BAB IV PERBANDINGAN PEMURNIAN TAREKAT IBNU TAIMIYAH DAN HAMKA

dokumen-dokumen yang mirip
ANOMALI TAREKAT Antra Ibnu Taimiyah dan Hamka

MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF. Rahmawati

AKHLAK DAN TASAWUF. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

Spiritualitas Islam Dalam Pandangan Muhammadiyah. Farah Meidita Firdaus

Cahaya di Wajah Orang-Orang Yang Memahami Ilmu Agama

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I AKHLAK TASAWUF

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

إحياء العربية : السنة الثالثة العدد 1 يناير -

BAB II KERANGKA TEORI

Bab 4 PEMAHAMAN SUFIYAH. Kandungan THARIQ

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

MATERI PERTEMUAN II. Kerangka Dasar Agama Islam Dan Ajaran Hukum Islam (Bagian Pertama)

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

BAB IV ANALISIS. ersepsi Ulama terhadap Akhlak Remaja di Desa Sungai Lulut Kecamatan

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah

BAB VI P E N U T U P

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Adab dan Keutamaan Hari Jumat

AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IV

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

PEMIKIRAN NEO-SUFISME NURCHOLISH MADJID

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-QURAN TELAAH PENDIDIKAN ISLAM

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

Modul ke: Kesalehan Sosial. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

Akidah dalam kehidupan Muslim: analisis aspek aspek penyelewengan. Sinopsis:

BAB I PENDAHULUAN. sebuah masyarakat adalah aqidah, khususnya aqidah Islam. Maka tugas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

BAB V KESIMPULAN. permasalahan yang dibahas. Dalam kesimpulan ini peneliti akan memaparkan

PROFIL KADER MUHAMMADIYAH. Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah

Masih Spiritualitas Bisnis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut:

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

Rabi ah al- Adawiyah (w. 185 H). 309 H).

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid

Tafsir Surat Al-Kautsar

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik,

c 1 Ramadan d 28 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

Melahirkan Pendakwah Yang Berwibawa. Muhammad Haniff Hassan

AL-QUR AN MERAWAT BATIN. Oleh: Duski Samad. Ketua MUI Kota Padang

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF TENTANG KONSEP KONSUMSI DALAM PANDANGAN EKONOMI ISLAM DAN KONVENSIONAL

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

Pembaharuan.

Pendidikan Agama Islam

Secara bahasa, kata AGAMA berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti TIDAK PERGI, tetap di tempat.

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Tauhid Yang Pertama dan Utama

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW membawa agama yang suci. kehidupan, menjamin bagi manusia berkehidupan bersih lagi mulia, dan

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP

ISLAMIC CENTRE BAB I PENDAHULUAN

SUMBER AJARAN ISLAM. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bawah naungan Departemen Agama, dan secara akademik berada di bawah

Tegakkan Shalat Dengan Berjamaah

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

Kedudukan Tauhid Dalam Kehidupan Seorang Muslim

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lainnya. Interaksi dilakukan oleh manusia sebagai suatu kebutuhan dan harus

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

TAUHID. Aku ciptakan jin dan manusia tiada lain hanyalah untuk beribadah kepadaku (QS. Adz-Dzariyat : 56)


PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja hanya satu kali dalam kehidupan, jika seorang remaja merasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

I. PENDAHULUAN. oleh Durkheim (Betty Schraf, 1995), bahwa fungsi agama adalah. mempertahankan dan memperkuat solidaritas dan kewajiban sosial pada

BAB V PEMBAHASAN. 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran. meningkatkan kesadaran beribadah siswa di ke dua SMP tersebut yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

Transkripsi:

