BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BESERTA EKOLOGINYA. Tenggara. Pulau ini dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda di sebelah utara,

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

PENGELOMPOKAN GENETIS BAHASA KABOLA, BAHASA HAMAP, DAN BAHASA KLON DI PULAU ALOR NUSA TENGGARA TIMUR. Ida Ayu Iran Adhiti IKIP PGRI Bali ...

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

Infrastruktur DIRINCI TIAP CABANG PLN TAHUN CABANG Banyaknya Pelanggan Banyaknya Pemakaian (KWH) 1 Kalabahi

Klasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

INVENTARISASI BAHASA-BAHASA DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

IDENTITAS GENETIS BAHASA BARANUSA DI NTT BERDASARKAN REFLEKSNYA TERHADAP PROTO-AUSTRONESIA

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM

BAHASA HAMAP DALAM MASYARAKAT MULTILINGUAL

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Lintang Selatan dan Bujur Timur merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. geografis tertentu yang terbatas dalam wilayah suatu negara. Penelitian dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB III METODE PENELITIAN. dengan melihat perilaku remaja anak kandung dan anak angkat dalam keluarga di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

PENERAPAN TEKNIK LEKSIKOSTATISTIK DALAM STUDI KOMPARATIF BAHASA BARANUSA, KEDANG, DAN LAMAHOLOT DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan tujuan penelitian. Angka 2009, Brosur No. 30 Tahun Dit. Agraria Prop. Dati I NTT, 2009):

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tingkah laku sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK)

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan perasaan, pikiran, ide, dan kemauannya kepada orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sikap Bahasa Siswa Sekolah Dasar Terhadap Bahasa Daerah Dan Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. belakang budaya yang sama dan. beraneka ragam seni tradisi banyak yang hidup dan

STUDI LINGUISTIK DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA: KE ARAH PEMAHAMAN DIRI MELALUI KAJIAN VARIASI BAHASA

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana*

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Alor. Pulau tersebut bersama-sama dengan Pulau Alor memiliki sejumlah bahasa daerah. Status bahasa-bahasa tersebut masih tergolong relatif stabil, baik ditinjau dari segi jumlah maupun nama yang diberikan kepada bahasa yang hidup dan berkembang di daerah tersebut, dan dari segi pengelompokan. Dari segi jumlah, dalam buku Ensiklopedi Indonesia (1988), dinyatakan bahwa bahasa atau dialek yang terdapat di Alor dan Pantar tidak kurang dari 40 buah, di antaranya bahasa Blagar, Nedebang, Kelong, Mauta, Wuwuli, Deing, Lemma, Alor, Kabola, Abui, Kawel, Kewang, Sebonda, Mama, Kramang, Wersing, dan Kui 1. Di dalam buku tersebut tidak dipilah atau diperinci yang mana bahasa Austronesia dan mana yang tergolong bahasa non-austronesia. Stokhof (1982) memberikan perincian tentang bahasa-bahasa di Alor dan Pantar yang terbagi atas tiga belas bahasa, yaitu bahasa Alor, Lemma, Tewa, Blagar, Nedebang, Kelan, Kabola, Kui atau Kiraman, Tanglapui, Kafoa, Abui, Woisika, dan Kolana 2. Dari bahasa-bahasa tersebut, menurut Stokhof, bahasa Alor termasuk bahasa rumpun Austronesia, sedangkan kedua belas bahasa lain dimasukkan ke rumpun non-austronesia. Grimes (1988) memberikan perincian tentang bahasa-bahasa rumpun non- 1 Yang termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar adalah Blagar, Nedebang, Kelong, Mauta, Wuwuli, Deing, Lemma, Alor, sedangkan bahasa-bahasa Kabola, Abui, Kawel, Kewang, Sebonda, Mama, Kramang, Wersing, dan Kui terdapat di Pulau Alor 2 Yang termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar adalah bahasa Alor, Lemma, Tewa, Blagar, Nedebang, sedangkan bahasa-bahasa Kelan, Kabola, Kui atau Kiraman, Tanglapui, Kafoa, Abui, Woisika, dan Kolana. 1

