IV.METODA PENELITIAN Bahan dan Peratatan. Material yang dibutuhkan untuk pembangunan instrumen dehidrator adalah

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu. 3.2 Bahan dan Alat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan

III. METODOLOGI Bahan dan Alat. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu

RANCANG BANGUN INSTRUMEN DEHIDRATOR UNTUK PENGASAPAN DAN PENGERINGAN HASIL-HASIL PERIKANAN ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus

BAB III MATERI DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti

3. METODOLOGI. Gambar 4. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan jambal roti

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODE PENELITIAN

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian ialah menggunakan pola faktorial 4 x 4 dalam

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April Penelitian ini

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kandang A, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

MATERI DAN METODE. Prosedur

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan vermicomposting dilakukan di rumah plastik FP Unila. Perhitungan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul kadar air, total mikroba dan kesukaan telur

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

III. BAHAN DAN METODE

PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

Transkripsi:

12 IV.METODA PENELITIAN 4.1. Bahan dan Peratatan Material yang dibutuhkan untuk pembangunan instrumen dehidrator adalah batu bata, pasir, semen, atap seng, plat logam setebal 2 mm, besi siku 3 cm, serta mur dan baut. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah mesin las dan bubut, cangkul dan sendok pasir dan gerobak dorong. Bahan baku yang akan digunakan untuk mengevaluasi kapasitas, efisiensi dan efektifitas instrumen dehidrator dalam penelitian laboratoris pada tahun pertama adalah ikan patin (Pangasius hypopthalmus) segar (hidup) dengan ukuran sekitar 350 gr per ekor sebanyak 100 kg, yang dapat diperoleh di kolam atau pasar ikan di Pekanbaru. Bahan pembantu yaitu garam kasar akan dibeli di pasar di Pekanbaru. Bahan-bahan habis pakai yang diperlukan untuk uji kimia maupun mikrobiologi adalah : aquades, media ISA, NaCl 0,9%, alkohol 70%, TCA 7% (Trichlor Acetic Acid), larutan asam borat, Kalium karbonat (KaCOs) jenuh, larutan N/70 (0,014) HC1 dan vaselin. Peralatan laboratorium untuk membuat sampel ikan asap/kering dan mengevaluasi daya guna instrumen dehidrator adalah: Higrometer, Av-meter, termometer, timbangan elektrik, inkubator, autoclave, desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, penangas air, pipet, colony counter, petridish, cawan conway dan oven listrik. Beberapa peralatan lainnya untuk analisa kimiawi maupun pengujian mikrobiologis tersedia lengkap di Lab. Kimia Pangan dan Lab. Mikrobiologi Pangan Faperika UNRI. 4.2. Prosedur dan Rancangan Penelitian Penelitian tahun pertama ini akan dilaksanakan di bengkel Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Faperikan UNRI. Penelitian ini akan dibagi menjadi 3

tahap kegiatan, yaitu: pembangunan instrumen dehidrator; uji kapasitas, efesiensi dan efektivitas; dan evaluasi mutu ikan asap/ kering. 13 4.2.1. Kegiatan tahap pertama Kegiatan tahap pertama adalah pembangunan instrumen dehidrator, yang berupa alat pengasap sekaligus pengering, yang tersusun atas tiga ruang utama, yaitu: ruang tempat pembakaran kayu atau bahan bakar asap (smoking furnace), ruang pengasap (smoking chamber) dan ruang pengering (drying chamber). Beberapa rak dipasang secara horinsontal dengan jarak 20 cm memenuhi ruang pengasap maupun ruang pengering. Bangunan instrumen dehidrator berbentuk trapesium karena atapnya melandai ke depan. Kemiringan atapnya diatur sedemikian rupa sehingga ventilasi pada ruang pengasapan lebih lebar daripada ruang pengeringan. Bangunan dehidrator ini direncanakan berdimensi panjang 160 cm, lebar 120 cm dan tinggi 180 cm pada bagian depan dan 200 cm pada bagian belakang. Untuk lebih jelasnya, maka disain konstruksi instrumen dehidrator tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. 1600 g 300 800 Gambar 1. Disain Konstruksi Instrumen Dehidrator Dilihat dari Depan dan Samping

