BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2015

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2010

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2016

Universitas Bina Darma

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2010

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2010

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2011

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2010

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2013

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2009

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN OKTOBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KALIMANTAN UTARA MARET 2017

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2013

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN JANUARI 2017

JAKARTA, 12 DESEMBER Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua.

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada dalam suatu negara,

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI LAMPUNG DESEMBER 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN MEI 2017

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN APRIL 2017

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI LAMPUNG JANUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu negara tidak akan terpenuhi. Perdagangan internasional yang baik adalah perdagangan internasional yang saling menguntungkan (win-win solution). Latar belakang timbulnya perdagangan internasional karena adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara. Eksportir dan importir adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional. Eksportir adalah orang-perorangan, badan usaha (usaha mikro, kecil, menengah, besar), dan atau pemerintah yang menjual barang keluar negeri. Sedangkan importir adalah orang-perorangan, badan usaha, dan atau pemerintah yang membeli barang dari luar negeri. Untuk memperlancar kegiatan perdagangan internasional diperlukan regulasi, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada umumnya setiap negara memiliki regulasi perdagangan (dalam negeri) yang berbeda, seperti tarif, kuota, dan subsidi. General Agreement Tariff and Trade (GATT) adalah persetujuan perdagangan internasional yang mengatur tentang tarif dan perdagangan. Penjual dan pembeli yang tidak mematuhi regulasi dalam negeri maupun luar negeri disebut illegal. Sebagai contoh seorang penumpang pesawat pergi dari negara A ke negara B dengan membawa beras 300 kg, beras

tersebut tidak akan diijinkan masuk ke dalam negara tujuan. Karena terdapat indikasi ingin menghindari tarif perdagangan internasional. Aturan yang mengatur ketentuan impor dan ekspor beras di Indonesia adalah Peraturan Mendag No.12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras. Salah satu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (PDB) suatu negara adalah meningkatkan aktifitas ekspor. Pengutamaan ekspor di Indonesia telah digalakkan sejak tahun 1983. Hal ini diwujudkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1983 Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Persero dalam Bidang Jaminan Kredit Ekspor dan Asuransi Ekspor. Penggalakan ekspor non migas di Indonesia dimulai pada tahun 1988. Presiden Soeharto menginstruksikan penggalakan ekspor non migas dalam rapat kabinet terbatas bidang Ekonomi Keuangan dan Internasional (EKUIN) di Bina Graha tanggal 6 oktober 1988. Seluruh atase perdagangan Indonesia dan perwakilan perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri diminta untuk memberikan informasi yang cukup mengenai komoditi non-migas yang sudah diekspor ke negara tempat mereka bertugas. Mereka juga diharapkan memberikan informasi mengenai jenis komoditi lain yang masih dapat diekspor ke negara tersebut. Presiden Soeharto juga memberi perhatian terhadap tarif angkutan (freigh forwarding) yang dinilai masih cukup tinggi yang dapat mengganggu usaha penggalakan ekspor non-migas Indonesia. Untuk itu Menteri Perhubungan diperintahkan untuk mengkaji kembali masalah tarif angkutan.

Sejak era kepemimpinan Soeharto, ekspor non migas telah menjadi perhatian pemerintah. Terlebih saat ini Indonesia telah memasuk era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA diresmikan pada tanggal 1 Januari 2016, dan mulai dijalankan pada tanggal 4 Januari 2016. MEA bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi. Secara ekonomi MEA terintegrasi dengan regulasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang didalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja. MEA akan berdampak positif pada peningkatan daya saing produk-produk non migas Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2010), ekspor non migas Indonesia mampu memberikan nilai tambah lebih tinggi bagi neraca perdagangan Indonesia dibandingkan dengan ekspor migas. Nilai ekspor non migas Indonesia pada tahun 2010 sebesar 129.739,5 juta US$ jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai ekspor migas yang hanya mencapai 28.039,6 juta US$. Data BPS menunjukkan bahwa ekspor non migas Indonesia dari tahun 1983-2015 mengalami peningkatan yang signifikan, yakni dari 5.005,2 juta US$ menjadi 131.791,9 juta US$. Lima negara tujuan ekspor non migas terbesar Indonesia pada tahun 2015 adalah Amerika Serikat, China, Jepang, India, dan Singapura. Nilai ekspor non migas Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 15.308 juta US$, China 13.260 juta US$, Jepang 13.096 juta US$, India 11.601 juta US$, dan Singapura 8.661 juta US$. Negara maju cenderung memilih impor dari negara sedang berkembang, karena faktor harga

