I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif maupun

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang menjadi

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

TINJAUAN PUSTAKA. atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

I. PENDAHULUAN. perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Kasus yang menimpa TKI tersebut merupakan hal yang ironis karena negara tidak

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. Anak pada dasarnya merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

I. PENDAHULUAN. semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak ditinjau dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan individu yang memerlukan perlindungan, pendidikan dan pembinaan demi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya. Bahkan untuk menjamin hal tersebut, negara telah melakukan langkahlangkah baik bersifat legislatif maupun bersifat administratif untuk memberikan perlindungan kepada anak tanpa diskriminasi, tak terkecuali anak yang memerlukan perlindungan khusus. Fenomena yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya pelaku tindak pidana yang masih dalam kategori anak. Pengertian anak dalam konteks ini mengacu pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pengertian ini mengandung makna bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan YME, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang

2 termuat dalam UUD 1945 dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seharusnya pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana lebih mengedepankan upaya pembinaan dan perbaikan kepribadian anak menjadi agar menjadi lebih baik dan tidak mengulangi lagi perbuatanya. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 memberikan suatu alternatif penyelesaian perkara di luar peradilan (diversi) Menurut Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan diversi bertujuan: a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak

3 Ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 berisi bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Pasal 7 Ayat (2) berisi bahwa diversi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a) diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Tujuan diversi dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai perlindungan anak dalam sistem peradilan demin terwujudnya sistem peradilan pidana yang terpadu atau juga bisa jadi pemunduran terhadap nilai-nilai yang telah ada. Pemberlakuan kedua undang-undang tersebut merupakan upaya untuk memenuhi berbagai hak anak yang bermasalah dengan hukum. Pada kenyataannya terjadi kesenjangan, yaitu anak yang melakukan tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu justru diproses hukum dan dipidana selayaknya pelaku tindak pidana yang berusia dewasa, yaitu terhadap perkara dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk dengan terdakwa berinisial MF Bin S (17 tahun) yang dipidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000 (duaratus juta rupiah), karena melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Terdakwa berinisial MF Bin S pada hari Selasa tanggal 22 Juli 2014 bertempat di sebuah warung mie ayam di Jalan Sam Ratulangi Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung telah menyimpan secara fisik yaitu berupa 3 (tiga) lembar uang Rp50.000.- (limapuluh ribu rupiah) dengan cara apapun yang diketahui merupakan rupiah palsu. Terdakwa ditangkap atas laporan masyarakat, pada saat petugas melakukan pemeriksaan terdakwa mengeluarkan uang rupiah palsu tersebut dari saku

4 celananya. Secara fisik uang rupiah palsu tersebut nampak lebih kusam dan ketiganya memiliki nomor seri yang sama. Upaya untuk mengetahui bahwa seseorang bersalah atau tidak terhadap perkara yang didakwakan, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut harus dengan dibuktikan alat-alat bukti yang cukup. Untuk membuktikan bersalah tidaknya seseorang terdakwa haruslah melalui proses pemeriksaan didepan sidang Pengadilan. Untuk membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian. Dalam pembuktian ini, hakim perlu memperhatikan berbagai kepentingan, baik kepentingan masyarakat mupun kepentingan terdakwa. 1 Kepentingan masyarakat berarti bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana atau undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan terdakwa berarti bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa, sehingga tidak ada seorang yang tidak bersalah mendapat hukuman. Apabila terbukti bersalah maka hukuman itu harus seimbang dengan kesalahannya. Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang Pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan pembuktian suatu Perbuatan Pidana dapat dijatuhi dengan hukuman pidana sesuai kesalahan yang dilakukannya. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana. Oleh 1 Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Alat Pembuktian dalam Proses Pidana, Liberti, Yogyakarta, 2001, hlm. 12.

5 karena itu hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkam nilai pembuktian. 2 Upaya yang ditempuh dalam pembuktian pidana sesuai Pasal 183 KUHP: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa Tindak Pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk kurang sesuai dengan sistem peradilan pidana anak dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 hal ini sebagai jaminan perlindungan hukum dan peradilan pidana yang layak bagi anak. Artinya proses hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana dilaksanakan secara khusus, dengan tetap menghormati hak-hak anak sebagai subjek hukum yang harus diperlakukan berbeda dibanding orang dewasa. Setiap pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana pada dasarnya memang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum, sesuai dengan ketentuan undang-undang. Setiap warga negara wajib menjunjung hukum, namun demikian dalam kenyataan sehari-hari adanya warga negara yang lalai/sengaja tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan masyarakat, dikatakan bahwa warga negara tersebut melanggar hukum karena kewajibannya tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum. Seseorang yang melanggar hukum harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan aturan hukum. 2 Ibid, hlm. 13.

