hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

Bab 1 PENDAHULUAN. Rokok adalah salah satu permasalahan kesehatan terbesar yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PADA PERKANTORAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB I PENDAHULUAN. upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

ROKOK : KEMUBAZIRAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI KALANGAN SANTRI. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia.

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2015

KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN TERBATAS MEROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

Deni Wahyudi Kurniawan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Oleh. menurunkan kualitas hidup manusia (Aditama,1997).

BAB I PENDAHULUAN. yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu (Mayasari, 2007). Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Setiap orang berhak atas kesehatan. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Demikian juga setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI, 2011). Menurut Tomasevski, bahwa hak atas kesehatan terkait dengan upaya minimalisasi dampak lingkungan bagi kehidupan manusia. Kenyataannya lingkungan yang sehat masih jauh dari harapan. Salah satu perilaku yang semakin hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010). 1

2 Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia kesehatan karena menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam setahun. Lebih dari 5 juta orang meninggal karena menghisap langsung rokok, sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal karena terpapar asap rokok. Asap tidak hanya menyerang perokok saja, melainkan juga menyerang orang-orang yang ada di sekitar perokok oleh karena terhirup asap rokok (perokok pasif) (WHO, 2013). Rokok menjadi salah satu produk yang tingkat konsumsinya relatif tinggi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Orang merokok mudah ditemui, seperti di rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan, bahkan di sekolah-sekolah. Masalah rokok masih menjadi masalah nasional dan diprioritaskan upaya penanggulangannya karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial politik dan terutama aspek kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Banyak pula yang beranggapan bahwa merokok adalah Hak Asasi Manusia. Salah kaprah semacam ini menimbulkan hal-hal yang kurang baik di tengah masyarakat. Hak Asasi Manusia adalah relasi warga negara dengan Pemerintah, di mana Pemerintah harus memberikan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia. Adapun hak-hak asasi tergabung dalam hak sipil politik dan hak ekonomi, sosial dan budaya. Sementara, merokok bukanlah salah satu bagian dari hak baik hak sipil politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi, merokok sama sekali bukanlah Hak Asasi Manusia. Merokok adalah pilihan bagi setiap orang. Namun, meskipun sebuah pilihan, ada konsekuensi lain

3 yang harus dilakukan, yakni menghormati orang lain agar tidak terkena dampak (asap rokok) (Komnas HAM, 2012). Menurut The Tobacco Atlas 3rd Eddition, 2009 terkait persentase penduduk dunia yang mengkonsumsi tembakau didapatkan sebanyak 57% pada penduduk Asia dan Australia, 14% pada penduduk Eropa Timur dan pecahan Uni Soviet, 12 % penduduk Amerika, 9 % penduduk Eropa Barat, dan 8 % pada penduduk Timur Tengah serta Afrika. Sementara itu, ASEAN merupakan sebuah kawasan dengan 10% dari seluruh perokok dunia dan 20% penyebab kematian global akibat tembakau. Persentase perokok pada penduduk di negara ASEAN tersebar di Indonesia (46,16%), Filiphina (16,62%), Vietnam (14,11%), Myanmar (8,73%), Thailand (7,74%), Malaysia (2,90%), Kamboja (2,07%), Laos (1,23%), Singapura (0,39%), dan Brunei (0,04%). Itu berarti, Indonesia menempati urutan pertama perokok di kawasan ASEAN. Pada tahun 2010, di Indonesia diperkirakan 384.058 orang (237.167 lakilaki dan 146.881 wanita) menderita penyakit terkait konsumsi tembakau. Total kematian akibat konsumsi rokok mencapai 190.260 (100.680 laki-laki dan 50.520 wanita). Sedangkan 50% dari yang terkena penyakit terkait rokok mengalami kematian dini. Penyebab kematian terbanyak adalah penyakit stroke, jantung koroner, serta kanker trakhea, bronkhus dan paru. Secara keseluruhan kematian akibat penyakit terkait konsumsi rokok sebesar 12,7% dari total kematian pada tahun 2010. Produksi tembakau di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Tercatat 300 juta milyar batang rokok diproduksi

