BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar belakang dan rumusan masalah penelitian, bagian 1.2 menjelaskan mengenai tujuan dan kegunaan penelitian, dan bagian 1.3 menjelaskan mengenai sistematika penulisan. 1. 1 Latar Belakang Masalah Agency theory menganalisis hubungan antara pemilik (prinsipal) dan manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak prinsipal. Hubungan prinsipal dan agen ini dilandasi dengan suatu kontrak yang mengatur hak dan kewajiban dari agen. Terdapat dua unsur yang harus dipenuhi untuk membuat kontrak ini berjalan efisien, yaitu adanya informasi yang simetris antara agen dengan prinsipal sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat menguntungkan salah satu pihak, dan risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya (Sukartha, 2007). Namun kenyataannya manajemen memiliki informasi lebih mengenai kondisi internal dan prospek perusahaan dimasa datang dibandingkan pihak prinsipal. Pada prinsipnya manusia akan berusaha memaksimalkan utilitas bagi 1
kepentingan dirinya sendiri, sehingga agen akan cenderung memaksimalkan utilitasnya dibandingkan mensejahterahkan prinsipal. Hal ini akan menimbulkan asimetri informasi dalam perusahaan, dimana terjadi ketidakseimbangan penguasaan informasi dalam hubungan keagenan. Sejak ditandatanganinya kontrak antara agen dengan prinsipal maka muncul suatu biaya keagenan (agency cost). Prinsipal perlu memastikan bahwa kepentingannya yang akan diperjuangkan oleh agen. Agency cost akan meningkat bila dipicu dengan adanya suatu konflik keagenan dalam perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat tiga macam biaya keagenan, yaitu monitoring cost oleh prinsipal, bonding cost oleh agen dan residual loss. 2
Tabel 1.1 Fenomena Agency Cost PT United Tractors Tbk. PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. 2012 2013 2012 2013 Monitoring Cost 3.456.200.00 1.965.816.00 340.000.00 1.400.000.00 (Biaya Audit) Bonding Cost (Biaya Administrasi 2.131.852.000.00 1.994.657.000.00 1.002.506.643.0 0 1.317.938.382.00 dan Umum) Residual Loss (Penurunan nilai perusahaan, diukur dengan PBV) 1,3 X (PBV Tahun 2011: 3,57 X mengalami penurunan untuk PBV Tahun 2012: 2,27 X) 0,28 X (PBV Tahun 2012: 2,27 X mengalami penurunan untuk PBV Tahun 2013: 1,99 X) 1,06 X (PBV Tahun 2011: 3,90 X mengalami penurunan PBV Tahun 2012: 2,84 X) 0 (PBV Tahun 2012: 2,84 X mengalami peningkatan untuk PBV Tahun 2013: 3,34 X) Total Monitoring Cost dan 5.588.052.000.00 3.960.473.000.00 1.342.506.643.0 0 2.717.938.382.00 Bonding Cost Laba 5.860.188.000.00 6.254.474.000.00 1.029.499.905.0 0 1.364.544.542.00 Sumber: www.idx.co.id Pada Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa apabila monitoring cost dan bonding cost perusahaan menurun, belum tentu sejalan dengan laba perusahaan yang meningkat. Sebaliknya, bila monitoring cost dan bonding cost meningkat, belum tentu laba perusahaan akan menurun. Meningkatnya laba perusahaan seharusnya diimbangi dengan semakin tingginya rasio PBV (Price to Book Value), namun pada PT United Tractors Tbk. ditemukan bahwa terdapat penurunan PBV pada 3
tahun 2013, yang artinya terjadi penurunan nilai perusahaan walaupun laba perusahaan meningkat. Penurunan nilai perusahaan tersebut mengindikasikan terjadinya residual loss, dimana kesejahteraan prinsipal menurun. Berdasarkan fenomena tersebut, terdapat beberapa hal yang akan mempengaruhi tingkat agency cost. Penelitian ini melihat pengaruh unsur-unsur mekanisme corporate governance pada agency cost perusahaan. Perusahaan yang telah go public memiliki tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dengan cara meningkatkan nilai perusahaan. Persepsi investor pada tingkat keberhasilan perusahaan dicerminkan melalui nilai perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan karena tingginya harga saham akan membuat pasar percaya pada kinerja perusahaan dan prospeknya di masa yang akan datang. Tolak ukur yang sering dipakai untuk mengukur nilai perusahaan, salah satunya dengan price to book value. Tingginya price to book value menunjukkan tingkat kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama dari perusahaan. Perusahaan memiliki masalah keagenan yang besar apabila perusahaan belum maksimal menerapkan corporate governance. Masalah yang muncul dalam hubungan keagenan dapat dikurangi dengan menggunakan kontrak, namun tidak semua aspek dapat dituangkan dalam kontrak, sehingga diperlukan suatu mekanisme corporate governance atau tata kelola perusahaan (Hart, 1995 dalam Dharmastuti, 2013). Corporate governance menggambarkan proses, kebiasaan, kebijakan, hukum dan mengarahkan organisasi dan perusahaan dalam bertindak, mengelola dan mengendalikan operasi perusahaan (Yegon et al, 2014). 4
