JRL Vol. 4 No.3 Hal 171-179 Jakarta, September 2008 ISSN : 2085-3866 PERUBAHAN PARAMETER BIOGEOFISIK DAN LINGKUNGAN TPA SAMPAH LEUWIGAJAH PASCA BENCANA LONGSOR Wahyu Purwanta Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. MH. Thamrin No 8, Gd II, Lt 19, Jakarta 10340 Abstract This study is conduct to evaluate the changes of biogeophysical aspects of Leuwigajah Dumping Area (TPA) after the slidding event of municipal solid wastes in 2005. It is necessary to reuse the TPA in the future through rehabilitation and revitalitation.the study is important due to the detail engineering design (DED) of new TPA which is still in an on going process, whereas need some consideration from technical and non-technical aspects. The result of geological survey showed that there is no significant changes in geological condition, whether the changes were found in groundwater and surface water quality, before and after the slidding event. At the other side, the result of existing solid waste material showed that a high heavy metals content was found in the bulk material. It is also found that the quality of degraded material yet is closed to compost, with a C/N ratio between 12,04 to 15,74. This compost-soil is recommended for daily cover soil at the TPA. So, before operating a new TPA, landfill mining must be done as initial activity.to reduce or minimize environmental impact the new TPA has to apply sanitary landfill method. Key words : biogeophysical, post slidding, Leuwigajah dumping area 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Secara administratif, Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) Leuwigajah terletak di Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi dan Desa Batujajar Timur Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung. Luasan TPA Leuwigajah 25,1 Ha, dimana kepemilikannya terbagi atas Kota Bandung 17 Ha, Kabupaten Bandung 5,5 Ha dan Kota Cimahi 2,6 Ha (BPLHD Jabar, 2005) Tulisan ini mencoba memaparkan hasil analisis terhadap kondisi biogeofisik lingkungan sekitar TPA Leuwigajah berdasarkan penelusuran putaka maupun hasil pengukuran langsung ke lapangan, sebagai antisipasi dan rekomendasi bagi penggunaan kembali TPA tersebut di masa datang. Aspek biogeofi sik suatu TPA merupakan salah satu prasyarat dalam penentuan lokasi TPA disamping aspek-aspek lain seperti hukum dan sosial ekonomi dan budaya. 2. Analisa Kondisi Pasca Longsor 2.1 Perubahan Fisik a. Bau Sampah (odors) Kondisi lingkungan disekitar TPA Leuwigajah pasca bencana longsor tidak higienis, lalat berterbangan dan bau menyengat telah tercium dari kejauhan. Evaluasi tidak langsung terhadap kebauan telah dilakukan oleh Satgas ITB dengan melakukan pengukuran Indeks-Lalat (Fly-Index=FI) dari pengukuran diperoleh keterangan bahwa sebelum terjadinya longsor nilai FI relatif lebih rendah yaitu area PD. Kebersihan (FI=118), Kampung Cireundeu (FI=12), Kampung Pojok (FI=13) dan Kampung Cilimus (FI=9). Tingginya rata-rata kepadatan lalat dibandingkan dengan angka standard lebih tinggi dibandingkan sebelum longsor, menunjukkan bahwa longsoran sampah dapat membawa permasalahan sanitasi, sehingga upaya proteksi sanitasi dan kesehatan lingkungan dilokasi tersebut sangat dibutuhkan. 171 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