4 pada tahun 2011 atau meningkat sebesar 30 Milyar batang dari tahun 2010 yaitu 270 milyar batang (TCSC, 2012). Jumlah batang rokok yang dihisap perhari penduduk umur 10 tahun di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%). Proporsi penduduk umur 15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat dalam Riskesdas 2007 (34,2%), Riskesdas 2010 (34,7%) dan Riskesdas 2013 (36,3%). Dibandingkan dengan penelitian Global Adults Tobacco Survey (GATS) 2011, persentase perokok aktif di Indonesia mencapai 67% (lakilaki) dan 2,7% (perempuan) dari jumlah penduduk, terjadi kenaikan 6 tahun sebelumnya perokok laki-laki sebesar 53 %. Data yang sama juga menyebutkan bahwa 85,4% orang dewasa terpapar asap rokok ditempat umum, di rumah (78,4%) dan di tempat bekerja (51,3%). Mereka yang merokok di rumah sama dengan mencelakakan kesehatan anak dan istri (RISKESDAS, 2013). Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka perokok tertinggi di Indonesia. Menurut data Riskesdas 2007, proporsi perokok di Provinsi Sumatera Utara sebesar 28%. Angka ini mengalami lonjakan yang drastis karena menurut data Riskesdas 2010 proporsi perokok melonjak menjadi 35,7% kondisi tersebut menjadikan provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah perokok terbesar di Indonesia setelah Provinsi Kalimantan Tengah (43,2%) dan disusul Nusa Tenggara Timur (41,2%) (RISKESDAS, 2013).

5 Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ke-12 dari 33 provinsi di Indonesia dengan jumlah presentase sebesar 24,2% berdasarkan proporsi penduduk umur 10 tahun menurut kebiasaan merokok. Sedangkan untuk persentase rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur 10 tahun, Sumatera Utara menempati urutan ke delapan dari 33 provinsi di Indonesia yaitu sebesar 14,9 % (RISKESDAS, 2013). Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih menimbulkan perdebatan yang panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti rokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Salah satu upaya untuk mendukung kebijakan dalam pengendalian tembakau diperlukan pemberdayaan masyarakat atau program yang bisa melindungi perokok pasif. Kegiatan itu adalah dengan membentuk suatu kawasan yang bebas dari asap rokok atau disebut Kawasan Tanpa Rokok yaitu ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau. KTR ditetapkan pada, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Kemenkes, 2011). Di beberapa wilayah di Indonesi KTR sudah berjalan dengan baik, misalnya Kota Bandung dengan Perda No.03 tahun 2005, Kota Palembang dengan Perda No.07 tahun 2009, Kota Surabaya dengan Perda No.05 tahun 2008, Peraturan Walikota (Perwali) No.25 tahun 2009 Provinsi D.I Yogyakarta dengan

6 Peraturan Gubernur Provinsi Yogyakarta No.42 tahun 2009, dan Kota Medan dengan Perda No.3 tahun 2014 (TCSC, 2010). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 mewajibkan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Pemerintah Kota Tebing Tinggi mengeluarkan peraturan terbaru berupa Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 3 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Perkantoran, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tempat Proses Belajar Mengajar di Lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi (Peraturan Walikota Tebing Tinggi No.3 tahun 2013). Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bertujuan : a) menumbuhkan kesadaran bahwa merokok merugikan kesehatan; b) menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula; c) memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif; d) mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok. Kawasan Tanpa Rokok yang dimaksud antara lain ruang kerja, lobby, ruang rapat, ruang sidang/seminar, gudang, lift, dan kamar mandi. Tanda/pertunjuk/peringatan dilarang merokok harus dipasang pada tempat yang strategis dan mudah dilihat orang, yang jumlahnya disesuaikan dengan luas ruangan (Peraturan Walikota Tebing Tinggi No.3 tahun 2013). Dalam Perwali tersebut menegaskan bahwa tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok harus memenuhi ketentuan : (a) ukuran dan warna harus kontras sehingga mudah dilihat dan dibaca serta tidak menggagu keindahan tempat; (b) terdapat tulisan DILARANG MEROKOK atau NO SMOKING ;