BAB IV PERBANDINGAN PEMURNIAN TAREKAT IBNU TAIMIYAH DAN HAMKA A. Pemurnian Tarekat Ibnu Taimiyah dan Hamka 1. Ibnu Taimiyah Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, hubungan antara tarekat dengan tasawuf, di mana tarekat merupakan amaliah tasawuf atau salah satu bentuk praktek dalam bertasawuf. Ibnu Taimiyah secara tidak langsung mengkritisi tarekat yang pada waktu itu sebenarnya menjadi lahan kritisan. Ibnu Taimiyah menyebutnya secara umum, yaitu tasawuf, padahal yang sebenarnya adalah amalan tasawuf atau praktek tarekat, di mana tarekat sebagai lembaga tasawuf yang menurut Ibnu Taimiyah banyak yang menyimpang. Ibnu Taimiyah juga tidak fanatik terhadap suatu tarekat, sebagaimana yang dijelaskan ketika Ibnu Taimiyah mengomentari pendapat tentang banyaknya tarekat itu sebanyak nafas manusia. Bagi Ibnu Taimiyah, selama tarekat tersebut sesuai dengan ajaran al-qur an dan al- Sunnah, dan jika tarekat tersebut keluar dari kedua sumber tersebut adalah bathil (Ibnu Taimiyah., 2000c: 232). Dari anomali-anomali dan berbagai tanggapan dari Ibnu Taimiyah mengenai praktek tarekat di atas, maka dapat diformulasikan tarekat menurut Ibnu Taimiyah. Konsep tarekat Ibnu Taimiyah pada dasarnya adalah pemurnian pada syariat, dan mengedepankan tauhid. Bagi Ibnu Taimiyah, praktek-praktek yang dilakukan para sufi lebih mengarah pada bentuk kemusyrikan dan hal-hal bid ah, yang dapat membawa aktivisnya menjadi sesat dan menyesatkan. Kekhawatiran inilah yang kemudian mendorong Ibnu 89

Taimiyah memberikan batasan-batasan yang tegas dalam praktek bertasawuf atau bertarekat. Bagi Ibnu Taimiyah, tarekat dipandang sebagai suatu tuntutan prilaku bagi aktivisnya, bukan sebagai ritual simbolik semata. Hal ini dapat dipahami karena Ibnu Taimiyah memiliki beck-ground sosio-kultur yang lebih mengedepankan praktek-praktek religious 1 yang didasarkan pada ketentuan syariat. Ia seorang muslim yang taat, dan hidup dalam lingkungan yang religius. Hal inilah yang kemudian dalam beberapa hal Ibnu Taimiyah dianggap telah memusuhi para sufi. Sikap keras yang ditunjukkan Ibnu Taimiyah terhadap kaum sufi lebih ditunjukkan pada manhaj yang dilakukannya guna mencapai ma rifatullah dengan sang Khalik. Bagi Ibnu Taimiyah, tarekat yang dipraktekkan para sufi justru mengalami pendangkalan syariat. Pemikiran yang dibawa justru melahirkan persaingan yang tajam dalam masyarakat, lebih parah lagi ketika 1 Praktek religious yang dimaksudkan disini mengacu pada pengamalan dimensi keberagamaan seorang muslim. Dimensi-dimensi tersebut dapat dijabarkan menjadi lima aspek yaitu : (1) Keyakinan/ ideologis, dimensi ini berkenaan dengan seperangkat kepercayaan (belief s) yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang beragama harus berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui doktrindoktrin tersebut serta mentaati sumber hukum tertingginya yaitu al-qur an dan al-sunnah, (2) Ritualistik/ praktik agama, manifestasi dari hal ini adalah ritual yang mengacu pada tindakan formal keagamaan dan praktek suci tentang ketaatannya kepada Allah, (3) Eksperensial/ pengalaman, aspek ini berisi tentang perasaan, pengalaman keagamaan, persepsi dan sensasi yang dialami seseorang dalam suatu esensi ketuhanan, (4) Intelektual/ pengetahuan agama,dalam keberislaman isi dari aspek ini adalah menyangkut pengetahuan tentang isi pokok al Qur an, pokok islam yang harus diimani, hukum Islam, sejarah Islam, dan lain-lainnya, (5) Konsekuensial/ pengalaman, aspek ini mengacu pada identifikasi akibat dari keyakinan keagamaan, prilaku disini lebih mengarrah pada prilaku duniawi yakni bagaimana individu berelasi atau menjalin hubungan dengan orang lain dan dunianya. (Taufik Abdullah dan Rusli Karim., 1998: 39). 90

