TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB II PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENCURIAN DALAM KELUARGA. A. Pencurian Dalam Keluarga Merupakan Delik Aduan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua Penyidikan

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku kedua, Bab XXII, Pasal 362 yang berbunyi: Barang siapa mengambil barang sesuatu yang keseluruhannya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud memiliki secara melawan hukum diancam karna pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah. Dengan melihat rumusan pasal tersebut diketahui bahwa kejahatan pencurian merupakan tindak pidana yang dirumuskan secara formil, dalam hal ini yang dilarang dan diancam adalah suatu perbuatan mengambil. 2. Unsur-Unsur Untuk menentukan suatu tindak pidana pencurian perlu diketahui unsure-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif 1. Perbuatan mengambil 2. Suatu benda

13 3. Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain b. Unsur-unsur subjektif 1. Maksud dari si pembuat 2. Untuk memiliki benda itu sendiri 3. Secara melawan hokum 1. Perbuatan mengambil Perbuatan mengambil diartikan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaan yang nyata dan mutlak, untuk dapat membawa sesuatu benda dibawah kekuasaan yang mutlak, seseorang pertamatama tentulah mempunyai maksud atau tahap persiapan dan tahap dimulainya pelaksanaan. ( P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, 1981 : 79 81 ) Pengertian perbuatan mengambil ini telah mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan unsure lain, dalam kejahatan perncurian yakni unsure benda tidak berwujud dan tidak bergerak. Pengertian perbuatan mengambil tidak hanya terbatas pada memindahkan suatu benda dengan jalan :membawa (dengan tangan) tetapi perbuatan itu ada, bila dengan cara sedemikian rupa, suatu benda telah berpindah dari temapat semual ke tempat yang dikehendaki agar dapat dikuasai. 2. Suatu benda Unsur benda dalam kejahatan merupakan objek dari perbuatan, dalam Pasal 362 KUHP pengertian benda adalah benda berwujud yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (benda bergerak) namun dalam perkembangannya meluas

14 menjadi benda tidak bergerak dan tidak berwujud dengan alas an bahwa benda-benda tersebut mempunyai nilai ekonomis atau berharga bagi pemiliknya. 3. Seluruhnya atau sebagian Unsur kepunyaan orang dalam Pasal 362 KUHP merupakan terjemahan dari perkataan oogmerk perkataan oogmerk ini pengertiannya sama dengan opzet yang dapat diartikan dengan kesengajaan atau dengan maksud. Dengan demikian dapat dikatakan delik pencurian sebagai delik kesengajaan. Kesengajaan ini sendiri dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan secara disadari, dimana dalam perbuatan tersebut yang menghendaki melakukannya serta mengerti pula akan akibat yang timbul dari perbuatannya. Dalam ilmu hukum, kesengajaan itu dikenal dengan 3 bentuk yaitu : 1. Kesengajaan sebagai maksud ( opzet bij oogmerk ) yang berarti bahwa seseorang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja, perbuatan mana menjadi tujuan sesuai dengan kehendaknya. 2. Kesengajaan sebagai kepastian ( opzet bij zakerheids ) yang berarti bahwa seseorang melakukan suatu perbuatan dimana sangat disadarinya bahwa akibat lain yang lain bukan menjadi perbuatannya pasti timbul, terhadap akibat lain yang timbul bukan merupakan tujuan perbuatannya, dikatakan adanya kesengajaan sebagai kepastian. 3. Kesengajaan sebagai kemungkinan ( dolus eventualis ) yang berarti seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan tertentu, dimana tidak disadarinya bahwa

15 selain tujuannya tercapai maka mungkin ada akibat lain yang kehendakinya dapat terjadi. ( Wirjono Prodjodikoro, 1989 : 61, 65 ) B. Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Pengertian Asas Praduga Tak Bersalah : Didalam penegakan hukum dalam hal ini penerapan hukum pidana dikenal dengan adanya asas praduga tak bersalah, yang merupakan suatu asas yang menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia dalam proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Dimana seorang tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapatkan hak-haknya ( Pasal 52 117 KUHAP ), berbicara tentang hak asasi manusia maka perhatian kita akan tertuju pada Pernyataan Sejagad Hak-hak Asasi Manusia atau dengan bahasa asingnya Universal Declaration of Human Rights beberapa ketentuan tentang hakhak asasi manusia dalam The Universal Declaration of Human Rights sebagai berikut : 1. Persamaan didepan hukum 2. Perlindungan terhadap penangkapan penahanan yang sewenang-wenang 3. Hak untuk diadili oleh pengadilan yang adil 4. Kemerdekaan untuk berfikir, berkeyakinan, dan beragama 5. Kemerdekaan untuk berkumpul secara damai dan memasuki perkumpulan. Dalam Undang-undang 1945, menurut J.C.T Simorangkir ( 1983 : 42 ) ada delapan pasal yang mengandung pengertian tentang hak-hak asasi manusia.