14 Dari Gambar 1 dapat dilihat kelebihan instrumen pengering/ pengasap tersebut, yaitu alat ini dapat digunakan untuk mengasap sekaligus mengeringkan ikan maupun produk perikanan lainnya, karena terdapat dua ruangan yang terpisah dalam satu unit instrumen dehidrator, yaitu ruangan pengasapan dan ruangan pengeringan. Pada ruangan pengasapan akan dihasilkan produk ikan asap, sedangkan pada ruangan pengeringan akan dihasilkan produk ikan kering. Sementara itu, hingga saat ini, yang umum diterapkan oleh para nelayan adalah digunakannya suatu unit alat pengeringan tersendiri untuk mengeringkan ikan. Begitu pula untuk mengasap ikan, digunakan suatu unit alat pengasapan tersendiri, sehingga asap maupun panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar asap tidak efektif. Data yang akan dihasilkan melalui kegiatan tahap pertama ini adalah eksistensi instrumen dehidrator, meliputi: ukuran dimensi dan bentuk akhir bangunan. 4.2.2. Kegiatan tahap kedua Kegiatan tahap kedua adalah pengasapan / pengeringan ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Ikan patin yang sudah disiangi, dibelah dan difilet dengan bentuk butterfly, direndam selama 1 jam dalam larutan garam jenuh. Selanjutnya, ikan patin diturunkan kadar airnya (didehidrasi) dengan cara pengasapan panas atau dengan cara pengeringan, dengan menggunakan instrumen dehidrator, sehingga tercapai persentase penurunan berat 40%. Perlakuan cara dehidrasi ini terdiri dari 3 macam, yaitu: 1. Dehidrasi ikan patin dengan cara penjemuran langsung oleh sinar matahari menggunakan (solar dryer}, sebagai kontrol (perlakuan Do)

15 2. Dehidrasi ikan patin dengan pengasapan dalam ruang pengasapan (smoking chamber) pada instrumen dehidrator (perlakuan Da) 3. Dehidrasi ikan patin dengan pengeringan dalam ruang pengering (drying chamber) pada instrumen dehidrator (perlakuan Dk). Tahap kedua ini bertujuan untuk mengukur kapasitas, efisiensi dan efektivitas instrumen dehidrator. Selama proses pengasapan/ pengeringan atau dehidrasi tersebut diukur suhu, kecepatan aliran udara (Av) dan kelembaban udara di sekitar sampel. Selain itu, sampel ditimbang untuk mengukur penurunan beratnya pada setiap selang waktu dua jam, sambil dilakukan pembalikan posisi ikan, agar proses dehidrasi dapat merata ke seluruh permukaan ikan tersebut. Data yang akan dihasilkan melalui kegiatan tahap kedua ini adalah: 1. Kapasitas dehidrasi (pengasapan/ pengeringan) dalam satu kali operasional; 2. Penurunan berat ikan selama proses dehidrasi; 3. Suhu udara, yang akan diukur di dalam ruang pengasapan dan ruang pengeringan pada setiap tingkat rak yang dipasang; 4. Kecepatan aliran udara (Av), yang diukur pada masing-masing ruang dehidrasi; 5. Kelembaban relatif udara (RH) pada masing-masing ruang dehidrasi; 6. Kadar air ikan asap/ kering seusai proses dehidrasi; 7. Lama dan kecepatan dehidrasi (penjemuran, pengasapan, dan pengeringan) hingga tercapai penurunan berat ikan 40%; 8. Jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk satu kali operasional pengasapan dan pengeringan;

16 4.2.2.1. Prosedur penyiapan bahan baku ikan patin Ikan patin hidup atau yang masih segar disiangi, dicuci bersih, lalu dibelah (difilet) dalam berbentuk butterfly. Filet ikan patin direndam dalam larutan garam jenuh selama satu jam. Ikan diangkat, dibilas dengan air bersih, lalu ditiriskan. 4.2.2.2. Prosedur Pengasapan Ikan (menurut Leksono dan Irasari, 2006; modifikasi dari Wibowo, 2000) Filet ikan patin yang telah direndam dalam larutan garam diletakkan di atas para-para atau rak-rak pengasapan, lalu disusun di dalam ruang pengasapan. Pada awal pengasapanan, yaitu selama satu jam pertama, suhu ruang pengasapan diukur dan diatur agar tidak melebihi 55 C, yaitu dengan mengatur besarnya bara api bahan bakar pengasap. Selanjutnya, setiap dua jam posisi ikan dibalik dan posisi rak dipindahkan secara bergilir ganti agar intensitas pengasapan diterima secara merata oleh seluruh permukaan ikan, sementara itu suhu ruang pengasapan terus dinaikkan dan dipertahankan pada 70-80 C. Pengasapan dihentikan jika telah tercapai penurunan berat ikan sebesar 40% dari berat awal, kemudian ikan patin asap diangkat dan diangin-anginkan selama 15 menit. 4.2.2.3. Prosedur Pengeringan Ikan (Leksono dan Irasari, 2006) Prosedur pengeringan ikan patin ini disesuaikan dengan prosedur pengasapan, agar aspek-aspek lain di luar faktor yang diteliti untuk diperbandingkan dalam keadaan homogen. Filet ikan patin yang telah direndam dalam larutan garam diletakkan di atas para-para atau rak-rak pengeringan, lalu disusun di dalam ruang pengeringan. Pada awal pengeringan, yaitu selama satu jam pertama, suhu ruang pengeringan diukur dan diatur agar tidak melebihi 55 C, yaitu dengan mengatur besarnya bara api bahan bakar. Selanjutnya, setiap dua jam posisi ikan dibalik dan posisi rak dipindahkan secara bergilir ganti agar intensitas pengeringan diterima