b. Udara Ambien d. Kualitas Air Lindi (Leachate) Longsornya timbunan sampah Hasil pengambilan sampel lindi menunjukkan menyebabkan terbukanya ruang gerak udara yang semula terkumpul didalam timbunan. kualitas lindi dari TPA Leuwigajah. Sampel ini diambil dari salah satu saluran lindi, yaitu aliran Karena longsornya TPA sampah Leuwigajah lindi pada saluran yang lokasinya dekat dengan memungkinkan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas undara ambient. Indikator udara ambien disekitar TPA yang paling dominan adalah kehadiran CO 2 dan CH 4. Hasil penelitian Satgas ITB diperoleh keterangan bahwa didalam area yang tertimbun sampah, CO 2 yang diukur berada diatas rata-rata kualitas udara ambien. pemukiman. Lindi tersebut memiliki kualitas limbah cair yang buruk, dimana terdapat banyak parameter yang melebihi baku mutu kualitas limbah cair sesuai Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun 1999. Parameter tersebut adalah Zat Padat Terlarut (TDS), Zat Padat Tersuspensi (TSS), Besi (Fe) terlarut, Kadmium (Cd), Nikel (Ni), Sulfida c. Gas Bio (CO 2 dan CH 4 ) (H 2 S), Timbal (Pb), Fenol, Amoniak bebas (NH 3 -N), Nitrit (NO 2 -N), BOD, COD dan minyak nabati. Berdasarkan penelitian Satgas ITB, Tingginya parameter organik berasal sampling ditimbunan sampah menunjukkan dari penguraian material-material organik yang bahwa gas-bio yang diukur berada diatas ratarata kualitas udara ambien dan walaupun terdapat dalam sampah. Disamping itu dalam sampel yang diperiksa ditemukan beberapa timbunan sampah telah mengalami longsoran logam berbahaya seperti Timbal (Pb), Kadmium yang cukup lama, namun tetap berpotensi (Cd) dan Nikel (Ni), yang mengindikasikan bahwa menghasilkan gas-bio yang relatif tinggi logam-logam tersebut akan terakumulasi dalam khususnya CO 2, yang mengindikasikan perlunya lingkungan sekitar secara terus-menerus dan kehati-hatian pada saat dilakukan penataan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran yang longsoran kelak. Dengan sifat gas CO 2 yang serius terhadap tanah, badan air penerima dan lebih berat dibanding udara, maka perlu juga air tanah sekitar lokasi TPA. Hasil pemeriksaan kehati-hatian kemungkinan infi ltrasi gas ini ke kualitas air lindi dari TPA Leuwigajah pra dan sumur-sumur sekitarnya, khususnya pada sumur pasca bencana disajikan dalam tabel berikut. yang ditutup. Tabel 1. Perbandingan Kualitas Lindi Pra (2003) dan Pasca Bencana Longsor (2005) No. Parameter Rentang Hasil Pengukuran Pra (2003) Pasca (2005) Baku Mutu Limbah Cair Gol. 1 *) 1 TDS 24400 26700 2340 10870 2000 2 DO 0,2 0,35 0,3 0,4-3 Nitrit 0,467 0,535 0 1 4 Sulfi da (H2S) 9930 27850 0 0.05 5 BOD 2720 6534 480 1422 50 6 COD 3594,24 11887,2 889,78 5511 100 7 Fe 3,21 13,19 9,1 9,75 5 8 Pb 0,096 0,112 0,06 0,13 0.1 *) SK. Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 172 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Pada Tabel tersebut di atas tampak bahwa hampir seluruh nilai hasil pengukuran pada tahun 2003, sebelum terjadi bencana, lebih tinggi daripada nilai pada tahun 2005 pasca bencana. Perbedaan nilai tersebut dimungkinkan karena telah terjadinya degradasi dan dekomposisi senyawa-senyawa kimia dari material sampah. Selain itu sejak bencana terjadi, TPA ini ditutup sehingga tidak terjadi penambahan material sampah baru, bahkan untuk Nitrit dan H 2 S sudah dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. e. Kualitas Air Permukaan Hasil pengujian laboratorium terhadap kualitas air Sungai Cireundeu menunjukkan adanya beberapa parameter yang melewati baku mutu yaitu warna, kekeruhan, Nitrit (NO 2 -N), seng (Zn), Sulfi da H 2 S), Fenol, BOD dan COD. Adanya parameter nitrit, seng, sulfi de dan fenol yang cukup tinggi tidak dapat dipastikan penyebabnya, dan perlu