BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Sigit Sanyata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gina Aprilian Pratamadewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. menghadapi kehidupan nyata sehari-hari di lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi saat ini pengetahuan dan teknologi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional pada Undang- Undang RI No. 20 tahun 2003, Triana, 2015:

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. di masa depan, karena dengan pendidikan manusia dididik, dibina dan dikembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING AMIN BUDIAMIN. Oleh JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY 6 LANGKAH (MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DI SMK

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang. Sukses menunjukkan tercapainya sesuatu yang diinginkan atau diharapkan. Kesuksesan berkaitan dengan tujuan (goals) yang diinginkan. Ukuran kesuksesan setiap orang atau lembaga memiliki standar ukuran yang berbeda-beda. Artinya sukses itu relatif sifatnya. Di sekolah kata sukses senantiasa menjadi impian dan harapan baik siswa maupun guru di sekolah. Kesuksesan sekolah adalah tercapainya tujuan yang telah ditargetkan oleh sekolah. Bagi guru mata pelajaran kesuksesan adalah keberhasilan dalam mengajar yang dapat dilihat dari ketuntasan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Pemahaman tersebut ditunjukkan dengan perolehan nilai akademik yang melebihi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan. Peserta didik melihat kesuksesan sebagai keberhasilan dalam mencapai harapan dan keinginan yang didambakan, seperti dapat nilai yang baik, naik kelas, dapat diterima di perguruan tinggi yang diinginkan dan sebagainya. Kesuksesan dalam pendidikan, khususnya di sekolah menengah nampak lebih menekankan kepada aspek intelektual atau kognitif, dengan indikator nilai akademik yang diperoleh siswa Sementara disisi lain terjadi kemorosan dan kekurangwaspadaan terhadap perkembangan sosial dan emosional peserta didik di sekolah. Pandangan tersebut relevan dengan pernyataan Syamsu Yusuf (2005: 239) yang menyatakan: bahwa pendapat lama menunjukkan bahwa kualitas 1

2 intelegensi, kecerdasan dalam ukuran intelektual atau tataran kognitif yang tinggi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar atau meraih kesuksesan dalam hidupnya. Dalam kenyataan, keberhasilan siswa tidak dapat dipisahkan dari kecerdasan emosionalnya karena aktualisasi diri individu yang optimal sejalan dengan tingkat kecerdasan emosionalnya (Bar-On, 2001). Sementara penelitian ahli-ahli psikologi menunjukkan bahwa kecerdasan rasional (IQ) paling tinggi menyumbang 20% terhadap keberhasilan seseorang, sedangkan 80% oleh faktorfaktor lainnya. Salah satu faktor pokok tersebut ialah kecerdasan emosional (Gibbs, 1995; Mayer & Salovey, 1997). Penelitian lain menunjukkan bahwa SMA-SMA di daerah Seattle, Washington, yang mengikuti program pelayanan peningkatan kecerdasan emosional menunjukkan kemajuan yang lebih baik dibandingkan dengan SMA-SMA lain yang tidak mengikutinya. Kemajuan tersebut diantaranya, yaitu ikatan yang lebih positif antara orang tua siswa dengan sekolah, para siswa berkurang perilaku agresifnya dan para siswi berkurang perilaku yang bersifat mencelakakan dirinya, berkurangnya skorsing tidak diizinkan masuk sekolah dan dikeluarkan dari sekolah bagi siswa yang berprestasi rendah, berkurangnya inisiatif dalam penggunaan obat-obat terlarang, berkurangnya kenakalan, dan perolehan nilai yang lebih baik pada tes-tes prestasi belajar baku (Goleman, 1995). Penelitian Gerdes dan Mallinckrodt (1994) menunjukkan bahwa kemampuan emosional dan sosial mahasiswa menjadi prediktor yang sama baik atau bahkan lebih baik dari kemampuan akademik tentang retensi mahasiswa pada program sarjana.