17 secara merata oleh seluruh permukaan ikan, sementara itu suhu ruang pengeringan terus dinaikkan dan dipertahankan pada 70-80 C. Pengeringan dihentikan jika telah tercapai penurunan berat ikan sebesar 40% dari berat awal, kemudian ikan patin kering diangkat dan diangin-anginkan selama 15 menit. 4.2.3. Kegiatan tahap ketiga Tahap ketiga dari penelitian ini adalah evaluasi mutu ikan asap/ kering yang dihasilkan oleh ketiga cara dehidrasi. Pertama-tama dilakukan uji kesukaan atau preferensi konsumen yang dilakukan oleh 25 orang panelis, yang menggunakan score sheet dengan skala hedonik 9. Nilai 1 diberikan apabila panelis amat sangat tidak menyukai sampel yang diuji, sedangkan nilai 9 diberikan apabila panelis amat sangat menyukai sampel yang diuji. Evaluasi secara sensoris ini meliputi 4 karakteristik dalam pengujian organoleptik, yaitu uji rupa, tekstur, bau, dan rasa. Selanjutnya, sample disimpan pada suhu kamar dan dilakukan evaluasi mutunya dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non-Faktorial (Bender, et al., 1982). Faktor perlakuannya adalah cara dehidrasi, yang meliputi cara: penjemuran (Do), pengasapan (Da), dan pengeringan (Dk). Sampel yang akan diamati disimpan dalam wadah kantong plastik pada suhu kamar. Ulangan dikelompokkan berdasarkan lama penyimpanan, yaitu: 0, 3, 6, 9, dan 12 hari. Penyimpanan terus dilanjutkan hingga sampel ditolak panelis. Respon yang diamati sebagai parameter dalam evaluasi mutu ini adalah: Nilai organoleptik (menurut Kartika dkk., 1988), Kadar air (Aw) (menurut Sudarmadji dkk., 1981), Total bakteri halofilik (menurut Fardiaz, 1992), dan Nilai TVB (menurut Baedhowie dan Pranggonowati, 1987).

18 4.2.3.1. Prosedur Penilaian Organoleptik (Kartika dkk., 1988) Penilaian organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih. Nilai pengujian berdasarkan uji skoring terhadap rupa, bau, rasa, dan terkstur ikan patin dehidrasi dengan menggunakan score sheet mutu organoleptik. Pertama-tama dilakukan uji kesukaan atau preferensi konsumen yang menggunakan score sheet dengan skala hedonik 9. Nilai 1 diberikan apabila panelis amat sangat tidak menyukai sampel yang diuji, sedangkan nilai 9 diberikan apabila panelis amat sangat menyukai contoh yang diuji. Evaluasi mutu secara sensoris ini meliputi 4 karakteristik dalam pengujian organoleptik, yaitu uji rupa, tekstur, bau, dan rasa. 4.2.3.2. Prosedur Penentuan Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1981) Cawan porselin dikeringkan dalam oven yang bersuhu 105 C selama satu jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya (A). Sebanyak 5 gram sampel ditimbang bersama cawan (B) dan dikeringkan dalam open pada temperatur 105 C selama 8 jam diperoleh berat yang konstan (C). Kadar air dihitung dalam persentase sebagai berikut : -C) Kadar Air = - - 10 % (B -A) 4.2.3.3. Prosedur Analisis Total Bakteri Halofilik (Fardiaz, 1992) a. Pembuatan Media Semua peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan, lalu disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 C selama 15 menit. Lalu dikeringkan dalam oven dengan temperatur 100 C selama 15 menit. Untuk pembuatan media bakteri dilakukan dengan cara 48,75 gr TSA ditambahkan dengan 16,25 gr NaCl dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 100 ml aquades ke dalamnya lalu