16 Ada pun ke delapan pasal tersebut sebagai berikut: 1. Pasal 27 (1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2. Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dalam Undang-undang. 3. Pasal 29 (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing. 4. Pasal 40 (1) Tiap warga Negara behak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara (2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan Undang-undang 5. Pasal 31 (1) Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang. 6. Pasal 32 Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. 7. Pasal 32 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama dan berdasarkan atas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 8. Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Dari ketentuan tersebut, pada garis besarnya berisi hak-hak asasi manusia mendapat jaminan perlindungan di Negara Republik Indonesia, sehingga walau tersangka melakukan tindak pidana tetap harus dianggap tidak bersalah ( Menurut

17 Undang-undang ) sebelum adanya keputusan yang sah dari pengadilan yang menyatakan kesalahannya. C. Tugas dan Wewenang Penyidik Penyidik adalah seorang polisi Negara yang diberi wewenang khusus untuk melakukan proses penyidikan didalam proses penyidikan polisi Negara mempunyai jabatan sebagai penyidik utama dan dibantu oleh seorang pegawai negeri sipil selanjutnya disebut sebagai penyidik pembantu. Penyidik/Penyidik pembantu berkewajiban untuk segera melaksanakan tindak penyidikan yang diperlukan, bilamana ia sendiri yang mengetahui atau telah menerima laporan baik itu berupa lisan atau tulisan yang datangnya langsung dari pelapor/pengadu serta dapat secara lisan dicatat oleh penyidik dan ditanda-tangani oleh pelapor/pengadu maupun penyidik sendiri. Dalam proses penyidikan berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, penyitaan untuk mempermudah penyelidikan dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia yang dijadikan salah satu landasan pokok serta menjiwai KUHAP, serta waib memperhatikan asas Equal before the law dan asas praduga tak bersalah sehingga hak asasi seseorang tersebut dihormati dan dijunjung tinggi harkat martabatnya. Dalam pasal 1 butir 1 KUHAP dinyatakan : Bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

18 Berdasarkan pasal 1 butir 1 KUHAP diatas, lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah NO. 27 TAHUN 1983 mengenai kewenangan pejabat penyidik. Sedangkan tentang syarat-syarat seorang penyidik dapat dilihat pada Pasal 2 PP NO. 27 TAHUN 1983 yang menetapkan syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik sebagai berikut : 1. Polisi Negara R.I yangberpangkat sekurang-kurangnya AJUN INSPEKTUR POLISI 2 (AIBDA). 2. Apabila di suatu sektor kepolisian tindak ada pejabat penyidik maka komandan sektor kepoloisian yang berpangkat bintara dibawah AJUN INSPEKTUR POLISI 2 (AIBDA) karma jabatannya dalah sebagai penyidik. 3. Penyidik plisi Negara ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( KAPOLRI), wewenang penunjukan tersebut dapat dilimpahkan kepada penjabat kepolisian lain. Disamping pejabat penyidik, dalam Pasal 10 KUHAP ditentukan pula tentang pejabat penyidik pembantu: Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta pengumpulan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Kegiatan-kegiatan yang merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang penyidik dalam rangka proses penyidikan tersangka pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dapat digolangkan menjadi 4 tahap, yaitu:

19 1. Penyidikan Dalam Pasal 1 butir 4 KUHAP dirumuskan bahwa penyidik adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang karma diberi wewenang oleh undangundang untuk melakuakan penyelidikan, karena penyelidikan disini merupakan tahap persiapan atau permulan dari penyidikan, maka menurut Soesusilo Wono (1982:37) menyatakan : bahwa lembaga penyelidikan mempunyai fungsi sebagai penyaring, apakah suatu peristiwa dapat dilakukan penyidikan ataukah tidak. Sehingga kekeliruan pada tindakan penyidikan yang sudah bersifat upaya paksa terhadap seseorang dapat dihindarkan sedini mungkin. Sedangkan menurut Harun M. Khusain (1991:59), inti dari tindakan penyelidikan adalah : Mengarah pada pengungkapan bukti-bukti tentang telah dilakukannya suatu tindak pidana oleh seseorang yang dicurigai sebagai pelakunya. Oleh karma itu pada tahap ini meskipun masih termasuk dalam tahap penyelidikan, penyelidik harus mendapatkan gambaran tentang : tindak pidana apa yang terjadi, kapan dan dimana terjadinya tindak pidana itu, bagaimana pelakunya melakukan tindak pidana itu, apa akibat-akibat yang di timbulkanya, siapa yang melakukannya dan benda-benda apa yang dapat dipergunakan sebagai barang buktinya. 2. Penindakan Tindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh penyidik terhadap pelaku tindak pidana dalah sebagai berikut : a. Pemanggilan tersangka dan saksi Pemanggilan tersangka dan saksi sebagai salah satu kegiatan penindakan dalam rangka penyidikan tindak pidana, dimaksudkan untuk menghadirkan tersangka atau saksi kedepan penyidik/penyidik pembantu guna diadakan

