BAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU TENTANG PEMANFAATAN SITUS SANGIRAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR EVOLUSI

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

TEMUAN RANGKA MANUSIA DI SITUS SEMEDO FINDINGS OF THE HUMAN SKELETON IN SEMEDO SITE

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, yang sampai sekarang masih banyak anak-anak yang belum tahu

SANGIRAN DOME DANANG ENDARTO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA. Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / Bayu Setyaningrum / Winda Setya M /


BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site)

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM

ALAT BATU SITUS SEMEDO: KERAGAMAN TIPOLOGY DAN DISTRIBUSI SPASIALNYA STONE TOOL FROM SEMEDO SITE: ITS TYPOLOGY DIVERSITY AND SPATIAL DISTRIBUTION

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

SANGIRAN - PATIAYAM: PERBANDINGAN KARAKTER DUA SITUS PLESTOSEN DI JAWA. Sofwan Noerwidi dan Siswanto BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

ALAT BATU SITUS SEMEDO: KERAGAMAN TIPOLOGI DAN DISTRIBUSI SPASIALNYA STONE TOOL FROM SEMEDO SITE: ITS TYPOLOGY DIVERSITY AND SPATIAL DISTRIBUTION

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk

POTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

PERKEMBANGAN MUSEUM SITUS SANGIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN TAHUN

GUBERNUR SULAWESI BARAT

Model Pengelolaan Kawasan Situs Cabbenge, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

PERENCANAAN INTERIOR AREA PAMER GEODIVERSITY, BIODIVERSITY & CULTUREDIVERSITY ETALASE GEOPARK GUNUNG SEWU - PACITAN

KEBERADAAN SITUS GUA HARIMAU DI KAWASAN PERBUKITAN KARTS PADANG BINDU, SUMATERA SELATAN

Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III TINJAUAN LOKASI

PERBANDINGAN DATA GEOLOGI, PALEONTOLOGI DAN ARKEOLOGI SITUS PATIAYAM DAN SEMEDO

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN

beragam kegunaan, maka tak heran bahwa tanaman ini dikenal juga sebagai tanaman surga. Bagian daun sampai tulang daunnya bisa dijadikan kerajinan dan

Untuk memahami lebih lanjut, kamu juga dapat membaca. Adrian B. Lapian (ed), berukuran kecil, dengan volume otak Indonesia Dalam Arus

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

ALAT BATU DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

SISTEM SETTING OKUPASI MANUSIA KALA PLEISTOSEN - AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNGKIDUL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

KONDISI UMUM BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

REKAMAN DATA LAPANGAN

TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MUSEUM SITUS DAYU SEBAGAI KAWASAN WISATA INTERAKTIF KEHIDUPAN MANUSIA PURBAKALA

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia pasti dihadapkan dengan dua keadaan yaitu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MUTU HIDUP

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN. Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn.

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

SUMBER BAHAN DAN TRADISI ALAT BATU AWANG BANGKAL

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

PENINGGALAN ARKEOLOGI MASA AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNG TUKUM LEMBAH BALIEM KABUPATEN JAYAWIJAYA

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

B U P A T I K A R O PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan salah satu daerah potensial di Indonesia dalam sektor

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

STAG3012 Petrologi batuan endapan

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB II TINJAUAN UMUM

Kapata Arkeologi, 12(1), ISSN (cetak): ISSN (elektronik):

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

MUSEUM PALEOANTROPOLOGI

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

STAG2022 Stratigrafi Malaysia

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

Ash, atau abu volkanik adalah material hasil letusan gunungapi (atau material piroklastik) dengan ukuran butir < 2mm.