Mekanisme corporate governance bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan mengelola hubungan antara para pemangku kepentingan termasuk dewan direksi dan pemegang saham. Terjadinya krisis moneter tahun 1997 mendorong Pemerintah untuk membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) pada tahun 1999 (tahun 2004 diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance, KNKG). Dampak dari krisis tersebut banyak perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Kelemahan terlihat dari minimnya pelaporan keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan, kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh komisaris dan auditor serta kurangnya insentif eksternal untuk mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui mekanisme persaingan yang fair. Pemerintah menerbitkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia sebagai cikal bakal penerapan tata kelola perusahaan secara formal di Indonesia. Perusahaan dalam operasinya memerlukan tata kelola (corporate governance) yang membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Jumlah penelitian corporate governance telah meningkat secara dramatis selama beberapa tahun terakhir, seiring dengan terungkapnya beberapa skandal 5
keuangan yang terjadi di Indonesia. Salah satunya ialah kasus PT Lippo Tbk yang membuktikan lemahnya penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Bank Lippo pada tahun 2002 melakukan rekayasa dalam laporan keuangannya, penyesatan informasi dan melakukan banyak manipulasi. Pada tahun 2003 terbongkar skandal 1,7 triliun yang melibatkan para pejabat bank ini (Raharjo, 2013). Mekanisme corporate governance diperlukan bagi perusahaan-perusahaan go public. Ketika perusahaan bertambah besar, maka pemilik perusahaan akan memerlukan agen untuk mengelola operasional perusahaannya. Disamping itu, menjual saham ke pasar modal berarti menjual sebagian kepemilikan kepada pihak lain. Dengan demikian akan terjadi pemisahan kekuasaan antara pemegang saham mayoritas dengan minoritas. Fenomena ini menimbulkan konflik keagenan yang lebih tinggi terjadi pada perusahaan go public. Agency model mengusulkan sejumlah mekanisme corporate governance yang dirancang untuk mengurangi agency cost yang berkaitan dengan pemisahan kepemilikan dan kontrol (Fama dan Jensen, 1983). Tujuannya adalah untuk meyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer. Mekanisme corporate governance dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu internal dan eksternal (Gillan, 2006). Mekanisme peranan pihak internal dan eksternal corporate governance perusahaan dapat membantu mengurangi ekspektasi biaya yang berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan (Linda, 2012). Mekanisme internal corporate governance merupakan mekanisme yang berada didalam perusahaan, dan berasal dari dua pihak yakni dewan komisaris 6
sebagai titik tertinggi yang melakukan sistem pengendalian internal dan manajemen yang bertindak sebagai agen perusahaan (Gillan, 2006). Mekanisme internal berasal dari dewan komisaris, kontrol internal dan fungsi internal audit. Pengawasan dari dewan komisaris memegang peranan penting dalam menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajemen (Dharmastuti, 2013). Penurunan ataupun peningkatan agency cost dipengaruhi olah sejumlah variabel internal corporate governance yaitu persentase non-eksekutif dan eksekutif direktur, proporsi komisaris independen, komite audit, struktur utang dan struktur remunerasi. Komposisi struktur dewan direksi merupakan suatu mekanisme penting untuk menekan agency cost, karena kehadiran non-eksekutif direktur menjadi sarana pemantauan tindakan eksekutif direktur dan memastikan bahwa eksekutif direktur membuat kebijakan yang sejalan dengan kepentingan shareholders. Noneksekutif direktur memiliki dua karakteristik yang memungkinkan mereka untuk memenuhi fungsi pengawasan mereka. Pertama, independensi mereka dan kedua, mereka berusaha mempertahankan reputasi mereka dalam pasar tenaga kerja (Weir et al, 2002). Keseimbangan proporsi non-eksekutif direktur dengan eksekutif direktur dapat membatasi kebijakan manajer dalam pengeksplotasian pengawasan dan melindungi reputasi mereka sendiri sebagai pengambil keputusan yang independen (Florackis dan Ozkan, 2004). Meskipun non-eksekutif direktur memiliki karakteristik tertentu seperti independensi dan pengalaman, namun penelitian Agrawal dan Knocker (1996) menemukan non eksekutif direktur yang 7
