Pratami, E.K., & Kuswanti, I., Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum... 17 Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Normal Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Endah Reza Pratami¹, Ina Kuswanti² ABSTRACT Background :Perineum ruptur can happen during childbirth and will causebleeding, infection, fistula, and hematoma. Bleeding is the major cause ofmortality whereby one of the causes is perineum rupture. To minimize rate ofperineum rupture health staff implement Normal Childbirth Care. The study isconducted at Tegalrejo Health Center using secondary data. Objective :The objective of the study was to identify association between parityand perineum rupture tomother having normal childbirth at Tegalrejo Health Center Yogyakarta 2014. Method :The study was an analytical survey that used retrospective approach and using by analiyzed kendall-tau corelation.samples were all mothers having normal childbirth with spontaneous perineumrupture at Tegalrejo Health Center Yogyakarta 2014, comprising as many as 273 samples. Data were collected through questionnaire and analyzed usingdistribution table. Result :result as indicated from score of ô calculation -0,160 and p= 0,006(p = 0,006 < 0,01) Conclusion :There was association between parity and perineumrupture to mother having normal childbirth at Tegalrejo Health Center Yogyakarta 2014. Keywords : perineum rupture, parity PENDAHULUAN Kesehatan merupakan indikator yang menjadi acuan kesejahteraan suatu negara. Bila suatu negara berhasil mengatasi masalah yang terjadi khususnya dibidang kesehatan maka negara tersebut bias dikatakan negeri yang maju. Salah satu masalah kesehatan adalah tingginya Angka Kematian Ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) diperkirakan terjadi 287.000 di seluruh dunia pada tahun 2010 dengan angka kematian ibu sebesar 210 kasus per 100.000 kelahiran hidup. 99% dari jumlah kematian ibu tersebut terjadi di negara-negara berkembang yang sebagian besar terjadi di negara-negara afrika utara dengan 162.000 kasus dan negara-negara asia tenggara sebanyak 83.000 kasus. Di negara-negara asia tenggara, Indonesia merupakan negara dengan jumlah kematian ibu tertinggi kedua dengan 220 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) yaitu : 359 / 100.000 kelahiran hidup, sedangkan sasaran 1. Prodi D3 Kebidanan STIKes Yogyakarta. 2. Dosen Prodi D3 Kebidanan STIKes Yogyakarta. 17
18 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 06 No. 01 Januari 2015 kematian maternal 2013 adalah 102/100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama dari kematian ibu di Indonesia tersebut adalah perdarahan (27%), eklampsi (23%), infeksi (11%), abortus (5%), persalinan lama (5%), emboli obstetrik (3%), komplikasi puerpurium (8%), dan lain-lain (11%). Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. (Hilmy, 2010). Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum, 40 % diantaranya mengalami ruptur perineum karena kelalaian bidannya. 20 juta diantaranya adalah ibu bersalin. Dan ini akan membuat beban biaya untuk pengobatan kira-kira 10 juta dolar pertahun (Heimburger, 2009). Menurut penelitian di Australia, setiap tahun 20.000 ibu bersalin akan mengalami ruptur perineum ini disebabkan oleh ketidaktahuan bidan tentang asuhan kebidanan yang baik. Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009 2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum akan meninggal dunia dengan persen (21,74 %). Di Asia ruptur perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian ruptur perineum didunia terjadi di Asia (Campion, 2009). Prevalensi ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di Indonesia pada golongan umur 25 30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32 39 tahun sebesar 62 %. Kematian ibu telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Secara nasional Angka Kematian Ibu di Provinsi DIY juga tetap menempati salah satu yang terbaik. Meskipun demikian, angka yang dicapai tersebut masih relatif cukup tinggi jika dibandingkan dengan wilayah di Asia Tenggara dan dibandingkan dengan target MDG s. Tahun 2010 Angka Kematian Ibu di DIY berada pada angka 103/100.000 angka ini menurun dari 110/100.000 pada tahun 2006 (Dinkes Provinsi DIY, 2013). Aksesibilitas pelayanan kesehatan yang cukup baik di DIY juga tergambar dari proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga medis bagi ibu melahirkan. Persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2012 di Propinsi DIY berdasarkan laporan Kabupaten telah mencapai 97,7%. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2011 yang baru mencapai 92,53% (Dinkes Prov. DIY, 2013). Ini membuktikan bahwa program pemerintah sedikit demi sedikit mulai berhasil. Namun demikian Pemerintah tidak boleh lengah dengan keadaan tersebut. Karena masalah-masalah tersebut bisa saja muncul kembali. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 05 Februari 2014 telah didapatkan data ibu bersalin normal sebanyak 465, Lahir hidup sebanyak 462, lahir mati sebanyak 3 dan gemmeli 0. Sementara yang mengalami ruptur perineum sebanyak 273 kasus di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta pada bulan Januari-Desember 2013. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian study survei analitik. Metode pendekatan waktu yang digunakan adalah retrospektif. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2013. Jumlah populasi dalam penelian ini adalah 342. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu bersalin normal
Pratami, E.K., & Kuswanti, I., Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum... 19 yang mengalami ruptur perineum berjumlah 273 sampel. Analisis data a. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian untuk menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel. b. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian ruptur perineum digunakan uji statistik dengan menggunakan rumus Kendall Tau karena skala yang digunakan adalah ordinal dan ordinal. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Paritas Ibu Bersalin Normal Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tabel1. Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Bersalin Normal Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013 b. Kejadian Derajat Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Derajat Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013 Sumber : Data Sekunder di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan tabel 4.2 Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden ibu bersalin normal di puskesmas Tegalrejo Yogyakarta mengalami ruptur perineum sebanyak 273 responden atau (79,8%). 2. Analisis Bivariat a. Hubungan Silang Antara Paritas Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tabel 3. Hubungan Silang Antara Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013 Sumber : Data Sekunder di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan tabel 4.1 Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dari bulan Januari sampai Desember adalah paritas multipara sebanyak 263 responden atau (76,7%), sedangkan responden ibu bersalin normal yang paling sedikit di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta adalah paritas grandemultipara yaitu berjumlah 21 responden atau (6,3%). Sumber : Data Sekunder di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013 Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kejadian ruptur perineum terbanyak adalah ruptur perineum derajat II, yaitu sebanyak 166 responden atau (60,9%). Sedangkan kejadian ruptur perineum terendah adalah ruptur perineum derajat 4 adalah 0 responden atau
20 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 06 No. 01 Januari 2015 (0%). Dan sebagian besar paritas yang mengalami ruptur perineum adalah paritas multipara, yaitu sebanyak 180 responden atau (66%) dan paritas yang mengalami ruptur perineum terendah adalah paritas grandemultipara, yaitu 30 responden atau (11%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian ruptur perineum masih banyak terjadi pada paritas multipara sebanyak 180 reponden atau (66%). Berdasarkan hasil uji statistik Kendall Tau dengan program SPSS for windows release16 adalah sebagai berikut : Sehingga dari hasil didapatkan korelasi Kendall-Tau (ô) sebesar = -0,160 dan P = 0,006 < 0,01, yaitu bermakna / Ha diterima Ho ditolak sehingga hipotesis alternatif diterima dan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara paritas dengan derajat ruptur perineum di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2014. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam bentuk tabel dan narasi, selanjutnya akan dilakukan pembahasan untuk masing-masing variabel dan hubungan antar variabel untuk lebih jelas tentang hasil penelitian ini. 1. Paritas Ibu Bersalin Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Paritas merupakan keadaan melahirkan anak, baik hidup ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas. Hasil penelitian berdasarkan paritas yang ditunjukkan pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel yang diperoleh merupakan paritas multipara yaitu sebanyak 263 ( 76,7%). Paritas paling sedikit adalah grandemultipara sebanyak 21 (6,3%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta sudah memiliki kesadaran untuk mensukseskan program KB. Sesuai dengan teori 4T yaitu terlalu banyak anak, terlalu pendek jarak kehamilan, terlalu muda hamil dan melahirkan, dan terlalu tua untuk hamil kembali (Manuaba, 2007). Pada teori 4T tersebut di jelaskan bahwa seoarang perempuan yang termasuk dalam 4T maka dapat dikatakan dalam kehamilan beresiko begitu juga dalam proses persalinanya. Paritas grandemultipara merupakan paritas yang beresiko, sehingga besar kemungkinan bisa mengakibatkan komplikasi baik ibu maupun bayi. Dari hasil penelitian didapatkan ibu bersalin > 5 kali sebanyak 21 orang. Namun pada penelitian ini peneliti tidak meneliti komplikasi yang terjadi pada ibu maupun bayi. Dengan adanya teori tersebut didapatkan bahwa paritas grandemultipara merupakan paritas dengan resiko tinggi. Namun pada grandemultipara keadaan perineumnya sudah elastis dan lentur karena sudah berkali-kali terlewati oleh bayi sehingga pada saat proses persalinan kala II, angka ruptur perineum akan semakin sedikit hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu dari 21 grandemultipara, 16 pasien tidak mengalami ruptur perineum, 5 pasien mengalami ruptur perineum. Hal ini sesuai dengan teori yaitu: robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
Pratami, E.K., & Kuswanti, I., Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum... 21 persalinan berikutnya. Robekan ini juga dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat (Sarwono, 2005). 2. Derajat Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Ruptur perineum merupakan robekan pada ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah dasar panggul yang terjadi secara alami tanpa tindakan pada saat persalinan. Hasil penelitian berdasarkan derajat ruptur perineum yang ditunjukkan pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu bersalin mengalami ruptur perineum, yaitu sebanyak 273 (79,8%). Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi terjadinya ruptur perineum adalah: a. Penolong persalinan Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum. Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dalam memimpin proses persalinan kala II sudah menggunakan APN 58 langkah hal ini sudah dibuktikan dengan didokumentasikanya ke dalam partograf. Pada saat proses persalinan antara penolong persalinan dan pasien sangat diperlukan kerjasama sehingga diharapkan tidak terjadi ruptur perineum. Pada saat pembukaan sudah lengkap dan ada kontraksi yang keras maka penolong persalinan akan memimpin pasien untuk meneran yang benar. Selain itu penolong persalinan hendaknya bisa memimpin persalinan sesuai dengan APN. Dalam APN disebutkan bahwa salah satu penatalaksanaan fisiologis kala II persalinan adalah pencegahan laserasi. Penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala dengan cara stenen yang benar, melahirkan bahu, serta tubuh bayi dengan sangga susur untuk mencagah terjadinya ruptur perineum. Sehingga diharapkan kejadian ruptur perineum bisa diminimalisir angkanya (JNPK-RI, 2008). Namun penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Purwaningsih (2007), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara penerapan Asuhan Persalinan Normal kala II dengan derajat ruptur perineum. b. Paritas Dari 342 populasi yang didapat pada penelitian ini terdapat kejadian derajat ruptur perineum sebanyak 273 sampel. Pada primipara angka derajat ruptur perineum sebanyak 63 pasien (100% dari sampel primipara). Yang mengalami ruptur perineum derajat II adalah sebanyak 37 dari total sampel primipara atau (58,7%). Sedangkan pada multipara angka ruptur perineum derajat II sebanyak 120 dari total sampel multipara yaitu 233 atau(51,5%). Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa pada primipara angka ruptur perineumnya lebih besar daripada multipara. Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh mochtar (2010) yang menyatakan bahwa dengan perineum yang masih utuh pada primipara akan mudah terjadi robekan perineum. Perineum pada paritas primipara musculus yang membentuk otot dasar panggul belum pernah mengalami peregangan atau kaku sehingga mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya ruptur perineum. Penyebab tingginya kejadian ruptur perineum salah satunya yaitu karena paritas primipara disebabkan karena ketidaksiapan ibu dalam menjalani proses persalinannya. Keadaan tersebut akan menyebabkan psikologis ibu menjadi cemas, karena kecemasan tersebut sehingga menye-
22 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 06 No. 01 Januari 2015 babkan dalam proses persalinan ibu menjadi takut dan salah dalam mengejan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2007) yang menyebutkan bahwa faktor yang paling banyak dalam mempengaruhi ruptur perineum yaitu faktor paritas primipara (85%). Paritas primipara dan multipara merupakan paritas dengan terjadinya ruptur perineum yang lebih besar dibandingkan dengan paritas grandemultipara. Kejadian derajat ruptur perineum bila dibandingkan dengan total sampel tiap paritas, maka kejadian derajat ruptur perineum terbanyak adalah pada multipara yaitu sebanyak 233 (68,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sarwono (2005) yang menyebutkan bahwa kejadian ruptur perineum tidak jarang terulang pada persalinan berikutnya, sebagai akibat persalinan, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina, yang biasanya tidak jarang menimbulkan perdarahan yang banyak. 3. Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta mengalami ruptur perineum derajat II, yaitu sebanyak 166 responden atau (60,9%). Sedangkan kejadian ruptur perineum terendah adalah ruptur perineum derajat IV, yaitu 0 responden atau (0%). Pada primipara terdapat 63 responden yang mengalami ruptur perineum, antara lain terdiri dari derajat I berjumlah 21 responden, derajat II berjumlah 37 responden dan derajat III berjumlah 5 responden. Kejadian ruptur perineum derajat III masih cukup tinggi pada primipara. Hal ini disebabkan karna jalan lahir pada primipara masih sempit dan kaku, sehingga angkat ruptur perineumnya tinggi. Pada multipara terdapat 180 responden yang mengalami ruptur perineum, antara lain terdiri dari derajat I brjumlah 58 responden, derajat II berjumlah 120 responden, dan derajat III berjumlah 2 responden. Kejadian ruptur perineum derajat II masih banyak terjadi pada multipara, hal ini terjadi karena elastisitas perineum pada ibu bersalin normal sangat rendah. Dan pada grandemultipara terdapat 30 responden yang mengalami ruptur perineum, antar lain terdiri dari derajat I berjumlah 21 responden, derajat II berjumlah 9 responden dan derajat III berjumlah 0 responden. Ini menunjukkan bahwa angka kejadian ruptur perineum sangat rendah pada grandemultipara. Hal tersebut terjadi karena tingginya elastisitas perineum yang terjadi pada grandemultipara akibat frekuensi melahirkan 5 kali atau lebih. Hasil uji statistik didapatkan harga ô hitung = - 0,160 dan Signifikasi (P) = 0,006, yaitu bermakna Ha diterima Ho ditolak. Untuk menguji analisis Kendall Tau menggunakan taraf kesalahan 1 %. Sehingga di dapatkan P = 0,006 < 0,01 dari hasil uji statistik tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin banyak paritas dari ibu maka angka kejadian ruptur perineum akan semakin kecil. Data tersebut dibuktikan dengan angka ruptur perineum pada paritas primipara, yaitu bahwa pada paritas primipara 100 % sampel mengalami ruptur perineum. Sehingga dari hasil tersebut hipotesis alternatif diterima dan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara paritas dengan derajat ruptur perineum di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2014. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2007) tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Hasil penelitian yaitu yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum adalah pada primipara, berat badan bayi dan cara meneran.
Pratami, E.K., & Kuswanti, I., Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum... 23 Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur perineum. Ruptur perineum yang disebabkan oleh paritas dapat terjadi akibat keelastisan perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar terjadi ruptur perineum. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang. Kesiapan ibu dalam proses persalinan pada paritas primipara juga belum begitu matang hal ini dikarenakan ibu belum pernah mengalami persalinan dan pengalaman dalam proses persalinan pun sedikit sehingga besar kemungkinan faktor psikologis ibu juga menentukan terjadinya ruptur perineum. Dalam proses persalinan diperlukan kerja sama yang bagus antara penolong dan ibu, hal ini bertujuan meminimalisir angka kejadian ruptur perineum. Pada paritas grandemultipara keelastisan perineumnya sudah lentur dan elastik dan juga kesiapan ibu juga sangat mempengaruhi dalam proses persalinan sehingga angka ruptur perineum cenderung lebih rendah dibandingkan dengan paritas yang lain. Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Wiknjosastro (2007) yaitu persalinan normal bisa mengakibatkan terjadinya kasus ruptur perineum pada ibu primipara maupun multipara. Lapisan mukosa dan kulit perineum pada seorang ibu primipara mudah terjadi ruptur yang bisa menimbulkan perdarahan pervaginam. KESIMPULAN 1. Sebagian besar paritas Ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2013 adalah multipara berjumlah 263 responden atau (76,7%), primipara berjumlah 58 responden atau (17,0%) dan grandemultipara berjumlah 21 responden atau (6,3%). 2. Sebagian besar kejadian derajat ruptur perineum pada ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2013 adalah ruptur perineum derajat II berjumlah 166 responden atau (60,9%), ruptur perineum derajat I berjumlah 100 responden atau (36,6%), ruptur perineum derajat III berjumlah 7 responden atau (2,5%), dan ruptur perineum derajat IV berjumlah 0 responden atau (0%) 3. Ada hubungan antara paritas dengan derajat ruptur perineum di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2014 yang ditunjukkan dari nilai korelasi Kendall-Tau (ô) sebesar = -0,160 dan P = 0,006 < 0,01 yang bermakna / Ha diterima Ho ditolak. DAFTAR PUSTAKA BKKBN. 2006. Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta : BKKBN. Dorlan. 2006. Kamus Saku Kedokteran Edisi 25. Jakarta : EGC. Enggar. 2010. Penyebab Perdarahan Pada Persalinan Normal. Bandung : Alpabeta. Handayani. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Pada Bulan Maret-Mei Tahun 2007. STIKES Aisyiyah Yogyakarta. JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Bakti Husada. Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Manuaba, I.B.G. 2005.Dasar-Dasar Operasi Ginekologi. Jakarta : EGC.. 2008. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC.
24 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 06 No. 01 Januari 2015 Media Indonesia. Angka Kematian Ibu Tahun 2012. http: mediaindonesia. com/ diakses tanggal 14 maret 2014. Mochtar, R. 2009. Sinopsis Obstetri (Obstetri fisiologi Obstetri Patologi). Jakarta : EGC. Mochtar, R. 2006. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Asdi Mahasatya. Oxorn, H. 2010. Patologi dan Fisiologi Persalinan Human Labour and Birth. Jakarta : Yayasan Essentia Medica. Prawirohardjo, S. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Purwaningsih. 2007. Hubungan Penerapan Asuhan Persalinan Normal Kala II Dengan Derajat Ruptur Perineum Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2007. Stikes Aisyiyah Yogyakrta. Rekam Medis Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2013. Saifuddin. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alpabeta. Sulistyaningsih. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : STIKES Aisyiyah Yogyakarta. Suryaningsih. 2007. Pengaruh Pemberian Aloe Gel Terhadap Lama Penyembuhan Luka Jahitan Perineum Ibu Bersalin Normal Di RB Puri Adisty Tahun 2007. STIKES Aisyiyah Yogyakarta. Tim Kashiko. 2007. Kamus biologi lengkap. surabaya : Kashiko. Verney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta. EGC.