BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia masih tergolong tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan kehidupan seorang anak, tetapi kurang dari setengah anak di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I. A. Latar Belakang. Dalam Al-Qur an terkandung segala bentuk tata kehidupan, mulai dari. Qur an surat Al- Baqarah dan surat Yunus yang artinya :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 6 BULAN SKRIPSI. Diajukan Oleh : Afitia Pamedar J

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

BAB I PENDAHULUAN. intoleran. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak adalah

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO) dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan fisik maupun mental sehingga proses tumbuh. kembang dapat berlangsung secara optimal. Kebutuhan dasar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pada berbagai bidang, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus sumberdaya manusia untuk. bagi anak sejak lahir hingga usia dua tahun (Depkes RI, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut yaitu dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sampai bayi

BAB I PENDAHULUAN. Bayi merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena penyakit kekurangan

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

1

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan nutrisinya baik dalam segi mutu ataupun jumlahnya. Untuk bayi 0-

BAB I PENDAHULUAN. menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anak merupakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peka menerangkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI Ekslusif pada bayinya (Laksono, 2010). Di daerah pedesaan, pada

PENDAHULUAN. dalam kandungan disertai dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) padabayi

I. PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI sangat

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya yang sehat,

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. makanan bayi yang ideal dan alami serta merupakan basis biologis dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat. Data. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB I PENDAHULUAN. lebih selama tahun kedua. ASI juga menyediakan perlindungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. D. Latar Belakang. Allah SWT memberikan sebuah anugrah kepada seluruh umat manusia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka Kematian Bayi tidak berdiri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Peran Millenium

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini berada jauh dari yang diproyeksikan oleh Depkes RI yakni sebesar 26,89 per 1.000 kelahiran hidup. Data dari Depkes RI (2008), angka kematian bayi disebabkan oleh masalah perinatal sebesar 34,7%, infeksi saluran napas sebesar 27,6%, diare sebesar 9,4%, kelainan saluran cerna sebesar 4,3%, kelainan saraf sebesar 3,2%, dan penyebab lain 17,4%. Angka kematian bayi di Kalimantan Tengah berdasarkan data SDKI (2007) sebesar 30 per 1.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan 4 provinsi di Pulau Kalimantan, Provinsi Kalimantan Tengah berada pada urutan kedua. Tiga penyebab utama kematian bayi di Kalimantan Tengah yaitu infeksi saluran pernapasan akut, komplikasi perinatal, dan diare. (Dinkes Provinsi Kal-Teng, 2007). Tiga bulan terakhir, yakni Juni, Juli dan Agustus 2011 jumlah penderita diare yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Murjani Sampit ada sebanyak 197 pasien diare. Selama Juni 2011 jumlah penderita diare di Kotawaringin Timur yang menjalani rawat inap di RSUD dr. Murjani Sampit ada sebanyak 50 orang dan satu diantaranya meninggal dunia, Juli 2011 jumlah penderita diare di Kotawaringin Timur mengalami peningkatan dari 50 menjadi 129 pasien dan 1

2 satu diantaranya meninggal dunia. Agustus 2011 terhitung sejak tanggal 1-8 Agustus penderita diare yang menjalani rawat inap di RSUD dr. Murjani ada sebanyak 18 dan satu meninggal dunia. Setiap bulannya ada pasien diare yang meninggal dunia dan sebagian besar penderita adalah anak dibawah umur lima tahun. Menurut data register bulan Januari sampai November 2011 di Ruang Asoka (anak) RSUD dr. Murjani Sampit, jumlah penderita diare 627 orang dengan variasi umur yang berbeda. Penderita diare berusia 0-24 bulan sejak bulan Januari sampai November 2011 adalah 432 bayi. Tingginya angka kejadian diare tersebut menunjukkan masih rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak serta masyarakat yang belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat, selain itu pendapatan masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi ketersediaan gizi untuk keluarga yang pada gilirannnya mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Riskesdas, 2010). Diare masih merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan lebih dari satu miliar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Soegijanto, 2002). Di Bagian Ilmu kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan

3 anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali. Penyakit diare adalah buang air besar yang tidak normal dengan perubahan konstruksi dan frekuensi yang lebih dari 3 kali dalam 24 jam yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan faktor psikologis. Berbagai sebab lain diantaranya akibat pemberian susu formula yang tidak higienis dan MP-ASI yang terlalu dini (Depkes RI, 2007). Mengatasi diare bisa dimulai dari hal yang kecil dan sedini mungkin, yaitu dengan pemberian air susu ibu secara eksklusif. Menurut Indiarti dan Sukaca (2009), Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan paling ideal bagi bayi. Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam air susu murni. Disamping fungsinya sebagai sumber energi, juga didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat. Di dalam usus asam laktat tersebut membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan kalsium serta mineral-mineral lain. Faktor kekebalan dalam ASI yaitu, lactobasilus bifidus untuk menghambat pertumbuhan enteropatogen, anti staphylokokus untuk menghambat pertumbuhan bakteri staphylokokus, dan IgA sekresi serta Ig lainnya untuk melindungi tubuh terhadap infeksi saluran makanan dan saluran pernafasan. Wulandari dkk (2008) mengatakan pada tahun 2000 pemerintah Indonesia menetapkan target sekurangnya 80% ibu menyusui bayinya secara eksklusif, yaitu ASI tanpa makanan ataupun minuman lainnya sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, tidak akan mengalami kekurangan