3 Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki peran penting bagi kehidupan individu, dapat ditingkatkan, dan dipengaruhi lingkungan belajar daripada bawaan dalam perkembangannya. Hal tersebut juga dikemukakan Dunn & Brown (1991), Yekovich (1994), dan Mahoney, Cairns, & Farmer (2003). Di sekolah, khususnya sekolah menengah atas (SMA), ada beberapa permasalahan yang cenderung mengarah kepada permasalahan-permasalahan emosional, seperti sering tidak hadir, datang terlambat, prestasi belajar yang rendah bukan karena kecerdasan intelektual yang lemah, mudah putus asa dalam mengerjakan tugas-tugas belajar, tidak mampu mengendalikan rasa marah, stress menghadapi permasalahan, cemas atau gugup serta takut menghadapi ujian (terutama ujian nasional), konflik sosial (perkelahian, marah-marah), pesimis dalam mencapai harapan, kurang disenangi teman-teman (terisolir), mudah tersinggung dan sebagainya. Semua kejadian tersebut merupakan gejala-gejala gangguan emosional yang dialami oleh para siswa. Gejala-gejala siswa yang datang terlambat ke sekolah ini menunjukkan adanya indikator lemahnya motivasi belajar siswa, kesadaran diri sebagai siswa sangat kurang, pentingnya tepat waktu dalam mengikuti pembelajaran belum menjadi kebiasaan siswa. Ditemukan juga ada siswa yang menunjukkan nilai akademik tinggi dibandingkan dengan teman-temanya ternyata secara sosial-emosional kurang disenangi oleh teman-teman. Hal tersebut karena siswa memiliki sifat-sifat yang menunjukkan lemahnya aspek sosial dan emosional, seperti tidak bisa bekerja

4 sama, tidak empati, bahkan egois dan sombong, cepat tersinggung, reaktif, bicara sering menyinggung, konsep diri yang negatif, tidak mudah menerima saran dan kritik dari orang lain, menonjolkan kelebihan diri dan tidak menunjukan sikap asertif, tidak berani mengambil keputusan, kemadirian yang lemah, kurang berani mengambil resiko dan sebagainya. Remaja merupakan masa yang diwarnai dengan berbagai permasalahanpermasalahan serta konflik-konflik peran. Hal tersebut tidak mengherankan, karena diawal-awal Erik Erikson (Calvin S. Hall, 1985:79) telah menyebutnya bahwa masa remaja (SMA) sebagai fase identitas versus kebingungan (identity vs confusion), suatu fase dimana remaja bertanya-tanya tentang perkembangan identitasnya sendiri, tempat dan peran dalam kehidupannya. Jika individu tak bisa menemukan tempat dan peran dalam kehidupannya, maka timbulah kebingungan tentang perannya. Masa krisis identitas v.s kebingungan. Terjadi pada usia ini karena remaja banyak mengalami konflik yang berhubungan dengan perkembangan identitas pribadi. Pada masa remaja berjuang untuk menentukan siapa mereka sebenarnya, kemana mereka akan mengarahkan hidupnya dan bagaimana mereka dapat mencapai arah hidup itu. Pada masa ini remaja penuh dengan tekanan; dari orang tua, sekolah, teman sebaya, dari kelompok lawan jenis dan dari masyarakat pada umumnya. Tuntutan-tuntutan tersebut sering kali bertentangan. Ditengah kebimbangan ini, remaja mempunyai tugas untuk secara tuntas menentukan dimana dia berdiri dalam menghadapi segala harapan yang bervariasi itu.

5 Apabila remaja itu gagal dalam menentukan dirinya, maka akan terjadi konflik peran dan remaja akan kehilangan tujuan dan arah hidupnya pada waktuwaktu mendatang. Dalam kondisi inilah remaja membutuhkan bimbingan atau bantuan secara konsisten dan menyeluruh untuk menjawab kesulitan-kesulitan mencari identitas; seperti siapa sebenarnya saya? Untuk apa saya hidup? Kemana arah hidup saya? Bagaimana saya mencapai tujuan tersebut? Apabila saya sampai pada tujuan tersebut, apa artinya bagi saya? Beberapa pertanyaan lain yang perlu bantuan dan bimbingan secara terarah dan sistematis dari orang tua, guru di sekolah. Kecerdasan emosional siswa bukan merupakan sifat bawaan namun dapat dikondisikan atau dilatih melalui proses pendidikan. Kecerdasan emosional memiliki peran penting bagi kehidupan individu, dapat ditingkatkan, dan banyak dipengaruhi lingkungan belajar daripada bawaan dalam perkembangannya, hal tersebut dikemukakan Dunn & Brown (1991), Yekovich (1994), dan Mahoney, Cairns, & Farmer (2003). Oleh karena itu, proses pendidikan yang dilakukan guru, dikemas dan diolah dengan tidak hanya melibatkan kemampuan intelektual saja melainkan juga mengedepankan kemampuan dan perilaku yang mencerminkan kondisi kecerdasan emosional, sehingga hubungan antara guru dan siswa menjadi seimbang dan terciptalah hubungan pemebelajaran yang transaksional. Pendidikan SMA berlandaskan pada tercapainya fungsi pendidikan nasional bagi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 3). Pasal 28 PP No. 17 tahun 2010 menyebutkan bahwa pendidikan menengah umum berfungsi meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan dan harmoni. Dalam mencapai fungsi tersebut pendidikan di SMA dilakukan melalui usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara ektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 77 menyebutkan bahwa: Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: (a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berkepribadian yang luhur, (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif; (c) sehat, mandiri dan percaya diri; dan (d) toleran, peka sosial, demokratis dan bertanggung jawab. Pembinaan aspek kecerdasan emosional siswa perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional, khususnya di sekolah-sekolah. Pengembangan aspekaspek emosional peserta didik ini seutuhnya tidak dapat dilaksanakan hanya mengandalkan proses kegiatan pembelajaran (KBM) guru di kelas saja dengan pendekatan mata pelajaran, namun perlu peran khusus di sekolah yang menangani pengembangan aspek emosional tersebut, yakni proses bimbingan dan konseling. 6

7 Depdiknas (2007) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. Memandirikan peserta didik salah satunya adalah memandirikan aspek emosional siswa (Suherman, 2008). Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku efektif, pengembangan lingkungan perkembangan, dan peningkatan keberfungsian individu di dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan perkembangan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan perkembangan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungannya, membelajarkan individu untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperhalus perilaku. Kemandirian peserta didik diwujudkan dalam perwujudan diri secara akademik, vokasional, sosial dan personal (Depdiknas, 2007). Dengan kata lain bahwa peran bimbingan dan konseling diarahkan kepada tercapainya kesuksesan peserta didik; yang mencakup sukses belajar, sukses sosial, sukses personal dan sukses karir. Pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut bukan hanya melibatkan aspek inelektual tetapi juga aspek aspek kecerdasan emosional.

8 Tabel 1 : BK Bagian Integral dalam Proses Pendidikan (Sumber : Depdiknas, 2007) Program bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan SMA perlu mengarahkan layanan pada upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi kekurangan praktik pendidikan selama di SMA dalam peningkatan kecerdasan emosional siswa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tentang kegiatan bimbingan dan konseling, sudah terdapat beberapa materi layanan yang mengarah pada aspek emosional, seperti materi mengembangkan kemampuan memotivasi diri, keterampilan berkomunikasi, menumbuhkan rasan percaya diri, menanggulangi stres. Tetapi dilihat dari program bimbingan dan konseling belum terdapat program yang sistematis dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Hal tersebut disebabkan belum ditemukannya model program

9 bimbingan dan konseling yang dapat membantu para guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam upaya membantu mengembangankan kecerdasan emosional siswa secara efektif. Karena itu perlu dikembangkan model program bimbingan dan konseling yang efektif bagi pengembangan kecerdasan emosional siswa. Program bimbingan dan konseling yang diberikan dengan pendekatan yang menyeluruh dan mengacu kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan yang optimal. Khususnya tugas perkembangan yang menyangkut aspek-aspek emosional siswa. Model program bimbingan dan konseling yang komprehensif atau disebut juga bimbingan dan konseling perkembangan (karena menggarap semua aspek kehidupan peserta didik) merupakan kegiatan bimbingan dan konseling yang didasari fungsi pengembangan dengan prinsip antara lain: (1) dibutuhkan oleh semua peserta didik, (2) fokus pada kegiatan belajar peserta didik, (3) konselor dan guru merupakan fungsionaris yang bekerjasama, (4) berorientasi tim dan pelayanan konselor profesional, (5) memiliki dasar dalam psikologi anak. Kegiatan bimbingan dan konseling yang mencakup kegiatan layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan kegiatan dukungan sistem. B. Rumusan Masalah Tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu konseli agar (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk

10 mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, dan (3) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Dalam upaya mengembangkan tujuan tersebut fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Berdasarkan tujuan tersebut bimbingan dan konseling mencakup seluruh aspek kepribadian peserta didik, pencegahan terhadap timbulnya masalah-masalah yang akan menghambat proses perkembangannya, baik aspek personal, sosial, belajar dan karir. Bimbingan dan konseling dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta didik, baik masalah sekarang maupun di masa yang akan datang. Sejalan dengan hal tersebut, maka program bimbingan dan konseling komprehensif harus dapat membantu memudahkan diri siswa dalam mengembangkan keseluruhan perkembangan aspek emosional secara optimal, sehingga terwujud siswa yang tangguh dalam menghadapi masalah masa sekarang dan mendatang sebagai akibat perubahan sosial, globalisasi dan pekembangan IPTEK yang cepat. Aspek-aspek emosional yang perlu dikembangkan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah mencakup pengembangan kesadaran diri siswa atau kemampuan mengenal emosi sendiri, kemampuan memotivasi diri sendiri; bersungguh-sungguh, bersikap optimis dan tidak mudah putus asa, mengenal emosi orang lain atau kemampuan berempati dan kemampuan berhubungan sosial (kerja sama, kemampuan berkomunikasi). Aspek-aspek

11 tersebut besar pengaruhnya terhadap kesuksesan belajar, sosial, pribadi dan karir siswa. Sejalan dengan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimana efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut?. Pertanyaan penelitian pokok tersebut dirinci menjadi sub-sub pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 sebelum diberikan program bimbingan dan konseling komprehensif? 2) Program bimbingan dan konseling komprehensif seperti apa yang dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut? 3) Bagaimana gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 setelah diberikan program bimbingan dan konseling komprehensif? 4) Bagaimana efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional. Pencapaian tujuan akan dilihat dengan pencapaian sebagai berikut:

12 1. Gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut sebelum diberikan program bimbingan dan konseling. 2. Rumusan program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Kabupaten Garut. 3. Profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 setelah diberikan program BK komprehensif. 4. Efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah: 1. Dari segi teori, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan bimbingan atau bimbingan dan konseling, memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengembangan kecerdasan emosional siswa SMA melalui program bimbingan dan konseling komprehensif. 2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada guru bimbingan dan konseling di SMA, para orang tua, dan guru dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa atau remaja. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif, khususnya di SMA dan umumnya di sekolah-sekolah lain dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa.

13 3. Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan permasalahan penelitian yang sama, namun dengan subyek dan sampel yang berbeda dan lebih luas, jenis kegiatan dan strategi layanan bimbingan dan konseling yang lebih spesifik. E. Asumsi Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, ada beberapa asumsi yang dijadikan titik tolak penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian (Depdiknas, 2007). 2. Kecerdasan emosional sebagai aspek kepribadian atau psikologis siswa setidaknya akan mengalami perubahan ke arah lebih baik, sehingga peserta didik bukan hanya aspek intelektual dan psikomotorik yang dapat dikembangkan namun juga aspek kecerdasan emosional. 3. Implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan

14 pribadi peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual). 4. Dari berbagai hasil penelitian telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang jauh lebih penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak barulah merupakan syarat minimal untuk meraih keberhasilan, kecerdasan emosilah yang sesungguhnya mengantarkan seseorang menuju punccak prestasi, buka IQ (Ary Ginajar Agustian, 2004:xx). F. Hipotesis Program bimbingan dan konseling komprehensif efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011. G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan gabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan (research and development). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka penelitian menggunakan metode pra-eksperimen dengan desain prates-pascates satu kelompok atau one group pretest-postest design. Untuk mengetahui efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa menggunakan analisis perbedaan dua rata-rata atau uji coba melalui teknik uji t.

15 H. Subjek dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 19 Garut, yang melibatkan guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah, guru mata pelajaran dan para siswa kelas X SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011. Untuk menguji efektivitas program bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X menggunakan sampel sebanyak 60 siswa.