konvergensi. Bagian III akan membahas mengenai data, pengolahan data dan Bagian IV akan membahas mengenai konvergensi pembangunan manusia di Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2014 dan pengaruh belanja pemerintah provinsi di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap konvergensi pembangunan manusia di Indonesia. Bagian V Kesimpulan dari penelitian yang dibahas pada bagian sebelumya dan saran bagi penelitian selanjutnya. 14

Tabel 1. 1IPM 3 Provinsi Tertinggi dan Terendah Tahun 2004 dan 2013... 6 Tabel 1. 2 Ringkasan Penelitian Sebelumnya... 10 Gambar 1. 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 2004-2013... 2 Gambar 1. 2 Komponen Penyusun IPM Indonesia 2004-2013... 3 Gambar 1. 3 IPM Provinsi se-indonesia Tahun 2004 dan 2013... 7 15