dikarakteristikkan dengan kurang informasi mengenai perusahaan, tidak bisa menjadi tenaga yang diperlukan perusahaan. Kunci dari terciptanya good corporate governance ialah pembentukan dewan komisaris. Untuk mengatasi kemungkinan adanya asimetri informasi, prinsipal menunjuk dewan komisaris dalam perusahaan. Dewan komisaris beroperasi sebagai perwakilan prinsipal, baik mayoritas maupun minoritas. Sehingga dewan komisaris merupakan alat pengendalian dan elemen yang sangat penting dalam mekanisme internal corporate governance. Untuk melindungi kepentingan pemengang saham minoritas, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan minimum 30% jumlah anggota dewan komisaris harus independen dari perusahaan dan pemegang saham mayoritas. Dalam perannya, komisaris independen diharapkan memiliki kompetensi dan pengalaman sesuai dengan kebutuhan perusahaan, yang akan membawa dewan komisaris lebih efektif dalam menjalankan tugasnya (Kusnandi, 2003 dalam Hadiprajitno, 2013). Penelitian Sanjaya dan Christianti (2012) mendukung teori tersebut, apabila proporsi komisaris independen meningkat maka agency cost akan menurun. Sebaliknya Hadiprajitno (2013) menemukan jumlah komisaris independen dan rapat dewan justru meningkatkan agency cost. Komite audit hadir untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya. Bapepam dengan Surat Edaran No. SE03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal 3 orang yang diketuai oleh satu orang komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap 8
perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Jika fungsi pengawasan benar-benar dijalankan dengan baik tentu kecurangan didalam pengelolaan perusahaan akan dapat dihindari salah satunya adalah mengurangi agency cost (Agrawal dan Chadha, 2005). Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa cara lain menengahi masalah keagenan adalah dengan meningkatkan utang. Dengan meningkatnya utang yang dimiliki perusahaan, maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Struktur utang berfungsi sebagai alat pengawasan agency cost. Penelitian Ang et al (2000) menemukan utang bank dapat menciptakan eksternalitas positif dalam bentuk agency cost yang lebih rendah. Namun untuk perusahaan yang tingkat pertumbuhannya tinggi tidak mengalami permasalahan dalam free cash flow (Florackis dan Ozkan, 2004). Mekanisme internal corporate governance lainnya ialah struktur remunerasi. Remunerasi merupakan total tunjangan atau kompensasi yang diterima oleh para dewan atas jasa yang telah dilakukannya. Semakin tinggi remunerasi dewan maka agency cost semakin rendah (Gul et al,2012 dan Yegon et al, 2014). Remunerasi memiliki tujuan untuk memberikan motivasi kepada para dewan untuk meningkatkan kinerjanya. Sejalan dengan hal tersebut, maka fungsi pengawasan dari para dewan akan berlangsung efektif, dan mengurangi agency cost. Tidak hanya mekanisme internal corporate governance yang dapat mempengaruhi agency cost, tetapi juga terdapat mekanisme eksternal corporate 9
governance yang dapat meningkatkan maupun menekan agency cost. Dalam penelitian ini, mekanisme eksternal corporate governance akan diproksikan dengan kepemilikan institusional dan kompetisi pasar. Kepemilikan institusional merupakan suatu bentuk kepemilikan saham dimana pemegang sahamnya berbentuk institusi atau bersifat pasif dalam kegiatan operasional perusahaan. Institusi sebagai investor perusahaan memiliki kemampuan dalam memperoleh informasi perusahaan, melakukan monitoring agen dan mempengaruhi kebijakan strategis perusahaan (Dharmastuti, 2013). Perusahaan dengan kepemilikan saham institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Pemegang saham pasti berkeinginan agar