7 dan (c) tempat gambar/ simbol rokok menyala dicoret di dalam lingkaran berwarna merah. Sedangkan tanda/petunjuk boleh merokok harus memenuhi ketentuan : (a) ukuran dan warna harus kontras sehingga mudah dilihat dan dibaca serta tidak menggagu keindahan tempat; (b) terdapat tulisan KAWASAN MEROKOK atau SMOKING AREA ; dan (c) tempat gambar/ simbol rokok menyala di dalam lingkaran berwarna merah (Perwali Tebing Tinggi No. 3 Tahun 2013) Peraturan mengenai KTR juga terdapat dalam Undang-Undang RI tentang Rumah Sakit No.44 tahun 2009 BAB VIII pasal 29 ayat 1 bagian m,n, dan t, serta ayat 2 dan 3. Menyebutkan (m) menghormati dan melindungi hak-hak pasien, (n) melaksanakan etika Rumah Sakit, (t) memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Ayat (2) menyebutkan ; pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa : a) teguran, b) teguran tertulis, atau c) denda dan pencabutan izin rumah sakit. Ayat (3) menyebutkan; ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri (Kemenkes RI, 2009). Hasil penelitian Siregar (2015) menyimpulkan bahwa pelaksanaan implementasi KTR di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan belum dilaksanakan secara maksimal disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya masih rendahnya informasi dan himbauan tentang KTR kepada pegawai serta belum adanya pengaturan tugas dan tanggung jawab khusus dalam pelaksanaan KTR.

8 Penelitian lain yang dilakukan oleh Panjaitan (2014) menyimpulkan bahwa implementasi kebijkan KTR di SMA Negeri 1 Medan, SMP Negeri 7 Medan, dan SD Negeri 060919 Medan belum terlaksana secara maksimal disebabkan karena kurangnya komunikasi dari Pemerintah Daerah kepada pihak pimpinan sekolah sehingga pelaksana kebijakan kurang memahami bagaimana penerapan kawasan tanpa rokok di sekolah dan kurangnya komitmen dari sasaran/pelaksana kebijakan di sekolah tersebut sehingga masih adanya pelanggaran yang dilakukan. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi rumah sakit kelas B Non pendidikan. Direktur rumah sakit telah berkomitmen penuh dalam penetapan KTR, terlihat dari pemasangan tanda larangan merokok di kawasan rumah sakit dan penyediaan tempat untuk merokok. Menurut hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi, Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan Penyediaan Kawasan Bebas Asap Rokok telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 3 Tahun 2013 yang terlihat dengan terpasangnya himbauan dan stiker larangan merokok di setiap sisi ruangan rumah sakit. Namun, peneliti masih melihat beberapa pengunjung dan pegawai merokok di wilayah KTR tersebut. Peneliti melihat secara langsung bahwasanya di rumah sakit tersebut telah menyediakan tempat khusus untuk perokok yang tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh pegawai dan pengunjung rumah sakit, mereka memanfaatkan lokasi tersebut sebagai tempat peristirahatan bukan tempat

9 untuk merokok. Tempat merokok yang disediakan rumah sakit belum strategis karena berbentuk bangunan terbuka di tengah area rumah sakit yang berjumlah dua dan letaknya berhadapan sehingga para perokok masih berada di area rumah sakit. Penegasan dalam bentuk sanksi bagi para pelanggar kebijakan di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi belum sampai kepada sanksi yang tegas sehingga belum berfungsinya kawasan bebas asap rokok secara maksimal. Dari pembahasan di atas, maka perlu adanya analisis implementasi KTR di RSUD DR.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan KTR di rumah sakit tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Peraturan Walikota Tebing Tinggi No.3 tahun 2013 tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di RSUD Dr.H Kumpulan Pane Tebing Tinggi tahun 2016?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi peraturan walikota Tebing Tinggi No.3 tahun 2013 tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di RSUD Dr.H Kumpulan Pane Tebing Tinggi tahun 2016.

10 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti bermanfaat untuk menambah pengetahuan, pengalaman serta wawasan peneliti mengenai Implementasi peraturan walikota Tebing Tinggi No.3 tahun 2013 tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di RSUD Dr.H Kumpulan Pane Tebing Tinggi. 2. Bagi Instansi, sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam melihat implementasi penerapan KTR yang telah terlaksana di RSUD Dr.H Kumpulan Pane Tebing Tinggi. 3. Bagi ilmu kesehatan masyarakat diharapkan dapat digunakan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan dan bahan informasi tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok).