Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C)

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dikuatkan oleh camat yang membenarkan tentang hak seseorang tersebut.

PEROLEHAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK MILIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG

FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Adat Menurut Ketentuan Konversi Dan PP No. 24/1997

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kekayaan alam yang ada dibumi yang

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

PROSES DAN SYARAT UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK ATAS TANAH DI INDONESIA 1 Oleh: Juosfiel Sadpri Pansariang 2

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN STATUS LIMA BELAS DESA MENJADI KELURAHAN DI EMPAT KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

BAB II. PENGENAAN PPh Final PHTB DAN BPHTB TERHADAP PERMOHONAN HAK BARU ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KOTA BINJAI

PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016

Skripsi. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syaratsyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Oleh : Henny Suryani NIM :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa Indonesia dan suatu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

IMPLEMENTASI HAK PENGELOLAAN DAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA 1 Oleh : Afra Fadhillah Dharma Pasambuna 2

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

7. ASPEK ADMINISTRASI DALAM PENDAFTARAN TANAH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Analisis Yuridis, Pembuatan Sertifikat Tanah,

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

JURNAL PELAKSANAAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT (LETTER C) MENJADI HAK MILIK DI KABUPATEN MAGELANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu,

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

Kata Kunci : Konversi, hak tanah

Upik Hamidah. Abstrak

BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

HUKUM PERTANAHAN (HAK HAK ATAS TANAH) DAN HAK TANGGUNGAN

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

KEPASTIAN HUKUM WAKAF TANAH HAK MILIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB II KENDALA APA SAJA YANG DITEMUKAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI. A. Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Hak Atas Tanah

Transkripsi:

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH MELALUI PENEGASAN KONVERSI MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Calvin Brian Lombogia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana wewenang hak menguasai negara atas tanah menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan bagaimana tinjauan hukum perolehan hak atas tanah melalui penegasan konversi menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Wewenang hak menguasai negara atas tanah disebutkan dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA, yaitu mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Bersumber dari hak menguasai negara atas tanah melahirkan hak atas tanah yang bermacam-macam (Pasal 4 ayat 1), yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Negara atas dasar hak menguasai berwenang menentukan bermacam-macam hak atas permukaan bumi atau hak atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang perorang warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 2. Perolehan hak melalui penegasan konversi adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut BW dan tanahtanah yang tunduk kepada hukum Adat untuk 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Roosje Lasut, SH, MH., Godlieb N. Mamahit, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101065 masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut UUPA. Setiap hak atas tanah yang ada sebelum UUPA berlaku, baik Hak barat maupun Hak Indonesia, oleh ketentuan-ketentuan konversi UUPA diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang disebut dalam Hukum Tanah yang baru. Konversi ini terjadi dari hak atas tanah ke hak atas tanah, bukan dari hak menguasai negara atas tanah ke hak atas tanah. Kata kunci: Perolehan hak, tanah, konversi, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Negara Republik Indonesia adalah merupakan suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia, yang dibentuknya guna mengatur dan mengurus serta menyelesaikan segala kepentingan-kepentingan dari seluruh rakyat Indonesia. Atas dasar hal inilah dimana kemudian seluruh rakyat Indonesia kembali melimpahkan wewenang yang dimilikinya berkenaan dengan kurnia Tuhan Yang Maha Esa tersebut diatas kepada Negara selaku badan penguasa untuk berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur dan mengurus serta menyelesaikan segala persoalan berkenan dengan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa. 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, dalam pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa : Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Dengan demikian negara tidaklah perlu memiliki tetapi hanya cukup dengan hak menguasai yang berarti menurut hukum memberikan wewenang kepada negara selaku badan penguasa untuk melakukan halhal sebagai berikut : 1. Mengatur dan menyelesaikan peruntukkan, penggunaan persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang 3 Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan2 Pelaksanaannya.Alumni, Bandung,1983, hal 2. 135

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 4 Kekuasaan negara yang termaktub dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut adalah kekuasaan mengatur pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 5 Kekuasaan mengatur ini meliputi baik tanah-tanah yang telah dimiliki seseorang atau badan hukum maupun termasuk yang belum. Dengan demikian tanah-tanah yang telah dimiliki seseorang/badan hukum adalah juga termasuk dalam wewenang pengaturan kekuasaan negara. Melalui hak menguasai dari negara inilah maka negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada. Dengan adanya hak menguasai dari negara ini, maka negara berhak untuk selalu campur tangan dengan pengertian bahwa setiap pemegang hak atas tanah tidaklah terlepas dari hak menguasai negara tersebut karena kepentingan nasional adalah diatas dari kepentingan individu atau kepentingan sekelompok sekalipun tidaklah berarti bahwa kepentingan individu atau kelompok itu dapat dikorbankan begitu saja dengan dalih kepentingan umum. 6 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah wewenang hak menguasai negara atas tanah menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960? 2. Bagaimanakah tinjauan hukum perolehan hak atas tanah melalui penegasan konversi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria? C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum kepustakaan yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan penelitian hukum normatif. 7 4 Ibid, hal 2 dan 3. 5 Lihat, Pasal.2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. 6 Op-cit, hal 5. 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2004, hal 13. PEMBAHASAN A. Wewenang Hak menguasai Negara atas tanah. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat pada tingkatan tertinggi menguasai tanah, yang dikenal dengan sebutan hak menguasai negara atas tanah. Wewenang hak menguasai negara atas tanah disebutkan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu : 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. 8 Bersumber dari hak menguasai negara atas tanah melahirkan hak atas tanah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 Undang- Undang Pokok Agraria, yaitu : Atas dasar hak menguasai negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Negara atas dasar hak menguasai berwenang menentukan bermacammacam hak atas permukaan bumi atau hak atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang per orang warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Perkataan menggunakan mengandung pengertian bahwa hak atas tanah untuk kepentingan mendirikan bangunan (non pertanian), sedangkan perkataan mengambil manfaat mengandung pengertian bahwa hak atas tanah 8 Lihat, Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. 136

untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya untuk kepentingan pertanian perikanan, peternakan, dan perkebunan. 9 Hak atas tanah yang disebut dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA diperinci macamnya dalam Pasal 16 ayat 1 dan Pasal 53 ayat 1 UUPA. Pasal 16 ayat 1 UUPA menetapkan macam hak atas tanah, yaitu : a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai; e. Hak Sewa Untuk Bangunan; f. Hak Membuka Tanah; g. Hak Memungut Hasil Hutan. Macam hak atas tanah yang bersifat sementara ditetapkan dalam Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu : a. Hak Gadai; b. Hak Usaha Bagi Hasil; c. Hak Menumpang; d. Hak Sewa Tanah Pertanian Macam hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 UUPA dan Pasal 53 ayat 1 UUPA dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu : 1. Hak atas tanah yang bersifat tetap Hak atas tanah yang bersifat tetap adalah hak atas tanah yang akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau selama UUPA belum diganti dengan undangundang yang baru. Macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan. 2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang adalah hak atas tanah baru yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Macam hak atas tanah ini belum ada. 3. Hak atas tanah yang bersifat sementara. Hak atas tanah yang bersifat sementara adalah hak atas tanah yang berlaku untuk sementara waktu, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan karena 9 Urip Santoso, Op.cit. hal 24. mengandung sifat-sifat pemerasan dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian. 10 B. Perolehan Hak melalui penegasan konversi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 diundangkan pada tanggal 24 September 1960, yang menjadi tanda terbentuknya Hukum Tanah Nasional. Salah satu tujuan diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalah meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dalam Hukum Pertanahan. Untuk mewujudkan kesatuan Hukum Pertanahan, maka tidak ada lagi Hukum Tanah Barat dan Hukum Tanah Adat. Sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, di Indonesia terdapat 2 (dua) jenis hak atas tanah, yaitu: 11 1. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat. Macam hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat adalah Hak Eigendom, Hak Opstal, Hak Erfpacht, dan Hak Vruchtgebruik, yang diatur atau dimuat dalam Buku II Burgerlijk Wetboek (BW). Hak atas tanah ini diberlakukan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Barat, yaitu orang-orang dari Golongan Eropa. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat didaftar oleh Pemerintah Hindia Belanda yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum. Sebagai tanda bukti terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diterbitkan sertifikat. 2. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat. Macam hak atas tanah tunduk pada Hukum Adat adalah hak agrarische eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe desa, pasini, grantsultan, landerderijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha bekas tanah partikelir yang sederajat dengan hak milik, hak gogolan,pekulen, sanggan, dan hak atas tanah yang sederajat dengan Hak 10 Ibid, hal 25 11 Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hal 112-113. 137

