BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

BAB 1 PENDAHULUAN. mempersiapkan diri menghadapi terjadinya perubahan-perubahan besar

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan. Tidak hanya dikalangan remaja, namun ibu-ibu juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jilbab. Selain dari perkembangan fashion atau mode, jilbab juga identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. IV, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: pada masa remaja awal. Sedangkan pada subyek A memutuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi kehidupan manusia. Inti perspektif sosiologis ialah


BAB I PENDAHULUAN. dunia tanpa memiliki pemahaman apapun tentang apa yang harus dilakukan dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat yang disebabkan oleh adanya ide kreatif dan inovatif dari pelaku

Seiring dengan perkembangan zaman, desain kebaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Fashion dalam perspektif Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. Campur kode adalah percampuran antara dua bahasa atau lebih dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari

2015 TINGKAT KESAD ARAN ETIKA PENAMPILAN MAHASISWA

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MANAJEMEN BISNIS BUSANA BUTIK SEBAGAI KESIAPAN PERINTISAN BISNIS BUTIK BUSANA MUSLIMAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion

PUSAT RUMAH MODE (FASHION HOUSE CENTER) DI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

PERANCANGAN KOMIK UNGGAH-UNGGUH DI DIY BERJUDUL ORA ILOK!

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Lokasi penelitian ini berada di kompleks Mulawarman, dilihat dari

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan proses dimana seseorang menyampaikan suatu pesan kepada penerima pesan.

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU N o. 20 tahun 2003 pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional. bahwa :

BAB III GAMBARAN UMUM BUTIK ALAM BENING

Bab 1. Pendahuluan. dengan sesama kita, manusia. Bahasa merupakan salah satu sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. luaskan budaya mereka ke dunia Internasional. Melalui banyak media Korea

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial antara orang satu dengan yang lainnya. Dalam. komunikasi dibutuhkan alat komunikasi agar hubungan antarmanusia

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perempuan pada dasarnya mempunyai keinginan untuk dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam,

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kita hidup di zaman modern yang menuntut setiap individu untuk meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang dianggap kuno dan memperbaharui atau bahkan menggantinya dengan berbagai inovasi baru yang tentunya memiliki banyak perubahan didalamnya. Segala sesuatu yang ada di masa yang lalu kebanyakan bertolak belakang dengan kondisi di masa sekarang. Segala hal dimasa lalu termasuk modernisasi yang sangat disukai oleh masyarakat secara umum sekarang mulai dirubah dan beralih kepada suatu pandangan maupun hal baru yang dianggap lebih menyenangkan dari yang sebelumnya. Peristiwa ini bisa menunjukkan bahwa era yang sekarang adalah peralihan dari era modern menuju era postmodern. Dinamisnya zaman juga terjadi dalam hal berpakaian. Pakaian adalah kebutuhan. Semua orang pasti sependapat dengan pernyataan tersebut. Perkembangan zaman juga mulai merubah pandangan masyarakat tentang pakaian. Beberapa orang berpendapat pakaian mampu memberikan cerminan kepribadian dan juga memberi citra diri baik positif mapun negatif dari seseorang. Beragamnya ide dan life style (gaya hidup) di era postmodern ini juga turut mempengaruhi pemilihan individu dalam berbusana. Kebebasan dan perkembangan peradaban manusia juga turut mempengaruhi manusia dalam menciptakan berbagai macam model dan desain pakaian. Semakin beragamnya pemikiran manusia juga membentuk gaya hidup baru di era sekarang ini. Busana dari suatu individu juga bisa menentukan kelas 1