para sufi memunculkan praktek-praktek mistik berupa sihir-sihir yang sengaja disebar-luaskan kedalam masyarakat, yang justru menyulut terjadinya kesenjangan sosial dan perpecahan dalam masyarakat. Ibnu Taimiyah merasa tidak rela jika penempuhan jalan sufi terjebak dalam penyimpangan. Kepeduliannya tampak dalam corak pemikiran dan pandanganpandangannya tentang konsep dan praktek-praktek tarekat. Pada hakikatnya, praktek tasawuf atau yang diidentikkan dengan tarekat adalah hidup zuhud dan tekun beribadah. Hakikat tersebut sebenarnya sudah terjadi pada masa nabi Muhammad dan para sahabatnya. Secara normatif, pandangan Ibnu Taimiyah tersebut mempunyai dasar yang kuat dalam al-qur an dan al- Sunnah, secara historis juga memiliki panutan baik dari kalangan sahabat maupun sesudahnya, dan secara aplikatif dapat dikatakan sebagai perpanjangan ajaran Islam itu sendiri, terutama yang berkaitan dengan dimensi moral sebagai substansi Islam. Ibnu Taimiyah memandang tarekat sebagai bentuk ijtihad, dengan artian cara yang ditempuh untuk menjalankan ajaran-ajaran agama dengan benar dan sungguh-sungguh. Karena ia menolak tarekat sebagai satu-satunya jalan yang paling benar, otoritatif, dan benar dalam melaksanakan agama. Dan pada umumnya, manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan ijtihadnya (Ibnu Taimiyah., 2000d: 9-10). Sudah dapat dipastikan, bahwa sumber tarekat menurut Ibnu Taimiyah harus berdasarkan al-qur an dan al-sunnah. Pengetahuan ma rifat dalam pandangan Ibnu Taimiyah, harus diperoleh melalui petunjuk kedua sumber, dan upaya-upaya penyucian diri melalui dzikir 91

dan ibadah, sehingga dalam kondisi tertentu hati dapat menerima pengetahuan yang bersifat ilhami. Di samping itu, untuk menilai benar dan salahnya pengetahuan, harus tetap dalam kontrol dan bimbingan kedua sumber tersebut. Karena tanpa kontrol dan bimbingan dari kedua sumber, praktek tasawuf berpeluang dan atau tersusupi oleh budaya dan ajaran non Islam.Sedangkan tujuan tarekat sebagai salah satu bentuk praktek tasawuf adalah diorientasikan pada tujuan menghayati perintah agama, atau perintah Allah, agar dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Adapun dalam konsep amaliah batin, maqamat dan ahwal dipandang sebagai moralitas Islam yang wajib dilaksanakan oleh siapapun sebagai suatu kewajiban (Ibnu Taimiyah., 2000c: 5). 2. Hamka Dalam bukunya Hamka yang berjudul Tasauf Modern, menurut penulis, dia tidak memberikan definisi tersendiri tentang tarekat. Bukunya banyak membahas tentang tasawuf walaupun yang sebenarnya Hamka sendiri pada waktu itu mengamati dan mengkritisi praktek tasawuf yang identik dengan tarekat. Hamka sendiri juga mengatakan bahwa, bukunya Tasauf Modern ini ditulis dengan berbagai sumber referensi buku-buku dan kitab-kitab tentang tasawuf, filsafat, dan kemudian dibandingkan dengan al-qur an dan al-sunnah, serta dihubungkan dengan pikiran pribadi dan pengalaman sendiri. Dan menurutnya pula, ini juga bisa disebut sebagai karangan pribadi (Hamka., 2005a: 2). Menurut Hamka, hakikat tasawuf dalam arti tarekat di sini yaitu, tarekat yang diartikan dengan kehendak memperbaiki budi dan membersihkan batin. Hamka memakai dasar tentang tasawuf yang diungkapkan oleh al-junaid yaitu, keluar dari budi, perangai yang tercela dan masuk 92