penelitian lebih lanjut. Namun sebagai gambaran kondisi lingkungan sekitar, terdapat aktivitas warga di Kampung Cireundeu yang memiliki mata pencaharian sebagai penghasil bahan makanan yang berasal dari singkong serta adanya aktivitas warga kampung yang memanfaatkan Sungai Cireundeu untuk pencucian plastik-plastik yang berasal dari TPA dan bernilai ekonomis. Tabel 2 menunjukkan hasil analisa air Sungai Cireundeu di bagian hulu sebelum pertemuan dengan aliran lindi dan di hilir setelah pertemuan dengan dua aliran lindi dari TPA, Hasil pengukuran pada tahun 2003 sebelum terjadinya bencana longsor. Adapun kondisi saat studi ini dilakukan kondisi Sungai Cireundeu mengalami kekeringan karena memasuki musim kemarau. Air yang ada pada sungai tersebut saat ini hanya pada lokasi-lokasi tertentu dan tidak mengalir, itupun merupakan air rembesan dan buangan dari kakus dan kamar mandi warga sekitar serta lindi. Kondisi air tersebut digunakan oleh para pemulung untuk mencuci plastik hasil pulungannya, sehingga secara teknis dan kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan atau pengukuran terhadap air sungai tersebut. f. Kualitas Air Tanah Penduduk di sekitar lokasi TPA Leuwigajah ini mendapatkan sumber air dari air tanah yang berupa mata air (di kampung Cireundeu), sumur gali (di kampong Pojok dan Cilimus) dan sumur bor (kampung Cilimus). Jarak antara aliran sungai Cireundeu yang tercemar dengan sumur warga di kampung Cilimus sekitar 20 50 meter. Hasil pemeriksaan air tanah yang berasal dari sumur-sumur penduduk, menunjukkan bahwa pada sumur yang terletak di kampung Pojok terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu. Pada pengambilan sampel di sumur tersebut, lokasi sumur memiliki elevasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pemukiman penduduk di sekitarnya. Adanya beberapa parameter yang melewati baku mutu dimungkinkan karena adanya aktivitas penduduk di kampong Pojok, yang sebagian besar pemulung, membawa barang hasil pulungannya untuk diolah di rumahnya, seperti plastik-plastik untuk dicuci. Selain itu, kampung Pojok posisinya dekat dengan lokasi penggalian batuan golongan C yang berada tepat di atas kampung. Tingginya beberapa parameter pada kualitas air tanah juga dipengaruhi oleh dekatnya jarak antara sumur-sumur yang dipergunakan sebagai sumber air minum dengan lokasi jamban/ kamar mandi warga setempat yang berjarak kurang dari 10 m. Meskipun tidak dapat disimpulkan dengan pasti penyebabnya, namun pengelolaan terhadap kualitas air tanah di kampung Pojok tetap harus dilakukan. Tabel 3 menunjukkan hasil pemeriksaan kualitas air pada sumur-sumur warga kampung Cireundeu, Pojok dan Cilimus. Untuk mengetahui kualitas air tanah di daerah atau lokasi TPA ini dilakukan pengambilan sampel terhadap tiga buah sumur yang saat ini dan kedepan masih digunakan oleh warga untuk kebutuhan air minum dan air bersih sehari-hari. Sampel air diambil dari kampung Cireundeu, kampung Gunung Leutik dan Kampung Cibungur, yang pada saat nanti bila TPA ini dibuka kembali, sumur-sumur tersebut diperkirakan masih digunakan oleh warga sekitar TPA dan sampai saat ini lokasi tersebut tidak termasuk ke dalam rencana pembebasan lahan untuk perluasan TPA. 173 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Tabel 2. Parameter Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Cireundeu (Juli 2003) No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Air Sungai Cireundeu Baku Mutu Air *) Hulu Hilir Fisika 1 Suhu o C 23,5 27,3 Suhu Udara Normal 2 Kekeruhan NTU 