dan kualitas individu itu sendiri, maka tidak jarang beberapa individu memakai busana busana mahal dan model dengan alasan tertentu.ada juga beberapa model busana tersebut dianggap minim / seksi oleh beberapa orang dan mereka berpendapat kurang sopan jika dipakai. Akibatnya, banyak juga yang beranggapan bahwa banyak individu yang sudah mulai meninggalkan nilai-nilai sopan santun di dalam masyarakat. Namun, bukan berarti jika seseorang berpakaian minim, maka dia pasti berkepribadian buruk. Ada pepatah jawa yang mengatakan Ajining diri ono ing lati,ajining saliro ono ing busono yang artinya kehormatan diri terletak pada tutur kata dan kehormatan penampilan terletak pada kesantunan berpakaian. Gaya berbusana memang terkadang menjadi permasalahan bagi beberapa orang. Manusia sepatutnya memang tidak boleh menilai manusia lainnya berdasarkan penampilannya saja. Tidak semua orang yang berbusana minim berkepribadian buruk. Beberapa pria dan wanita memang merasa lebih nyaman memakai pakaian yang cukup minim, khususnya ketika cuaca panas. Mereka beralasan bahwa pakaian yang tertutup sangat tidak nyaman digunakan sehingga mereka lebih memilih pakaian yang terbuka. Anak-anak juga mulai meniru cara berpakaian yang demikian dan tak jarang orangtuanya sendiri yang memakaikan untuk anaknya. Akibatnya kebiasaan berbusana minim sudah ditanamkan sejak dini. Kebiasaan masyarakat dalam berbusana seperti ini telah dipakai oleh banyak jemaat di dalam proses kebaktian di Gereja. Sesungguhnya cara berpakaian seseorang adalah hak mutlak dari individu itu sendiri. Semua orang bebas untuk berekspresi bahkan dalam hal 2

berpakaian. Namun kebebasan tentu ada batasnya. Jemaat di gereja hendaknya harus berpakaian yang menunjukkan bahwa dia menghargai tubuhnya. Hal yang paling mendasari cara kita berpakaian adalah pandangan kita terhadap tubuh kita dimana kita melihat tubuh kita sebagai ciptaan Tuhan yang mulia dan harus dijaga. Beragamnya gaya busana jemaat ini juga dapat ditemukan di beberapa Gereja di daerah Medan dimana tiap jemaat tentunya memiliki ciri dan pandangan yang berbeda terhadap tren busana. Ada jemaat yang lebih memilih busana formal dan tertutup ketika melakukan ibadah, namun ada juga jemaat yang lebih nyaman memakai busana informal dan terbuka. Beberapa jemaat baik itu laki laki dan perempuan memang sudah terbiasa mengenakan busana minim dan informal di kehidupan sehari-hari, jadi menurutnya tidak masalah jika dipakai juga ketika mengikuti kebaktian selama nyaman digunakan. Walaupun cara berbusana juga merupakan hak dari setiap individu, namun ada baiknya memang jika jemaat lebih bijaksana dalam menyesuaikan busana dan keperluan yang akan dilakukan. Beberapa jemaat merasa keberatan dengan cara berbusana sebagian jemaat yang menurut ukuran mereka termasuk tidak sopan. Namun tentu saja ukuran dan pendapat tiap orang berbeda-beda. Beberapa jemaat beralasan merasa terganggu dan terusik ketika melakukan ibadah. Namun beberapa jemaat berpendapat bahwa jemaat tersebut tentunya harus mampu mengendalikan diri dan fokus dalam ibadahnya, bukannya malah menyalahkan gaya berbusana seseorang. Memang di beberapa Gereja tidak ada peraturan tertulis yang mengatur busana dalam beribadah, namun beberapa gereja turut juga menyampaikan secara 3

lisan yang biasanya disampaikan di dalam kotbah maupun saran-saran dari sesama jemaat lainnya agar hendaknya berbusana lah dengan sewajarnya ketika beribadah. Fenomena beragamnya gaya busana jemaat gereja menjadi hal yang cukup sering terjadi di beberapa daerah. Ada juga beberapa artikel dan beberapa penelitian yang berkaitan dengan fenomena ini. Penelitian sebelumnya oleh Naniek Risnawati (2014) dengan judul Busana Mencerminkan Kepribadian yang menyatakan bahwa busana mampu memberikan citra baik itu positif maupun negatif bagi seseorang. Dalam penelitian tersebut beberapa individu menyatakan bahwa busana mampu menggambarkan watak, kebiasaan, dan status sosial bagi pemakainya. Penelitian oleh Ifa Handayani (2015) dengan judul Etika Berbusana dalam Pergaulan Mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki pandangan tersendiri terhadap busana dan kurang setuju dengan peraturan yang mengekang kebebasan berbusana. Banyak mahasiswa yang tidak terbiasa dengan busana formal dan tidak setuju jika dipaksa mengenakan busana formal ketika mengikuti perkuliahan di kampus. Namun sebagian mahasiswa juga setuju dengan penggunaan busana formal karena lebih terkesan sopan dan nantinya akan membiasakan mahasiswa berpenampilan sopan di masyarakat. Dalam penelitian Diah Andarini (2012) dengan judul Busana Sebagai Identitas, mahasiswa Pendidikan Sosiologi dan Antropologi FKIP UNS cukup mengikuti tren fashion karena mengikuti perkembangan jaman itu sendiri dan juga untuk menarik perhatian lawan jenis. Mahasiswa mengikuti perkembangan tren fashion melalui majalah, televisi, dan keberadaan mall / butik. Dalam penelitian 4

