BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Pustaka, 1976), hlm ), hlm 6

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah sebuah kajian yang akan fokus mengenai

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

KUASA KHUSUS NONMUSLIM DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pengadilan Agama Blora ) TESIS

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hukum adat, harta bersama. masing-masing pihak baik suami maupun istri adalah merupakan harta

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai permasalahan yang melingkupinya salah satu permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan adalah permasalahan yang berkaitan dengan kebendaan atau kekayaan. Karena kebendaan atau kekayaan merupakan faktor yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia. Permasalahan kebendaan dan kekayaan itu terjadi tatkala masing-masing pihak merasa berhak memiliki dan ingin menguasai atas benda dan kekayaan tersebut. Adanya saling merasa berhak atas benda atau kekayaan inilah yang menimbulkan persengketaan di antara mereka. Kematian merupakan salah satu sebab terjadinya kewarisan, hal ini menyangkut tatacara dan proses pengalihan harta benda dari pewaris kepada ahli waris. Kewarisan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, sedangkan hukum adalah bagian dari aspek ajaran Islam yang pokok. 1 Masalah dalam kewarisan sering terjadi tatkala ada peristiwa kematian seseorang yang meninggalkan kekayaan yang akan diwariskan kepada ahli warisnya, sedang pada pelaksanaannya itulah masalah pembagian warisan ini hlm. 1. 1 Ali Rohman, Kewarisan dalam al-qur an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, 1

2 yang sering menjadi penyebab adanya persengketaan di antara para ahli warisnya. Syari at Islam sendiri telah mengantisipasinya dengan meletakkan kewarisan Islam secara terperinci dan sistematis. Pengaturan hukum Islam terhadap hukum waris secara terperinci dan sistematis dimaksudkan untuk mencegah timbulnya perpecahan diantara ahli waris, sebagaimana diketahui bahwa pada dasarnya manusia cenderung menyukai harta benda. (QS. Ali Imron ayat 14). "#$"%&'!,")-*-.0 & ()*+,!-.&' 6789&' 2 34 6"> 0 & :;&< =&' G EF) -&'2?+ @ BCD' Artinya: dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apaapa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. (QS. Ali Imron: 14). 2 Salah satu dasar tentang pengaturan pembagian warisan adalah dalam surat An-Nisa ayat 7. Q")- O 8LMN"B 2H IJ)K "S U")& CD' :S"& Q")- O 8LMN"B!' V U")& CD' :S"& Y (@! X ''W ;- O [')&9!ZLMN"B Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (QS. An-Nisa : 7). 3 2 Kementrian Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Bogor: Lembaga Percetakan Al- Qur an Kementrian Agama RI, 2010, hlm. 65. 3 Ibid, hlm. 102.

3 Orang yang mempunyai hak dan dapat mempusakai adalah mempunyai sebab-sebab mengikat, sebab-sebab itu antara lain perkawinan, kekerabatan dan wala. Akan tetapi ketiga sebab tersebut tidak bisa dijadikan alasan seseorang untuk menguasai harta waris, dikarenakan ia merasa paling berhak diantara ahli waris yang lain. Dengan perkawinan yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan baik menurut hukum agama, dan kepercayaan maupun hukum negara menyebabkan adanya saling mewarisi apabila salah satunya meninggal dunia. 4 Sistem Peradilan Agama, baik pada pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama), Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding maupun pada tingkat kasasi (Mahkamah Agung RI), selama ini dalam mengadili perkara yang menyangkut bidang kewarisan di kalangan umat Islam, selalu berpedoman kepada al-qur an dan al-hadits sebagai sumber hukum. Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) memiliki peranan yang sangat penting karena dijadikan pegangan bagi hakim-hakim di lingkungan Peradilan Agama, baik untuk tingkat pertama, banding dan kasasi serta upaya hukum lainnya dalam memeriksa (mengadili) dan memutus perkara-perkara yang menjadi kewenangannya, bahkan bagi masyarakat sebagai pedoman 4 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. ke-iv, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 400.