2 Austronesia yang disebutnya dengan trans New Guenia subkelompok Alor Pantar di Alor, yaitu bahasa-bahasa Abui, Blagar, Kafoa, Kabola, Kelon, Kolana, Kui, Nedebang 3. Woisika. Summer Institute of Linguistics (SIL) (2000) memerinci bahasa-bahasa di Alor dengan jumlah sembilan belas buah bahasa. Di antara kesembilan belas bahasa itu, satu bahasa, yaitu bahasa Alor merupakan bahasa rumpun Austronesia, sedangkan yang lainnya termasuk bahasa rumpun non- Austronesia. Bahasa tersebut adalah Abui, Adang, Blagar, Hamap, Helong, Kabola, Kafoa, Kamang, Kelon, Kui, Kula, Lamma, Nedebang, Retta, Sawila, Tereweng, Tewa, dan Wersing 4. Nitbani dkk. (2001) memerinci bahasa-bahasa di Alor menjadi tiga belas bahasa. Ketiga belas bahasa tersebut adalah Alor, Lamma, Tewa, Nedebang, Blagar, Kabola, Kafoa, Kelon, Abui, Waisika, Kui, Kolana, dan Buton/Bajo/Bugis 5. Wakidi dkk. (1989) memerinci bahasa-bahasa di Alor ada tiga belas. Ketiga belas bahasa tersebut adalah (1) Alor, (2) Lemma, (3) Tewa, (4) Blagar, (5) Nedebang, (6) Kelan, (7) Kabola, (8) Kui atau Kiraman, (9) Kafoa, (10) Abui, (11) Woisika, (12) Kolana, dan (13) Tanglapui 6. Dari segi nama, beberapa bahasa di Alor sering dikacaukan penyebutannya. Bahasa Adang sering disebut juga dengan bahasa Alor, padahal bahasa Alor itu sendiri merupakan bahasa tersendiri dengan sebutan bahasa 3 Yang termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar adalah Blagar dan Nedebang, sedangkan bahasa-bahasa Abui, Blagar, Kafoa, Kabola, Kelon, Kolana, Kui, Nedebang terletak di Pulau Alor. 4 Yang termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar adalah Blagar, Hamap, Lamma, Nedebang, Retta, Terweng, Tewa, sedangkan bahasa-bahasa Abui, Adang, Helong, Kabola, Kafoa, Kamang, Kelon, Kui, Kula, Tereweng, Tewa ada di Pulau Alor 5 Yang termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar adalah Alor, Lamma, Tewa, Nedebang, Blagar, sedangkan bahasa-bahasa Kabola, Kafoa, Kelon, Abui, Waisika, Kui, Kolana, dan Buton/Bajo/Bugis ada di Pulau Alor 6 Yang termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar adalah (1) Alor, (2) Lemma, (3) Tewa, (4) Blagar, (5) Nedebang, sedangkan bahasa-bahasa (6) Kelan, (7) Kabola, (8) Kui atau Kiraman, (9) Kafoa, (10) Abui, (11) Woisika, (12) Kolana, (13) Tanglapui ada di Pulau Alor.

3 Alorese. Begitu juga bahasa yang lain, misalnya bahasa Kula sering disebut dengan bahasa Tanglapui. Dari segi penyebutan dialek, Wakidi menyebutkan bahwa Pura, Tereweng, dan Retta merupakan dialek-dialek dari bahasa Blagar. SIL menyebutkan bahwa Tereweng, Reta, dan Blagar merupakan bahasa-bahasa yang berbeda, sedangkan Pura merupakan dialek dari bahasa Blagar. Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh La Ino menunjukkan bahwa isolek Blagar dan Tereweng merupakan bahasa yang sama. Antara isolek Blagar dan Tereweng tidak ada perbedaan bahasa, sedangkan Pura dan Reta merupakan dua buah bahasa yang berbeda. Ditinjau dari segi pengelompokan, Blust (1980) menempatkan bahasabahasa di Timor, semua bahasa di Flores, Bima-Sumba, Maluku Tengah dan Selatan termasuk ke dalam kelompok Melayu-Polinesia Tengah dari rumpun Austronesia. Keraf (1991) mengelompokkan bahasa-bahasa di Alor dan Pantar bersama-sama dengan bahasa Kedang dan Campuran Lamaholot Alor ke dalam subkelompok Kedang Alor Pantar yang dimasukkan ke kelompok Ambon Timur. Semua ahli di atas dan ahli bahasa lainnya tidak ada yang memerinci bahasa-bahasa yang menjadi subkelompok Alor-Pantar. Oleh karena itu, sampai saat ini belum diperoleh kejelasan struktur genetis atau pola hubungan kekerabatan bahasa-bahasa di kawasan tersebut. Yang lebih menarik adalah kelompok-kelompok pemakai bahasa tersebut sulit mengembangkan komunikasi antarkelompok. Hal ini menyebabkan