19 diaduk sampai homogen sehingga terbentuk larutan keruh. Media dididihkan selama beberapa menit sampai terbentuk larutan bening. Kemudian disterilkan ke dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121 C dengan tekanan 2 Atm, dan setelah itu media dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 45 C supaya media tidak membeku. b. Pembuatan Larutan Pengencer Pembuatan larutan pengencer 0,9% dilakukan dengan cara menimbang NaCl sebanyak 9 gr dan dilarutkan ke dalam 1 liter aquades dan diaduk sehingga homogen. Lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disterilkan dengan autoclave dengan suhu 121 C selama 15 menit setelah itu didinginkan. Penumbuhan bakteri dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak 1 gr, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer 0,9% NaCl yang telah disterilkan, lalu diaduk menggunakan Vorteks sampai hancur dan homogen sehingga terbentuk pengenceran 10"'. Selanjutnya dari pengenceran 10"' diambil sebanyak 1 ml dan dicampurkan dengan 9 ml larutan pengencer, lalu diaduk hingga homogen. Prosedur yang sama dilakukan ulang hingga diperoleh pengenceran 10" 2, 10" 3, atau seterusnya sesuai dengan tingkat pengenceran yang diperlukan. c. Penanaman dan Penghitungan Bakteri Sampel yang telah diencerkan sesuai dengan tingkat pengenceran yang dikehendaki diambil sebanyak 1 ml, lalu dituangkan ke dalam cawan petri. Dituangkan media sebanyak 10-15 ml ke dalam cawan petri tersebut, lalu cawan diputar-putar secara perlahan supaya campuran merata. Setelah media membeku, semua cawan dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 35 C selama 4 hari. Koloni bakteri yang tumbuh dapat dihitung dengan menggunakan

bacteria colony counter. Perhitungan jumlah bakteri adalah jumlah koloni yang dihitung dikalikan dengan faktor pengenceran. 20 4.2.3.4. Prosedur Penentuan Nilai TVB metode Conway (Baedhowie dan Pranggonowati, 1987) Contoh yang telah disiapkan ditimbang sebanyak 25 gram, lalu dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 75 ml larutan TCA 7%, blender 1 menit. Campuran disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh fitrat jernih. Cawan conway diolesi dengan vaselin dan diletakkan pada posisi miring. Dipipet 1ml asam borat, lalu dimasukan ke dalam inner chamber cawan conway dengan memakai pipet lain, sementara itu dimasukan juga 1 ml fitrat ke dalam outer chamber. Cawan conway ditutup pada posisi hampir menutup lalu ditambahkan 1 ml K2 COs jenuh ke outer chamber pada sisi lain, lalu cawan conway ditutup rapat. Dibuat blanko, yaitu dengan menggantikan filtrat contoh dengan larutan TCA 5 % dan dilakukan sama seperti untuk setiap contoh. Cawan conway digoyang perlahan selama 1 menit, selanjutnya diinkubasi pada suliu 35 C selama 2 jam. Setelah selesai diinkubasi, larutan asam borat pada inner chamber dititrasi dengan larutan N/70 HC1 dengan menambahkan 3 tetes indikator bromocresol green. Perhitungan : Kadar TVB = (ml titrasi sampel - ml titrasi blanko) x (80 mg N /100 g sampel). 4.2.3.5. Prosedur Analisis Data (Bender et al, 1984) Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian untuk data jumlah bakteri terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam log x. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANAVA). Apabila F H imng > Fjabei pada tingkat kepercayaan 95%, maka berarti perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter mutu yang diuji. Sebaliknya, jika Fining < Frabei pada tingkat kepercayaan

21 95%, maka berarti perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu yang diuji. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter mutu yang diuji, maka analisis data dilanjutkan dengan pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT). 4.3. Asumsi Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang tak dapat dikontrol secara tepat, sehingga dapat diasumsikan seragam, yaitu: 1. Ukuran dan tingkat kesegaran ikan patin sebelum diolah dianggap sama. 2. Kondisi panelis selama penilaian mutu organoleptik ikan patin dehidrasi dianggap sama. 3. Intensitas pengasapan atau pengeringan di seluruh permukaan ikan patin dianggap sama.