BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. mendapat tempat terdepan dan terutama. Pendidikan merupakan faktor yang sangat esensial

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal,

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap peserta didik yang menempuh pendidikan di jenjang SMA sudah

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk memiliki banyak teman, namun kadang-kadang untuk membangun

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, dan (6) teknik analisis data.

BAB I PENDAHULUAN. Pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam mendidik anak- anak secara

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pendidikan dijelaskan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. melalui individu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan juga dengan orang lain yang ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH GURU BK DALAM PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING PERORANGAN DI SMPN 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapinya dan mampu untuk melakukan sesuatu yang baru. untuk menunjang kemajuan kehidupan, baik bagi diri dan bangsanya.

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peranan pendidikan telah dicantumkan oleh pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia peserta didik (siswa-siswi) dengan cara mendorong dan menfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Oleh : Fistika Sari A

METODOLOGI PENELITIAN. Dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini berfungsi sebagai penelitian

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari luar diri (eksternal) individu. Faktor internal sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

Oleh : Sri Handayani NIM K

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kemandirian anak, sehingga pendidikan anak tidakdapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Faktor utama dalam menempuh hidup yang lebih baik adalah dengan. melaksanakan pembangunan berdasarkan iman dan takwa.

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pembelajaran. Tetapi juga dalam hal membimbing siswa

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

KORELASI ANTARA HASIL BELAJAR SISWA SEMESTER AKHIR DENGAN HASIL UJIAN AKHIR NASIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI 13 SUNGAI KAWAT. Dwi Cahyadi Wibowo 1

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan di dalam negeri maupun di luar negeri. Tentunya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi. manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sepanjang hayat, berlangsung di rumah, di sekolah, di unit-unit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PROSIDING Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling dan Konsorsium Keilmuan BK di PTKI Batusangkar, November 2015

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: Pendidikan formal,

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan dalam menyerap ilmu dalam jumlah yang banyak.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

EFEKTIVITAS TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS DALAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa sekarang Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut

MENGURANGI KECEMASAN SISWA DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Verra Septia Nursari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III PENYAJIAN DATA PELAKSANAAN KONSELING KELOMPOK DALAM MEMBENTUK JIWA KEPEMIMPINAN SISWA KELAS X1 DI SMAN 12 PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Integritas adalah salah satu kunci kesuksesan hidup siswa. Karena tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan pokok dalam membantu generasi mendatang. Dengan adanya pendidikan diharapkan akan mampu membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab sehingga mampu menghadapi masa depannya dengan baik. Pendidikan menjadi sangat penting karena dengan mengenyam pendidikan, manusia dapat mengaktualisasikan dirinya di masyarakat ataupun dalam kehidupan sosial. Hal ini sesuai dengan defenisi pendidikan yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 yaitu, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur formal dan non formal. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga dan masyarakat, sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam sebuah lembaga yang disebut sekolah. Sekolah adalah lembaga formal yang merupakan suatu tempat bagi siswa untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat dengan organisasi yang terstruktur dan segala aktivitasnya tersusun rapi sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 1

Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa merupakan pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Karakteristik siswa dapat dilihat melalui kemampuan, perkembangan kognitif, bakat, minat, dan jenis kelamin. Siswa adalah manusia yang memiliki potensi dan selalu mengalami perkembangan serta perubahan-perubahan yang terjadi secara bertahap dan wajar. Sebagai individu yang dinamis dan sedang berada dalam proses perkembangan, siswa memiliki kebutuhan dan dinamika dalam berinteraksi dengan lingkungannya serta terdapat perbedaan antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, siswa sebagai pelajar senantiasa mengalami perubahan perilaku sebagai akibat dari proses belajar. Proses belajar kadang-kadang menunjukkan gejala-gejala dan hasil yang berbeda pada setiap orang. Proses belajar akan berlangsung efisien apabila siswa berada dalam situasi yang memungkinkan, artinya siswa merasa nyaman, tenang, dan tidak tertekan. Namun pada kenyataannya, banyak siswa yang tidak mengalami hal tersebut, mereka sering mengalami kecemasan hal ini dapat dilihat melalui reaksi yang ditunjukkan oleh siswa berupa sering gugup, tidak tenang, dan sulit berkonsentrasi saat ujian. Sullivan (Feist, & Feist, J. 2010:52) menyatakan bahwa kecemasan membuat manusia (siswa) tidak mampu belajar, merusak ingatan, menyempitkan sudut pandang, dan bahkan dapat menyebabkan amnesia total. Kecemasan lebih berorientasi masa depan dan bersifat umum, mengacu pada kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran, 2

kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Orang yang mengalami kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens. Perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dengan baik. Kecemasan juga dialami oleh para siswa, seperti kecemasan saat menghadapi ujian. Kecemasan saat ujian bukan hanya terjadi pada siswa yang memiliki kecerdasan rendah tetapi bisa juga terjadi pada siswa yang memiliki kecerdasan tinggi. Hal ini disebabkan karena siswa berpikir bahwa ujian sekolah yang berupa ulangan semesteran atau kenaikan kelas merupakan penentu dari keberhasilan mereka. Sering kita temui ketika melaksanakan ulangan atau ujian kenaikan kelas, kebanyakan para siswa merasa gugup atau nervous dan merasa takut apabila siswa tidak bisa menjawab soal yang telah diberikan. Hal-hal itulah yang menjadi pemicu timbulnya kecemasan. Untuk membantu siswa mengatasi masalah kecemasan yang dialami maka peranan guru BK sangatlah penting. Salah satu upaya yang dilakukan oleh guru BK adalah memberikan layanan bimbingan konseling yaitu konseling kelompok. Layanan konseling kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus, layanan konseling kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif. Dalam layanan konseling 3

kelompok terdapat beberapa teknik yang akan digunakan untuk membantu mengatasi masalah kecemasan siswa, salah satunya adalah teknik desensitisasi sistematis. Teknik desensitisasi sistematis merupakan salah satu teknik dalam layanan konseling kelompok yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah pribadi yang dialami oleh individu termasuk masalah kecemasan. Salah satu persoalan yang dibahas dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok menggunakan teknik desensitisasi sistematis adalah kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi ujian. Guru BK dapat melakukan konseling kelompok dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. Melalui layanan konseling kelompok juga dapat mendorong pengembangan perasaan siswa, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, terhadap siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Kupang, ditemukan masih ada siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian. Hal ini dapat di lihat pada sikap dan perilaku seperti: sering gugup, tidak tenang, dan sulit berkonsentrasi. Mengacu pada uraian latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektivitas Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Konseling Kelompok untuk Mengurangi Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian Tahun Pelajaran 2016/2017. 4

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok efektif untuk mengurangi kecemasan siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Kupang dalam menghadapi ujian tahun palajaran 2016/2017? C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian kelas XI IPA 1 pada SMA Negeri 5 Kupang, tahun pelajaran 2016/2017. 2. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian dapat dikemukakan manfaat penelitian sebagai berikut : a. Bagi Kepala Sekolah Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi kepala sekolah sebagai penanggung jawab di sekolah, untuk lebih meningkatkan kerja sama dengan guru BK dalam mempersiapkan bantuan kepada peserta didik agar dapat mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. 5

b. Bagi Guru BK Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan pengetahuan bagi guru BK untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi oleh siswa khususnya masalah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. c. Bagi Siswa Sebagai informasi bagi siswa mengenai pentingnya layanan konseling kelompok dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mengacu pada hal-hal yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini. Hal ini dimaksud agar penelitian ini lebih terfokus pada objek yang diteliti. Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri atas 2 variabel yaitu: a. Variabel Bebas atau Variabel X (Independent Variabel), yaitu penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok. b. Variabel Terikat atau Variabel Y (Dependent Variabel), yaitu kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. 6

2. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Kupang tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 38 orang. b. Sampel Sampel dalam penelitian ini, adalah siswa di kelas XI IPA 1 pada SMA Negeri 5 Kupang tahun pelajaran 2016/2017, yang mangalami kecemasan dalam mengikuti ujian. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian, yakni SMA Negeri 5 Kupang, Jln Thamrin 7 Kupang. 4. Waktu Penelitian Penelitian ini diperkirakan selama 6 bulan yakni dari bulan Desember 2016 sampai Juni 2017. E. Penegasan Konsep Agar tidak terjadi kekeliruan penafsiran terhadap variabel penelitian, maka peneliti perlu menjelaskan kembali konsep-konsep yang terdapat dalam penelitian ini. Adapun konsep-konsep tersebut adalah : 1. Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Konseling Kelompok Menurut Calvin. (1995) Teknik desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu. 7