4 gizi, sekalipun bayi hanya diberi ASI saja tanpa makanan atau minuman tambahan lainnya, karena ASI merupakan sumber gizi yang ideal dengan komposisi seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi (Wulandari dkk, 2008). Semula pemerintah Indonesia menganjurkan para ibu menyusui bayinya hingga usia 4 bulan, kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan baru melalui Menteri Kesehatan RI No.450/Menkes/SK/IV/2004 mengenai pemberian ASI sampai bayi berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Budiasih, 2008). Sejak 2001 World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan untuk pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan mengenalkan makanan pendamping setelah itu (Scott dkk, 2009). Allah SWT berfirman, dalam surah Al-Baqarah: 233 Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat

5 apa yang kamu kerjakan. Di dalam Al-Quran telah dianjurkan seorang ibu untuk menyusui anaknya. ASI memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai berumur 6 bulan. Sesudah itu ASI tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan, karena itu bayi memerlukan pula makanan tambahan, dengan demikian makanan untuk bayi terdiri dari 2 unsur yaitu ASI dan makanan tambahan. Makanan tambahan untuk bayi yaitu makanan pendamping ASI (MP- ASI) diberikan tepat pada usia 6-12 bulan karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi malnutrisi, sebaliknya bila makanan pendamping diberikan terlambat akan mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang (Krisnanuti, 2000). Pengenalan makanan padat secara dini sebelum bayi berusia 4 bulan dapat menyebabkan peningkatan risiko diare pada bayi dan menaikkan persentase lemak tubuh yang secara tidak langsung menyebabkan obesitas pada bayi (Scott dkk, 2009). Bayi yang diberi MP-ASI sejak usia 6 bulan perkembangannya lebih baik dibandingkan dengan bayi yang diberi MP-ASI sebelum usia 6 bulan. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan, yaitu: pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua hanya memberikan air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif

6 sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2007). Mengenalkan makanan pendamping ASI sejak dini akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan bayi. Hal ini disebabkan sistem gastrointestinal mereka belum siap menerima makanan dan bayi juga beresiko terkontaminasi bakteri. Bila makanan pendamping ASI sudah diberikan kepada bayi sejak dini (dibawah usia 6 bulan) maka asupan gizi yang dibutuhkan oleh bayi tidak sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat adalah setelah bayi berumur 6 bulan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Kejadian Diare di Ruang Asoka (anak) RSUD dr. Murjani. B. Rumusan Masalah Diare masih menjadi masalah yang memprihatinkan di Sampit, terutama untuk bayi karena keadaan mereka yang masih rentan. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan diare, diantaranya adalah faktor perilaku yang dapat meningkatkan risiko kejadian diare yaitu pemberian ASI eksklusif. Pemberian MP-ASI pada usia yang tidak tepat (kurang dari 6 bulan) kemungkinan dapat meningkatkan angka kejadian diare karena sistem

7 pencernaan bayi yang masih belum siap. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan usia pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan kejadian diare di Ruang Asoka (anak) RSUD dr. Murjani?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara usia pemberian makanan pendamping air susu ibu dengan kejadian diare di Ruang Asoka (anak) RSUD dr. Murjani Sampit. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi penderita diare di Ruang Asoka (anak) RSUD dr. Murjani Sampit. b. Mengidentifikasi usia pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu di Ruang Asoka (anak) RSUD dr. Murjani Sampit. c. Menganalisa hubungan usia pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan kejadian diare di Ruang Asoka RSUD dr. Murjani Sampit. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi ilmu keperawatan mengenai hubungan antara usia pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan kejadian diare.

8 2. Bagi Responden Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi ibu bayi untuk memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu pada usia yang tepat. 3. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Murjani Sampit Khususnya untuk ruang Asoka (anak), dengan penelitian ini diharapkan hasilnya dapat menjadi masukan dalam rangka menurunkan angka penderita diare. 4. Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan dan wawasan bagi mahasiswa sebagai perbandingan apabila suatu saat dilakukan penelitian yang serupa. 5. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana belajar dalam rangka menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman dan juga sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap masalah kesehatan yang terjadi, khususnya mengenai hubungan usia pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan kejadian diare. E. Penelitian terkait 1. Hira (2004) : Analisis faktor risiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan Bantimurung dengan menggunakan rancangan penelitian case control dari 325 sebagai sampel. Data dikumpulkan dengan

9 cara wawancara dan observasi, menggunakan analisis univariat dan analisi bivariat. Didapatkan hasil tingkat pendidikan ibu, kebiasaan cuci tangan sesudah buang air besar, penggunaan air bersih, pada uji bivariat semua variabel yang diuji pada signifikansi P<0,05 secara statistik bermakna mempunyai hubungan dengan kejadian diare. 2. Melia Karmawati (2009) : Hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi kurang pada anak umur 6-18 bulan di kabupaten Gunung Kidul. Dengan menggunakan data primer gizi balita yang dikumpulkan di lapangan berdasarkan variabel yang dibutuhkan dalam penelitian dan data sekunder yang didapat dari formulir pemantauan status gizi balita. Dimana dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian MP-ASI dini meningkatkan resiko gizi kurang pada anak berumur 6-18 bulan. Faktor-faktor yang menyebabkan pemberian MP-ASI pada bayi kurang dari 6 bulan adalah faktor orang tua ibu (nenek), gencarnya promosi produk susu di tempat bidan praktek, ibunya pergi dan ibunya sakit sedangkan satus gizi kurang dapat disebabkan oleh status ekonomi, pola asuh, adanya penyakit dan premature. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti buat adalah tempat penelitian di RSUD dr. Murjani Sampit dengan variabel penelitian adalah usia pemberian makanan pendamping ASI dan kejadian diare. Menggunakan rancangan penelitian survey analitik dengan pendekatan case control.