`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. 30 Januari

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

Ito Hediarto Pusdikzi Kodiklat TNI AD Armaidy Armawi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BANDUNG BARAT

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

1.1 Latar belakang masalah

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan terjadinya berbagai bentuk bencana. Selain itu, dimata dunia

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

KERENTANAN (VULNERABILITY)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BAB I PENDAHULUAN. respon terhadap penanggulangan bencana sangat berperan penting.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. epidemik campak di Nigeria, dan banjir di Pakistan (ISDR, 2009).

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I P E N D A H U L U A N

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat!

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB 1 PENDAHULUAN. alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster).

Transkripsi:

`BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat berbagai material dan lingkungan (alam), dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada (Asian Disaster Reduction Center, 2003). Lebih lanjut, menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respons dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas. Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, 1

2 pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia. Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard), serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi, tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar, jika diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup, maka wilayah tersebut dapat mengeliminir dampak bencana (Conan-Davies, 2003). Berbagai bencana alam telah terjadi di Indonesia dengan segala upaya penanggulangannya. Indonesia merupakan negara yang sangat rawan dengan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung. Sekitar 13 persen gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda. Gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara, memaksa diadakannya upaya cepat untuk mendidik masyarakat, agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk

3 menghadapi bencana alam. Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia. Materi-materi pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak. (UNESCO, 2007 ). Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa, masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4 kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa. Laporan PBB tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009. Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun 1980-2009. Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap manusia, yaitu peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami. (Kuntjoro dan Jamil, 2010). Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan. Daerahdaerah yang rentan bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewaspadaan resiko bencana dan kecakapan manajemen bencana. Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai tahun 2005, masih dalam tahap pengembangan. Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan berada di garis depan dalam manajemen bencana alam,

4 sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI dapat membantu pada saat yang dibutuhkan. Namun, kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) direncanakan di semua provinsi namun baru didirikan di 18 daerah, selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber daya dan kecakapan Pemerintah Daerah yang masih bergantung kepada Pemerintah Pusat. (Kuntjoro dan Jamil, 2010). Setelah peristiwa bencana alam Tsunami Aceh yang membuat Indonesia berduka, juga telah terjadi Tsunami Pangandaran yang terletak di Kabupaten Ciamis Jawa Barat pada tanggal 16 Juli 2006, yang membuat seluruh masyarakat Indonesia terperangah kepada kekuatan alam. Sebuah gempa yang diawali dengan datangnya gelombang besar di pantai Pangandaran Jawa Barat itu berkekuatan 6,8 pada skala richter. Tsunami Pangandaran yang terjadi karena guncangan gempa di daerah Jakarta dan sekitarnya, sebenarnya tidak terasa di Pangandaran. Jeda waktu antara gempa dan gelombang Tsunami yang terjadi sekitar 1 jam setelah gempa, membuat penduduk sekitar Pangandaran sama sekali tidak menyangka akan datangnya sebuah musibah yang cukup besar tersebut. Hal ini menyebabkan korban jiwa yang cukup besar. Dalam situs berita Media Indonesia, dikabarkan 197 orang meninggal dunia dan 85 orang lainnya hilang. Jumlah itu merupakan hasil pencarian Tim SAR atas para korban tanggal 18 Juli 2006. Kejadian bencana alam lainnya yang sering terjadi di Kabupaten Ciamis Jawa Barat adalah berupa tanah longsor, banjir ataupun angin puting beliung. Seringnya longsor dan banjir menurut BPBD Ciamis Jawa Barat dikarenakan

5 struktur tanah di wilayah Ciamis yang relatif labil dan dikombinasikan dengan dampak gundulnya pepohonan di beberapa gunung yang ada, seperti halnya yang terjadi bencana alam di Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis pada tanggal 28 Maret 2011, yang mengakibatkan dua orang meninggal dunia dan sekitar tujuh ratus orang masyarakat mengungsi dari lokasi bencana. Kejadian-kejadian bencana yang terjadi di Kabupaten Ciamis Jawa Barat ternyata tidak diantisipasi secara konkrit di lapangan. BPBD Ciamis seolah tidak berdaya menghadapi gempuran bencana yang datang silih berganti di beberapa kecamatan. Pada kondisi ini peran Komando Kewilayahan seperti Kodim sangat dibutuhkan, fakta yang ada menunjukan bahwa dengan penggelaran seluruh Koramil dan Babinsa hingga di pelosok desa bisa menjadi mata dan telinga para pengambil keputusan di daerah, termasuk bila terjadi bencana alam, lebih khusus lagi pada tahap tanggap darurat. Peran Kodim dalam membantu menangani tanggap darurat bencana alam tidak bertentangan bahkan menjadi bagian tugas pokok TNI, sesuai dengan Undang-Undang 34 Tahun 2004 adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sebagaimana dimaksud Tugas Pokok TNI seperti yang tersebut diatas, dilakukan dengan kegiatan Operasi Militer untuk Perang dan Operasi Militer Selain Perang, sehingga jelas bahwa tugas TNI bukan hanya memangkul senjata semata

