JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB III PENUTUP. terhadap saksi dan korban serta penemuan hukum oleh hakim.

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN. (KUHP) atau undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU SATU KALI PENGADUAN ATAS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN KARYAWAN NOTARIS SEBAGAI SAKSI DALAM PERESMIAN AKTA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN OLEH OKNUM POLISI DALAM PUTUSAN NOMOR 136/PID.B/2012/PN.MR (PUTUSAN NOMOR 136/PID.B/2012/PN.

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEDUDUKAN KETERANGAN AHLI SEBAGAI ALAT BUKTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Hadi Alamri 2

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

KEKUATAN HUKUM VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DI TINJAU DARI KUHAP DAN UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2004 ANTORY ROYAN ADYAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017

i HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 Menyetujui, Pembimbing Pertama, H. Lalu Adnan Ibrahim, S.H., M.Hum NIP. 19561231 198703 1 015

ii KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesaksian anak di bawah umur yang dapat dikategorikan sebagai alat bukti keterangan saksi dalam tindak pidana KDRT dan kedudukan hukum kesaksian anak di bawah umur dalam tindak pidana KDRT. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif. Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat akademis, toeritis dan praktis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kesaksian Anak Di Bawah Umur yang Dikategorikan Sebagai Alat Bukti Keterangan Saksi dalam Tindak Pidana KDRT ialah tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti keterangan dan Kedudukan Hukum kesaksian Anak Di Bawah Umur dalam Tindak Pidana KDRT bukan merupakan alat bukti keterangan saksi namun namun merupakan alat bukti petunjuk. Kata Kunci : Saksi Anak, Pembuktian. LEGAL STANDING OF TESTIMONY MINORS IN CRIME DOMESTIC VIOLENCE ABSTRACT The purpose of this study is to investigate the testimonies of minors who can be categorized as evidence statements of witnesses in the criminal act of domestic violence and the legal position of the testimony of minors in criminal acts of domestic violence. This research uses normative research. Benefits of this study consisted of academic benefits, toeritis and practical. The results showed that the testimony of Children Under Age are categorized as Evidence The testimony of the Crime of domestic violence is that it does not qualify as evidence testimony and legal status of the testimony of Children Under Age in Crime Domestic violence is not a means of evidence of witness testimony but yet is a tool proof instructions. Keywords: Children Witness, Evidence.

i I. PENDAHULUAN Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskrimansi. KDRT yang terjadi pada umumnya melibatkan pelaku dan korban yang ada pada ruang lingkup kekeluargaan, yang mana sasaran obyek dalam kekerasan tersebut menurut UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT Pasal 2 ayat 1 dan 2 adalah suami, isteri dan anak serta orang-orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan orang lain. KDRT kebanyakan kasus korbannya adalah perempuan dan anak baik dari segi kekerasan seorang suami terhadap istrinya maupun kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Pada tindak pidana yang terjadi dalam rumah tangga, alat bukti yang paling mudah didapat adalah Keterangan Saksi. Akan tetapi mengenai orang yang menjadi saksi dalam tindak pidana ini, pada umumnya adalah keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas, saudara, suami atau istri. Padahal orang-orang tersebut menurut Pasal 168 KUHAP, tidak dapat didengar dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. 1 Untuk anak di bawah umur dan orang yang sakit ingatan mendapatkan pengecualian oleh hukum menjadi saksi tanpa sumpah seperti yang tercantum 1 Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Yuridis- Viktimologis, Sinar Grafika, 2012, Hal. 98

ii dalam Pasal 171 KUHAP. apabila secara tegas baik terdakwa, penuntut umum dan mereka-mereka yang tersebut dalam pasal 168 KUHAP menghendaki dapat memberikan keterangan tanpa sumpah. Jika menghendaki, mereka-mereka bisa memberikan keterangan tanpa sumpah (Pasal 169 KUHAP). 2 Permasalahan yang muncul dalam pemberitaan yakni tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri yang disaksikan langsung oleh anaknya, dimana kekerasan yang terjadi mengakibatkan luka berat terhadap korbannya sehingga ketika tindak pidana tersebut dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan kasus tesebut di sidangkan, anak yang melihat sendiri tindak pidana KDRT yang terjadi ikut memberikan keterangan kepada penyidik atas tindak pidana tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu : 1) Apakah kesaksian anak di bawah umur dapat dikategorikan sebagai alat bukti keterangan saksi dalam tindak pidana KDRT? 2) Bagaimanakah kedudukan hukum kesaksian anak di bawah umur dalam tindak pidana KDRT? Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan meningkatkan pemahaman secara jelas, sistematis, dan terperinci mengenai : 1) Kesaksian anak di bawah umur yang dapat dikategorikan sebagai alat bukti keterangan saksi dalam tindak pidana KDRT. 2) Kedudukan hukum kesaksian anak di bawah umur dalam tindak pidana KDRT. 2 Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta, Djambatan, 1998, Hal. 138