4 (hukum positif) walaupun dalam Kompilasi Hukum Islam sendiri masih mengandung kelemahan dan ketidaksempurnaan. 5 Dalam hukum waris Islam di samping ada hal-hal yang secara tegas dan jelas diuraikan di dalam al-qur'an maupun al-hadits, ada pula yang merupakan hasil pemahaman para ulama (Fiqh). Antara lain tentang siapasiapa ahli waris lainnya selain yang telah disebutkan secara jelas dalam al- Qur an dan al-hadits tersebut serta bagaimana hak dan kedudukannya sebagai ahli waris, apakah ia terhalang (mahjub) oleh ahli waris yang lebih utama atau ia sebagai penghalang bagi ahli waris lainnya untuk menerima warisan. 6 Persamaan antara laki-laki dan perempuan seringkali menjadi perdebatan yang tidak pernah selesai. Satu pihak memandang tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki kecuali dalam empat fitrah: menstruasi, mengandung, melahirkan, dan menyusui sehingga hak dan kedudukan antara keduanya sama. Sedangkan pihak lain memandang, antara keduanya tidak pernah sama, baik fisik maupun non fisik sehingga membawa konsekuensi perbedaan hak dan kewajiban. 7 Dalam sistem kemasyarakatan dikenal adanya tiga corak kekerabatan yang memberikan gambaran terhadap kedudukan laki-laki dan perempuan, yaitu kekerabatan patrilineal 8, kekerabatan matrilineal 9 dan kekerabatan 5 Hasan Basri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, Hlm. 7. 6 Mohammad Amron, kedudukan Ahli waris Anak Perempuan Bersama Ahli Waris Saudara dalam Hukum Waris Islam di Pengadilan Agama Semarang, Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2006, hlm 3. 7 Firdaus Muhammad Arwan, Pengarusutamaan Gender Dalam Kewarisan Islam Sebuah Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam, www.badilag.net, 21/05/2014, 12.48, hlm. 1. 8 Patrilineal adalah suatu adat masyarakat mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah.

5 parental atau bilateral 10. Pada masyarakat bercorak patrilineal kedudukan laki-laki lebih dominan dari pada perempuan dan sebaliknya pada masyarakat matrilineal kedudukan perempuan lebih dominan dari laki-laki, sedangkan pada masyarakat bercorak parental keduanya mempunyai kedudukan yang seimbang. Corak kekerabatan ini sangat berpengaruh terhadap sistem kewarisan. 11 Pada masyarakat bercorak patrilineal, hanya kaum laki-laki yang menjadi ahli waris, sedangkan pada masyarakat bercorak matrilineal, kaum perempuanlah yang menjadi ahli waris. Adapun pada masyarakat parental atau bilateral keduanya sama-sama menjadi ahli waris. 12 Terhadap kedudukan seorang anak perempuan bersama ahli waris selain ayah, ibu, duda atau janda, terdapat dua paham yang berpendapat beda, sebagian paham (fiqh) berpendapat bahwa keberadaan anak perempuan tidak dapat menghalangi ahli waris lainnya untuk menerima warisan melainkan hanya mempengaruhi besar bagian ahli waris lainnya. Sedangkan hanya anak laki-laki saja yang dapat menghalangi ahli waris lainnya untuk mendapatkan bagian warisan. 13 Paham yang berpendapat beda merupakan pendapat dari mayoritas ulama. Mereka membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Keberadaan anak perempuan si pewaris tidak menjadi penghalang bagi ibu. 9 Matrilineal adalah suatu adat masyarakat mengatur alur keturunan berasal dari pihak 10 Parental atau bilateral adalah suatu adat masyarakat mengatur alur keturunan dari pihak ayah dan ibu. 11 Ibid. 12 Ibid. 13 Mohammad Amron, Op. Cit, hlm. 3.

6 saudara si pewaris untuk mendapat harta warisan. Lain halnya dengan anak laki-laki yang dianggap menjadi penghalang bagi saudara pewaris untuk mendapat harta warisan. Dengan demikian keberadaan anak perempuan tidak menghijab atau menghalangi saudara kandung dari si pewaris sehingga masing-masing mereka mendapat bagian dari harta peninggalan si pewaris itu. 14 Kemudian terdapat paham (fiqh) lainnya yang berpendapat kedudukan anak perempuan dapat menghijab (menghalangi) ahli waris selain ayah, ibu, janda atau duda karena memiliki kedudukan yang sama dengan anak laki-laki. Seperti pendapat dari Madzhab Zahiri 15 yang tidak membedakan kedudukan antara anak laki-laki dengan anak perempuan dan karena hubungan anak terhadap orang tua lebih dekat daripada saudara maka anak tidak dapat dirugikan dengan keberadaan saudara dalam mewarisi harta peninggalan orang tuanya, sehingga dengan mendapatkan harta yang penuh tanpa dikurangi dengan bagian saudara orang tua diharapkan kehidupan seorang anak yang telah ditinggal mati orang tuanya akan lebih terjamin. 16 Di tengah-tengah perbedaan pendapat mengenai ahli waris perempuan, Mahkamah Agung selaku puncak dari keseluruhan lembaga kekuasaan kehakiman yang dalam hal ini merupakan lembaga yang berwenang dalam penyelesaian kasus No. 184 K/AG/1995 memutuskan saudara-saudara dari pewaris terhalang/tertutup oleh anak dari pewaris. 14 Ibid. hlm. 73. 15 Madzhab Zahiri adalah madzhab fiqh sunni yang dikenal karena mengharuskan berpegang pada lahiriah (texs) (literal) atau makna yang nampak dari texs al-qur an dan sunnah 16 Ibid. hlm. 75.

7 Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Perkara No. 184 K/AG/1995 telah memutuskan bahwa dengan adanya anak perempuan dari pewaris (pemohon kasasi dahulu tergugat I/pembanding, Waryem binti H. Asrori), maka saudara-saudara kandung dari pewaris tertutup oleh tergugat asal I, dan karenanya penggugat-penggugat asal tidak berhak atas harta warisan. Tanggal 30 september 1996, Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan putusan yaitu No. 184 K/AG/ 1995 ahli waris perempuan menghijab saudara-saudara dari pewaris dalam permasalahan harta warisan. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan utama yang akan dibahas dalam penelitian ini mengemukakan judul Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris. B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian diatas, maka timbul rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana isi putusan Mahkamah Agung No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris? 2. Bagaimana pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan pada putusan Mahkamah Agung No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris?

8 C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui isi putusan pada putusan Mahkamah Agung No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum dan analisis hukum pada putusan Mahkamah Agung No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan, antara lain : 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini penulis berharap dapat memberikan sumbangan khazanah pemikiran Islam tentang kedudukan ahli waris anak perempuan baik dari kajian hukum Islam maupun kajian umum, serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang serupa sehingga lebih mampu mengaktualisasikan fenomena-fenomena tersebut dalam karya yang lebih baik di masa yang akan mendatang. 2. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi para praktisi-praktisi hukum di lembaga pengadilan agama, masyarakat umum, ataupun penulis lain. Sekaligus sebagai informasi dalam

9 mengembangkan rangkaian penelitian lebih lanjut dalam karya keilmuan yang lebih berbobot. E. Telaah Pustaka Pada tahapan ini penulis mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya sehingga penelitian yang dilakukan bukanlah aktifitas yang bersifat trial and error. Dengan mengambil langkah ini pada dasarnya bertujuan sebagai jalan pemecahan permasalahan penelitian, dengan harapan apabila peneliti mengetahui apa yang telah dilakukan oleh peneliti lain, maka peneliti lebih siap dengan pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap. 17 Berdasarkan fungsi kepustakaannya mengkaji atau telaah pustaka (literature review) sebagai sumber bacaan dalam hal ini dapat diklasifikasikan berupa sumber acuan umum, artinya menelaah terhadap literatur-literatur yang relevan dengan judul di atas. Seperti kepustakaan yang berwujud bukubuku, ensiklopedia, monograp, dan sejenisnya. Aspek telaah pustaka dengan sumber acuan khusus artinya menjadikan hasil-hasil penelitian terdahulu yang pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan khusus, yaitu kepustakaan yang berwujud jurnal, skripsi, dan sumber bacaan lain yang memuat laporan hasil penelitian. 18 Hazairin dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al- Qur an dan Hadits, (Jakarta: Tinta Mas, 1982) secara umum menkaji tentang 17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-6, 2003, hlm. 112. 18 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-11, 1998, h. 66.

