A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004. tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

ASPEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DI BAITUL MAL WATTAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari ah, Depok : Rajagrafindo Persada, 2014, h. 24

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

KREDIT TANPA JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. hlm.15. Press, 2008,hlm. 61

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menerapkan prionsip syariah semakin berkembang pesat. Pelopor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pres, cet-ke 1, 2004, h Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta: UII

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank Syariah adalah bank

PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT MACET PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BAITUL MAAL WA TAMWIL KUBE COLOMADU TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2002, hlm.91. 2

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan syariah pada tahun Salah satu uji coba yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 2015, h Gita Danupranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah, Jakarta: Salemba. Empat, 2013, h. 103.

2015 ANALISIS TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN D ITINJAU D ARI ASPEK KARAKTER NASABAH (STUD I KASUS PAD A BAITUL MAAL TAMWIL D I KOTA BAND UNG)

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis terdiri dari beragam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Islam baik bank maupun non bank. Salah satu lembaga keuangan Islam non bank

BAB I PENDAHULUAN. 2004, h Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonosia, 2003, h 96.

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. negara tumbuh dengan baik maka akan banyak investasi-investasi dan lapangan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

BAB I PENDAHULUAN. oleh sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan perundangundangan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya lembaga keuangan syariah termasuk Koperasi Syariah,

BAB I PENDAHULUAN. BMT-BMT di seluruh Indonesia. BMT-BMT ini ternyata memberikan manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Laju perkembangan ekonomi syari ah di Indonesia dari hari ke hari mengalami

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem bank mana yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktik

BAB I PENDAHULUAN Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII. Press, 2005, h. 1.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dipelopori oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. antara pihak pemberi pinjaman dan pihak peminjam. Dalam kesehariannya

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu

PELAKSANAAN PENANGGUNGAN ( BORGTOCHT ) DALAM PERJANJIAN KREDIT. ( Studi Kasus di PD. BPR BANK PASAR Kabupaten Boyolali )

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

NOTARIS DAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan lembaga keuangan syariah non-bank yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kekomplekkan ini telah menciptakan suatu sistem dan pesaing baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. penting menentukan keberhasilan bisnis ini (Suratman, 2012). Seperti penelitian Mustakim (2013) yang menunjukan bahwa krisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rumah merupakan surga bagi sebuah keluarga, rumah merupakan tempat

BAB I PENDAHULUAN. perbankan syariah adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Dimana baitul

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu bait almaal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN

BAB I PENDAHULUAN. Bank maupun Lembaga Keuangan Non Bank. jelas. Sistem operasionalnya menggunakan syariah islam,hanya produk dan

BAB I PENDAHULUAN. seperti halnya bank konvensional juga berfungsi sebagai suatu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sesama dalam persaingannya didunia ekonomi. Hal tersebut sudah

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya akuntansi dalam pengelolaan keuangan usaha. Mereka hanya

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mikro ini tampil dalam bentuk Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Lembaga ini secara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar ke berbagai pelosok tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti. Hal ini nampak dari banyaknya lembaga mikro yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang lebih besar sering terabaikan, khususnya dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Padahal, lembaga keuangan mikro mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Jika berharap pada peran lembaga makro, jelas hal ini sulit diharapkan. Pembiayaan yang diberikan berbagai lembaga keuangan sampai saat ini masih didominasi pembiayaan konsumtif, sehingga laju ekonomi masyarakat cenderung konsumtif, kurang prodiktif. 1 Dalam kondisi yang demikian inilah baitul maal wat tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah. BMT sendiri merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang bisa dibilang paling sederhana. Realitas di lapangan, dalam beberapa tahun terakhir BMT mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan BMT yang pesat ini terjadi Xv. 1 Ahmad Sumiyanto, 2008, BMT Menuju Koperasi Modern, Yogyakarta: Ises Publishing, hal.

2 karena tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa intermediasi keuangan, namun di sisi lain akses ke dunia perbankan yang lebih formal relatif sulit dilakukan. 2 BMT merupakan kependekan dari baitul mal wat tamwil atau dapat juga ditulis dengan baitul maal wa baitul tanwil. Secara harfiah/lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul maal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan islam. Dimana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan baitul tanwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. 3 BMT diatur secara khusus dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syari ah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang terkait dengan pendirian dan pengawasan BMT berada di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 4 Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat 2 Ibid, hal. Xvi. 3 Muhammad Ridwan, 2005,Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, hal. 126. 4 Ahmad Sumiyanto, Op.Cit, hal. 16.

3 kecil yang serba cukup maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyrakat. 5 Aktivitas yang tidak kalah pentingnya dalam manajemen dana BMT adalah pelemparan dana atau pembiayaan yang sering juga disebut dengan lending-financing. Istilah ini dalam keuangan konvensional dikenal dengan sebutan kredit. Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan. 6 Menurut Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syari ah, pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut. Sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin, aktivitas pembiayaan BMT, juga menganut azas Syari ah, yakni dapat berupa bagi hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan likuiditas dapat terjamin dan tidak banyak dana yang menganggur. Supaya dapat memaksimalkan pengelolaan dana, maka manajemen BMT harus memperhatikan tiga aspek penting dalam pembiayaan yakni: aman, lancar, dan menguntungkan. Aman yakni keyakinan bahwa dana yang telah dilempar dapat ditarik kembali sesuai 5 Heri Sudarsono, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, hal. 84. 6 Muhammad Ridwan, Op.Cit, hal. 163.