Pakai, yaitu ganggan bantuik, anggaduh, bengkok, lungguh, dan pituwas. Hak atas tanah ini diberlakukan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Adat, yaitu orangorang dari golongan bumi putra. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat tidak didaftar oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kalaupun hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat didaftar tujuannya bukan untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum melainkan untuk menetapkan wajib pajak atas tanah. Tanda bukti yang diterbitkan bukan tanda bukti pemilikan tanah, melainkan tanda bukti pembayaran pajak atas tanah. Dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat dan hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat dikonversi (diubah haknya) menjadi hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menetapkan bahwa pemegang hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diberi kesempatan selama 20 (dua puluh) tahun sejak diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 hingga tanggal 24 September 1980 untuk mengajukan penegasan konversi menjadi hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Kalau sampai dengan tanggal 24 September 1980, bekas hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat tidak diajukan penegasan konversi, maka hak atas tanah tersebut hapus dan tanahnya kembali menjadi tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Konversi hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diatur dalam Pasal I, Pasal III, Pasal IV, Pasal V, dan Pasal VI Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat juga dikonversi menjadi hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Konversi hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat diatur dalam Pasal II,VI, dan Pasal VII Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria. Konversi terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat semula diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah. Pada saat ini, konversi terhadap bekas hak-hak Indonesia dilakukan dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Peraturan yang mengatur konversi terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat, adalah : 1. Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Untuk keperluan pendaftaran hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. 2. Pasal 65 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 3. Pasal 88 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Bukti kepemilikan hak-hak lama sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan macamnya dalam Penjelasan Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : 12 1. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie ( Staatblad 1834 27), yang dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi Hak Milik; atau 2. grosse akta hak eigendom diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatblad 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau 3. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau 12 Ibid, hal 118. 138

4. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau 5. surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau 6. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997; atau 7. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang tanahnya belum dibukukan; atau 8. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997; atau 9. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau 10. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau 11. petuk Pajak Bumi / Landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau 12. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau 13. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. Bekas tanah milik adat (tanah yasan) yang semula sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dibuktikan dengan petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, dan verponding Indonesia, sekarang sudah tidak diterbitkan bukti-bukti tersebut dan diganti dengan Kutipan (Register) Letter C yang dibuat oleh Kepala Desa/Kepala Kelurahan. Bekas tanah milik adat (tanah yasan) dapat menjadi objek pendaftaran tanah secara sistematik atau pendaftaran tanah secara sporadik. Kalau bekas tanah milik adat ini didaftarkan (disertifikatkan) oleh pemiliknya dalam pendaftaran tanah secara sporadik, maka prosedurnya, adalah : 1. Pemilik tanah mengajukan permohonan pendaftaran tanah Kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, dengan melampirkan : a. Asli petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, dan verponding Indonesia, atau Kutipan ( Register) Letter C tanah yang bersangkutan; b. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) pemilik tanah yang masih berlaku; c. Asli Riwayat tanah yang akan didaftarkan (disertifikatkan); d. Asli surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik); e. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan); f. Fotokopi Surat Keterangan Ahli Waris apabila tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan); g. Asli bukti perolehan tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan). Kalau tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan) diperoleh melalui jual beli tanah atau hibah sebelum diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997, maka jual beli atau hibah tanahnya dapat dibuktikan dengan akta di bawah tangan. Kalau tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan) diperoleh melalui jual beli atau hibah setelah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997, maka jual beli atau hibah tanahnya harus dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kewajiban jual beli dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang 139

menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Pengukuran bidang tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan) oleh petugas ukur dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya, pengukuran bidang dilakukan oleh petugas ukur. Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang tanah, petugas ukur dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terlebih dahulu menempatkan batas-batas bidang dan pemohon memasang tanda-tanda batas tanah yang dimohon untuk didaftar. Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas dilaksanakan, maka dilakukan pengukuran bidang tanah dan pemetaan bidang tanah. Pengukuran dilakukan dalam rangka pembuatan gambar ukur tanah yang akan didaftar. Berita acara pengukuran bidang tanah ditandatangani oleh pemohon, pemilik tanah yang berbatasan, dan Kepala Desa/Kepala Kelurahan setempat. Pengukuran bidang tanah dilakukan untuk mengetahui data fisik dan pembuatan surat ukur. Pada waktu pengukuran bidang tanah, pemohon pendaftaran tanah secara sporadik menunjukkan batas-batas bidang tanahnya dengan tanah pihak lain. Penunjukkan batas-batas bidang tanah disaksikan oleh pemilik tanah yang berbatasan. 3. Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah dan penetapan batas. Untuk keperluan pendaftaran hak-hak lama, pengumpulan dan penelitian permulaan data yuridis bidang tanah berupa dokumen alat bukti dilakukan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam hal penelitian dokumen ternyata bahwa bukti kepemilikan tanah berupa bukti-bukti tertulis tidak lengkap atau dalam hal hak yang dapat diajukan tidak lengkap atau tidak ada, maka penelitian data yuridis tersebut dilanjutkan oleh Panitia A. Untuk keperluan penelitian data yuridis tersebut, Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menyerahkan alat-alat bukti yang ada dalam rangka penetapan batas bidang tanah kepada Panitia A. Setelah penelitian data yuridis selesai dilakukan, maka Panitia A menyerahkan daftar isian penelitian data yuridis bidang tanah dan penetapan batas yang sudah diisi kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, yang selanjutnya menyiapkan pengumuman data fisik dan data yuridis. Risalah penelitian data yuridis dan penetapan batas dilakukan oleh Panitia A dengan mengundang pemohon pendaftaran tanah secara sporadik bertempat di Balai Desa/Kantor Kelurahan setempat. Pada tahapan ini ditetapkan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan melalui penegasan konversi, atau pengakuan hak. Penegasan konversi diberikan apabila hak atas tanah yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan dan tanahnya dikuasai oleh pemohon atau orang lain berdasarkan persetujuan pemohon. Oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir. Pengakuan hak diberikan apabila hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 (dua puluh) tahun. Oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan diakui sebagai Hak Milik. 4. Pengumuman data fisik dan data yuridis, dan pengesahannya Untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon untuk didaftar, maka data fisik dan data yuridis bidang tanah dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang 140

bersangkutan dan Balai Desa/Kantor Kelurahan setempat selama 60 (enam puluh) hari. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, maka data fisik dan data yuridis bidang tanah tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis. Pada akhir masa pengumuman, Kepala Desa/Kepala Kelurahan setempat menandatangani surat pengantar pengumuman data fisik dan data yuridis. Apabila dalam masa pengumuman ini ada pihak lain yang mengajukan keberatan, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan menghentikan proses pendaftaran ini sampai ada penyelesaian oleh pihak pemohon pendaftaran tanah secara sporadik dengan pihak yang mengajukan keberatan. 5. Pembukuan hak Berdasarkan alat bukti baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, penegasan konversi dan pengakuan hak, hak-hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik atas satuan rumah susun, dan tanah wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam Buku Tanah. Penandatanganan Buku Tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dengan ketentuan bahwa dalam hal Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berhalangan atau dalam rangka melayani pendaftaran tanah secara missal, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dapat melimpahkan kewenangan menandatangani Buku Tanah tersebut kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. 6. Penerbitan sertifikat Penerbitan sertifikat merupakan hasil akhir kegiatan pendaftaran secara sporadik. Sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota adalah Sertifikat Hak Milik, baik yang diterbitkan melalui penegasan konversi atau pengakuan hak. Penandatanganan sertifikat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan ketentuan bahwa dalam hal Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berhalangan atau dalam rangka melayani permohonan pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat missal, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota melimpahkan kewenangan menandatangani sertifikat kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. 7. Penyampaian sertifikat. Sertifikat Hak Milik atas tanah diserahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota kepada pemohon pendaftaran tanah secara sporadik. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Wewenang hak menguasai negara atas tanah disebutkan dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA, yaitu mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Bersumber dari hak menguasai negara atas tanah melahirkan hak atas tanah yang bermacam-macam (Pasal 4 ayat 1), yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Negara atas dasar hak menguasai berwenang menentukan bermacam-macam hak atas permukaan bumi atau hak atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang perorang warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 2. Perolehan hak melalui penegasan konversi adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum 141

yang lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut BW dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut UUPA. Setiap hak atas tanah yang ada sebelum UUPA berlaku, baik Hak barat maupun Hak Indonesia, oleh ketentuan-ketentuan konversi UUPA diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang disebut dalam Hukum Tanah yang baru. Konversi ini terjadi dari hak atas tanah ke hak atas tanah, bukan dari hak menguasai negara atas tanah ke hak atas tanah. B. Saran Karena begitu pentingnya tanah dalam kehidupan manusia, maka perlindungan akan hak atas tanah yang dimiliki oleh manusia menjadi penting, terutama tanah yang berasal dari hak atas tanah berdasarkan penegasan konversi. Dalam hal ini peran pemerintah menjadi penting karena Indonesia yang merupakan Welfare State (Negara Kesejahteraan) harus melakukan dan mampu menyelenggarakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Selain itu konsekuensi negara Welfare State adalah negara bisa ikut campur dalam segala sendi kehidupan manusia termasuk di bidang pertanahan. Perangin,Effendi, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1989. Santoso Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2011. ------------------, Perolehan Hak Atas Tanah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015. Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983. dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Terjemahan Burgelijk Wetboek, Pradnya Paramita. Soekanto S dan Mamudji S, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo,Jakarta, 1995. Sumber Lain: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang DAFTAR PUSTAKA AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999 Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia,Jakarta, 2008. Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,2003 Lubis dan Abd.Rahim Lubis,Mhd Yamin, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung,2008 Mertokusumo, Soedikno, Hukum dan Politik Agraria, Karunika-Universitas Terbuka,1988. Pramukti A.S dan Widayanto Erdha, Awas jangan beli Tanah Sengketa, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015. 142