iii Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : Secara Teoritis, memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Acara Pidana, serta diharapkan mampu memperkaya refrensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang saksi anak dalam tindak pidana KDRT. Secara praktis memberikan kontribusi pemikiran bagi para pihak khususnya masyarakat dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kedudukan hukum kesaksian anak di bawah umur dalam Tindak Pidana KDRT.Secara Akademik merupakan salah satu syarat untuk mencapai Program Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Mataram. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan Perundang-Undangan (Satute Approach), Pendekatan Konsep (Conceptual Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Adapun sumber bahan hukum dan jenis bahan hukum yang digunakan adalah Bahan hukum primer Bahan hukum sekunder Bahan hukum tersier dengan teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi dokumen dan analisis bahan hukum menggunakan analisis penafsiran ekstensif atau penafsiran memperluas.

iv II. PEMBAHASAN KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG DIKATEGORIKAN SEBAGAI ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI DALAM TINDAK PIDANA KDRT Pengertian Saksi KUHAP telah memberikan definisi atau pengertian saksi dalam pasal 1 butir 26, yaitu : Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Definisi saksi di atas cukup luas dan umum, sehingga yang termasuk dalam pengertian saksi bisa orang yang menjadi korban, pelapor, pengadu, atau orang lain yang dapat memberikan keterangan tentang suatu perkara pidana baik ditingkat penyidikan, penuntutan, maupun dimuka sidang pengadilan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan pengertian anak saksi dalam Pasal 1 ayat (5), yaitu : Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. Dalam putusan Pengadilan Negeri Oelamasi, Kupang. Nomor : 190/Pid.Sus/2013/PN.Olm menyatakan adanya saksi anak yang masih di bawah umur yang melihat dan mendengar sendiri tindak pidana KDRT yang terjadi pada orang

v tuanya, dimana dalam putusan tersebut terdakwa diancam pidana sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Syarat-syarat menjadi Saksi Adapaun syarat-syarat menjadi saksi agar dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah harus memenuhi dua syarat, antara lain : (a) Syarat Formil antara lain : 1) Seorang saksi harus mengucapkan sumpah atau janji baik sebelum maupun sesudah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat 3 dan 4 KUHAP). 2) Seorang saksi telah mencapai usia dewasa, yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang yang belum mencapai usia 15 tahun atau belum menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan dianggap sebagai keterangan biasa (Pasal 171 butir a KUHAP). Bahwa keterangan saksi hanya dapat dianggap sah, apabila diberikan di bawah sumpah. Keterangan saksi yang tanpa sumpah hanya boleh dipergunakan sebagai tambahan untuk alat-alat bukti yang sah. 3 Syarat Materiil Adapun syarat-syarat materiil antara lain : 1) Tidak berhubungan keluarga sedarah atau semenda garis lurus ke atas atau ke bawah sampai garis derajat ketiga (Pasal 168 huruf a KUHAP). 2) Tidak berhubungan saudara baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu sampai derajat ketiga (Pasal 168 huruf b KUHAP). 3) Tidak mempunyai hubungan suami istri meskipun sudah bercerai (Pasal 168 huruf c KUHAP). 4) 3 Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Djambatan, Jakarta,1998, Hal. 135