6 namun demikian juga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kemanusiaan, antara lain adalah membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan lainnya. Dihadapkan dengan tugas pokok dan fungsi TNI AD, terdapat fungsi organik militer dan fungsi utama dimana salah satu diantaranya adalah fungsi teritorial, sehingga implementasi tugas dan fungsi TNI-AD sangatlah tepat bila Komando Kewilayahan di daerah, dalam hal ini Kodim digunakan sebagai sarana untuk mentransfer pelaksanaan kegiatan di lapangan, guna membantu kesulitan masyarakat dalam menangani masalah-masalah kemanusiaan, khususnya membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan lainnya. Guna menyeimbangkan antara tuntutan tugas dengan kondisi nyata kemampuan teritorial yang dimiliki oleh aparat teritorial saat ini, maka perlu adanya upaya-upaya yang dilaksanakan satuan Kowil (Kodim) dalam rangka peningkatan kesiapan, guna mengantisipasi terjadinya bencana yang bekerja sama dengan Pemerintah setempat, sehingga bila suatu saat terjadi peristiwa tersebut, maka satuan Kowil (Kodim) yang tergabung dalam Satuan Pelaksana (Satlak) Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRC PB) Tingkat Kabupaten/Kota siap melaksanakan tugas sesuai dengan fungsinya secara lebih optimal. Sementara kondisi yang terjadi di wilayah Ciamis Jawa Barat belum mandiri, BPBD Kabupaten Ciamis yang masih merupakan lembaga baru yang terbentuk tahun 2010, ternyata belum bisa banyak berbuat ketika menghadapi bencana alam, seperti banjir bandang di Kecamatan Cihaurbeuti yang terjadi tahun

7 2011. Hal tersebut terjadi mengingat minimnya pengalaman dan sulitnya dalam pelaksanaan manajemen bencana. Ternyata yang banyak mengambil alih komando dan pengendalian saat itu adalah Kodim 0613/Ciamis yang merupakan Komando Kewilayahan dengan gelar pasukan yang ada hingga tiap Kecamatan. Pada saat awal terjadi bencana, prajurit TNI yang berada di Kecamatan Cihaurbeuti dengan kekuatan yang tidak banyak justru sangat banyak membantu langkah awal dalam penanggulangan bencana, hingga keluarnya pernyataan kondisi tanggap darurat dari Bupati Ciamis. Selain itu Kodim 0613/Ciamis ikut berperan dalam rehabilitasi paska bencana. Demikian juga dengan bencana Tsunami yang terjadi di wilayah Pangandaran pada tahun 2006, ternyata menempatkan Kodim 0613/Ciamis sebagai penggerak utama dalam penanggulangan bencana. Selain itu hampir semua bantuan yang datang dari lembaga-lembaga sosial diterima oleh Kodim dan disalurkan kepada warga masyarakat yang terkena dampak bencana tsunami di Pangandaran. Memang pada saat itu belum ada lembaga BPBD, akan tetapi dapat terlihat dengan jelas, bagaimana peran dari Kodim 0613/Ciamis dengan sangat cepat dapat menjadi pionir dalam tanggap darurat bencana, kenyataannya pemerintah daerah Kabupaten Ciamis dapat mengerti tentang hal tersebut. Kejadian bencana longsor di wilayah Banjar yang mengakibatkan rusaknya rumah warga pada bulan Maret 2016 (Pikiran Rakyat, 28 Maret 2016) ternyata menempatkan Babinsa di wilayah Kecamatan Langensari dengan sangat tanggap dan cepat ikut membantu masyarakat dalam penanganan awal bencana.

8 Hal inilah yang menjadi pendorong bagi peneliti untuk melihat lebih jauh dan dengan jelas bagaimana peran dari Kodim 0613/Ciamis dalam penanganan tanggap darurat bencana, sehingga dapat dijadikan sebagai konsep atau role model bagi daerah lain ke depan guna penanganan tanggap darurat bencana alam. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana peran Kodim 0613/Ciamis dalam menangani tanggap darurat bencana alam di Kabupaten Ciamis Jawa Barat? 2. Kendala apa yang dihadapi Kodim 0613/Ciamis dalam menangani tanggap darurat bencana alam di Kabupaten Ciamis Jawa Barat? 3. Bagaimana strategi optimalisasi peran Kodim 0613/Ciamis dalam menangani tanggap darurat bencana alam dan implikasinya terhadap ketahanan wilayah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui secara mendalam peran dari Kodim 0613/Ciamis dalam penanganan tanggap darurat bencana alam di Kabupaten Ciamis Jawa Barat periode Juli 2006 sampai dengan Mei 2016.

