BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tujuan pembelajaran matematika dinyatakan dalam National Council

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

belajar matematika karena penalaran matematika sebagai kompetensi dasar matematika. Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kehidupan berbangsa. Maju

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Suatu Negara dapat mencapai kemajuan pendidikan dalam negara itu kualitasnya baik. Kualitas pendidikan dalam suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya dari siswa, pengajar, sarana dan prasarana sekolah, dan juga karena faktor lingkungan. Menurut Budiningsih (2004: 1) Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju membangun dan berusaha memperbaikai keadaan masyarakat dunia, tentu mangatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Salah satu mata pelajaran disekolah yang mengajak siswa untuk mengasah kemampuannya adalah matematika. Menurut Jihad (2008: 152) matematika dapat diartikan sebagai: Telahaan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Karenanya matematika bukan pengetahuan yang menyendiri, tetapi keberadaanya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Mengingat peran matematika yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka upaya untik meningkatkan kualitas pembelajaran matematika memerlukan perhatian yang serius, menurut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009: 253) alasan perlunya matematika diajarkan kepada siswa karena: (1)Selalu digunakan dalam segi kehidupan, (2)semua bidang study memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3)merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4)dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5)meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. 1

2 Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkaskan karena masalah sehari-hari. Menurut pemaparan Liebeck (dalam Abdurrahman, 2003: 253) ada dua macam hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa, perhitungan matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning). Sesuai dengan kodratnya, manusia dibekali dengan hasrat ingin tahu. Hasrat ingin tahu dalam diri manusia akan selalu memunculkan berbagai macam pertanyaan. Hasrat ingin tahu tersebut akan terpenuhi apabila manusia memperoleh pengetahuan baru atau mampu memecahkan masalah sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sendiri. Biasanya manusia selalu berpikir jika berhadapan dengan banyak permasalahan. Akan tetapi, tidak semua masalah membuat kita terdorong untuk memikirkannya secara sungguh-sungguh. Kegiatan berpikir tentang sesuatu secara sunguh-sungguh dan logis inilah yang disebut penalaran. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang membutuhkan kemampuan penalaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan lanjut dengan durasi pelajaran relatif lebih banyak dibanding mata pelajaran lainnya. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa matematika sangat penting dalam pendidikan formal bahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Depdiknas menyatakan bahwa matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika yang dipahami melalui penalaran dan penalaran dapat dipahami dan dilatih melalui belajar matematika dalam Shadiq (2004: 3). Dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) tercantum bahwa melalui pembelajaran matematika terdapat 5 keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa yaitu: (1) Pemecahan masalah (problem solving); (2) Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi (connection); dan (5) Representasi (representation). Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan berpikir matematika tingkat tinggi (high order mathematical thinking) yang penting untuk dikembangkan oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika.

3 Selain karena matematika merupakan ilmu yang dipahami melalui penalaran, tetapi juga karena salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 (Shadiq, 2009: 14) menyatakan tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran yaitu: (1) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar, (2) kemampuan memanipulasi matematika, (3) kemampuan memeriksa kesahihan suatu argument, (4) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. NCTM (dalam Johar, 2006: 15) mengatakan bahwa penalaran matematika terjadi ketika siswa: (1) Mengamati pola atau keteraturan, (2) Menemukan generalisasi atau konjektur berkenaan dengan keteraturan yang diamati, (3) menilai/menguji konjektur, (4) mengkonstruk dan menilai argument matematika dan, (5) menggambarkan (memvalidasi) konklusi logis tentang sejumlah ide dan keterkaitannya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui penalaran siswa dalam penelitian ini (Nurhayati dkk, 2011: 3) adalah: (a) Memperkirakan proses penyelesaian: siswa memperkirakan penyelesaian sebuah soal matematika. (b) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisa situasi matematik: siswa menggunakan pola pola yang diketahui, kemudian menghubungkannya untuk menganalisa situasi matematik yang terjadi. (c) Menyusun argument yang valid dengan menggunakan langkah yang sistematis: siswa menyusun argument yang valid dengan menggunakan langkah yang sistematis. (d) Menarik kesimpulan yang logis: siswa menarik kesimpulan yang logis dengan memberikan alasan pada langkah penyelesaiannya. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMK Sinar Sentosa Medan, terlihat bahwa siswa sulit untuk mengubah kalimat verbal menjadi kalimat matematika, siswa kurang mampu memodifikasi konsep yang sudah mereka ketahui sebelumnya untuk menjasi suatu bentuk penyelesaian, dan siswa