vi Dewasa, berumur lebih dari 15 tahun (Pasal 171 huruf a KUHAP). 5) Tidak sakit ingatan atau sakit jiwa (Pasal 171 huruf b KUHAP). 6) Bukan terpidana mati (menurut Common Law). 4 Jenis-jenis Saksi Adapun jenis-jenis saksi dalam peradilan pidana yaitu : 1) Saksi A Charge (Memberatkan Terdakwa) 5. 2) Saksi A De Charge (Menguntungkan Terdakwa). 3) Saksi Korban, 4) Saksi Pelapor (Mendengar/melihat sendiri), 5) Saksi Mahkota (Yang bersama menjadi terdakwa), 6) Saksi Testimoni de Auditu Adapun salah satu jenis saksi yang dibahas dalam penelitian ini adalah jenis saksi pelapor, dimana saksi pelapor adalah seseorang yang memberikan laporan kepada aparat kepolisian bahwa telah terjadi suatu tindak pidana di suatu tempat atau dapat juga seseorang yang berada ditempat kejadian perkara tersebut. Sistem / Teori Pembuktian dan Alat bukti : Teori Pembuktian : a) Teori Pembuktian Positif (positief wettelijk bewijstheorie), 2) Teori Pembuktian Negatif, 3) Teori Pembuktian Bebas (vrije bewijstheorie), 4) Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim. Alat-alat Bukti. Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan 4 Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kukuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana. Yogyakarta, Liberty, Hal. 102 5 Darwan Prinst, S.H., Op.Cit, Hal. 139

vii hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. 6 Alat bukti menurut undang-undang adalah telah diatur di dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri dari : a. Alat Bukti yang Sah : 1) Keterangan Saksi 2) Keterangan Ahli 3) Surat 4) Petunjuk 5) Keterangan Terdakwa b. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu lagi dibuktikan. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Oelamasi, Kupang. Nomor : 190/Pid.Sus/2013/PN.Olm, hakim dalam menjatuhkan putusannya menggunakan teori pembuktian negatif. Teori pembuktian negatif tersebut maksudnya adalah menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya (dua) alat bukti yang telah ditentukan dalam undang-undang, ditambah keyakinan hakim yang diperoleh dari adanya alat-alat bukti tersebut. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Oelamasi, Kupang. Nomor : 190/Pid.Sus/2013/PN.Olm, bahwa hakim mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (a) Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti surat yang satu dengan yang lainnya saling bersesuaian, termasuk keterangan saksi anak di bawah umur. Maka dapat diperoleh fakta-fakta hukum dalam tindak pidana KDRT tersebut. 1996, Hal. 11 6 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Surabaya,

viii (b) Bahwa Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan tersebut yakni melanggar pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang unsur-unsurnya sebagai berikut : (1) Barang siapa ; (2) Melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap orang dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Keterangan Saksi Anak Di Bawah Umur dalam Tindak Pidana KDRT Menurut Hukum Acara Pidana Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. 7 Agar keterangan saksi mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi, yaitu sebagai berikut: a) Harus mengucapkan sumpah atau janji. b) Keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. c) Keterangan saksi harus diberikan di sidang 7 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjuan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, Hal. 286

ix pengadilan. d) Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup. e) Keabsahan keterangan anak di bawah umur sebagai anak saksi. Namun ada beberapa ketentuan dalam KUHAP yang memberikan pengecualian menjadi saksi. Pengecualian tersebut dapat bersifat absolute dan relatif, 8 yaitu sebagai berikut: Pengecualian absolut Pengecualian terhadap saksi yang tidak perlu disumpah yaitu: anak yang umur belum cukup lima belas (15) tahun dalam Pasal 171 butir (a) atau orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali dalam Pasal 171 butir (b). Hal ini berarti untuk anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin atau orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang baik kembali, boleh diperiksa memberi keterangan "tanpa sumpah", di sidang pengadilan. Sementara itu mengenai keterangan saksi yang tidak disumpah di dalam KUHAP Pasal 185 ayat (7) ditegaskan bahwa Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah. Agar suatu keterangan tanpa disumpah dapat dipakai untuk menguatkan keyakinan hakim maka harus memenuhi syarat-syarat: 9 a) Harus ada lebih dahulu alat 1982), hal 24. 8 A.Karim, Masalah Hukum Pembuktian dalam Proses Pidana: Jilid 2,(Jakarta: Djambatan,