9 2. Untuk mengetahui faktor-faktor hambatan dan tantangan yang dihadapi Kodim 0613/Ciamis dalam menangani tanggap darurat bencana alam di wilayahnya. 3. Untuk merumuskan strategi optimalisasi Kodim 0613/Ciamis dalam menangani tanggap darurat bencana alam dan implikasinya terhadap ketahanan wilayah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi tambahan ilmu dalam bidang sosial, dan juga strategi penanganan bencana alam, sehingga dapat menjadi masukan untuk ilmu pengetahuan yang baru. 2. Secara pragmatis, diharapkan penelitian ini menjadi masukan bagi Pemerintahan Daerah, TNI khususnya Kodim, sehingga perannya di daerah dapat semakin baik, serta dapat meningkatkan mutu kerja mereka dalam menghadapi dan menangani bencana alam yang sering terjadi belakangan ini. 3. Penelitian ini juga diharapkan melahirkan suatu model strategi optimalisasi peran Kodim di daerah, berkenaan dengan ranah tanggap darurat bencana alam secara dini, serta dapat memperkaya studi ketahanan nasional dan menambah pengetahuan baru tentang strategi

10 penanganan bencana alam, sehingga mampu melaksanakan tugas pokoknya dengan baik. 1.5 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diketahui dengan melakukan inventarisasi terhadap berbagai penelitian sejenis yang telah dilakukan. Sejauh penelusuran yang telah dilakukan oleh penulis, penelitian dengan mengetengahkan tema peran Kodim bukan merupakan penelitian yang baru dilakukan. Demikian juga penelitian dengan tema tentang bencana alam sudah pernah dilakukan sebelumnya, juga penelitian tentang ketahanan wilayah sudah beberapa kali dilakukan. Namun demikian beberapa penelitian tersebut memiliki penekanan yang berbeda-beda, termasuk penelitian ini, walaupun dalam pembahasannya tidak tertutup kemungkinan akan terjadi persinggungan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan tema bencana alam antara lain oleh Ruswandi (2008) dalam jurnal dengan judul Identifikasi Potensi Bencana Alam dan Upaya Mitigasi yang Paling Sesuai Diterapkan di Pesisir Indramayu dan Ciamis dimana penekanannya lebih terhadap potensi bencana alam dan bentuk mitigasi yang sesuai diterapkan di pesisir Indramayu dan Ciamis. Metode analisis yang digunakan Interpretive Structural Modeling dan hasil analisis data serta pendapat pakar menunjukkan bahwa bencana potensial di Ciamis adalah gempa bumi, tsunami diikuti oleh gelombang pasang. Bentuk mitigasi yang paling sesuai ditentukan oleh Metode Perbandingan Eksponensial. Di Ciamis yang cocok menurutnya adalah sistem peringatan dini, penyelamatan

11 diri dan gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, dan penahan sedimentasi sejajar pantai. Kemudian oleh Ratih Tri Hanawati (2011), dengan judul tesis Implementasi Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat (KBBM) dalam Mitigasi Bencana di Kabupaten Malang, dimana fokus dari penelitian ini adalah ingin mengetahui implementasi KBBM di Kabupaten Malang beserta faktorfaktor yang mendukung serta menghambatnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat (KBBM) di Kabupaten Malang. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif model Miles & Huberman meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini memaparkan mengenai peran Kodim dalam menangani tanggap darurat bencana alam dan implikasinya terhadap ketahanan wilayah. Penekanannya pada peran Kodim, dalam upaya mengatasi dan menangani tanggap darurat bencana alam, sepengetahuan penulis belum ada yang melakukan penelitian dengan tema tersebut, kalaupun ada yang sama maka dipastikan bahwa tempat penelitian yang berbeda, sehingga penulis menjamin keaslian terhadap penelitian ini.

12 1.6 Sistematika Penulisan Bagian pertama berupa pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan ; Bagian kedua membahas tentang tinjauan pustaka dan landasan teori ; Bagian Ketiga membahas tentang metodologi penelitian, terdiri dari lokasi penelitian, jenis penelitian, waktu penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data ; Bagian keempat membahas tentang gambaran umum daerah penelitian dan profil Kodim, terdiri dari deskripsi wilayah penelitian, dan profil Kodim 0613/Ciamis ; Bagian kelima membahas tentang peran Kodim 0613/Ciamis dalam menangani tanggap darurat bencana alam di Ciamis Jawa Barat ; Bagian keenam membahas tentang kendala-kendala yang dihadapi Kodim 0613/Ciamis ; Bagian ketujuh membahas tentang strategi optimalisasi yang dilakukan Kodim 0613/Ciamis, dan implikasi peran Kodim terhadap ketahanan wilayah, berisi tentang implikasi peran Kodim terhadap penanganan tanggap darurat bencana alam, implikasi penanganan tanggap darurat bencana alam terhadap kondisi sosial, implikasi kondisi sosial terhadap ketahanan wilayah ; Bagian kedelapan berisi kesimpulan dan saran. Bagian akhir disertai dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung analisis dari penelitian ini.