frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kartu Menuju Sehat (KMS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAN KMS] [STATUS GIZI [GIZI KESEHATAN MASYARAKAT] Andi Muh Asrul Irawan K Gizi A. Tugas Gizi Kesmas

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

KMS = Kartu Menuju Sehat Sebagai alat bantu pengukuran dan pemantauan STATUS GIZI balita Masih ditemukan tingginya kesalahan pada saat pengisian KMS

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

Rumah Bersalin Gratiis Rumah Zakat

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MENGISI DAN MEMBACA KARTU MENUJU SEHAT (KMS) Manjilala

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

1

HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN BALEDONO, KECAMATAN PURWOREJO, KABUPATEN PURWOREJO

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

ANALISIS PENGETAHUAN GIZI IBU BALITA DI DESA PASIRLANGU CISARUA BANDUNG BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola*

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. HALAMAN PENGESAHAN.. ii. KATA PENGANTAR. iii. HALAMAN PERSYATAAN PUBLIKASI.. iv. ABSTRAK v. DAFTAR ISI...

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. 1) Angka Kematian Bayi waktu satu tahun per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan KMS Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, bersifikir, berpendapat, bersikap) maupun bersifat aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap dan tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Perilaku ibu yang tidak menerapkan penimbangan, imunisasi, pemberian vitamin A dan layanan kesehatan lainnya yang terdapat dalam KMS pada balita akan berakibat pada status gizi balita tersebut. Salah satu penyebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemauan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor pendidikan, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Roseliana (2013) yang mencakup pengertian, tujuan penggunaan dan cara interprestasi KMS menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang KMS adalah yang berpengetahuan baik 38,7%, yang

berpengetahuan cukup sebanyak 41,9%, yang berpengetahuan kurang sebanyak 19,4%. Pengetahuan ibu dengan tujuan penggunaan KMS yaitu yang penggunaan KMS berpengetahuan baik sebanyak 71% dan yang penggunaan KMS berpengetahuan kurang sebanyak 29%. Pengetahuan ibu dengan cara interprestasi KMS yaitu yang berpengetahuan cara interprestasi baik sebanyak 16,1%, 64,5% ibu balita berpengetahuan cukup dan 19,4% ibu balita berpengetahuan cara interprestasi kurang. Bagi keluarga masalah kesehatan atau penyakit bukan hanya terjadi pada diri sendiri tetapi juga pada anggota keluarga lainnya, terutama anak-anak. Anak-anak dalam keluarga terutama anak balita dengan sendirinya perilaku pencarian penyembuhan ini masih ditentukan atau tanggung jawab dari orang tuanya. Perilaku ibu untuk mengimunisasikan anak badutanya dengan lengkap mengalami dinamika, namun secara umum dari tahun 2004 sampai dengan 2007 memang mengalami kenaikan tetapi peningkatan tersebut sangat kecil, rata-rata hanya 2,0%. Bertolak dari persentase kenaikan tersebut, pada tahun 2010 diperkirakan anak balita yang mendapat imunisasi lengkap akan mencapai sekitar 77,0%-80,0%. Hal ini berarti masih ada sekitar 20,0% lagi anak balita yang belum dibawa ibunya untuk diimunisasikan lengkap, dan juga berarti bahwa sekitar 20,0% anak balita yang belum terlindung dari berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2010). Apabila anggota keluarga yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit sudah tentu tidak akan bertindak apapun terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi apabila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit maka baru

akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha (Notoatmodjo, 2007). Pernyataan diatas sama halnya dengan keadaan apabila anak balita yang mengalami stunting, si ibu tidak akan melakukan tindakan apapun atau baduta tersebut tidak akan dibawa ke pelayanan kesehatan karena si ibu merasa baduta tersebut tidak merasakan sakit dan keadaan tersebut tidak mengganggu aktivitas. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam kehidupan sebelum merasa sakit. Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku yaitu sebagai berikut : 2.1.1 Pengetahuan Ibu dalam Pemanfaatan KMS Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai berbagai hal. Pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun ada hubungan positif antara keduanya dalam sejumlah penelitian. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menghasilkan perubahan namun tidak memadai dalam perubahan perilaku kesehatan (Azwar, 2002). Manusia pada dasarnya selalu ingin tahu yang benar. Untuk memenuhi rasa ingin tahu ini, manusia sejak zaman dahulu telah berusaha mengumpulkan

pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Semenjak adanya sejarah kehidupan manusia dibumi ini, manusia telah berusaha mengumpulkan fakta. Dari faktafakta ini disusun dan di simpulkan menjadi berbagai teori, sesuai dengan fakta yang dikumpulkan tersebut. Teori-teori tersebut kemudian digunakan untuk memahami gejala-gejala alam dalam kemasyarakatannya yang lain sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, teori tersebut makin berkembang baik kualitas maupun kuantitasnya (Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Widaryati dan Maryatun (2012) di wilayah kerja Puskesmas Tanon I Seragen menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dari 122 ibu balita mempunyai tingkat pengetahuan tinggi 27%, pengetahuan sedang 53% dan pengetahuan rendah 20%. Menurut kelengkapan Imunisasi Polio pada balita menunjukkan bahwa dari 122 ibu balita yang mengimunisasikan balitanya lengkap sebanyak 73% dan yang tidak mengimunisasikan balitanya tidak lengkap sebanyak 27%. Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Di pedesaan makanan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya balita kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan, kacang-kacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut atau kembung (Baliwati, 2004).

Keikutsertaan ibu dalam pelayanan kesehatan dengan membawa anak ke pelayanan kesehatan dan bertanya pada pelayan kesehatan tentang tumbuh kembang dalam KMS setelah melakukan penimbangan, imunisasi dan layanan kesehatan lainnya maka ibu akan lebih banyak mengetahui peningkatan atau penurunan tentang tumbuh kembang badutanya, setelah pelayan kesehatan memperlihatkan hasil penimbangan dalam KMS dan mendengarkan penjelasan pelayan kesehatan tentang tumbuh kembang baduta. Maka ibu akan lebih banyak mengetahui tentang manfaat KMS untuk tumbuh kembang badutanya. Hal ini sama dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Maryunani (2010) yaitu dengan membaca garis perkembangan berat badan anak dari bulan ke bulan berikutnya pada KMS, orang tua dan petugas kesehatan dapat menilai dan membuat sesuatu untuk berusaha memperbaiki dan meningkatkan perkembangan kesehatan anak. Hal ini sama halnya dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010) yang menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peneliti berasumsi bahwa pengetahuan berperan besar terhadap seseorang melakukan tindakan, artinya tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap kebutuhan badutanya. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah akan acuh tak acuh dengan kondisi badutanya, sebaliknya ibu dengan pengetahuan lebih biasanya akan peduli terhadap kondisi badutanya.

2.1.2 Sikap Ibu dalam Pemanfaatan KMS Seseorang akan melakukan suatu tindakan apabila ia menilai tindakan tersebut positif dan percayabahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dihayati yang akan mementukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 1996). Sikap seseorang juga berhubungan dengan tingkat pendidikannya, semakin tinggi pendidikan maka semakin baik pula sikap seseorang dan menggambarkan suka tidak sukanya seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang paling dekat sehingga akan mempebgaruhi seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Sebahagian ibu yang membawa badutanya ke posyandu untuk melakukan pelayanan kesehatan tetapi tidak membawa KMS atau karena KMS tersebut sudah hilang karena si ibu menganggap tidak terlalu penting sehingga tidak menjaga atau membawa KMS ketika ke posyandu atau pelayanan kesehatan lainnya. Sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap juga akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada pengalaman orang lain. Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilainilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

Pengalaman juga dapat mempengaruhi sikap ibu dalam pemantauan tumbuh kembang baduta melalui KMS. Apabila ibu mengetahui peningkatan tumbuh kembang baduta setelah membawa badutanya ke pelayanan kesehatan dengan menunjukkan hasil peningkatan baduta dalam KMS maka si ibu akan merasa senang dan beruntung karena telah membawa badutanya ke pelayanan kesehatan. Hal ini sama dengan teori yang dikembangkan oleh Fesbein dan Ajzen (1980) dalam Notoatmodjo (2010) yang menekankan bahwa sikap ibu adalah penilaian ibu tersebut terhadap untung ruginya tindakan yang akan diambil untuk imunisasi anaknya dan kepercayaan atau keyakinan ibu terhadap tindakan yang akan diambil, lepas dari orang lain setuju atau tidak setuju. 2.1.3 Tindakan Ibu dalam Pemanfaatan KMS Untuk mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan yaitu fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap pemantauan badutanya melalui KMS harus mendapat dukungan dari suaminya dan ada fasilitas posyandu atau pelayanan kesehatan yang mudah dicapai agar ibu tersebut membawa badutanya untuk ditimbang berat badannya, diukur tinggi badannya, diimunisasi dan melakukan pelayanan kesehatan lainnya serta menunjukkan KMS. Sikap tersebutakan terlaksana karena menurut ibu dengan melakukan hal-hal tersebut ibu akan lebih dahulu mengetahui perkembangan badutanya atau lebih cepat menangani masalah pada badutanya karena ibu telah beranggapan hal tersebut sangat penting dan menguntungkan untuk kesehatan badutanya. Pernyataan tersebut sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) yaitu

setelah ibu mengetahui dengan membawa anak balitanya ke posyandu atau pelayanan kesehatan merupakan hal yang baik dan menguntungkan maka selanjutnya ibu akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang sudah diketahui dan disikapinya dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sakbaniyak, Herawati dan Mustika (2011) di desa Sumberejo menunjukkan bahwa dari 83 ibu balita dapat diketahui tingkat pengetahuan ibu balita dengan kepatuhan kunjungan balita ke posyandu dengan pengetahuan kurang 19 ibu balita (22,9%), dengan pengetahuan cukup sebanyak 44 ibu balita (53,0%) dan sisanya sebanyak 20 ibu balita (24,1%) memiliki pengetahuan baik. Menurut kunjungan balita dari 83 ibu balita yang diwawancarai terdapat 28 ibu balita (33,7%) tidak patuh dalam mengikuti kegiatan posyandu dan 55 ibu balita (66,3%) patuh dalam mengikuti kegiatan posyandu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebahagian besar pengetahuan yang dimiliki ibu balita dalam pengetahuan cukup dan dimana pengetahuan yang dimiliki ibu dapat mempengaruhi perilaku kesehatan balitanya. Pengetahuan ibu yang baik maka akan mempermudah dan lebih memahami akan pentingnya kegiatan posyandu pada balitanya. Seseorang yang berpengetahuan baik dapat lebih memelihara tingkat kesehatannya daripada seseorang yang berpengetahuan kurang. 2.2 Kartu Menuju Sehat (KMS) David Morley merupakan pelopor yang menggunakan kartu pertumbuhan anak yang disebut road to health chart pada tahun 1975 di desa Imesi, Nigeria. Kartu ini merupakan gambar kurva berat badan anak berusia 0-5 tahun terhadap

umurnya. Kartu ini juga dilengkapi dengan beberapa atribut penyuluhan dan catatan yang penting untuk diingat dan diperhatikan oleh ibu atau petugas kesehatan, antara lain riwayat kelahiran, imunisasi, pemberian ASI, dan lainlain. Maka kartu disebut juga kartu menuju sehat karena fungsinya yang begitu lengkap. KMS (Kartu Menuju Sehat) merupakan alat yang penting untuk memantau tumbuh kembang balita. Aktifitasnya tidak hanya menimbang dan mencatat saja, tetapi harus menginterprestasikan tumbuh kembang anak kepada ibu balita. Sehingga memungkinkan pertumbuhan anak dapat diamati dengan cara menimbang teratus setiap bulannya. Sehingga memungkinkan pertumbuhan anak dapat diamati dengan cara menimbang teratur setiap bulan (Soetjiningsih, 1995). Di Indonesia terdapat kartu menuju sehat (KMS) yang dipakai baik untuk penyuluhan maupun sebagai alat monitor pertumbuhan dan gizi masyarakat. KMS di Indonesia merupakan modifikasi WHO-NCHS, yaitu berat badan terhadap umur anak balita, dilengkapi dengan gambar perkembangan motorik kasar, halus dan berbahasa. Tujuan KMS adalah sebagai alat bantu bagi ibu atau orang tua dan petugas untuk memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak balita, menentukan tindakan-tindakan pelayanan kesehatan dan gizi. Terdapat buku panduan penggunaan KMS bagi petugas kesehatan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1997. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa grafik pertumbuhan KMS dibuat berdasarkan buku WHO/NCHS yang telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Kurva garis