20 pemeriksaan dalam rangka memproleh keterangan-keterangan dean petunjuk mengenai tindak pidana yang terjadi. Pada hakekatnya pemanggilan tersangka dan saksi sudah membatasi kebebasan seseorang selaras dengan asas perlindungan dan jaminan hak asasi manusia yang diatur dalam KUHAP maka pelaksanaan pemanggilan wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. b. Penangkapan Suatu penangkapan hanya dapat dikenakan kepada seseorang yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup telah disangka melakukan tindak pidana. Dengan kata lain, penangkapan hanya dikenakan terhadap seseorang yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup diduga telah melakukan tindak pidana. Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP, dikemukakan bahwa : yang dimaksud bukti permulaan yang cukup, ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. c. Penahanan Untuk kepentingan penyidikan suatu tindak pidana, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik dapat melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (I) jo Pasal 11 KUHAP). Penahanan yang dilakukan penyidik sebagaimana yang dimaksud Pasal 20 (I) KUHAP, berlaku paling lama 20 hari (Pasal 24 ayat (I) KUHAP), jangka waktu 20 hari tersebut guna kepentingan pemeriksa yang belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 40 hari (Pasal 24 ayat (2) KUHAP). Pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP, ditentukan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap

21 tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana, atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : 1. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih 2. Tindak pidana tersebut bagaimana diuraikan satu persatu dalam Pasal 21ayat (4) huruf b KUHAP d. Penggeledahan KUHAP mengenal tiga bentuk penggeledahan, yakni penggeledahan rumah, penggeledahan badan dan penggeledahan pakaian, KUHAP hanya memberikan kewenangan untuk melakukan pengeledahan hanya kepada para penyelidik atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 5ayat (1) huruf b butir 1, kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP. 3. Pemeriksaan Pemriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangaka atau saksi dan atau berang bukti maupun tentang unsureunsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan barang bukti didalam tindak pidana tersebut jadi jelas. Dari definisi pemeriksa diatas, penulis hanya memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini yaitu mengenai aspek hak-hak asasi manusia dalam kaitanya dengan asas praduga takbersalah dalam melakukan pemriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Beberapa hal yang merupakan hakhak tersangka yang harus dihargai dan dihormati, diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Diantara sekian banyak hak tersangaka tersebut

22 beberapa diantaranya harus terlihat secara nyata dalam Berita Acara Pemeriksaan. Tersangka bahwa hak-hak tersangaka telah terpenuhi/dilaksanakan dalam pemeriksaan. Menurut Erni Widhanti (1998 : 1) : Menegakkan keadilan lewat lembaga peradilan selalu menyandang konsekuensi mengorbankan tersangka/terdakwa untuk menjadi objek pemeriksaan. Ada jaminan bagi tersangka/terdakwa, yaitu asas praduga tak bersalah, namun jaminan tersebut tidak cukup memadai, harus ada jaminan kedudukan tersangka/terdakwa cukup kuat tidak sekedar sebagai objek tetapi sedapat mungkin dapat menjadi subjek yang bersama aparat penegak hukum berupaya menemukan putusan yang adil. Diatur secara khusus hak-hak tersangka didalam KUHAP, maksudnya adalah tidak lain agar dalam proses penanganan perkara hak-hak itu dapat memberikan batas-batas yang jelas dan tegas bagi kewenangan aparat penegak hukum, agar tersangka dapat terhindar dari tindakan yang sewenang-wenang. Pemeberian jaminan dan perlindungan terhadap tersangka ditunjukan agar dalam proses pemeriksaan, pelaksanaan asas praduga tak bersalah dan penegakkan hukum itu benar-benar dapat didasarkan kepada kebenaran materil, dengan demikian diperoleh jaminan bahwa tujuan terakhir dari KUHAP yakni untuk menegakkan kebenaran dan keadilan secara kongkrit dalam suatu perkara pidana.