6 Pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. 3 Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis melaksanakan penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi dengan judul: Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Menyimpan Uang Rupiah Palsu (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/Pid.B/2014/PN.Tjk). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk.? b. Apakah putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk. telah memenuhi rasa keadilan substantif? 3 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 155.

7 2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah hukum pidana dan dibatasi pada kajian pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk.. Ruang lingkup Lokasi Penelitian adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan penelitian dilaksanakan pada Tahun 2015. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk. b. Untuk mengetahui putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk. telah sesuai dengan keadilan substantif. 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut: a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu.

8 b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan dan kontribusi positif bagi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak yang dilakukan pada masa-masa yang akan datang, sehingga penegakan hukum terhadap anak dilaksanakan benar-benar berdasarkan kepentingan anak dan tujuan pembinaan terhadap anak. D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori Kerangka teori adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum 4. Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Teori Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat, yaitu: 1) Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si pembuat. Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal bathinnya dan mampu bertanggung jawab, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang 4 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.103

9 khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. 2) Adanya perbuatan melawan hukum Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yang disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. 3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. Alasan pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan

10 tindak pidana alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban. 5 Pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuataannya, dengan dasar kemampuan bertanggung jawab, ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada alasan pemaaf atau pembenar atas tindak pidana yang dilakukannya. b. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan demikian, putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori pembuktian, yaitu saling berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain, misalnya, antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain atau saling berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusanputusannya. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan dalam suatu negara, dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menuju kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak, sebagai salah satu unsur Negara hukum. Fungsi hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan, di mana dalam 5 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 37-38.

11 perkara pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian negatif, yang pada prinsipnya menetukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu: 1) Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan; 2) Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim; 3) Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.. 6 Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya dan rasa keadilan masyarakat. c. Teori Keadilan Substantif Keadilan substantif terfokus atau berorientasi kepada nilai-nilai fundamental yang terkandung didalam hukum. Sehingga hal-hal yang menitikberatkan kepada aspek 6 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika,.2010, hlm.103.

12 prosedural akan di nomorduakan. Secara teoritik, kedalilan substantif dibagi ke dalam empat bentuk keadilan, yakni kedailan distributif, keadilan retributif, kedilan komutatif, dan keadilan korektif. Kedilan distributif menyangkut pengaturan dasar segala sesuatu, buruk baik dalam mengatur masyarakat. Berdasarkan keadilan ini, segala sesuatu dirancang untuk menciptakan hubungan yang adil antara dua pihak/masyarakat. Prinsip pokok dalam keadilan distributif adalah setiap orang harus mendapat/andil/kesempatan yang sama untuk memperoleh keadilan. 7 Alasan yang muncul keharusan ditegakannya keadilan substantif karena keadilan berdasarkan hukum tidak selalu terkait kepada ketentuan-ketentuan formal-prosedural. Hal itulah yang kemudian menjadi acuan dalam diri hakim MK saat memberikan putusan pada setiap perkara yang masuk ke lembaganya. Sebagai lembaga yang mengawal konstitusi (the guardian of constitution) dan penafsir konstitusi, maka konsekwensinya menjamin hak-hak rakyat yang telah ditegaskan dalam konstitusi. Salah satu hak yang harus dijamin adalah rasa keadilan. Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil. Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu: pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi barulah itu dikatakan adil. 8 2. Konseptual 7 Mahfud M.D., Penegakan Keadilan di Pengadilan, http://mahfudmd.com 8 Sudarto. Op Cit. hlm. 64

13 Konseptual adalah susunan konsep-konsep sebagai fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian, khususnya dalam penelitian ilmu hukum. Analisis pokokpokok bahasan dalam penelitian ini dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan yaitu sebagai berikut: a. Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. 9 b. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku 10 c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum 11 d. Anak menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan 9 Moeljatno, op cit, hlm. 49. 10 Ibid, hlm. 53. 11 Satjipto Rahardjo, Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum. 1998, hlm. 25.

14 e. Tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu menurut Pasal 36 ayat (2) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang adalah setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya rupiah palsu. Ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah). E. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dalam lima bab untuk untuk memudahkan pemahaman terhadap isinya. Adapun ssecara terperinci sistematika penulisan proposal ini adalah sebagai berikut: I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan. II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka terdiri dari pengertian dan unsur-unsur tindak pidana, pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian tindak pidana pemalsuan dan peredaran uang palsu serta pengertian anak.

15 III METODE PENELITIAN Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Narasumber, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana menyimpan uang rupiah palsu dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk. dan putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/ Pid.B/2014/PN.Tjk telah sesuai dengan keadilan substantif. V PENUTUP Berisi kesimpulan yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.