Transkripsi:

BAB IV KESIMPULAN A. KESIMPULAN Situs Manusia Purba Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini ditemukan beragam jenis fosil fauna dan flora, serta fosil Hominid sebagai fosil manusia pelaku kebudayaan. Fosil fauna yang ditemukan di Sangiran, antara lain kelas Probosidae, kelas Bovidae, dan kelas Cervidae. Jenis flora yang pernah tumbuh di lingkungan ini seperti keluarga tumbuhan pohon bakau yang hidup di rawa-rawa, serta tumbuhan-tumbuhan tropis berdaun jarum. Jenis fosil fauna dan jenis flora di Situs Sangiran yang telah diketahui menunjukkan bahwa dahulunya Sangiran merupakan kawasan yang memungkinkan untuk ditinggali oleh semua makhluk hidup. Selain fosil fauna dan flora dan fosil Hominid, jumlah temuan artefak batu di Situs Sangiran tak kalah banyaknya. Artefak batu inilah yang kemudian menjadi pendukung manusia kala itu dalam beraktivitas, misalnya untuk berburu demi mencari makanan ataupun untuk mengolah makanan. Berdasarkan ukurannya, artefak batu dibagi menjasi dua jenis yakni kelompok kapak perimbas dan kelompok alat serpih yang berukuran kecil. Kelompok kapak perimbas yang ditemukan biasanya terbuat dari batuan andesit, sedangkan untuk kelompok alat serpih yang ditemukan berasal dari batuan mineral silikaan keras, seperti kalsedon, jaspis (jasper), rijang (chert), kuarsa,dan lempung kersikan. Ukuran panjang alat serpih biasanya kurang dari 5 cm, sehingga ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan kelompok kapak perimbas. 87

Artefak batu di Situs Sangiran, khususnya alat serpih, merupakan salah satu objek yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagai sampel penelitian, dipilihlah Sektor Dayu yang merupakan salah satu bagian Situs Sangiran yang mengandung temuan artefak batu paling banyak dibanding bagian situs yang lain. Setelah penelitian terhadap alat-alat serpih di Sektor Dayu, Sangiran dilakukan dapat diketahui bahwa luka dapat terlihat jelas pada 44 sisi alat. Setelah 44 sisi alat tersebut dianalisis lebih jauh, diambillah kesimpulan yang menjadi inti hasil dari seperti berikut. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya luka pada alat batu adalah sebagai berikut. a) Luka yang dipengaruhi faktor pemakaian terdapat pada 28 buah sisi alat atau 63,63%. Alat-alat yang dimaksud adalah alat bernomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 17, 18, 21, 22, 26, 27, 38, 39, 40, 44, 48, 50, 51, 52, 55, 56, 59, dan 60. b) Luka yang dipengaruhi oleh faktor penyerpihan terdapat pada 12 sisi alat atau 27,27%. Alat-alat yang dimaksud adalah alat bernomor 5, 9, 12, 13, 14, 17, 23, 29, 32, 35, 45, dan 46. c) Luka yang dipengaruhi oleh faktor penyerpihan dan pemakaian terdapat pada empat sisi alat atau 9,1%. Alat tersebut bernomor 20, 15, 28, dan 58. 2. Pola luka yang muncul adalah sebagai berikut. a) Tipe A yakni pola luka dengan bentuk oval dan ukurannya kecil. 88

Luka pemakaian yang mempunyai pola luka tipe A ini terdapat pada enam alat, yakni alat bernomor 1, 8, 40, 55, 56, dan 59. Luka penyerpihan yang mempunyai pola luka tipe A ini terdapat pada tiga alat, yakni alat bernomor 13, 17, dan 35. Luka penyerpihan dan pemakaian yang mempunyai pola luka tipe A ini terdapat pada dua alat, yakni alat bernomor 28 dan 58. b) Tipe B yakni pola luka dengan bentuk oval dan ukurannya sedang. Luka pemakaian yang mempunyai pola luka tipe B ini terdapat pada satu alat, yakni alat bernomor 21. Luka penyerpihan yang mempunyai pola luka tipe A ini terdapat pada satu alat, yakni alat bernomor 32. c) Tipe D yakni pola luka dengan bentuk luka oval dan ukurannya kecil serta sedang. Luka pemakaian yang mempunyai pola luka tipe D terdapat pada 19 alat. Alat-alat tersebut bernomor 2, 3, 4, 6, 7, 10, 11, 18, 22, 26. 27, 38, 39, 44, 48, 50, 51, 52, dan 60. Luka penyerpihan yang mempunyai pola luka tipe D terdapat pada tujuh alat. Alat tersebut bernomor 9, 12, 14, 23, 29, 43, 45, dan 46. 89