kepada budi, perangai yang terpuji (Hamka., 2005a: 12). Artinya, tasawuf berikut lembaga tarekatnya adalah alat untuk membentengi dari kemungkinan-kemungkinan seseorang terpeleset ke dalam lumpur keburukan budi dan kekotoran batin. Salah satu caranya adalah berzuhud sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Muhammad lewat al-sunnahnya. Tarekat adalah sebagai alat, atau suatu ikhtiar bukan suatu tujuan atau agama seperti yang dilihat pada masanya (Hamka., 2005a: 13). Hamka juga memberi kesimpulan tentang sumber dalam bertarekat yaitu al-qur an dan al-sunnah. Dari uraian tersebut, Hamka memang mengakui adanya model praktek tasawuf dalam agama lain. Dan model itu yang kebanyakan masuk menyatu dengan tasawuf Islam. Oleh karena itu, tasawuf dalam prakteknya yang dilakukan oleh tarekat harus bersumber pada al-qur an dan al-sunnah. Sebagaimana yang dikatakan dalam bukunya (2005b: 188), mari kita kembali kepada sumbernya, yaitu, al-qur an dan al-sunnah, dan mari jadikan segala kemajuan pikiran dan pendapat orang yang terlebih dahulu menjadi bahan. Qur an tetap Qur an, ke sanalah dikembalikan segala perjalanan pikiran yang bersimpang alur bagi umat Islam. Sedangkan pokok pangkalnya yang sebenarnya adalah kembali kepada ajaran tauhid, yaitu ke-esaan Tuhan, yang lain adalah alam. Hamka sendiri menolak secara tegas mengenai paham wahdat al-wujud yang pada waktu itu diselewengkan menjadai ilmu sihir. Wahdat al-wujud merupakan rasa cinta yang tidak dikendalikan oleh al-qur an dan al-sunnah. Menurut Hamka, Rasa cinta kepada Allah berasal dari zuhud, zuhud yang berasal pokok dari tauhid, kadang-kadang kian berlarut. Sehingga yang tadinya hanya sebagai perasaan semata, menjadi satu pandangan hidup. 93

94 Kemudian pada awalnya bertolak dari tauhid, karena perasaan cinta yang tak terkontrol, berubah menjadi syirik (Hamka., 2005b: 202). Bagi Hamka, tujuan pengamalan tarekat diarahkan bukan saja untuk membentuk kesalehan individual, tetapi juga kesalehan sosial dengan menanamkan kembali sikap positif terhadap kehidupan dunia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya (Hamka., 2005a: 17), bahwa kita tegakkan kembali maksud semula dari tasawuf, yaitu membersihkan jiwa, mendidik, dan mempertinggi derajat budi; menekankan segala kelobaan dan kerakusan, memerangi syahwat yang berlebihan dari keperluan untuk kesentosaan diri. Selain itu agama Islam adalah agama yang menyeru umatnya mencari rizki dan mengambil sebab-sebab mencapai kemuliaan, ketinggian dan keagungan dalam perjuangan hidup bersosial dan berbangsa. Secara singkat, refleksi pengamalan tarekat Hamka bercorak sosio-religius, jalan tarekatnya lewat sikap zuhud yang dapat dilaksanakan dalam peribadatan resmi, bukan untuk uzlah, khalwat, dan menjauh dari kehidupan normal. Sedangkan penghayatan tarekatnya berupa pengalaman takwa yang dinamis, bukan ingin bersatu dengan Tuhan, prinsipnya bukan mencari mukasyafah tetapi berdasar prinsip tauhid. Adapun maqamat dan ahwal dipandang bukan sebagai jalan penyucian jiwa dengan tujuan akhir liqa dengan Tuhan, akan tetapi dipandang sebagai keniscayaan moralitas yang harus dimiliki seorang muslim untuk mencapai kesentausaan dan kesempurnaan derajat kemanusiaan.