mendapat return yang optimal atas investasi perusahaan, sehingga kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan pada kinerja manajemen. Kunci mekanisme eksternal corporate governance ialah pasar sebagai pengendali perusahaan. Dalam penelitian Weir et al (2002) yang menggunakan sampel perusahaan di Inggris menemukan bahwa pasar sebagai pengendali perusahaan merupakan mekanisme yang efektif dan karena itu dapat dianggap sebagai pengganti mekanisme tata kelola lainnya. Terdapat kontradiksi dalam penafsiran persaingan terhadap agency cost, sudut pandang pertama adalah ketika perusahaan menghadapi persaingan yang kompetitif maka perusahaan akan lebih merasakan tingkat risiko likuiditas dan risiko kebangkrutan yang lebih tinggi. Sudut pandang yang kedua adalah persaingan yang merupakan salah satu peran 10
dari good corporate governance akan mengurangi jumlah agency cost antara pemegang saham dan agen (Schmidt, 1997 dalam Prawibowo dan Juliarto, 2014). Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masih terdapat fenomena pada agency cost dan beberapa penelitian yang inkonsisten. Penelitian ini bermaksud untuk meneliti agency cost dengan melihat masing-masing unsur agency cost, yaitu monitoring cost bonding cost dan residual loss yang dijelaskan melalui mekanisme corporate governance, dengan perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014 sebagai objek penelitian. Pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah persentase non-eksekutif dan eksekutif direktur berpengaruh pada agency cost? 2) Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh pada agency cost? 3) Apakah komite audit berpengaruh pada agency cost? 4) Apakah struktur utang berpengaruh pada agency cost? 5) Apakah struktur remunerasi berpengaruh pada agency cost? 6) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh pada agency cost? 7) Apakah kompetisi pasar berpengaruh pada agency cost? 11
1.2 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah. 1) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh persentase noneksekutif dan eksekutif direktur pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 2) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh proporsi komisaris independen pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 3) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh komite audit pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 4) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh struktur utang pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 5) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh struktur remunerasi pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 6) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan institusional pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 12
7) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kompetisi pasar pada agency cost perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 1.3 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Kegunaan teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk memperkuat teori yang ada, khususnya yang berhubungan agency cost, serta nantinya diharapkan agar dapat digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian pada bidang yang sama. 2) Kegunaan praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil kebijaksanaan terutama yang berkaitan dengan masalah agency cost. 13
1.4 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri atas lima bab, dan antara satu bab dengan bab yang lain merupakan satu kesatuan. Secara garis besar isi dari masing-masing bab dapat digambarkan sebagai berikut. Bab I : Pendahuluan Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah dan pokok permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan landasan teori yang mendukung penelitian dan perumusan hipotesis berdasarkan teori yang berkembang dan penelitian-penelitian terdahulu sebagai acuan dalam penelitian sekarang. Bab III : Metode Penelitian Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. 14
Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan tentang gambaran umum perusahaan, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian. Bab V : Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan simpulan dari hasil penelitian serta saran bagi penelitian selanjutnya. 15