UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

dokumen-dokumen yang mirip
UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGIS OTAK BESAR MENCIT BALB/C ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

PENGARUH PEMBERIAN METHANIL YELLOW PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR

HUBUNGAN DERAJAT HISTOPATOLOGIS HEPAR MENCIT BALB/c DENGAN PEMBERIAN ARSENIK TRIOKSIDA DOSIS BERTINGKAT PERORAL

BAB IV METODE PENELITIAN

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGIS OTOT JANTUNG MENCIT BALB/C ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 METODE PENELITIAN

Kata kunci: perlemakan hati, rosela, bengkak keruh, steatosis, inflamasi lobular, degenerasi balon, fibrosis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOMORFOMETRI LIMPA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia YANG DIINDUKSI ASAM ASETAT ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

PENGARUH LAMA PEMBERIAN METANOL 50 % PER ORAL TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN SEL HEPAR PADA TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODE PENELITIAN

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GINJAL MENCIT BALB/C ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JATI BELANDA DOSIS BERTINGKAT TERHADAP HEPAR TIKUS WISTAR ARTIKEL PENELITIAN. Disusun oleh : Ashri Fatmawati G2A004030

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN PARU-PARU PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu

PENGARUH TIMBAL (Pb) PADA UDARA JALAN TOL TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR DAN KADAR TIMBAL (Pb) DALAM DARAH MENCIT BALB/C JANTAN

PENGARUH PEMBERIAN TEH KOMBUCHA PER ORAL DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT BALB/c ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Tempat : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGIS PARU-PARU MENCIT BALB/C ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR JANTAN

PERBANDINGAN PEMBERIAN BRODIFAKUM DOSIS LD 50 DAN LD 100 TERHADAP RESIDU BRODIFAKUM PADA HEPAR TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS BERTINGKAT MADU TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR PADA MENCIT STRAIN Balb/c JANTAN YANG DIBERI PAPARAN ASAP ROKOK

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU

ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PAPARAN PER ORAL FLUORIDA DALAM PASTA GIGI DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT BALB/C USIA 3-4 MINGGU

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) TERHADAP HEPAR MENCIT BALB/C ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan eksperimental murni, dengan rancanganpost-test control

ANALISA GAMBARAN POST MORTEM MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS OTAK DAN HATI PADA TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN WARFARIN LD-50 DAN LD-100

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 HALAMAN PENGESAHAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam. industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 6. Desain Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN TEH HITAM TERHADAP KADAR SGOT DAN SGPT MENCIT BALB/C ARTKEL KARYA TULIS ILMIAH

The Effect of Ultraviolet (UV) C Lamp Exposure on Organ Weights and Histopathology Appearance Liver in Male Mice (Mus musculus L.)

PENGARUH PEMBERIAN MERKURI PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIVER TIKUS WISTAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi

PENGARUH PEMBERIAN DEKSAMETASON DOSIS BERTINGKAT PER ORAL 30 HARI TERHADAP KERUSAKAN SEL HEPAR TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

Perbandingan Pemberian Brodifakum LD50 dan LD100 terhadap Perubahan Gambaran Patologi Anatomi Gaster Tikus Wistar

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN GINJAL PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

ABSTRAK. EFEK SARI KUKUSAN KEMBANG KOL (Brassica oleracea var. botrytis DC) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS KOLON PADA MENCIT MODEL KOLITIS

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan

ABSTRAK. Stefany C.K, Pembimbing I : Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes. Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Histologi, Mikrobiologi, dan Farmakologi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

ABSTRAK. Kata kunci: Hepar, Parasetamol, Propolis

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) DOSIS BERTINGKAT SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR TIKUS WISTAR

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. PENGARUH MINYAK IKAN (Oleum Iecoris Aselli) TERHADAP PROSES BELAJAR DAN MEMORI MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster DENGAN MAZE LEARNING TEST