4 sering tidak teliti dalam perhitungan sehngga berpengaruh pada saat pengambilan keputusan, sehingga hasil menjadi keliru. Terutama pada saat menyelesaikan tes diagnostik berikut: Daniel membeli satu porsi bubur dan satu porsi susu kedelai untuk sarapan pagi seharga Rp 12.000,-. Karena tertarik untuk mencobanya Nikson adik Daniel membelinya lagi 2 porsi bubur dan 3 porsi susu kedelai, Nikson membayarnya dengan harga Rp 29.000,-. Dapatkah kalian menentukan harga untuk masing-masing porsi bubur dan susu kedelai? Dari hasil tes tersebut terlihat letak kesulitan siswa yaitu tidak memahami maksud dari soal, kurang mampu mengubah kalimat verbal pada soal menjadi kalimat matematika, bingung mengaitkan dengan konsep mana yang akan digunakan sehingga sulit untuk memanupulasi rumus yang akan digunakan, dan banyak juga siswa yang kurang teliti dalam perhitungan. Dengan melihat hasil tes awal kemampuan penalaran yang diberikan diketahui gambaran hasil belajar siswa dan tingkat kemapuan penalaran siswa SMK Sinar Sentosa Medan, dari 35 orang siswa yang mengikuti tes terlihat gambaran tingkat kemampuan penalaran secara penguasaan siawa 7 orang (20%) diantaranya tidak menjawab soal, 23 orang (65,7%) diantaranya mengerjakan namun tidak memperkirakan penyelesaian soal dengan baik, dan 5 orang (14,3%) lainnya mengerjakan soal dengan benar namun tidak menyelesaikannya dengan langkah sistematis. Dari hasil tes tersebut diperoleh salah satu jawaban siswa sebagai berikut: Gambar 1.1 Jawaban Siswa

5 Fakta tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran siswa masih rendah, dari jawaban siswa tersebut terlihat bahwa siswa tidak dapat memperkirakan proses penyelesaian dengan jelas, tidak dapat memperkirakan penyelesaian soal dengan baik, dan tidak dapat menarik kesimpulan dengan tepat. Hal itu juga dibenarkan oleh seorang guru bidang studi matematika di SMK Sinar Sentosa Medan, beliau menyatakan bahwa siswa sulit memahami konsep materi matematika dan memanipulasinya untuk menjadi suatu solusi penyelesaian sehingga siswa kurang mampu memperkirakan penyelesaian soal dengan baik akibatnya hasil belajar siswa yang tercapai masih rendah. Dari hasil observasi, peneliti juga melihat pembelajaran yang dilaksanakan selama ini masih berorientasi pada pembelajaran yang didominasi oleh guru dan pembelajaran yang diterapkan masih bersifat konvensional, siswa terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran dan kebanyakan hanya menerima informasi yang diberikan oleh guru, sehingga keterlibatan siswa belum optimal. Dalam proses belajar mengajar, guru dituntut mampu mendorong siswa untuk belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh makna dari pembelajaran yang dilaksanakan. Hal tersebut juga selaras dengan Slameto (2013: 36) mengatakan bahwa: Dalam proses belajar mengajar, guru harus banyak menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pembelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentk yang berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbuklan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu pengetahuan itu dengan baik. Dari penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa banyaknya siswa yang berkemampuan penalaran rendah dipengaruhi juga oleh proses pembelajaran yang kurang bermakna. Seperti yang dipaparkan oleh Keraf (dalam Shadiq, 2004: 2) bahwa: Rendahnya kemampuan penalaran matematika tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Penalaran diartikan sebagai proses berpikir

6 yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa, jika pembelajaran sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Dari pengetahuan awal tersebut guru memberikan materi atau sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi dasar yang diinginkan, selanjutnya disesuaikan dengan bimbingan guru agar siswa lebih aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran akan lebih bermakna dan lebih dapat dipahami oleh siswa jika guru mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman yang telah dimiliki merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran matematika. Penjelasan diatas menguatkan peneliti untuk menyimpulkan strategi pembelajaran dalam hal ini model yang kurang bervariasi merupakan pemicu rendahnya kemampuan penalaran dan hasil belajar siswa. Pembelajaran tersebut tidak terlepas dari peran masing-masing guru dan siswa. Hal tersebut senada dengan yang dipaparkan oleh Budiningsih (2004: 58) bahwa: Peran siswa (Si-belajar) menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan member makna tentang hal-hal yang dipelajari. Budiningsih (2004:58) juga mengatakan bahwa Peran Guru dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengonstruksian siswa berjalan dengan lancar. Guru tidak memberikan pengetahuan yang dimilikinya, melainkan membentu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satusatunya cara yang tepat adalah yang sama dan yang sesuai dengan kemauanya. Budiningsih juga mengatakan bahwa peranan dan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi: (1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak. (2) menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. (3) menyediakan system dukungan yang