10,16 72,8 5 3 Zat Padat Terlarut mg/l 124 21.15 1000 4 Zat Padat Tersuspensi mg/l 8,23 56,8 5 Warna TCU 20 Hitam 15 6 Daya Hantar Listrik Mhos/cm 161 28200 2250 Kimia 1 ph 7,21 8,22 6,5 8,5 2 DO mg/l 6,7 0,2 3 3 Air Raksa (Hg) ppb 0,06 0,6 0,001 4 Arsen (As) mg/l < 0,02 < 0,02 0,05 5 Barium (Ba) mg/l 0,043 0,739 1 6 Besi (Fe) Terlarut mg/l 0,7 1,02 5 7 Boron (B) mg/l 0 0,238 1 8 Fluorida (F) mg/l 0.1 0 1,5 9 Kadmium (Cd) mg/l 0,006 0,043 0,01 10 Kesadahan CaCO 3 ) mg/l 94,15 779,1 500 (gol A) 11 Klorida (Cl) mg/l 1,93 1893,5 600 12 Krom Total (Cr6+) mg/l 0,019 0,157 0,05 13 Mangan (Mn) Terlarut mg/l 0 0 0,5 14 Natrium (Na) mg/l 9,12 2009 200 (gol A) 15 Nitrat (NO 3 -N) mg/l 0,457 4,868 10 16 Nitrit (NO 2 -N) mg/l 0,081 1,022 0,06 17 Perak (Ag) mg/l 0,005 0,028 0,05 (gol A) 18 Selenium (Se) mg/l < 0,005 1165 0,01 19 Seng (Zn) mg/l 0,159 0,327 0,02 20 Sulfat (SO 4 ) mg/l 4,2 455,6 400 21 Sulfi da (H 2 S) mg/l < 0,14 8240 0,002 22 Tembaga (Cu) mg/l 0,019 0,087 0,02 23 Timbal (Pb) mg/l < 0,010 0,08 0,03 24 Zat Organik (KMnO 4 ) mg/l 7,32 3280 10 (gol A) 25 Fenol mg/l 0,04 0,931 0,01 26 MBAS mg/l 0,086 2,184 0,5 27 BOD mg/l 7,9 2059,5 6 28 COD mg/l 12,17 3107,52 10 29 Magnesium (Mg) mg/l 8,36 151,85 30 Ammonium (NH 4 -N) mg/l 0 14,544 0,02 Ket : *) Kep. Gub. Jabar 39/2000Gol. B,C,D Sumber : PD Kebersihan 2003 174 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tanah di Sekitar TPA, Juli 2003 No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Air Sumur Warga Cireundeu Pojok Cilimus PP N0. 20 Tahun 1990 Golongan A Fisika 1 Suhu o C 25,1 24,4 27,4 2 Kekeruhan NTU 0,76 3,82 1,21 5 3 Zat Padat Terlarut mg/l 169 165 254 1000 4 Zat Padat Tersuspensi mg/l 0,6 3,09 0,96 5 Warna TCU 5 5 5 15 6 Daya Hantar Listrik Mhos/cm 220 222 344 Kimia 1 ph 6 6,5 6,4 6,5 8,5 2 DO mg/l 5,1 5,5 6,3 3 Air Raksa (Hg) ppb 0,12 0,24 0,12 0,001 4 Arsen (As) mg/l < 0,02 < 0,02 < 0,02 0,05 5 Barium (Ba) mg/l 0,01 0,285 0,014 1 6 Besi (Fe) Terlarut mg/l 0,06 0,49 0,02 0,3 7 Boron (B) mg/l 0 0 0 8 Fluorida (F) mg/l 0,1 0,05 0,05 0,5 9 Kadmium (Cd) mg/l < 0,005 0,005 10 Kesadahan CaCO3) mg/l 108,76 103,9 206,15 500 11 Klorida (Cl) mg/l 3,88 11,69 10,72 250 12 Krom Total (Cr6+) mg/l 0,002 < 0,002 0,007 0,05 13 Mangan (Mn) Terlarut mg/l 0 0 0 0,1 14 Natrium (Na) mg/l 12,86 16,79 16,58 200 15 Nitrat (NO3-N) mg/l 1,088 1,798 1,525 10 16 Nitrit (NO2-N) mg/l 0,081 1,415 0,081 1 17 Perak (Ag) mg/l 0,005 < 0,005 0,05 18 Selenium (Se) mg/l 0,005 0,01 19 Seng (Zn) mg/l 0,02 0,005 0,025 5 20 Sulfat (SO4) mg/l 6,75 7,4 400 21 Sulfi da (H2S) mg/l < 0,14 22 Tembaga (Cu) mg/l 0,003 0,003 0,005 1 23 Timbal (Pb) mg/l < 0,01 0,02 0,05 24 Zat Organik (KmnO4) mg/l 0,9 6,32 3,61 10 25 Fenol mg/l 0,027 0,04 0,04 26 MBAS mg/l 0,043 0,541 0,144 0,5 27 BOD mg/l 9 13,6 12,2 28 COD mg/l 10,296 38,844 39,312 29 Magnesium (Mg) mg/l 8,75 6,7 17,35 30 Ammonium (NH4-N) mg/l 0 0 0 Sumber : PD. Kebersihan, Juli 2003 175 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Hasil pemeriksaan kualitas air tanah yang berasal dari sumur warga tersebut, menunjukkan adanya beberapa parameter yang melebihi standar baku mutu air bersih yang mengacu kepada Permenkes No. 416/Men. Kes./Per./IX/1990. Yaitu parameter kandungan besi, mangan terlarut dan zat organik (KMNO4) yang melebihi batas maksimal yang diijinkan yang terdapat pada sumur warga yang berasal dari kampung Cibungur, sedangkan parameter lainnya masih di bawah batas maksimum, tetapi sebagian besar parameter lebih tinggi dari kualitas air sumur yang berasal dari dua kampung lainnya. Kualitas air yang berasal dari sumur di kampung Cireundeu dan Gunung Leutik, semua parameter yang diukur masih di bawah batas maksimum yang diijinkan berdasarkan permenkes tersebut di atas.kualitas air sumur yang berasal dari kampung Cibungur, yang berbeda dari dua kampung lainnya dikarenakan lokasi sumur tersebut yang lebih dekat, sekitar 40 m dari sungai Cireundeu yang mengalami pencemaran dari air lindi TPA. Juga letaknya lebih rendah dari sungai tersebut. 