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN

PENGARUH PEMBERIAN DEKSTROMETORFAN DOSIS BERTINGKAT PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. UJI TOKSISITAS SUBKRONIS DERMAL MINYAK ROSMARINI (Rosmarinus officinalis L) PADA TIKUS WISTAR DENGAN PARAMETER HEMATOLOGI DAN BIOKIMIAWI

PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Anatomi, Ilmu Jiwa, dan Ilmu Farmakologi. dengan desain penelitian Post Test Only Control Group Design dimana

PENYEMBUHAN LUKA INSISI SECARA MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS-WEBSTER

Transkripsi:

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C ACUTE TOXICITY TEST OF ORAL ADMINISTRATION OF GRADED DOSE MONOCROTOPHOS AS MEASURED BY HISTOPATOLOGIC APPEARANCE OF BALB/C MICE LIVER ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat strata-1 Kedokteran Umum WULAN SETYOWATI G2A 006 197 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2010

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C Wulan Setyowati 1), Santoso 2) ABSTRAK Latar belakang : Monocrotophos merupakan pestisida golongan organofosfat yang bekerja dengan menghambat enzim kolinesterase sehingga asetilkolin tidak dapat dihidrolisa. Zat tersebut masuk ke dalam tubuh melalui mukosa, saluran pernapasan atau saluran pencernaan. Monocrotophos yang masuk melalui per oral akan mengalami metabolisme lintas pertama di hepar. Sel hepar sebagai organ yang terkena jejas akan mengalami kerusakan (degenerasi). Penelitian ini bertujuan untuk menilai gambaran histopatologis hepar mencit Balb/ c pada pemberian monocrotophos dosis bertingkat per oral. Metode : Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only conrol group design. Sampel 20 ekor mencit Balb/c betina dibagi secara acak dalam empat kelompok, 1 kelompok kontrol (K) dan 3 kelompok perlakuan (P1, P2 dan P3) masing-masing berupa pemberian monocrotophos 1/10x dosis letal, dosis letal dan 10x dosis letal melalui sonde. Pengamatan dilakukan selama 7 hari. Pada hari ke-7 dilakukan terminasi dan pengambilan hepar. Kemudian dilakukan pengamatan gambaran histopatologi. Hasil : Rerata skor tingkat kerusakan sel hepar tertinggi pada P3. Pada uji Kruskal Wallis didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,000). Pada uji Mann Whitney didapatkan perbedaan bermakna pada K-P1(p=0,008), K-P2(p=0,008), K-P3(p=0,008), P1-P2(p=0,009), P1-P3(p=0,009), P2-P3(0,009). Simpulan : Pemberian monocrotophos dosis bertingkat per oral pada mencit Balb/c menyebabkan terjadinya kerusakan sel hepar berupa degenerasi parenkimatosa, hidropik dan nekrosis. Kata kunsi : 1) Monocrotophos, 2) Kerusakan sel hepar. 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2) Dosen Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

ACUTE TOXICITY TEST OF ORAL ADMINISTRATION OF GRADED DOSE MONOCROTOPHOS AS MEASURED BY HISTOPATOLOGIC APPEARANCE OF BALB/C MICE LIVER Wulan Setyowati 1), Santoso 2) ABSTRACT Background : Monocrotophos is a kind of organophosphate pestiside that is working with inhibite cholinesterase enzym, so that acetilcholin can nott be hydrolyzed. That chemical substance come in to the body by mucosa, respiration system or disgestive system. Monocrotophos which is come in to the body orally will have first metabolism in the liver 7 The liver that is infected will have damage (degeneration). The aim of this study is to know Balb/c hispatology description of giving manatocrophos orally by level. Methode : This experimental study used post test only conrol group design. Sample of the study are 20 Balb/c mice randomly devided into four group, 1 control group (K) dan 3 treatment group (P1, P2 dan P3) which is given monocrotophos 1/10x dosis letal, dosis letal dan 10x dosis letal by sonde. Observation was done 7 days. At the 7th day termination and liver taking was done. Then the observation of hispatology description was done. Result : The highest degenaration of cell of liver was in P3. The Kruskal Wallis test showed significant difference (p=0,000). The Mann Whitney test showed significant difference to K-P1(p=0,008), K-P2(p=0,008), K-P3(p=0,008), P1- P2(p=0,009), P1-P3(p=0,009), P2-P3(0,009). Conclusion : Giving monocrotophos by level orally to Balb/c mouse cause damage to the cell of liver as parenchymatous degeneration, hydropic degenaration and necrosis. Keyword : Monocrotophos, the cell of liver degenaration 1) Student of Medical Faculty of Diponegoro University 2) Lecturer of Forensic Department, Medical Faculty of Diponegoro University

PENDAHULUAN Monocrotophos merupakan pestisida golongan organofosfat yang bekerja dengan menghambat enzim kolinesterase. Penghambatan enzim kolinesterase ini mengakibatkan asetilkolin tidak dapat di hidrolisa sehingga menimbulkan peninggian konsentrasi asetilkolin. Hal tersebut menyebabkan perangsangan berlebihan pada reseptor-reseptor asetilkolin dan menyebabkan proses intoksikasi akut oleh monocrotophos, seperti tampak pada gejala muntah, mual, keringat berlebihan, hiperlakrimasi, hipersalivasi dan akibat yang paling parah adalah depresi saluran pernafasan. 1 Zat tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui mukosa, saluran pernapasan atau saluran pencernaan. 2 Monocrotophos yang masuk melalui per oral akan mengalami metabolisme lintas pertama di hepar. 3 Sel hepar sebagai organ yang terkena jejas akan mengalami kerusakan (degenerasi). Hal ini tergantung pada dosis, jenis, pengaruh zat ataupun penyakit lain dan kerentanan host. 4 Dari latar belakang di atas maka dirumuskan suatu masalah penelitian Apakah terdapat pengaruh pemberian monocrotopohos dosis bertingkat per oral terhadap gambaran histopatologi hepar mencit Balb/c?. Penelitian ini bertujuan untuk menilai gambaran histopatologis hepar mencit Balb/ c pada pemberian monocrotophos dosis bertingkat per oral sebesar 0.03mg, 0.3mg dan 3mg. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi untuk peneliti lain tentang efek toksik penggunaan pestisida jenis monocrotophos terhadap gambaran histopatologi hepar. METODE PENELITIAN Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Patologi Anatomi, Farmakologi dan Histologi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan post test only control group design yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit Balb/c sebanyak 20 ekor yang telah memenuhi kriteria insklusi dan eksklusi penelitian berupa mencit Balb/c betina, keturunan murni, berat 20-25gram, umur 8-10minggu, mencit dalam keadaan sehat, tidak ada cacat anatomi dan tidak sakit selama masa adaptasi 7 hari. Selanjutnya 20 ekor mencit diadaptasi selama 7 hari kemudian dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing terdiri atas 5 ekor) yaitu 1 kelompok kontrol (tanpa diberi monocrotophos) dan 3 kelompok perlakuan yang diberi monocrotophos 0,03mg, 0,3mg dan 3mg. Setelah pemberian perlakuan, mencit diamati selama 7 hari. Kemudian dilakukan pengambilan organ hepar dan diamati perubahan gambaran histopatologi hepar dengan mikroskop dalam lima lapangan pandang dengan perbesaran 400x dengan jumlah sel yang diamati adalah 100 sel. Sasaran yang dibaca adalah derajat perubahan struktur histopatologi sel hepar di sekitar vena centralis yang dinyatakan dengan kriteria pada table berikut : Tabel 1. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur histopatologi sel hepar Tingkat Perubahan Normal Degenerasi Parenkimatosa Degenerasi Hidropik Nekrosis Nilai 1 2 3 4 Data yang dikumpulkan merupakan data primer hasil pengamatan mikroskopis derajat histopatologi hepar mencit Balb/c. Variabel bebas berupa kelompok kontol, perlakuan 1, perlakuan 2 dan perlakuan 3 beskala rasio (numerik). Variabel tergantung berupa derajat perubahan gambaran histopatologi sel hepar mencit Balb/c berskala ordinal. Data selanjutnya ditulis dalam bentuk tabel dan dianalisa dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows. Dari analisa diperoleh sebaran data yang tidak normal (data non parametrik), maka kemudian dilakukan uji beda antara kelompok menggunakan Kruskal Wallis. Dari uji ini diperoleh perbedaan yang bermakna (p 0,05) maka kemudian dilanjutkan uji beda antar kelompok dengan uji Mann Whitney.

HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini ditemukan adanya perubahan gambaran histopatologi hepar mencit Balb/c berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik dan nekrosis. Hasil pengamatan mikroskopis yang mewakili masing-masing kelompok perlakuan dapat ditampilkan pada gambar berikut : Gambar 1. Gambaran histopatologi hepar mencit pada kelompok Kontrol dengan perbesaran 400x. ( ) : sel normal

Gambar 2. Gambaran histopatologi hepar mencit pada kelompok Perlakuan 1 dengan perbesaran 400x. ( ) : degenerasi parenkimatosa Gambar 3. Gambaran histopatologi hepar mencit pada kelompok Perlakuan 2 dengan perbesaran 400x. ( ) : degenerasi hidropik. Gambar 4. Gambaran histopatologi hepar mencit pada kelompok perlakuan 3 dengan perbesaran 400x. ( ) : nekrosis

Rerata skor tingkat tingkat kerusakan sel hepar pada kelompok kontrol dan perlakuan ditampilkan pada table berikut : Tabel 2. Rerata nilai skor tingkat kerusakan sel hepar Kelompok Nilai skor tingkat kerusakan sel hepar Mean SD SE Kontrol 1,044 0,19 0,00 Perlakuan 1 2,198 0,05 0,02 Perlakuan 2 2,962 0,04 0,01 Perlakuan 3 3,814 0,24 0,11 Tabel 2 menunjukkan skor tingkat kerusakan sel hepar yang tertinggi adalah kelompok perlakuan tiga dengan rerata 3,814 dan yang terendah adalah pada kelompok kontrol dengan rerata 1,044. Rerata skor tingkat kerusakan sel hepar tersebut kemudian dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dan didapatkan distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data tidak normal maka di lanjutkan dengan uji non parametrik Kruskal Wallis. Dari uji non parametrik ini didapatkan perbedaan yang bermakna pada semua kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji non parametrik Mann Whitney untuk melihat adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Tabel 3. Nilap p pada uji Mann Whitney antar kelompok Kelompok K P1 P2 P3 K - 0.008* 0.008* 0.008* P1 0.008* - 0.009* 0.009* P2 0.008* 0.009* - 0.009* P3 0.008* 0.009* 0.009* - *ada perbedaan yang bermakna (p 0,05) Hasil uji beda antar kelompok didapatkan skor tingkat kerusakan sel hepar antar kelompok kontrol dan seluruh kelompok perlakuan, antar kelompok

perlakuan, yaitu antara P1 dan P2, P1 dan P3, serta P2 dan P3 terdapat perbedaan yang bermakna dimana p 0,05. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran perubahan histopatologi berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis. Degenerasi parenkimatosa merupakan degenerasi yang paling ringan dimana terjadi pembengkakan dan kekeruhan sitoplasma karena munculnya granula-granula dalam sitoplasma akibat endapan protein. Degenerasi ini reversibel karena hanya terjadi pada mitokondria dan retikulum endoplasma akibat gangguan oksidasi. Bila degenerasi ini berlanjut maka akan terjadi degenerasi hidropik. Degenerasi hidropik merupakan derajat kerusakan yang lebih berat. Pada degenerasi ini tampak vakuola yang berisi air dalam sitoplasma yang tidak mengandung lemak atau glikogen, sitoplasmanya menjadi pucat dan membengkak karena timbunan cairan. Perubahan ini umumnya merupakan akibat adanya gangguan metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia. Apabila penyebab cederanya menetap, sel yang telah cedera bisa mengalami robekan membran plasma dan perubahan inti sel sehingga sel mati atau nekrosis. 5 Pada penelitian ini diperoleh bahwa pada pemberian monocrotophos dosis bertingkat per oral terjadi kerusakan sel hepar pada semua tingkat dosis pemberian, yaitu pemberian sebesar sepersepuluh dosis letal, dosis letal dan sepuluh kali dosis letal. Nilai skor tingkat kerusakan sel hepar semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya dosis pemberian monocrotophos. Kelompok P3 memiliki tingkat kerusakan yang terberat dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Kelompok P2 memiliki tingkat kerusakan lebih berat dibanding dengan kelompok P1 namun lebih ringan daripada P3. Kelompok P1 memiliki tingkat kerusakan paling ringan dibanding kelompok perlakuan lain. Hasil uji beda antara kelompok menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Hasil ini menunjukkan bahwa pada dosis sepersepuluh dosis letal pemberian monocrotophos sudah dapat

membuat perubahan bermakna pada gambaran histopatologi hepar atau gambaran histopatologi hepar berbeda dan bermakna dibandingkan dengan tidak mengkonsumsi. Begitu pula dengan hasil uji beda antar kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna, yaitu antara P1 dengan P2, P1 dengan P3, dan P2 dengan P3. Hasil penelitian ini sama dengan yang dikehendaki oleh penulis bahwa pemberian monocrotophos dosis bertingkat akan menyebabkan kerusakan sel hepar yang meningkat sesuai tingkat penambahan dosis. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rektor Universitas Diponegoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, 2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, 3. Dr. Santoso, SpF, Saebani, S.KM, M.Kes selaku pembimbing penelitian yang telah bersedia membimbing penulis, 4. DR. Dra. Henna Rya S, Apt, MES selaku ketua penguji seminar proposal penelitian dan ketua penguji laporan akhir hasil penelitian, 5. Dr. Ika Prawita M, SpPA selaku dosen penguji seminar proposal penelitian, 6. Dr. Bambang Endro Putranto, SpPA (K) selaku dosen penguji laporan akhir hasil penelitian, 7. Dr. Kasno, SpPA (K) selaku konsultan dalam pembacaan preparat, 8. Kepala Bagian dan Seluruh Staf bagian Forensik FK Undip, 9. Kepala Bagian dan Seluruh Staf bagian Biokimia FK Undip atas peminjaman tempat pelaksanaan penelitian, 10. Kepala Bagian dan Seluruh Staf Bagian Patologi Anatomi FK Undip, 11. Orang tua penulis atas kesabaran dan segala pengertian kepada penulis, 12. Kakak dan adik tercinta atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis,

13. Haeriah Sabarudin, Ratri Indriastuti, Teddy Dharmawan dan Theodorus Kevin selaku teman sekelompok penelitian atas bantuan dan kerjasamanya, 14. Teman-teman angkatan 2006 atas segala masukan dan informasinya, 15. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Sofwan Dahlan. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro, 2000. 2. FAO. Monocrotophos. http://www.fao.org/docrep/w5715e/w5715e04.htm 3. Gani W. Tmbunan. Patologi gastroenterology. Jakarta. EGC. 1994:171. 4. Darmawan s. Hati dan saluran empedu. Didalam: Himawan s. editor. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987; 226-31. 5. Kumar RC. Dasar Patologi penyakit, edisi 5. Jakarta:EGC. 1999.