BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sayuran dalam kehidupan manusia sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran merupakan salah satu sumber mineral dan vitamin yang dibutuhkan manusia (Nugrohati dan Untung, 1986). Salah satu contoh tanaman jenis sayuran adalah Kubis (Brassica oleracea). Kubis merupakan salah satu sayuran yang sangat digemari oleh banyak kalangan masyarakat yang digunakan untuk dimasak dan dikonsumsi. Kubis, selain memiliki kandungan vitamin, gizi dan serat yang tinggi, juga memiliki kandungan antioksidan tinggi yang dapat mengurangi resiko terkena penyakit. Namun disamping hal tersebut, konsumsi sayuran oleh masyarakat saat ini masih dibawah kebutuhan gizi yang seharusnya. Konsumsi sayuran yang masih rendah tersebut disebabkan banyak hal antara lain tingkat pengetahuan rata-rata masyarakat yang masih rendah dan produktivitas sayuran yang rendah. Faktor-faktor pembatas produktivitas yang penting adalah adanya serangan berbagai jenis hama tanaman dan masalah penanganan pasca panen yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas sayuran (Nugrohati dan Untung, 1986). Salah satu usaha agar produktivitas sayuran dapat ditingkatkan diperlukan tindakan pengendalian hama dan penanganan pasca panen yang efektif dan efisien (Nugrohati dan Untung, 1986). Pestisida banyak digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti pada tanaman kubis. Pestisida yang diberikan pada tanaman memiliki kandungan bahan kimia yang beragam. Kandungan bahan kimia tersebut antara lain seperti 1 pronefos, detakmetrin, klorfiripros, tulubenzuron, dan permetrin. Pestisida yang digunakan pada tanaman seringkali dipakai secara berlebihan, karena penggunaan tersebut maka tanah yang ditanami tanaman kubis kemungkinan besar akan mengalami akumulasi residu dari pestisida tersebut, residu yang terdapat di tanah salah satu contohnya adalah logam berat.
2 Selain penggunaan zat pengendali hama tanaman seperti pestisida, tanaman juga memakai bahan organik seperti pupuk kandang atau kompos yang merupakan bagian penting dalam sistem tanah. Peran utama kompos adalah untuk menangani masalah tanah-tanah kritis, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah dan menambah unsur hara (Kim, 1991). Zat kimia yang terkandung pada pupuk diantaranya adalah nitrogen, nitrat, tembaga, ammonium, fosfor, kalium, magnesium, besi, mangan dan lainnya untuk mencukupi kebutuhan tanaman dan tumbuh subur (Hartatik dan Widowati, 2007). Penggunaan pestisida dan pupuk pada pertanian pada kenyataannya terbukti dapat menekan jumlah serangan hama penyakit dan meningkatkan kesuburan tanaman. Namun dengan adanya pemberian pupuk kimia dan pestisida tersebut juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi tanaman dan khususnya bagi manusia. Dengan penggunaan pestisida dan pupuk secara berlebihan pada tanaman dapat menyebabkan terjadinya deposit bahan kimia yang ada pada pupuk dan pestisida yang akhirnya menjadi residu pada tanah dan tanaman (Tarumingkeng, 1992). Penggunaan pestisida dan pupuk kimia selain menyebabkan adanya akumulasi bahan kimia juga menyebabkan terjadinya akumulasi logam di dalam tanah. Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk kedalam suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam lingkungan tersebut. Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008). Polutan yang sering menjadi masalah di tanah yaitu logam berat. Logam berat pada kondisi lingkungan yang alami tidak menjadi masalah. Namun akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan seperti pemupukan dan pestisida yang terus menerus, maka logam berat tersebut terakumulasi dan menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan terutama tanah dan tumbuhan itu sendiri.
3 Zat pencemar yang berasal dari pupuk dan pestisida biasanya berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk. Akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang terutama pada tanaman kubis yang disebut sebagai tanaman bioakumulator. Tanaman bioakumulator merupakan kemampuan dari tanaman maupun organisme untuk menyerap logam-logam berat seperti Cd dan logam berat lainnya. Sommers (1980) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa kemampuan menerima dan mentranslokasikan logam berat ke berbagai tanaman berbeda untuk setiap jenis tanaman. Bahkan spesies yang sama, namun tanaman yang berbeda dapat menunjukkan variasi kadar logam berat yang cukup besar. Dinyatakan pula bahwa tanaman sayuran seperti selada, kubis dan bayam cenderung mengakumulasi logam Cd dalam jumlah yang lebih besar dibanding kedelai, jagung dan gandum bila tanaman tersebut ditanam pada kondisi yang sama. Sebuah penelitian menyatakan bahwa tanaman yang masuk dalam famili Brassicaceae memiliki kemampuan sebagai akumulator logam, diantaranya sawi india yang mampu mengakumulasi timah dengan konsentrasi 4-500 mg/l (Henry dalam Bayu et al, 2010). Tanaman tersebut juga mampu mengakumulasi uranium dengan konsentrasi uranium hingga 6 mg/kg (Huhle, 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan analisis pertumbuhan tanaman kubis pada tanah yang terakumulasi logam berat kadmium (Cd) akibat penggunaan pupuk dan pestisida. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pertumbuhan tanaman kubis yang tumbuh pada tanah yang terakumulasi logam berat kadmium (Cd) di Perkebunan Pangalengan Kabupaten Bandung? C. Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah yang ada maka dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya:
4 1. Bagaimana kadar klorofil pada tanaman kubis yang tumbuh pada tanah yang terakumulasi logam berat Cd? 2. Bagaimana rata-rata berat kering dan basah tanaman kubis? 3. Bagaimana kadar unsur Cd dalam sampel tanaman dan tanah pertanian kubis? 4. Bagaimana kandungan materi organik terlarut pada tanah yang terakumulasi logam berat Cd? D. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, terdapat beberapa batasan masalah sebagai berikut: 1. Analisis pertumbuhan yang diamati meliputi kandungan klorofil dan biomasa tanaman 2. Bagian yang diambil untuk analisis logam berat adalah tanah dan daun tanaman kubis 3. Analisis logam dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir tanam (masa panen). 4. Faktor abiotik yang diamati meliputi suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, ph tanah, kecepatan angin, suhu tanah, kelembaban tanah, dan Materi Organik Terlarut (MOT). E. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan tanaman kubis yang tumbuh pada tanah yang terakumulasi logam berat kadmium (Cd) di perkebunan kubis Pangalengan, Kabupaten Bandung. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan residu logam berat Cd pada tanaman kubis di perkebunan yang tercemar logam berat. 2. Mendeskripsikan residu logam berat Cd pada tanah di perkebunan kubis yang tercemar logam berat.
5 F. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai penggunaan pupuk dan pestisida yang mengandung bahan kimia dan dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan pertumbuhan tanaman pangan khususnya tanaman kubis. 2. Manfaat Praktis Dari penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat bermanfaat secara langsung khususnya dapat memberikan pengetahuan bagi para petani mengenai pertumbuhan dari tanaman kubis dan sumber informasi baru bagi para petani untuk mengetahui mengenai pencemaran logam berat Cd dan pestisida.