B. Pebandingan Pemurnian Tarekat Ibnu Taimiyah dan Hamka Dilihat dari segi konsep, persamaan antara pemurnian tarekat menurut Ibnu Taimiyah dan Hamka ditandai kecenderungan upaya menghidupkan kembali Islam ortodoks dan aktifismenya yang puritan. Dengan dalih, kedua pemikir tersebut dalam konsepnya tentang tarekat harus bersumber kapada al-qur an dan al-sunnah. Keduanya juga memandang tarekat sebagai ijtihad dan ikhtiar, bukan sebagai panutan ataupun keyakinan yang harus diyakini secara mutlak, tarekat bukan agama. Maka, suatu kewajaran dalam berijtihad dan berikhtiar mengalami kesalahan. Jadi, apabila tarekat sebagai ijtihad dan ikhtiar, maka sudah sewajarnyalah timbul berbagai macam aliran tarekat yang sesuai dengan ijtihad dan ikhtiar masing-masing orang. Karena setiap satu orang yang berijtihad, belum tentu sama dengan hasil ijtihad orang lain. Oleh karena itu, tarekat yang disyariatkan menurut kedua pemikir adalah tarekat yang bertumpu kepada kedua sumber tersebut, yaitu al-qur an dan al-sunnah. Adapun pokok pangkal tarekat yang sebenarnya menurut kedua pemikir adalah kembali kepada ajaran tauhid, yaitu ke-esaan Tuhan. Artinya, ajaran yang dibawa dan dipraktekkan oleh para nabi yang disempurnakan oleh nabi Muhammad. Sebagaimana juga yang dilakukan oleh para sahabat. Sedangkan tujuan tarekat sebagai salah satu bentuk praktek tasawuf menurut kedua pemikir adalah diorientasikan pada tujuan menghayati perintah agama, atau perintah Allah, agar dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Kemudian dilihat dari praktek; menurut kedua pemikir, bahwa pada hakikatnya praktek tasawuf atau yang diidentikkan dengan tarekat adalah hidup zuhud dan tekun beribadah. Hakikat tersebut sebenarnya sudah terjadi pada masa nabi Muhammad dan para sahabatnya. Secara 95

96 normatif, pandangan kedua pemikir tersebut mempunyai dasar yang kuat dalam al-qur an dan al-sunnah, secara historis juga memiliki panutan baik dari kalangan sahabat maupun sesudahnya, dan secara aplikatif dapat dikatakan sebagai perpanjangan ajaran Islam itu sendiri, terutama yang berkaitan dengan dimensi moral sebagai substansi Islam. Adapun dalam konsep amaliah batin, maqamat dan ahwal dipandang sebagai moralitas Islam yang wajib dilaksanakan oleh siapapun sebagai suatu kewajiban untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan derajat kemanusiaan. Bukan sebagai jalan penyucian jiwa dan sebagai suatu tingkatan di mana dengan tujuan akhir bersatu dengan Tuhan, mukasyafah, fana, atau mencari keajaiban yang berupa khariq al-adat, ataupun mencari sesuatu yang bersifat magis, sebagaimana dipraktekkan oleh kebanyakan aliran tarekat pada waktu itu. Juga bagi kedua pemikir, tujuan pengamalan tarekat diarahkan bukan saja untuk membentuk kesalehan individual, tetapi juga kesalehan sosial dengan menanamkan kembali sikap positif terhadap kehidupan dunia. Sedangkan refleksi pengamalan tarekat kedua pemikir bercorak sosioreligius, jalan tarekatnya lewat sikap zuhud yang dapat dilaksanakan dalam peribadatan resmi, bukan untuk menyepi dan menjauh dari kehidupan normal. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa Hamka adalah Ibnu Taimiyahnya Indonesia. Disebabkan karena, Ibnu Taimiyah dan Hamka memiliki pandangan dan pemikiran yang sama dalam masalah praktek bertasawuf. Sehingga sangat sulit untuk ditemukan perbedaan pemikiran antara kedua tokoh tersebut, walaupun Hamka dalam bukunya Tasauf Modern menyebutkan beberapa referensi dalam menulis buku tersebut tidak ada satu kitabpun hasil karya Ibnu Taimiyah yang menjadi bahan rujukannya. Akan tetapi, ada perbedaan yang mencolok yaitu menurut Hamka bahwa, tasawuf ataupun dalam Indonesia yang dikenal