yang lebih murah. Sedangkan China, Singapura, dan India salah satunya karena faktor geografis. Jarak geografis antar negara dapat menentukan importir dalam memilih mitra dagang (Cost Insurance and Freight). Terpilihnya Donal Trump sebagai Presiden Amerika Serikat diyakini akan mengubah arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Pada debat capres bersama Hillary Clinton, Donal Trump menyampaikan besarnya ketergantungan impor Amerika Serikat terhadap Tiongkok. Dalam debat tersebut, Donal Trump menyampaikan akan mengurangi ketergantungan impor Amerika Serikat kepada Tiongkok. Kebijakan Donal Trump ini bertujuan untuk untuk meningkatkan produktifitas perusahaan dalam negeri. Tetapi Indonesia tidak perlu kawatir terhadap kebijakan kuota dan proteksi perdagangan oleh Donal Trump, karena perdagangan bilateral yang dilakukan oleh Indonesia dan Amerika Serikat bersifat saling membutuhkan. Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US$ menyebabkan peningkatan ekspor non migas Indonesia ke Amerika Serikat. Karena produkproduk non migas Indonesia menjadi lebih murah bagi masyarakat Amerika Serikat. Dari segi ekspor, sebenarnya hal ini menguntungkan bagi Indonesia. Pada pemikiran merkantilisme (pra-klasik) disebutkan bahwa kemakmuran suatu negara dapat dilihat dari neraca perdagangan yang surplus. Neraca perdagangan surplus adalah nilai ekspor yang lebih besar dari nilai impor (E > M). Berikut ini adalah tabel neraca perdagangan Indonesia.

Tabel 1.1 : Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia (Nilai : Juta US$) Tahun Ekspor Impor Neraca Migas Non Migas Migas Non Migas Migas Non Migas 1983 16.140,70 5.005,20 4.144,80 12.207,00 11.995,90-7.201,80 1984 16.018.10 5.869,70 2.696,80 11.185,30 13.321,30-5.315,60 1985 12.717.80 5.868,90 1.275,60 8.983,50 11.442,20-3.114,60 1986 8.276.60 6.528,40 1.086,40 9.632,00 7.190,20-3.103,60 1987 8.556,00 8.579,60 1.067,90 11.302,40 7.488,10-2.722,80 1988 7861,6 11.536,90 909 12.339,50 6.772,60-802,6 1989 8678,8 13.480,10 1.195,20 15.164,40 7.483,60-1.684,30 1990 11.071,10 14.604,20 1.920,40 19.916,60 9.150,70-5.312,40 1991 10.894,90 18.247,50 2.310,30 23.558,50 8.584,60-5.311,00 1992 10.670,90 23.296,10 2.115,00 25.164,60 8.555,90-1.868,50 1993 9.745,40 27.077,60 2.170,60 26.157,20 7.574,80 920,4 1994 9.693,60 30.354,80 2.367,40 29.616,10 7.326,20 738,7 1995 10.464,40 34.953,60 2.910,80 37.717,90 7.553,60-2.764,30 1996 11.722,00 38.092,90 3.595,50 39.333,00 8.126,50-1.240,10 1997 11.622,50 41.821,00 3.924,10 37.755,70 7.698,40 4.065,30 1998 7.872,50 40.975,30 2.653,70 24.683,20 5.218,60 16.292,10 1999 9.792,20 38.873,20 3.681,10 20.322,20 6.111,10 18.551,00 2000 14.366,60 47.757,40 6.019,50 27.495,30 8.347,10 20.262,10 2001 12.636,30 43.684,60 5.471,80 25.490,30 7.164,50 18.194,30 2002 12.112,70 45.046,10 6.525,80 24.763,10 5.586,90 20.283,00 2003 13.651,36 47.406,90 7.610,90 24.939,80 6.040,46 22.467,10 2004 15.645,30 55.939,20 11.732,00 34.792,50 3.913,30 21.146,70 2005 19.231,56 66.428,36 17.457,70 40.243,20 1.773,86 26.185,16 2006 21.209,50 79.589,04 18.962,90 42.102,60 2.246,60 37.486,44 2007 22.088,60 92.012,40 21.932,70 52.540,60 155,9 39.471,80 2008 29.126,25 107.894,23 30.552,90 98.644,40-1.426,65 9.249,83 2009 19.018,30 97.491,70 18.980,70 77.848,50 37,6 19.643,20 2010 28.039,60 129.739,50 27.412,70 108.250,60 626,9 21.488,90 2011 41.477,00 162.019,60 40.701,50 136.734 775,5 25.285,60 2012 36.977,30 153.043,00 42.564,20 149.125,30-5.586,90 3.917,70 2013 32.633,00 149.918,00 45.266,40 141.362,30-12.633,40 8.556,50 2014 30.018,80 145.961,20 43.459,90 134.718,90-13.441,10 11.242,30 2015 18.574,40 131.791,90 24.613,20 118.082,40-6.038,80 13.709,50 Total 511.593,17 1.920.888,13 409.289,40 1.602.172,90 102.303,77 318.715,23