7 memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih. Rendahnya kemampuan bernalar matematis siswa diduga berdampak langsung pada rendahnya prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan temuan Nurhayati dkk (2011) dalam penelitian yang dilakukan di kelas VIII-E SMP Dr. Sutomo Surabaya, mengatakan bahwa faktanya siswa merasa matematika merupakan suatu matapelajaran yang sulit, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Penelitian lain yang berkenaan dengan penalaran matematis siswa yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nita dkk (2014: 7) menemukan hasil pengamatan di SMAN 2 Painan kelas XI IPA tergambar bahwa kemampuan penalaran matematis siswa juga rendah, dikarenakan guru masih menggunakan strategi pembelajaran yang konvensional. Siswa merasa malas bertanya jika menemui kesulitan tentang soal-soal penalaran kepada guru, dan gurupun kurang memancing siswa untuk bertanya. Dalam upaya meningkatkan penalaran siswa, diperlukan berbagai terobosan baru dalam pembelajaran matematika upaya membiasakan dan membiasakan siswa bernalar. Salah satu langkah yang bias dilakukan oleh guru sebagai pembimbing peserta didik adalah memilih model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan dan rasa jenuh pada siswa, kurang paham terhadap materi yang diajarkan, dan akhirnya menurunkan motivasi siswa dalam belajar. Kemampuan penalaran diperlukan siswa baik dalam proses memahami matematika itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan penalaran berperan baik dalam pemahaman sebuah konsep pada suatu masalah, sehingga harus dibiasakan mrnghadapi suatu permasalahan (problem based). Terlebih lagi dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan bernalar berguna pada saat menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi baik dalam lingkup pribadi maupun masyarakat. Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif, membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

8 Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berlatih dalam penalaran matematika adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Model Pembelajaran Berbasis Masalah dimulai dengan adanya masalah, siswa, mempedalam pengetahuannya tentang apa yang telah mereka ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Ratumanan (dalam Trianto, 2009: 92) menyatakan bahwa: Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Dalam pembelajaran ini peran guru adalah mengajukan permasalahan, memberikan dorongan, memotivasi, dan meyediakan bahan ajar, serta menyediakan fasilitas yang diperlukan peserta didik dalam proses bernalar. Selain itu, guru juga memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intelektual peserta didik. Hal tersebut didukung dengan pendapat Arends (2008; 41) menyatakan bahwa: Gurulah yang mempresentasikan ide-ide atau mendemonstrasikan berbagai keterampilan, peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Model Pembalajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan maslah nyata (fakta) yang disajaikan diawal pemebalajaran. Siswa terlebih dahulu harus memahami mengenai masalah tersebut sehingga diperlukan kemampuan penalaran, kemudian diselidiki untuk diketahui solusi dari permasalahan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Yanto dkk (2007) yang menyimpulkan bahwa kemampuan penlaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada penalaran matematis siswa melalui pembelajaran biasa. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat mengenai hal tersebut di dalam penelitian dengan judul Penerapan Model

9 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Meningkatkan Penalaran Matematika Siswa Pada Materi Program Linear di SMK Sinar Sentosa Medan T.A 2016/2017. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah pnelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. 2. Ketercapaian hasil belajar matematika siswa masih rendah 3. Pembelajaran matematika masih berorientasi pada guru 4. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi 5. Siswa merasa matematika adalah pelajaran yang sulit 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah terdapat cakupan permasalahan yang luas, maka peneliti melakukan batasan masalah agar penelitian ini lebih terarah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa di kelas XI TKJ SMK Sinar Sentosa Medan. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang ada, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan penalaran matematika siswa pada materi Program Linear di kelas XI TKJ SMK Sinar Sentosa Medan? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa di kelas XI TKJ SMK Sinar Sentosa Medan dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBM)?

10 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa setelah diterapkannya model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) pada materi Program Linear di kelas XI TKJ SMK Sinar Sentosa Medan 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa di kelas XI TKJ SMK Sinar Sentosa Medan dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). 1.6 Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini dilakukan diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berarti, yaitu: 1. Bagi siswa. Melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami materi dalam pelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. 2. Bagi guru. Sebagai bahan masukan mengenai model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa pada materi Program Linear. 3. Bagi peneliti selanjutnya. Sebagai bahan masukan kepada peneliti yang berminat melakukan penelitian sejenis. 4. Bagi penulis. Sebagai pengalaman untuk meningkatkan pengetahuan penulis dalam mengadakan penelitian ilmiah sebagai tenaga pendidik dimasa mendatang.