Menurut Willis (2004: 71), teknik desensitisasi sitematis adalah memberikan respon yang tidak konsisten kepada kecemasan yang di alami. Pengertian tersebut dapat dijelaskna bahwa dalam teknik desensitisasi sistematis konseli diminta untuk memberikan respon yang belawanan dengan objek yang ditakuti sehingga tidak lagi merasakan kecemasan dan ketakutan terhadap objek tersebut. Berdasarkan pendapat ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa teknik desensitisasi sistematis adalah suatu teknik yang diberikan kepada klien atau siswa untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, dan dilakukan berulang-ulang kali sehingga respon kecemasan itu terhapus. Prayitno, (2008:311) mengatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu layanan bimbingan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Natawidjaja (dalam Mungin 2005:32), mengatakan bahwa konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah salah satu layanan bimbingan konseling yang di selenggarakan dalam suasana kelompok dengan memanfaatkan dinamika 8

kelompok untuk membantu mengentaskan masalah individu dan mencapai perkembangan secara optimal. Dengan demikian teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa kelas XI IPA 1 dalam bentuk kelompok dan dalam situasi kelompok, untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan (cemas dalam menghadapi ujian) sehingga siswa tidak lagi merasa cemas dalam mengahadapi ujian. 2. Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Bustaman (2001: 156) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi. Perasaan cemas muncul apabila seseorang berada dalam keadaan merugikan dan mengancam dirinya, kemudian merasa tidak mampu menghadapinya. Rasa cemas sebenarnya suatu ketakutan diri sendiri ditandai dengan perasaan khawatir dan takut terhadap sesuatu yang belum terjadi. Selanjutnya Nevid, dkk (2003:86) menjelaskan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian ada tiga ciri yaitu ciri fisik, ciri behavioral, dan ciri kognitif. Berikut ini adalah ciri fisik yaitu: gugup, tidak tenang, sering menoleh, kaki sering digerakan, berbicara dengan teman sebangku, sering meminta tip eks, jari-jari digerakan, dan sering buang air kecil. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah ketakutan atau kekhawatiran terhadap sesuatu hal yang belum tentu terjadi terhadap dirinya. 9

Kecemasan yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah ketakutan atau kekhawatiran siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Kupang, yang sering gugup, tidak tenang, sering menoleh, kaki sering digerakan, berbicara dengan teman sebangku, sering meminta tip eks, jari-jari digerakan, dan sering buang air kecil dalam menghadapi ujian. F. Anggapan Dasar dan Hipotesis 1. Anggapan Dasar Menurut Arikunto (2006:65), Anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa perlunya anggapan dasar adalah sebagai berikut: a. Agar ada dasar untuk berpijak yang kokoh bagi masalah yang akan diteliti. b. Untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat penelitian dan perhatian c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anggapan dasar atau postulat merupakan titik tolak atau pedoman kerja yang kokoh untuk mempertegas variabel guna menentukan dan merumuskan hipotesisi dalam penelitian. Mengacu pada pernyataan tersebut di atas maka anggapan dasar dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 10

1) Siswa dalam menghadapi ujian sering merasa cemas karena perasaan takut dan kekhawtiran kalau tidak lulu dala ujian 2) Ada berbagai teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian, salah satunya teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok. 3) Semakin sering penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok kepada siswa, maka akan berkurang kecemasan dalam menghadapi ujian. Sebaliknya semakin jarang penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok kepada siswa maka tidak akan berkurang kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. 2. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji melalui penelitian. Sebagaimana dikatakan Nasir (2010:13), Hipotesis merupakan pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja dan panduan dalam verifikasi Selanjutnya Arikunto (2006) menyatakan bahwa berdasarkan isi dan rumusnya yang macam-macam, hipotesis dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: a. Hipotesis Nol (Ho) Hipotesis Nol juga disebut hipotesis statistik. Hipotesis Nol menyatakan tidak ada hubungan antara variabel X dan Y 11

b. Hipotesis Kerja (Ha) Hipotesis kerja atau disebut dengan hipotesis alternatif yang biasa disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y. Bertolak dari pendapat tersebut di atas maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut. a. Hipotesis Nol (Ho) berbunyi: Penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok, tidak efektif untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. b. Rumusan hipotesis kerja (Ha): Penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam konseling kelompok, efektif untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. 12