Luka penyerpihan dan pemakaian yang mempunyai pola luka tipe D terdapat oada satu alat, yakni alat bernomor 20. d) Tipe H Yakni pola luka dengan bentuk luka oval dan ukurannya kecil, sedang, hingga besar. Tipe H ini merupakan tipe pola luka akibat penyerpihan dan pemakaian pada alat bernomor 15. e) Tipe S yakni pola luka dengan bentuk tidak beraturan dan ukurannya kecil serta sedang. Tipe S ini merupakan tipe pola luka penyerpihan yang terdapat pada alat bernomor 5. Faktor-faktor pembentukan luka serta pola luka dari alat-alat serpih di Formasi Pucangan Atas memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan yang cukup tinggi oleh manusia terhadap alat-alat serpih yang berukuran kecil. Hal tersebut ditunjukan dengan ditemukannya luka pemakaian dan penyerpihan. Banyaknya luka akibat pemakaian menunjukkan kebutuhan manusia yang cukup tinggi terhadap alat tersebut. Manusia dapat menggunakan alat-alat serpih untuk berbagai kegiatan, seperti misalnya menguliti biinatang, memotong tumbuhan, menusuk daging binatang, atau berbeuru hewan-hewan kecil. Pemanfaatan alat untuk berbagai kegiatan akan berimbas pada pemanfaatan bahan batuan yang tersedia secara maksimal. Pemilihan bahan batuan yang digunakan sebagai alat, tidak lepas dari perkembangan pemikiran manusia kala itu demi mendapatkan alat yang berkualitas. Kekerasan yang berkisar 6-7 skala Mohs dari bahan batuan menjadi alasan pemilihan. Selain itu, proses adaptasi merupakan faktor-faktor yang ikut mempengaruhi manusia dalam pemilihan bahan batuan. Kearifan lokal ditunjukan manusia kala itu ketika mereka harus mencari bahan batuan dengan 90

kualitas yang sama dengan yang biasa mereka gunakan sebagai alat. Menurut poendapat para peneliti yang melakukan pengamatan dan penelitian di Situs Sangiran, bahan pembuatan artefak batu non-masif di Situs Sangiran tidak berasal dari wilayah situs itu sendiri. Sumber batuan mineral silikaan didapat manusia di suatu wilayah yang jaraknya puluhan kilometer di sebelah barat ataupun sebelah utara Situs Sangiran. Akan tetap, berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis di Sektor Dayu, bahan batuan berukuran kecil dapat diperoleh pada endapan-endapan sungai disekitar situs, seperti Sungai Cemoro. Ukuran alat batu yang dibuat manusia ikut menjadi salah satu bentuk kearifan lokal pada saat itu. Ukuran alat yang kecil dan sedang disesuaikan dengan bahan batuan yang mereka miliki dan yang ada disekitar mereka. Bentuk adapatasi manusia terhadap ukuran bahan batuan yang ada adalah dengan menggunakan segala ukuran tersebut, karena mereka lebih mengutamakan jenis bahan. Luka penyerpihan yang ditemukan pada alat serpih, menunjukkan bahwa ukuran alat tidak menjadi suatu masalah bagi manusia kala itu, untuk membuatnya menjadi sebuah alat. Selain itu luka penyerpihan memberikan suatu gambaran perkembangan pemikiran manusia saat itu. Perkembangan pola pemikiran ditunjukkan dengan keadaan manusia yang akan semakin dituntut beradaptasi dengan ukuran serta bahan batuan yang jumlahnya semakin sedikit. Perkembangan pemikiran yang terjadi akan diikuti dengan perkembangan cara adaptasi manusia dan perkembangan tekhnologi pembuatan alat. 91

B. SARAN : 1) Penelitian tentang luka pada alat-alat serpih di Situs Sangiran masih perlu dilakukan lebih lanjut, mengingat belum banyak penelitian tentang identifikasi luka dan fungsi alat pada alat serpih masa paleolitik. 2) Sumber bahan batuan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat perlu diteliti lebih jauh, karena berkaitan dengan dugaan pemilihan jenis batuan digunakan. 92