10 permasalahan kewarisan berdasarkan al-qur an dan al-hadits. Beliau termasuk kedalam kelompok yang tidak sependapat dengan pendapat jumhur yang membedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Menurutnya kedudukan anak perempuan sama dengan anak laki-laki. 19 Skripsi karya Moch. Sholekan jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2004 berjudul Studi Analisis Pendapat Nasr Hamid Abu Zayd tentang Hak Waris Perempuan dalam Hukum Islam. Dalam skripsi ini bahwa hak waris perempuan seharusnya sama dengan laki-laki dimana dalam budaya pra-islam perempuan tidak mendapatkan warisan, Islam membatasi bagian laki-laki seperti dua bagian perempuan, bagian laki-laki maksimum dan bagian perempuan minimum dan perempuan berhak mendapatkan bagian yang sama dengan laki-laki. 20 Skripsi karya Alifatun Nafiah Nim 05360014 Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2009 berjudul Pembagian Warisan Bagi Ahli Waris Wanita (Studi komparatif pemikiran Hazairin dan Musdah Mulia). Dalam skripsi ini menurut Hazairin pembagian waris tidak membeda-bedakan bagian anak laki-laki maupun perempuan karena mereka memiliki kedudukan yang sama dalam keluarga, sedangkan menurut Musdah Mulia pembagian harta 19 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilaterral Menurut al-qur an dan Hadits, Jakarta: Tinta Mas, 1982. 20 Moch Sholekan, Studi Analisis Pendapat Nasr Hamid Abu Zayd Tentang Hak Waris Perempuan dalam Hukum Islam, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah, 2004.

11 warisan bagi ahli waris perempuan sesuai dengan kondisi perempuan tersebut baik sebagai anak ataupun istri. 21 Tesis karya Torop Eriyanto Sabar Nainggolan, Sh, B4B 003 158 Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang 2005 berjudul Kedudukan Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Pontianak Kota Di Kota Pontianak. Dalam tesis ini kedudukan anak perempuan telah mengalami perkembangan dalam pembagian warisan yang sama dengan anak laki-laki. Dengan sifat netral ini telah terjadi modernisasi yang mengarah kepada homogeniteit yaitu menunjukkan adanya persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. 22 Dari beberapa referensi yang di sebutkan di atas menunjukkan bahwa fokus pembahasan dalam skripsi yang penulis teliti ini merupakan sebuah karya tulis yang berbeda dengan penelitian terdahulu dan letak perbedaannya adalah kedudukan ahli waris perempuan didalam putusan Mahkamah Agung. Sehingga masih penting mengangkat tema ini ke dalam karya ilmiah. F. Metode Penelitian Keberhasilan suatu penelitian banyak ditentukan oleh metode yang digunakan. Oleh karena itu metode penelitian perlu ditetapkan berdasarkan sifat, masalah, kegunaan dan hasil yang hendak dicapai berdasarkan masalah 21 Alifatun Nafiah, Pembagian Warisan Bagi Ahli Waris Wanita (Studi kompaaratif pemikiran Hazairin dan Musdah Mulia), Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Syariah, 2009. 22 Torop Eriyanto Sabar Nainggolan, Kedudukan Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Pontianak Kota Di Kota Pontianak, Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2005.