dengan tarekat merupakan salah satu dari filsafat Islam yang tujuan awalnya untuk zuhud dari dunia yang fana. Seperti yang dijelaskan dalam bukunya (2005a: 13) bahwa, tasawuf adalah salah satu filsafat Islam, yang maksudnya bermula ialah hendak zuhud dari dunia fana. Tetapi lantaran banyaknya bercampur gaul dengan negeri dan bangsa lain, banyak sedikitnya masuk jugalah pengajian agama dari bangsa lain itu ke dalamnya. Karena tasawuf bukan agama, melainkan suatu ikhtiar yang setengahnya diizinkan oleh agama dan setengahnya pula dengan tidak sadar, telah tergelincir dari agama, atau terasa enaknya pengajaran agama lain dan terikut dengan tidak diingat. Penulis belum menemukan pendapat Ibnu Taimiyah tentang tasawuf merupakan bagian dari filsafat Islam. Ibnu Taimiyah hanya menjelaskan sejarah kata tasawuf saja. Selain itu, ada perbedaan yang mencolok, yaitu bahwa Ibnu Taimiyah membagi tiga macam sufi, yang tidak terdapat dalam konsep Hamka, yaitu sufi haqaiq, sufi yang sebagaimana mestinya, adalat, yang mempunyai tata cara yang sesuai seperti ahli tarekat, dan tidak terlalu mendewakan duniawi. Sufi arzaq yaitu sufi sebagaimana orang mestinya, mengharapkan banyak rezki sebagaimana orang mestinya, seperti pedagang di mana selalu menginginkan laba yang banyak. Sufi rasm yaitu sufi yang cukup dengan nisbatnya saja. Misalnya berpakaian, beradab sebagaimana pakaian orang sufi (Ibnu Taimiyah., 2000d: 10-11). Model tarekat yang diinginkan Hamka yaitu bersatu dengan alam, bukan bersatu dengan Tuhan. Karena zat manusia dan alam berbeda dengan Zat Tuhan. Sedangkan zat manusia satu dengan zat alam, artinya manusia dituntut untuk bersatu dengan alam dengan cara bersatu dengan seluruh perikemanusiaan manusia berbudi luhur- sehingga dengan budi luhur tersebut manusia secara otomatis akan bersatu dengan alam. Dan seluruh yang ada ini adalah satu, 97

98 terjadi karena kehendak Tuhan dan akan kembali kepada- Nya. Keadaan sosial sangat mempengaruhi pemikiran dari kedua tokoh tersebut. Adapun persamaan latar belakang soaiologis kedua pemikir adalah sama-sama dalam negara yang dijajah oleh bangsa asing. Dilihat dari segi politik, dari keduanya kurang stabil. Selalu tunduk terhadap yang menjajah, apapun kebijakan politiknya walaupun kebijakan tersebut merugikan penduduk pribumi. Dari segi sosial juga keagamaan, keduanya juga sama-sama dalam kekacauan dengan ditandai perampokan, tidak adanya suatu tata tertib yang menjadi pelindung masyarakat. Sehingga norma-norma hanyalah sebagai bahan pembicaraan belaka. Krisis keagamaan juga semakin menggelapkan tatanan sosial. Banyak aliran yang mengklaim dirinya yang benar dan menganggap yang lain salah. Yang lebih parah lagi bahwa aqidah sudah tercampuri oleh bau bid ah yang menyebabkan musyrik. Yang kemudian menjadi sebuah kepercayaan yang melekat dalam keyakinan kaum muslim dan susah untuk dihilangkan. Dari ajaran suatu aliran tersebut, ada yang menekankan untuk hidup pasrah total tanpa adanya usaha dan upaya, hidup untuk menjauhi dunia, menjauhi kehidupan yang normal sebagaimana manusia. Dari ajaran tersebut, mengakibatkan keadaan ekonomi yang tidak seimbang. Ditambah lagi dengan kebijakan ekonomi dari penjajah yang tidak menguntungkan pribumi. Dari keadaan lingkungan itulah, menurut penulis semangat tarekat atau praktek tasawuf yang ditawarkan oleh kedua pemikir bersifat aktif-sosio-religius. Dalam upaya untuk membebaskan manusia dari budak penjajahan, ketimpangan sosial, dan membentuk kesalehan secara pribadi dan sosial sebagaimana dalam ajaran Islam yang menuntut kesemua hal tersebut. Dalam bukunya Hamka menjelaskan (2005a: 15),...zuhud yang melemahkan itu

bukanlah bawaan Islam. Semangat Islam adalah semangat berjuang, semangat berkurban, bekerja, bukan semangat malas, lemah, dan mlempem. Agama Islam adalah agama yang menyeru umatnya mencari rizki dan mengambil sebabsebab mencapai kemuliaan, ketinggian, dan keagungan dalam perjuangan hidup bermasyarakat. 99