4 penggunaan bahasa Indonesia berkembang menjadi bahasa pergaulan di antara mereka. Frekuensi pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat Pantar tergolong tinggi. Hal itu disebabkan oleh perbedaan antara bahasa daerah dan dialek serta subdialek setiap kelompok masyarakat yang ada di wilayah itu. Fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu dan penghubung antarsuku bangsa yang berbeda latar belakang budaya dan bahasa daerah sangat jelas dalam masyarakat ini. Bila bahasa-bahasa daerah tersebut bersaing secara ketat dan persaingan itu berlangsung terus-menerus, tentu perlu juga diwaspadai nasib bahasa-bahasa daerah yang ada di sana. Sebagai prediksi awal, perkembangan beberapa bahasa daerah yang hidup sekarang lambat laun dapat menjadi tidak seimbang, dalam arti bahwa bahasa-bahasa daerah tersebut akan menjadi semakin kecil jumlah penuturnya, bahkan dapat terjadi beberapa bahasa daerah akan mengalami kepunahan. Hal itu dimungkinkan karena di samping adanya kenyataan begitu kuatnya penyebaran bahasa Indonesia saat ini, juga bukti menunjukkan bahwa beberapa bahasa daerah di sana tergolong bahasa kecil yang hanya didukung oleh sekelompok kecil penutur dan terletak pada beberapa daerah terpencil yang relatif kecil. Sebagai contoh, bahasa Modebur pada tahun 2010 dengan jumlah penutur 341, penutur Kaera berjumlah 2.195 orang, dan penutur bahasa Teiwa berjumlah 6.136 orang (Alor dalam Angka, 2010). Logika dasar yang memperkuat prediksi ini adalah sebagai berikut. Pertama, bahasa merupakan alat komunikasi praktis bagi masyarakat pemakainya. Kedua, dari segi eksternal pembangunan di daerah itu sedang dipacu dan diyakini akan semakin cepat perkembangannya dan dapat

5 terjadi ketidaksesuaian dengan perkembangan bahasa, khususnya perkembangan bahasa daerah. Sebagai alat komunikasi praktis, maka hanya bahasa nasional atau bahasa Indonesia yang dipakai sebagai bahasa pengantar yang dapat berkembang di daerah tersebut. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal itu, maka perlu dilakukan pembinaan terhadap bahasa-bahasa daerah di daerah tersebut sedini mungkin. Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah di wilayah di Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Pantar, sangat diperlukan penelitian lapangan terhadap fenomena kebahasaan yang hidup di daerah itu. Fenomena yang dimaksud, baik yang menyangkut pendataan terhadap bahasa-bahasa daerah yang ada saat ini, penelusuran sejarah dan kekerabatan bahasanya, status bahasa yang ada, maupun hal-hal lainnya. Uraian di atas menunjukkan bahwa cukup banyak fenomena kebahasaan yang ada di Kabupaten Alor NTT khususnya di Pulau Pantar yang perlu mendapatkan perhatian. Dari sejumlah fenomena tersebut, penelusuran kesejarahan dan kekerabatan bahasa-bahasa yang ada di sana sangat urgen untuk dilakukan. Hal ini dilandasi oleh (1) masalah kesejarahan dan kekerabatan bahasa merupakan lahan bagi studi linguistik historis komparatif, (2) kesejarahan bahasa akan memberikan gambaran terhadap perjalanan dan kurun waktu yang diperlukan hingga menjadi bahasa seperti sekarang ini. Penelusuran itu memberikan penjelasan terhadap perubahan-perubahan beberapa aspek yang terjadi pada bahasa itu dari waktu ke waktu, (3) kekerabatan bahasa dapat memberikan informasi awal atas penentuan tipologi suatu bahasa tertentu.

6 Informasi itu sangat diperlukan dalam penelitian yang terfokus pada aspek-aspek kebahasaan selanjutnya. Kekerabatan bahasa-bahasa daerah, khususnya yang dikelompokkan ke dalam bahasa-bahasa non-austronesia di daerah NTT, pada kenyataannya belum pernah diteliti dan dikaji secara mendalam dan tuntas. Hal itu bukan berarti bahwa belum ada ahli linguistik yang menekuni bidang tersebut. Penelitian ini justru diilhami oleh hasil-hasil penelitian beberapa ahli linguistik terdahulu yang menyatakan bahwa di daerah NTT, di samping tersebar bahasa-bahasa yang dikelompokkan ke dalam bahasa-bahasa Austronesia, terdapat pula bahasa-bahasa non-austronesia. Capell (1943, 1969) memberikan gambaran bahwa ada sejumlah bahasa di Alor dan Pantar yang menunjukkan kemiripan dengan bahasa-bahasa yang hidup di sekitar Timor-Timur, Kep. Maluku sampai ke kawasan daerah Kepala Burung. Ada juga kelompok bahasa di kawasan tersebut yang memiliki ciri keaustronesiaan yang rendah. Stokhof (1975) yang pernah melakukan penelitian terhadap bahasa-bahasa yang ada di Kepulauan Alor dan Pantar juga membenarkan adanya kemiripan (leksikal dan struktur klausa) antara bahasabahasa di Kepulauan Alor dan beberapa bahasa di Pulau Timor. Mengenai jumlah kelompok bahasa yang hidup di daerah NTT, Stokhof (1982) menyebutkan adanya dua kelompok bahasa, yakni satu bahasa tergolong ke dalam bahasa Austronesia dan dua belas bahasa yang lainnya termasuk dalam kelompok bahasabahasa non-austronesia. Kemudian SIL (2000) memerinci jumlah bahasa yang ada di Kabupaten Alor menjadi dua bagian besar yakni satu bahasa termasuk

7 kelompok Melayu Polinesia dan delapan belas bahasa termasuk kelompok bahasa Trans New Guinea. Penelitian SIL tersebut masih banyak mengandung kelemahan. Kelemahan-kelemahannya, antara lain dalam penetapan bahasa dan dialek. SIL dalam menentukan bahasa atau dialek berdasarkan asumsi penutur bahasa yang dijadikan informan mengenai bahasa dalam suatu wilayah. Di samping itu, penelitian SIL belum dilakukan secara mendalam. Berdasarkan paparan di atas dapat disarikan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, di daerah Alor dan Pantar terdapat dua rumpun bahasa yang hidup secara berdampingan, yakni rumpun bahasa-bahasa Austronesia dan rumpun bahasa-bahasa di luar Austronesia, yang disebut SIL (2000) sebagai kelompok bahasa-bahasa Trans New Guinea. Dalam tulisan ini untuk bahasabahasa di luar kelompok Austronesia digunakan istilah kelompok bahasa-bahasa non-austronesia. Kedua, pengelompokan bahasa-bahasa tersebut semata-mata didasarkan atas kemiripan ciri-ciri tiap-tiap bahasa (struktur permukaan) tidak didasarkan atas bukti-bukti konkret yang bersumber pada data lapangan. Sehubungan dengan itu, penelitian bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur masih sangat perlu dilakukan tidak hanya bahasa-bahasa Austronesia, tetapi juga rumpun non-austronesia dalam hal ini bahasa yang terkait dengan bahasa-bahasa di Alor- Pantar. Dengan demikian, penelitian secara saksama tentang pengelompokan genetis untuk membuktikan kekerabatan kelompok bahasa non-austronesia di Kabupaten Alor khususnya di Pulau Pantar sangat diperlukan.

8 Penelitian bahasa-bahasa di Alor-Pantar tidak dapat dilakukan sekaligus. Untuk disertasi ini permasalahannya hanya dibatasi pada bahasa-bahasa yang ada di Pulau Pantar. Hal ini dilakukan agar lebih terfokus pada satu titik daerah pengamatan. Di samping itu, pada waktu melakukan penelitian untuk penulisan tesis magister peneliti sudah pernah memasuki daerah Pulau Pantar. Alasan lain adalah lokasi Pulau Pantar berdekatan dengan bahasa-bahasa yang masuk dalam kelompok Ambon-Timur, yakni bahasa-bahasa Lamaholot dan Kedang yang masuk dalam kelompok Austronesia. Walaupun penelitian ini hanya difokuskan pada bahasa-bahasa di Pulau Pantar akan tetapi yang menjadi fokus bahasa yang direkonstruksi hanyalah bahasa-bahasa yang sekearabat. Penelitian tentang Kekerabatan Bahasa-Bahasa di Pulau Pantar Provinsi NTT membahas peringkat kekerabatan dan keeratan bahasa-bahasa sekerabat di Pulau Pantar berdasarkan pada kerangka teori linguistik historis komparatif. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat bahwa secara internal hubungan keeratan dan kekerabatan bahasa di Pulau Pantar belum pernah dilakukan. Hal ini pula yang turut mendorong peneliti untuk meneliti bahasa-bahasa yang ada di Pulau Pantar. Linguistik Historis Komparatif sebagai salah satu cabang linguistik mempunyai tugas utama, antara lain menetapkan fakta dan tingkat keeratan dan kekerabatan antarbahasa yang berkaitan erat dengan pengelompokan bahasabahasa sekerabat. Bahasa-bahasa sekerabat yang termasuk dalam anggota suatu kelompok bahasa pada dasarnya memiliki kesejarahan perkembangan yang sama,

9 termasuk bahasa-bahasa di Pulau Pantar. Sesuai dengan tugas utama tersebut, linguistik historis komparatif memiliki kewenangan dalam mengkaji relasi historis di antara kelompok bahasa tertentu (Antilla, 1972: 20). Penelitian kesejarahan bahasa adalah mencari hubungan genetik dan historis yang ada di antara bahasa-bahasa dan merekonstruksi bahasa-bahasa proto yang telah menurunkan bahasa-bahasa yang ada pada saat ini. Pembuktian hubungan kekerabatan dan keseasalan itu pada umumnya bertolak dari pengelompokan bahasa-bahasa dan rekonstruksi protobahasanya. Pengelompokan adalah penentuan bahasa-bahasa dalam suatu susunan atau protokerabat (family tree). Selanjutnya rekonstruksi protobahasa adalah penetapan satuan-satuan kebahasaan sebagai protobentuk. Dengan demikian, melalui pengelompokan dan rekonstruksi dapat diperoleh kejelasan hubungan kekerabatan dan keseasalan sesuai dengan jenjang struktur dan silsilah kekerabatan bahasa (Antilla. 1972: 29; Hock, 1988: 567). Berdasarkan pengumpulan data awal secara kuantitatif ditemukan dua belas bahasa di Pulau Pantar. Kedua belas bahasa tersebut bahasa-bahasa yang berkerabat erat adalah bahasa Modebur, bahasa Kaera, dan bahasa Teiwa. Ketiga bahasa tersebut merupakan kelompok bahasa non-autronesia. Ketiga bahasa tersebut dua diantaranya belum teridentifikasi oleh SIL yaitu bahasa Modebur dan Bahasa Kaera sedangkan bahasa Teiwa sudah teridentifikasi dengan nama bahasa Tewa. Letak ketiga bahasa tersebut berada di puncak gunung Modebur. Lokasi pengambilan data ini melalui medan yang sangat sulit. Untuk mencapai lokasi-lokasi penelitian dilalui dengan berjalan kaki mendaki gunung

10 bahkan sampai merangkak sejauh 20 km. Pengambilan data diawali dari Pulau Pantar bagian timur. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan transportasi dari ibu kota kabupaten Alor yakni Kalabahi menuju lokasi penelitian. Jika melalui Pantar bagian barat medan yang dilalui sangat sulit. Kesulitan tersebut di antaranya perahu motor yang menuju ke bagaian barat Pulau Pantar tidak setiap hari dan yang dilewati medannya sangat sulit karena melewati gunung Sirung yang lebih tinggi daripada gunung Modebur. Transportasi yang digunakan untuk menuju Pulau Pantar adalah perahu motor yang berukuran kecil. Dengan mengarungi lautan di selat Pantar, menaiki gunung yang tinggi dan menuruni lembah yang terjal yang ada di Pulau Pantar akhirnya sampai juga di lokasi penelitian. Bahasa pertama yang dikunjungi dalam bahasa Modebur yang terletak di desa Merdeka di Pantar Timur. Berawal dari desa Modeburlah pengambilan data awal dimulai sampai menjangkau seluruh desa yang ada di Pulau Pantar dengan berbagai suka dukanya. Setelah pengumpulan data awal selesai maka peneliti kembali ke Kalabahi untuk menghitung persentase kata kerabat seluruh bahasa yang ada di Pulau Pantar. Dalam perhitungan bahasa kerabat, selain menemukan ketiga bahasa non- Austonesia yang berkerabat erat yakni bahasa Modebur, bahasa Kaera, dan Teiwa ditemukan pula bahasa Austronesia yakni bahasa bahasa Baranusa dan bahasa Alor. Kedua bahasa ini sangat erat kekerabatannya dengan bahasa-bahasa di Flores Timur yaitu bahasa Kedang dan Bahasa Lamaholot. Bahasa Baranusa tersebut belum teridentifikasi juga oleh SIL. Walaupun dalam pengumpulan data awal ditemukan kelompok bahasa Austronesia akan tetapi kelompok tersebut

