I. PENDAHULUAN. Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang. Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN 2007 NOMOR 52, TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 63 PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 2 Tahun 2007 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. didalamnya menetapkan kebijakan tentang desa dimana penyelenggaraan

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

I. PENDAHULUAN. Kedudukan desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diakui sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

I. PENDAHULUAN. tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi memegang peranan yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

Dengan Kesepakatan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LUMBUNG KAUH dan PERBEKEL LUMBUNG KAUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

I. PENDAHULUAN. susunan pemerintahnya ditetapkan dengan undang-undang. Penyelenggaraan. dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 54 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia saat ini di dasarkan pada Undang-Undang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2002 BANTUAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DESA BUPATI BANGKA,

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KA1?ANGASEM NOMOR52 TAHUN2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 5 TAHUN 2000 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. yang sedikit mirip dengan negara serikat/federal 1. Namun terdapat perbedaanperbedaan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

SAMBUTAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

BAB II LANDASAN TEORI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Desa sebagai daerah otonomi yang bulat dan utuh serta bukan pemberian dari pemerintah, sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki desa tersebut. Otonomi desa diakui secara nyata sehingga menjadi daerah yang bersifat istimewa dan mandiri, memiliki identitas sendiri. Desa bukan merupakan unsur pelaksana administratif kabupaten atau kecamatan. Secara administratif desa berada di bawah pemerintahan kabupaten, hal ini sesuai dengan pasal 200 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan daerah, desa merupakan desentralisasi dari sistem pemerintahan.

2 Pemerintahan desa merupakan subsistem penyelenggaraan pemerintah daerah, yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan perkembangan pemerintahan. Upaya untuk memperbaiki sistem pemerintahan desa terus diupayakan dengan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Hal ini dapat diketahui dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Landasan hukum tersebut menunjukkan secara tegas adanya pergeseran kewenangan kepada pemerintah desa, sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak lagi campur tangan secara langsung akan tetapi hanya bersifat fasilitator yaitu memberikan pedoman, arahan, bimbingan, pelatihan dan termasuk pengawasan representatif terhadap Peraturan Desa dan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Pemerintah desa menyelenggarakan pemerintahan dan mengelola segala urusan sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat setempat. Hal ini bermakna bahwa pemerintah desa memiliki kewenangan khusus dalam menyelenggarakan pemerintahan dan memberikan pelayanan publik. Kewenangan yang dimiliki pemerintah desa tersebut sesuai dengan tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Mardiasmo, ( 2002: 46), menyatakan bahwa pada dasarnya terkandung tiga tujuan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan

3 sumber daya daerah, dan memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Otonomi mengisyaratkan peran masyarakat dalam pembangunan semakin besar baik dalam kegiatan ekonomi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut maka permasalahan dihadapi oleh aparat pemerintah desa adalah kualitas dan kinerja aparatur pemerintahan desa yang masih relatif terbatas dalam memberikan pelayanan publik. Permasalahan sumber daya manusia dalam suatu organisasi pemerintahan mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat sebagai pelayan publik yang diukur dari kemampuan aparat dalam melayani masyarakat di desa yang bersangkutan. Kemampuan aparat desa yang handal dalam memberikan pelayanan sangat diharapkan sebab penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat desa. Pemberdayaan masyarakat memiliki makna penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat, yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4 Selain itu, kemampuan aparat desa harus melingkupi segala urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan yang diserahkan kepada kepala desa. Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Menurut Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, menyebutkan bahwa salah satu landasan pemikiran pengaturan mengenai desa adalah otonomi asli, yang memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang mengikuti perkembangan jaman. Otonomi desa memiliki makna berbeda dengan otonomi daerah, otonomi daerah lebih diartikan sebagai pemberian wewenang oleh pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersangkutan. Sedangkan makna otonomi desa lebih bersifat otonomi asli, yaitu pengaturan penyelenggaraan pemerintahan desa tetap dikembalikan pada

5 desa sendiri, yaitu disesuaikan dengan adat istiadat serta kebiasaan masyarakat setempat.otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri. Aparat desa memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintah desa, walau partisipasi masyarakat serta faktor lainnya tidak dapat diabaikan. Hal ini karena pemerintah yang berperan menggali dan menggerakkan beberapa faktor yang turut menentukan bagi keberhasilan pemerintahan, yaitu partisipasi masyarakat atas segala norma budaya yang hidup di dalamnya. Dalam upaya mewujudkan pimpinan pemerintah desa, aparat desa terutama sekretaris desa sebagai pembantu kepala desa harus mampu melayani dan mengayomi masyarakat, mengerakkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta menyelenggarakan fungsi pemerintahan desa secara efisien dan efektif. Berdasarkan hasil prariset pada Kantor Pemerintah Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran maka diketahui bahwa kondisi pelayanan yang diberikan aparat pemerintah desa kepada masyarakat yang mengurus surat menyurat relatif belum optimal, hal ini terlihat dari tidak jelasnya prosedur pelayanan, kurang jelasnya papan informasi mengenai prosedur dan biaya pelayanan. Blangko-blangko administrasi dan surat menyurat juga tidak tertata dengan rapih serta masih tercampur dalam satu lemari, sehingga aparat

6 pemerintah desa cukup mengalami kesulitan mencari-cari blangko yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu peralatan kantor yang digunakan untuk melayani masyarakat juga masih terbatas, di antaranya terbatasnya kemampuan aparat pemerintah desa dalam menggunakan komputer sebagai sarana pelayanan yang lebih efektif, meksipun sudah ada komputer dan printer nampak aparat masih menggunakan mesin ketik manual. Selainitu hasil wawancara prariset pada tiga orang warga menunjukkan bahwa proses pengurusan dan pembuatan KTP masih cukup menyulitkan warga, misalnya pengantar dari Ketua RT, waktu pembuatan yang melebihi satu minggu dan ketidakjelasan biaya pembuatan KTP. Data di atas menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik pemerintahan Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran masih belum sesuai dengan harapan. (Prariset pada Kantor Pemerintah Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, Jumat 25 Mei 2012). Pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Pasuraman dalam Lupiyoadi (2006: 182), yang menyatakan bahwa ada lima dimensi kualitas pelayanan publik, yaitu reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), emphaty (perhatian) dan tangibles (kemampuan fisik). Lima dimensi pelayanan publik tersebut diterapkan dalam penelitian ini, mengingat kelima dimensi ini dapat diimplementasikan pada proses pelayanan publik oleh aparat Pemerintah Desa Kebagusan kepada masyarakat. Setiap warga masyarakat yang mendapatkan pelayanan publik tentunya memiliki kepuasan yang berbeda-beda terhadap pelayanan publik yang diberikan. Kepuasan tersebut akan muncuk sesuai dengan pelayanan publik yang mereka terima.

7 Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pemerintahan Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dikemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pemerintahan Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pemerintahan Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi pemikiran bagi studi Ilmu Pemerintahan terutama yang berkaitan dengan kepuasan masyarakat terhadap kemampuan aparat pemerintah desa dalam melaksanakan pelayanan publik.

8 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aparat pemerintah Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dalam meningkatkan pelayanan publik sesuai dengan tuntutan otonomi desa. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian mengenai pemerintahan desa dan pelayanan publik di masa-masa yang akan datang.