4 dengan waktu yang telah disepakati. Lancar yakni keyakinan bahwa dana BMT dapat berputar dengan lancar dan cepat. Menguntungkan yakni perhitungan dan proyeksi yang tepat, untuk memastikan bahwa dana yang dilempar akan menghasilkan pendapat. 7 Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan peminjaman dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundangan-undangan yang berlaku saat ini. 8 Bank konvensional (bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bunga) sebagai salah satu badan usaha yang memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan usaha bank konvensional dalam rangka mengelola dana yang dikuasainya agar produktif dan memberikan keuntungan. Pemberian kredit merupakan salah satu bentuk pemberian pinjaman uang. Anggota masyarakat yang memerlukan dana dapat mengajukan permohonan kredit kepada bank konvensional dengan memenuhi persyaratan dan prosedur yang ditetapkan oleh masing-masing bank konvensional. Dalam kegiatan operasional bank konvensional pada umumnya ditemukan adanya jaminan utang atau yang lazim disebut jaminan kredit (agunan). 9 7 Muhammad Ridwan, Op.Cit, hal. 164-165. 8 M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal.2. 9 Ibid, hal. 3.

5 Masalah yang perlu diperhatikan di BMT adalah tentang penerapan aspek jaminannya. Di dalam lembaga keuangan konvensional aspek jaminan yang digunakan yaitu menggunakan dengan sistem gadai, fidusia, dan hak tanggungan. Adanya aspek jaminan ini sangat penting dalam setiap perjanjian kredit atau pembiayaan, karena jaminan berfungsi untuk memberikan keyakinan kepada kreditur bahwa kredit atau pembiayaan yang disalurkan akan di kembalikan oleh debitur sesuai yang diperjanjikan. Sehubungan dengan jaminan utang, pemahaman tentang hukum jaminan sebagaimana yang terdapat dalam berbagai peraturan perundangan-undangan yang berlaku sangat diperlukan agar pihak-pihak yang berkaitan dengan penyerahan jaminan kredit dapat mengamankan kepentingannya, antara lain bagi bank sebagai pihak pemberi kredit. 10 Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: ASPEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DI BAITUL MAL WATTAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat ditentukan perumusan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 10 Ibid, hal. 5.

6 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas? 2. Aspek jaminan apa yang diterapkan dalam perjanjian pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas. b. Untuk mengetahui aspek jaminan yang diterapkan dalam perjanjian pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai aspek jaminan dalam perjanjian pembiayaan. b. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan hukum sebagai syarat guna memenuhi syarat akademis untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum di di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

7 D. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan dibidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan hukum perdata khususnya mengenai aspek jaminan dalam perjanjian pembiayaan. b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas mengenai aspek jaminan dalam perjanjian pembiayaan. c. Hasil penelitian ini dapat di pergunakan sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian yang sejenis dikemudian hari. 2. Manfaat Praktis a. Dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola dinamis dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan. b. Untuk mencocokkan bidang ilmu hukum yang telah diperoleh dalam teori dengan kenyataan yang ada dalam praktek. c. Untuk memberikan informasi pada masyarakat mengenai aspek jaminan dalam perjanjian pembiayaan.

8 E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. 11 Metode atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian yaitu antara lain: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yaitu suatu penelitian dimana yang diteliti adalah data primer yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian data-data sekunder. 2. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian dengan metode deskriptif yaitu suatu penelitian deskriptif dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa agar dapat memperkuat teori yang lama, atau dalam rangka menyusun teori yang baru. 12 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, memberi data yang seteliti 11 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 3. 12 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal. 20.

9 mungkin, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan yang diteliti. Dalam penelitian ini untuk menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis mengenai pelaksanaan perjanjian pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas serta aspek jaminan yang menyertainya. 3. Lokasi Penelitian Dalan penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di BMT Ahmad Dahlan Cawas, yang bersifat praktis yaitu peneliti berdomisili di Cawas sehingga dengan pemilihan lokasi tersebut dinilai lebih praktis dan efisien dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. 4. Sumber Data Data yang digunakan untuk mendukung penelitian hukum ini yaitu: a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian dilapangan dengan mengadakan wawancara terhadap pegawai BMT Ahmad Dahlan Cawas. b. Data Sekunder Yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan berbagai buku, arsip, dokumen, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

10 5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan hal yang penting dalam penulisan penelitian hukum. Dalam penulisan penelitian hukum ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: a. Wawancara Merupakan usaha untuk mendapatkan data yang diperoleh dengan cara tanya jawab atau wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait guna memperoleh data baik lisan maupun tulisan, yaitu pegawai BMT Ahmad Dahlan Cawas. b. Studi kepustakaan Teknik pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan menganalisis isi serta mempelajari buku-buku kepustakaan seperti literature, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisantulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Data Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode analisis kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikannya kemudian menghubungkannya dengan teori yang berkaitan dengan masalahnya dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil yang menggambarkan permasalahan yang diteliti.

11 7. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh isi dari penulisan skripsi ini dan memudahkan pembaca untuk mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka garis besar sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Skripsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan 2. Unsur-Unsur Pembiayaan 3. Tujuan Pembiayaan 4. Fungsi Pembiayaan 5. Jenis-Jenis Pembiayaan B. Tinjauan Tentang BMT 1. Pengertian BMT 2. Prinsip BMT

12 3. Fungsi BMT 4. Ciri-Ciri BMT 5. Produk Pembiayaan BMT C. Tinjauan Tentang Jaminan 1. Pengertian Jaminan 2. Jenis-jenis jaminan 3. Syarat-Syarat dan Manfaat Benda Jaminan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum BMT Ahmad Dahlan Cawas B. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas C. Aspek Jaminan yang Diterapkan dalam Perjanjian Pembiayaan di BMT Ahmad Dahlan Cawas BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA