BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan, hukum adat dan hukum agama. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

BAB I PENDAHULUAN. sebelum maupun selama perkawinan berlangsung.perkawinan adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga,

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan seluruh gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar yang tersusun dalam kehidupan masyarakat sekaligus menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan. Melihat demikian beragamnya kebudayaan di Indonesia seperti beragamnya lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu respon terhadap lingkungan sekitar, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Respon tersebut tidak akan sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya karena manusia mempunyai kemampuan kreatif. Salah satu keragaman budaya tersebut adalah perkawinan. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga agar menjadi keluarga sejahtera yang bahagia. Ukuran kebahagiaan dapat dilihat ketika suami istri mampu memikul amanah dan tanggung jawab terhadap keduanya dan anak-anak mereka. Berlakunya hukum adat perkawinan tergantung pada pola susunan masyarakat adatnya. Oleh karenanya tanpa mengetahui bagaimana susunan masyarakat adat yang bersangkutan, maka tidak mudah dapat diketahui hukum perkawinannya. 1 1 Hilman Hadikusuma, 1989, Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung, hlm. 16. 1

Pelaksanaan perkawinan warga masyarakat di Indonesia cenderung dilakukan dengan hukum adat. Hal tersebut terjadi karena masyarakat yang beraneka ragam suku, sudah pasti beraneka ragam pula hukum adat yang hidup di masyarakat. Salah satunya adalah suku Banjar di Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan yang masih memegang erat adat istiadat Suku Banjar dalam hal upacara adat perkawinan. Perkawinan adat suku Banjar merupakan salah satu aspek budaya Banjar yang harus tetap dilestarikan, karena prosesi perkawinan tersebut menjadi identitas dan jati diri orang Banjar. Perkawinan adat suku Banjar di Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan dipengaruhi oleh unsur agama Islam. Pada dasarnya pelaksanaan perkawinannya sama dengan pelaksanaan perkawinan masyarakat Indonesia yang menganut agama Islam. Sedangkan sistem kekerabatan yang dianut adalah bersifat parental yakni sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan baik dari keluarga ibu maupun dari pihak keluarga bapak. Terdapat keunikan dalam perkawinan suku Banjar di desa Margasari Hulu dan desa Baulin Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. Keunikan tersebut adalah calon mempelai suami istri harus berasal dari suku yang sama (suku Banjar) dan harus berasal dari desa Margasari Hulu dan Baulin atau desa-desa yang dekat dengan kedua desa itu. Jika terdapat lakilaki dan perempuan yang mau menikah tetapi tidak berasal dari suku yang sama (misal suku banjar dengan suku jawa), maka mereka tidak diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan adat suku Banjar dikedua desa tersebut, oleh karena itu 2

mereka dipersilahkan untuk melangsungkan perkawinan diluar daerah. Adapun pengecualian perkawinan adat suku Banjar yaitu jika salah satu mempelai tidak berasal dari desa yang sama atau desa yang terdekat dengan desa Margasari Hulu dan Baulin (misal salah satu calon mempelai berasal dari Kota Banjarmasin) maka calon mempelai harus sepakat untuk bersedia tinggal disalah satu dari kedua desa tersebut setelah pernikahan. Jika syarat-syarat perkawinan adat suku Banjar dapat terpenuhi maka perkawinan adat Suku Banjar dapat dilaksanakan dikedua desa tersebut. Keunikan lainnya adalah tidak dicatatkannya perkawinan bagi sebagian warga desa Margasari Hulu dan Baulin kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan Candi Laras Selatan. Tujuan perkawinan menurut hukum adat Banjar tidak hanya mempersatukan kedua calon mempelai sebagai suami istri saja, melainkan mempersatukan kedua kerabat calon suami istri, sehingga masalah perkawinan juga masalah dari kerabat. Setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974, telah banyak disinggung mengenai hal kekeluargaan yang berhubungan erat dengan suatu dasar perkawinan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1, yaitu : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian perkawinan dalam hukum adat adalah suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang dilaksanakan secara adat 3

dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak, saudara maupun kerabat. 2 Makna dan arti dari perkawinan menjadi lebih dalam karena selain melibatkan kedua keluarga, juga berarti untuk melanjutkan keturunan, karena keturunan merupakan hal penting dari gagasan melakukan perkawinan. Perkawinan menurut hukum adat Banjar di desa Margasari Hulu dan Baulin dipengaruhi oleh unsur-unsur agama Islam. Syarat sahnya perkawinan harus memenuhi rukun perkawinan Islam, yaitu ada calon suami (laki-laki) dan calon istri (perempuan), ada wali nikah (Ayah atau kerabat terdekat laki-laki dari calon istri), ada dua orang saksi, dan ada ijab kabul. Jika salah satu rukun tersebut tidak terpenuhi, maka perkawinannya menjadi tidak sah. Sehingga sah nya perkawinan terletak pada proses ijab dan kabul, bukan terletak pada upacara adat perkawinannya. Namun syarat-syarat perkawinan adat suku Banjar juga harus terpenuhi karena merupakan hal penentu antara diperkenankan atau tidaknya suatu perkawinan dapat berlangsung dikedua desa tersebut. Terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan saja, seperti hak dan kewajiban suami istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan, dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. 3 Oleh karena perkawinan mempunyai arti yang demikian penting, maka pelaksanaanya pun dilakukan dengan upacara adat yang lengkap. Untuk melangsungkan perkawinan 2 Soerojo Wignjodipuro, 1988, Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, hlm. 55. 3 Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut : Perundangan, Hukum adat, dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, hlm. 8. 4

tersebut di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari ketentuan agama, undang-undang yang berlaku maupun hukum adat masing-masing warga masyarakat. Meskipun demikian, pada saat sekarang ini perkawinan menurut hukum adat yang dilakukan oleh masyarakat suku Banjar masih tetap dilaksanakan di Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan keterangan penghulu sekaligus tokoh masyarakat, hampir setengah dari masyarakat di desa Margasari Hulu dan desa Baulin melangsungkan perkawinan adat suku Banjar berdasarkan rukun perkawinan Islam yang perkawinannya tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Candi Laras selatan, Kabupaten Tapin. 4 Masyarakat yang melakukan perkawinan adat dengan hukum Islam yang tidak mencatatkan perkawinannya ini, pada umumnya hanya memandang perkawinan sah dari sudut agama saja, mereka tidak mempertimbangkan sudut yang lain seperti norma hukum yang berfungsi mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara demi kemaslahatan kedua belah pihak khususnya, dan masyarakat pada umumnya dikemudian hari. Selama perkawinan ini berlangsung harmonis, permasalahan tidak akan muncul, akan tetapi jika perselisihan sudah mulai terjadi dan salah satu pihak ingin mengakhiri perkawinan, keadaan akan menjadi sulit karena tidak ada bukti perkawinan yang telah dilakukan tersebut, sehingga akibat yang paling dirasakan jika mempunyai anak ialah mengenai status anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan, begitu pula mengenai hak-hak apa saja yang didapat oleh anak atau istri atau suami yang ditinggalkan. 4 Hasil wawancara dengan penghulu sekaligus tokoh masyarakat, Bpk. H. Arpuani Ardi Asra, melalui telepon, tangal 29 Mei 2011, pukul 13.55 WITA. 5

Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perkawinan, karena pencatatan perkawinan merupakan suatu syarat diakui atau tidaknya perkawinan oleh Negara. Jika suatu perkawinan tidak dicatatkan maka perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara, begitu juga akibat-akibat yang akan timbul dari perkawinan itu. Hal ini telah ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka terlihat tidak sinkron antara perkawinan adat suku Banjar berdasarkan rukun Islam dengan perkawinan yang ditentukan oleh undang-undang mengenai adanya keharusan untuk mencatatkan perkawinan. Sehingga dengan tetap berlangsungnya perkawinan adat suku Banjar berdasarkan rukun perkawinan Islam tersebut yang tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Candi Laras Selatan, penulis merasa tertarik untuk mengangkat perihal perkawinan adat suku Banjar berdasarkan rukun perkawinan Islam tersebut dalam suatu penelitian dengan judul Akibat Hukum Perkawinan Adat Suku Banjar di Kalangan Masyarakat Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan Dikaitkan Dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 6

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditentukan permasalahan untuk menjadi bahan kajian di dalam menentukan skema kerja secara mikro sehingga lebih terarah, yaitu : 1. Bagaimanakah pelaksanaan perkawinan menurut hukum adat pada masyarakat suku Banjar di Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan? 2. Apakah alasan-alasan penyebab tidak dicatatkannya perkawinan dalam perkawinan adat suku Banjar di Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan selatan? 3. Bagaimanakah akibat hukum perkawinan yang tidak dicatatkan berdasarkan peratuan perundang-undangan serta apa saja hak-hak anak, istri, dan suami jika perkawinan tidak langgeng dikarenakan kematian dan atau perceraian? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perkawinan menurut hukum adat pada masyarakat suku Banjar di Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. 2. Untuk mengetahui alasan-alasan penyebab terjadinya perkawinan adat pada masyarakat suku Banjar yang tidak mencatatkan perkawinannya pada Kantor Urusan Agama di Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. 7

3. Untuk mengetahui apa saja akibat hukum atas perkawinan adat yang tidak dicatatkan berdasarkan peraturan perundang-undangan serta hak-hak apa saja yang dapat diperoleh dari anak, istri, dan suami yang ditinggalkan jika terjadi hubungan perkawinan yang tidak langgeng baik karena kematian maupun karena perceraian. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis, antara lain sebagai berikut : 1. Secara Teoritis : a. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan hukum adat; b. Menjadi bahan masukan atau bahan informasi untuk penelitian sejenis berikutnya. 2. Secara Praktis yaitu memberikan sumbangan atau masukan bagi pemerintah untuk meningkatkan realisasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada khususnya dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat untuk mencatatkan perkawinannya. E. Keaslian Penelitian Bahwa sepanjang penulis membaca penelitian-penelitian sebelumnya maka belum ada yang mengangkat dan membahas tentang Akibat Hukum Perkawinan Adat Suku Banjar di Kalangan Masyarakat Kecamatan Candi Laras Selatan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, berdasarkan hasil penelusuran di 8

perpustakaan Fakultas Hukum UGM terdapat tulisan mengenai perkawinan adat, dan dari hasil penelusuran ditemukan hal-hal sebagai berikut : Tesis atas nama Sisca Angela Wulansari angakatan 2007 Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan judul Pelaksanaan Sistem Perkawinan Adat Lelahan Pada Masyarakat Gumay Kecamatan Gumay Sumatera Selatan, yang permasalahannya adalah bagaimana pelaksanaan perkawinan adat Lelahian yang dilaksanakan pada masyarakat adat Gumay, Kecamatan Gumay Talang, Kabupaten Lahat Sumatera Selatan ditinjau dari perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bagaimana akibatnya terhadap sistem pewarisan masyarakat adat Gumay. Dalam tesis ini membahas bagaimana pelaksanaan perkawinan hukum adat beserta bagaimana sistem pewarisannya. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian sama-sama membahas mengenai perkawinan adat, namun terdapat perbedaan dari sudut objek yang diteliti, yakni masyarakat adat Gumay dengan masyarakat adat Banjar. Dalam penelitian ini tidak membahas tentang warisan secara spesifik tapi membahas tentang hak-hak yang dimiliki dari pihak-pihak yang ditinggalkan jika perkawinan putus akibat kematian maupun perceraian. Selain itu, Peneliti juga menemukan suatu tesis yang ditulis oleh Zainuri Ikhsan angkatan 2006 Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Di Bawah Tangan Di Kalangan Mahasiswa Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yang permasalahannya adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan dilakukannya perkawinan dibawah tangan di kalangan Mahasiswa di 9

Daerah Istimewa Yogyakarta, bagaimana keabsahan perkawinan di bawah tangan ini menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka letak perbedaannya antara lain, mengenai faktor penyebab dilakukannya perkawinan di bawah tangan di kalangan Mahasiswa sedangkan dalam penelitian ini mencari faktor apa saja yang menyebabkan perkawinan adat Banjar tidak dicatatkan kepada Kantor Urusan Agama. Berbeda dengan penelitian tersebut dan penelitian ini asli dan layak untuk diteliti. 10