12 yang diteliti. 23 Penelitian ini bersifat eksploratif 24, yaitu berangkat dari rasa ingin tahu penulis tentang keputusan MA No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris perempuan bersama saudara pewaris, maka kerangka metodologis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Skripsi ini menggunakan penelitian literer/ dokumen, yaitu penelitian sesuatu yang memberikan bukti-bukti dipergunakan sebagai alat bukti atau bahan untuk mendukung suatu informasi, penjelasan atau argumen. 25 Penelitian dokumen merupakan penelitian yang bersumber dari data-data yang berasal dari buku-buku, catatan, jurnal, laporan-laporan, dan sebagainya. 26 Dalam hal ini penulis meneliti salinan putusan MA No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris perempuan bersama saudara pewaris. 27 2. Sumber data Sumber data yang dimaksud penulis adalah subyek dari mana data yang diperoleh untuk memudahkan mengidentifikasi sumber data, maka penulis mengaplikasikan sumber data tersebut menjadi dua yaitu: 23 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.1. 24 Penelitian eksploratif adalah salah satu jenis penelitian sosial yang tujuannya untuk memberikan sedikit definisi atau penjelasan mengenai konsep atau pola yang digunakan dalam penelitian. 25 Komaruddin, Kamus Istilah Karya Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, hlm. 62. 26 Kontjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia, Cet. V, 1983, hlm. 63 27 Dapat dilihat secara umum di https://www.mahkamahagung.go.id

13 a. Sumber data primer Data primer atau yang disebut dengan data langsung atau asli, 28 yakni sumber-sumber asli yang memuat data-data atau informasi tersebut. Data primer dalam skripsi ini adalah salinan putusan Mahkamah Agung No.184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah data yang menjadi bahan penunjang dan pelengkap atau kajian dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya data ini disebut data tidak langsung atau tidak asli. Dalam konteks ini berupa buku-buku atau sumber-sumber tulisan lain yang relevan dengan penelitian ini. 3. Metode pengumpulan data Dalam istilah lain di kenal dengan metode dokumentasi, yaitu kertas asli tertulis tangan atau tercetak yang bersifat resmi untuk melengkapi informasi atau digunakan sebagai bukti tentang sesuatu. 29 Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang serupa buku, jurnal dan sebagainya. 30 Dokumentasi yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan mempelajari berkas-berkas perkara dalam putusan Mahkamah 28 Saefudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 91. 29 Komaruddin, Op. cit, hlm. 62. 30 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Yogyakarta: Rineka Cipta, 1993, hlm. 236.

14 Agung No. 184 K/AG/1995 dan buku-buku ataupun dokumen-dokumen yang berkaitan. 4. Metode analisis data Berdasarkan data yang diperoleh untuk menyusun dan menganalisis data-data yang terkumpul maka penulis memakai metode deskriptif analitik. 31 Kerja dari metode deskriptif analitik adalah dengan cara menganalisis data yang diteliti dengan memaparkan data-data tersebut kemudian diperoleh kesimpulan. 32 G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang setiap bab mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain. Adapun gambaran sistematikanya adalah sebagai berikut: Bab I yang berisi tentang pendahuluan, bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan membahas tentang garis besar penulisan skripsi ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan tinjauan umum tentang waris dalam islam. Bab ini merupakan landasan teori, maka pembahasan bab ini akan terpusat pada 31 Deskriptif berarti menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, dan untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala dengan gejala lain. Analisis adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap obyek yang diteliti dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk sekedar memperoleh kejelasan mengenai halnya. Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hlm 47-59. 32 Suharsimi Arikunto, op. cit, hlm 51.

15 tinjauan umum tentang pengertian hukum waris islam, dasar hukum waris islam, rukun kewarisan, syarat kewarisan, sebab-sebab kewarisan, penghalang kewarisan, ahli waris beserta bagiannya, asas-asas hukum kewarisan dan hikmah kewarisan. Bab III merupakan data yang berisikan putusan Mahkmah Agung No. 184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris. Bab ini berisikan sekilas profil Mahkamah Agung, Fungsi Mahkamah Agung, tugas dan wewenang Mahkamah Agung, kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris dalam Putusan MA. No. 184 K/AG/1995. Bab IV merupakan analisis putusan Mahkamah Agung No. 184 K/AG/1995 tentang kedudukan ahli waris anak perempuan bersama saudara pewaris. Bab V adalah penutup. Bab ini mwerupakan bab terakhir sekaligus bab penutup. Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan penutup.