x bukti yang sah, b) Sekurang-kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah, c) Adanya persesuaian antara keterangan tanpa disumpah dengan alat bukti yang sah. Pengecualian khusus yang menjadikan mereka tidak dapat bersaksi, hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 168 KUHAP Keterangan Saksi Anak Di Bawah Umur dalam Tindak Pidana KDRT Menurut Sistem Peradilan Pidana Anak Anak saksi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Kategori anak dalam sistem peradilan pidana anak antara lain: 1) Anak yang Berhadapan dengan Hukum; 2) Anak yang Berkonflik dengan Hukum; 3) Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana; 4) Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana ; Pengertian anak saksi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 1 ayat (5), yaitu : Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. Mengacu pada pengertian anak saksi terdapat tiga tolak ukur tanggung jawab keterangan saksi, yakni mendengar, melihat dan mengalami sendiri. Pemikiran yang menjadi pendapat, asumsi, pernyataan, analisis atau kesimpulan dari anak saksi 9 Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 286

xi bukanlah bernilai alat bukti, oleh karena itu harus segera ditolak oleh penyidik pada saat penyidikan, dan hakim yang memimpin sidang atau oleh penuntut umum dan atau advokat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa memberikan keterangan kepada penyidik, harus terlepas dari segala macam tekanan baik yang berbentuk apapun dan dari siapapun. Sama halnya dalam pemeriksaan anak saksi harus memperoleh kenyamanan dan tidak di bawah tekanan dalam memberikan keterangan. Hal ini seperti disebutkan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwa dalam pemeriksaan anak saksi harus memperhatikan kepentingan anak dan mebuat anak saksi nyaman, ramah anak, serta tidak menimbulkan ketakutan dan tekanan.

xii III. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penulis, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu : 1) Kesaksian Anak Di Bawah Umur yang Dikategorikan Sebagai Alat Bukti Keterangan Saksi dalam Tindak Pidana KDRT adalah kesaksian yang diberikan oleh anak dibawah umur dalam tindak pidana KDRT yang ikut melihat sendiri tindak pidana tersebut namun ia tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti keterangan saksi karena kesaksian yang diberikan oleh anak dibawah umur tidak memenuhi syaratsyarat sebagai saksi (syarat formil) Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP dan anak dibawah umur hanya dapat memberikan keterangan tanpa sumpah Pasal 171 butir a KUHAP. 2) Kedudukan Hukum kesaksian Anak Di Bawah Umur dalam Tindak Pidana KDRT bukan merupakan alat bukti keterangan saksi namun keterangan yang diberikan merupakan alat bukti petujuk karena anak di bawah umur memberikan keterangan tanpa sumpah sehingga hanya dianggap sebagai alat bukti petunjuk saja. Alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa (Pasal 188 ayat (2) KUHAP). Alat bukti petunjuk digunakan untuk menguatkan keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa.

xiii Saran Diharapkan kepada pemerintah lebih memperhatikan kondisi psikologi anak di bawah umur ketika memberikan keterangan terkait tindak pidana KDRT yang dialami orang tuanya pada tahap penyidikan. Diharapkan kepada majelis hakim ketika menjatuhkan putusan tindak pidana terkait KDRT lebih memperhatikan keterangan yang diberikan oleh anak di bawah umur karena walaupun anak di bawah umur bukan merupakan alat bukti keterangan saksi tapi anak juga merupakan alat bukti petunjuk yang sangat dibutuhkan dalam persidangan.

xiv DAFTAR PUSTAKA Buku-buku, Makalah dan Karya Ilmiah A.Karim. Masalah Hukum Pembuktian dalam Proses Pidana: Jilid 2 Djambatan, Jakarta, 1982 Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjuan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta Nur Afni, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Saksi Dalam Perkara Pidana, (Skripsi, Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Makassar), 2013 Prakoso, Djoko. Alat Bukti dan Kukuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana. Liberty, Yogyakarta, 2013 Prinst, S.H., Darwan Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Djambatan, Jakarta,1998 Sasangka Hari; Lily Rosita. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Surabaya, 1996 Soeroso, Moerti Hadiati. Kekerasan Dalam Rumah Tanggan Dalam Perspektif Yuridis-Viktimologis. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. LN. No. 95 Tahun 2004 Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. LN. No. 64 Tahun 2006 Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. LN. No. 153 Tahun 2012