selanjutnya berjudul Pakaian Sebagai Penanda oleh Herman Jusuf (2001), dikatakan setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang mereka kenakan akan menyampaikan penanda sosial (social signals) tentang pemakainya. Ada juga sebuah artikel yang ditulis oleh Anne Avantie berjudul Gereja Bukanlah Fashion Show dimana Anne Avantie yang juga merupakan desainer top di Indonesia kurang setuju dengan fenomena busana minim ketika beribadah. Anne menganggap bahwa banyak jemaat wanita yang salah tempat dalam berbusana dalam beribadah. Menurut Anne Avantie, Gereja bukanlah seperti ajang Fashion Show dimana jemaat sangat terfokus dengan busana dan terkadang beberapa jemaat lupa akan tujuannya yaitu beribadah. Setiap orang tentu memiliki pendapat yang berbeda terkait hal ini. Beberapa gereja juga tidak setuju dengan kebebasan berbusana jemaat dalam melakukan ibadah. Beberapa gereja bahkan membuat larangan secara tertulis terkait aturan berbusana dalam beribadah. Beberapa jemaat tentu tidak bermasalah dengan aturan tersebut, namun tentu saja ada jemaat yang keberatan. Beberapa jemaat yang tidak keberatan tentunya merasa tidak bersalah karena merasa itu merupakan haknya dalam memilih busananya. Hal ini bisa menjadi dilema dimana kebebasan bisa menjadi permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Kebebasan manusia dalam bertindak termasuk berbusana tentunya bisa menjadi masalah baru di kehidupan bermasyarakat. Kebebasan memanglah harus dibatasi walaupun banyak orang yang tidak setuju dan menuntut untuk sebebas mungkin. Namun batasan ini tentunya dalam hal yang sewajarnya. Kebebasan tentunya dibatasi agar kehidupan 5

bermasyarakat tetap pada jalurnya dan sesuai dengan nilai yang disepakati bersama. Berdasarkan beberapa uraian diatas, beberapa jemaat dan masyarakat memiliki pandangan yang berbeda terkait gaya busana dalam beribadah. Beragam pluralitas ide dan gaya hidup masyarakat mampu mempengaruhi gaya berbusana individu baik itu dalam kehidupan sehari-hari juga dalam beribadah. Beberapa alasan dan penjelasan diatas membuat penulis cukup tertarik untuk meneliti fenomena beragamnya tren busana dalam beribadah ini. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana beragamnya tren gaya busana modern jemaat bisa terjadi di Gereja GKPI Padang Bukan Medan? 2. Bagaimana sikap jemaat terhadap beragam tren gaya busana modern tersebut ketika beribadah? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana ragam tren busana modern jemaat gereja dan apa saja yang menyebabkan beragamnya tren busana modern di Gereja bisa terjadi. 2. Untuk mengetahui sikap jemaat terhadap fenomena beragamnya tren busana modern jemaat dalam beribadah. 6

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan bagi para pembaca khususnya mahasiswa dan penelitian ini juga diharapkan memberi dampak positif untuk Gereja dan masyarakat. 1.4.2 Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi maupun sebagai bahan kajian atau bahan perbandingan untuk penelitian berikutnya. Penelitian ini juga turut menambah wawasan penulis baik itu data dari buku, internet, maupun pustaka lainnya ataupun data dari narasumber. 7