2.2 Perubahan Timbulan Sampah Dalam penelitian komposisi material sampah TPA Leuwigajah pasca longsor oleh tim PTL-BPPT pada 15 September 2005, fraksi sampah yang berukuran kurang dari 1 cm tidak dipilah sesuai dengan jenisnya karena pelaksanaan pemilahannya sudah sulit dilakukan. Oleh karena itu, pemilahan hanya dilakukan terhadap fraksi yang berukuran lebih dari 1 cm. Dari Tabel 4 terlihat bahwa material yang berukuran lebih besar dari 1 cm sebanyak 45,78 persen, sedangkan yang berukuran lebih kecil dari 1 cm sebanyak 54,22 persen, Komposisi fraksi yang berukuran lebih besar dari 1 cm komposisinya dapat dilihat pada Tabel 5. dari tabel tersebut terlihat bahwa material organik seperti daun, sisa makanan, sisa buahbuahan dan sebagainya sudah tidak didapatkan lagi karena sudah terurai menjadi material yang lebih kecil lagi atau menjadi kompos. Demikian juga material kertas, sudah tidak terdapat lagi di lokasi TPA. Seperti material organik lainnya, kertas kemungkinan besar sudah terurai. Tabel 4. Komposisi Rata-rata Sampah TPA Pasca Longsor No. Komponen Komposisi (% berat) 1 Organik (sisa makanan, daun, dll). 0% 2 Kertas 0% 3 Plastik 19,50% 4 Kayu 3,09% 5 Kain/tekstil 3,96% 6 Karet/Kulit Tiruan 1,00% 7 Logam/metal 0,51% 8 Gelas/kaca 1,42% 9 Sampah Bongkahan 9,04% 10 Sampah Khusus Beracun (B3) 0,46% 11 Lain-lain (pampers, tulang, dsb.) 6,81% Jumlah sampel berukuran > 1 cm 45,78% 12 Jumlah sampel berukuran < 1cm 54,22% Jumlah total sampel 100,00% Sumber : Survei PTL-BPPT, 2005 176 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Material organik yang masih tersisa yaitu ranting atau potongan kayu dengan jumlah sekitar 3,09 persen. Material tersebut peruraiannya memerlukan waktu yang lama karena mengandung selulosa yang tinggi. Dalam proses peruraian anaerobik di dalam TPA, selulosa tidak dapat terurai dengan mudah. Material plastik komposisinya cukup signifikan yaitu sebanyak 19,50 persen. Material plastik cukup banyak karena sifatnya yang tidak mudah terurai secara alamiah. Dari sejumlah itu, komposisi masing-masing jenis plastiknya dapat dilihat pada Tabel 4. dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa plastik lembaran putih, plastik kresek, dan plastik bungkus makanan jumlahnya dominan yaitu 38,31 persen, 33,05 persen dan 15,03 persen secara berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemakaian masyarakat terhadap ketiga jenis plastik tersebut cukup banyak. Plastik bekas mainan anak-anak jumlah sebanyak 3,02 persen, sedangkan karung pastik 2,45 persen. Material plastik lainnya seperti gelas air mineral, naso, himpek, spon, sandal, styrofoam, PE dan BS jumlah berkisar antara 0,10 sampai 1,66 persen. Tabel 5. Komposisi Rata-rata Sampah Plastik Berukuran > 1 cm No. Komponen Komposisi (% Berat) 1 Mainan 3,02 2 Aqua gelas 0,16 3 PE 1,33 4 Botol Aqua 0,00 5 Naso 0,10 6 Himpek 1,09 7 Spon 1,32 8 Sandal 1,66 9 BS 0,48 10 Styrofoam 0,65 11 Bungkus Mie/ Makanan 15,03 12 Plastik lembaran kresek 33,05 13 Plastik lembaran putih 38,31 14 Tali Rafi a 1,34 15 Karung Plastik 2,45 Total 100,00 Sumber : Survei PTL-BPPT, 2005 177 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Sementara karakteristik fi sika dan kimiawi tanah kompos di lahan bekas TPA Leuwigajah yang disampling dari 25 titik timbulan sampah pada tahun 2005 oleh BPPT, menghasilkan beberapa parameter kunci di Tabel 6. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan Penyusunan DED TPA Leuwigajah BPLHD 2006 pada bulan Juli 2006, dari luasan hamparan longsoran sampah serta topografi yang terukur, maka dapat dihitung besar volume sampah TPA Leuwigajah yatu sebesar 3,1 juta m3. Tabel 6. Karakteristik Kompos dari TPA Leuwigajah Parameter Satuan Rata-rata Kadar Abu % 57,308 C Organik % 14,468 N-Organik % 0,85 N-NH4 % 0,118 N-NO3 % 0,084 N-Total % 1,052 P2O5 % 0,876 K2O % 0,428 Rasio C/N - 13,75 ph - 7,44 Cu ppm 350 Zn ppm 104 Pb ppm 243 Cr ppm 220 Sumber : Survei PTL-BPPT, 2005 3. Kesimpulan Dari hasil survey kondisi terkini terhadap aspek fisik lingkungan eks TPA Leuwigajah didapati bahwa secara geologi dan geohidrologi tidak ada perubahan yang signifikan, sehingga apabila akan dipergunakan kembali sebagai TPA, telah memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam SNI 03-3241-1994, hanya perlu diperhatikan penanganan adanya aliran mata air di sisi barat lokasi agar tidak terus menerus membasahi sampah dan menimbulkan lindi yang berlebihan serta ketidakstabilan tumpukan sampah. Guna mencegah terjadinya dampak serius ke lingkungan maupun bencana longsor, maka perlu penanganan gas dan lindi serta sistem penumpukan dan kemiringan sampah yang kesemuanya menerapkan teknologi sanitary landfill yang taat azas. Sebelum dioperasikan kembali, material sampah yang ada hendaknya dilakukan pengolahan dengan metode landfill mining yang tepat, mengingat karakteristik material sampah yang ada saat ini, yakni; Kandungan logam berat Cu, Pb dan Cr di atas ambang batas dimana sebagai ilustrasi standard kompos negara Jerman secara berturutturut 100, 150 dan 100 ppm. Rasio C/N (12,04 15,74) sudah mendekati rasio C/N tanah (12) dan sudah masuk kriteria kompos matang (<20), sedang kandungan N-NH 4 (+ 10 % dari N total) yang menunjukan kompos matang. Kandungan C organik antara 13,04 16,53 % menggambarkan kandungan bahan yang rendah dengan kemungkinan tingginya kontaminan. Disarankan tanah kompos yang ada saat ini dapat diaplikasikan sebagai tanah penutup harian TPA jika kelak dioperasikan kembali dengan sistem dan teknologi yang baru. 178 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179
Daftar Pustaka 1. BPLHD-Jabar, 2005, Great Bandung Waste Management Corporation Consultant Report, Materi Presentasi-II Proses Pembentukan GBWMC. 2. Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1994, SNI-03-3241-1994- Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah 3. Damanhuri, E.,1995. Teknik Pembuangan Akhir. Diktat - Teknik Lingkungan ITB 4. Diana Pramanik, 2003. Analisis Kualitas Air di TPA Leuwigajah dan Lingkungan Sekitarnya. Mahasiswa Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan ITB bersama PD. Kebersihan Kota Bandung. 5. Geodinamik Konsultan, PT., 2006, Penyusunan Audit Lingkungan TPA Leuwigajah Pasca Longsor, Materi Paparan Workshop 6. Pemkot Bandung, 2006, Penanggulangan Sampah dan Rencana Pabrik Pengolahan Sampah Kota Bandung, Materi Presentasi di Bappenas 23 Juni 2006. 7. PD. Kebersihan, 1996. Laporan Hasil Studi Geolistrik dan Geoteknik di Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung. 179 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 : 171-179