11 tidak dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini difokuskan pada bahasa-bahasa kelompok non-austronesia. Setelah menemukan bahasa-bahasa yang sekerabat maka peneliti berkunjung kembali ke lokasi bahasa-bahasa yang berkerabat tersebut untuk mengumpulkan data lanjutan berupa data kualitatif. Penjelasan mengenai jumlah bahasa beserta dengan lokasinya bisa dilihat pada bab IV dalam disertasi ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah deskripsi status kekerabatan isolek-isolek di Pulau Pantar, di Pulau Pura, Kedang dan Lamaholot dengan bahasa-bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa? Masalah khusus dari permasalah di atas adalah a) Bagaimanakah deskripsi status kekerabatan isolek-isolek di Pulau Pantar, di Pulau Pura, Kedang dan Lamaholot dengan bahasa-bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa secara kuantitatif? b) Bagaimanakah deskripsi bukti penyatu dan pemisah baik secara fonologis dan leksikal antara bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa tersebut secara kualitatif? 2) Bagaimanakah wujud protobahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa di Pulau Pantar?

12 3) Mengapa ditemukan sejumlah kemiripan bahasa Modebur, Kaera dan Teiwa yang dkelompokkan sebagai bahasa non-austronesia dengan bahasa-bahasa Austronesia yang ada di Pulau Pantar dan di Flores Timur? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat keeratan dan kekerabatan bahasa-bahasa di Pulau Pantar yang direalisasikan dalam bentuk pengelompokan bahasa dan rekonstruksi bahasa asal dari bahasa-bahasa tersebut. Tujuan khusus penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Untuk mendeksripsikan silsilah kekerabatan bahasa-bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa dan status kekerabatan isolek-isolek di Pulau Pantar. a) Untuk mendeskripsikan status kekerabatan isolek-isolek di Pulau Pantar, di Pulau Pura, Kedang dan Lamaholot dengan bahasa-bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa secara kuantitatif. b) Untuk mendeskripsi bukti penyatu dan pemisah baik secara fonologis dan leksikal antara bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa tersebut secara kualitatif. 2. Untuk menemukan wujud (merekonstruksi) protobahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa. 3. Untuk mendeskripsikan secara eksplanatif ditemukannya sejumlah kemiripan bahasa Modebur, Kaera dan Teiwa yang dikelompokkan sebagai bahasa non-austronesia dengan bahasa-bahasa Austronesia yang ada di Pulau Pantar dan di Flores Timur.

13 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis yang dapat ditarik melalui hasil penelitian ini ialah dapat diungkapkan sejumlah informasi data kebahasaan, khususnya yang berkaitan dengan kesejarahan dan kekerabatan bahasa. Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan di bidang linguistik historis. Di samping itu, hasil penelitian juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan studi bandingan bagi para linguis yang berminat untuk meneliti bahasa-bahasa di Kabupaten Alor khususnya di Pulau Pantar secara mendalam. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Dalam rangka pemetaan bahasa-bahasa di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, kajian perbandingan bahasa-bahasa di Pulau Pantar dalam disertasi ini mempunyai arti penting mengingat studi kawasan non-austronesia secara komprehensif masih sangat kecil. Dalam hal ini studi bahasa-bahasa di Pulau Pantar merupakan

14 sebuah kontribusi penting bagi pemahaman yang lebih baik terhadap bahasa-bahasa kerabat di kawasan non-austronesia. 2) Penetapan bahasa secara keseluruhan sangat bermanfaat bagi pemetaan batas wilayah suatu negara tetangga. Pengabaian terhadap pemetaan bahasa itu dapat menjadi penyulut konflik di perbatasan wilayah NKRI dengan negara tetangga. Alasannya pemetaan bahasa niscaya berkaitan dengan batas etnik dan budaya dari penutur bahasanya. 3) Temuan yang diperoleh dapat bermanafaat untuk pelestarian bahasa dan budaya Pantar. Masyarakat Pantar merupakan etnis dengan bahasa dan budaya yang khas mewarnai keragaman budaya nasional. 4) Selain itu, kajian ini dapat menjadikan budaya Pantar semakin dikenal oleh berbagai kalangan, baik kalangan akademik maupun masyarakat yang lebih luas yang belum mamahami bahasa dan budaya tersebut.