merah dibentuk dengan menghubungkan angka-angka 70% median, grafik kuning diatas merah pada batas 75%-80% median, grafik hijau muda adalah 85%-90% median dan hijau tua 95%-100% median (Muslihatun, 2010). Pada KMS, selain kurva pertumbuhan dari 0-60 bulan, juga dilengkapi dengan petunjuk tentang pemberian makanan yang sehat termasuk ASI, catatan pemberian imunisasi dan vitamin A, serta penanggulangan diare dirumah. Sehingga fungsi KMS lebih komprehensif dalam pelayanan kesehatan primer (Soetjiningsih, 1995). Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat) antara lain : 1. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, yang meliputi : a. Tumbuh-kembang anak b. Pelaksanaan imunisasi c. Penanggulangan diare d. Pemberian kapsul vitamin A e. Kondisi kesehatan anak f. Pemberian ASI Eksklusif g. MP-ASI (makanan pendamping ASI) h. Pemberian makanan anak i. Rujukan ke Puskesmas/Rumah Sakit 2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anaknya.

3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi anak (Hartriyanti, 2007). 2.3 Status Gizi Balita merupakan salah satu golongan paling rawan gizi. Pada usia balita dikatakan sebagai saat yang rawan karena pada rentang waktu ini anak masih sering sakit, anak merupakan konsumen pasif yang sangat bergantung kepada orang tuanya serta sering terdapat keluhan nafsu makan kurang. Masa balita disebut juga masa vital karena adanya perubahan yang cepat dan menyolok, dengan masa vital ini maka pemeliharaan gizi sangat penting untuk diperhatikan. Jika tidakan mengganggu proses pertumbuhan secara maksimal. Keberhasilan mencapai status gizi balita yang baik erat kaitannya dengan kerjasama antara orangtua yang mempraktekkannya dan mendapat informasi gizi yang baik. Menurut Sunita dalam Almatsier (2004) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih. Menurut Supariasa dkk (2001), status gizi adalah tingkat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Berbeda dengan Soekirman (2000) yang mengemukakan bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuranukuran gizi tertentu.

2.3.1 Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara antropometri. Antropometri adalah ukuran tubuh manusia, apabila ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi (Supariasa dkk, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi antropometri adalah faktor genetik dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan gizi, beberapa konsumsi makanan dan kesehatan berupa penyakit infeksi. Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuan berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas sesuai umur adalah pengukuran yang sering dilakukan dalam survey gizi (Soekirman, 2000). a. Indikator BB/U Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang infeksi, penurunan nafsu makan, atau menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa dkk, 2001) Kelebihan indikator ini adalah sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek, juga dapat digunakan untuk mendeteksi kegemukan. b. Indikator TB/U Indikator TB/U merupakan indikator pengukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi

badan tumbuh seiring dengan pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh devisiensi zat gizi terhadap tinggi badan anak nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2001). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi penduduk. c. Indikator BB/TB Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam kondisi normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk, 2001). Indikator BB/TB ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik terutama apabila data umur yang akurat sulit diperoleh (Soekirman, 2000). Metode dalam Penilaian Status Gizi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu: 1. Penilaian secara langsung yang terdiri dari pemeriksaan tanda-tanda klinis, tes laboratorium, metode biofisik, dan antropometri. 2. Penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut dengan penilaian status gizi tidak langsung. 3. Penilaian dengan melihat variabel ekologi Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). WHO telah merekomendasikan untuk menggunakan umur penuh pada perhitungan umur balita. Umur penuh ialah sisa hari dari hasil perhitungan tidak diambil atau tidak diperhitungkan, misalnya hasil

perhitungan 1 tahun 2 bulan 13 hari maka umur balita tersebut menjadi 1 tahun 2 bulan (13 hari tidak diperhitungkan). Cara Menghitung Umur Balita : Tanggal Pengukuran Tanggal Lahir Misalnya: 19 09 2012 05 04 2011 14 05 1 1 Tahun : 12 Bulan 05 Bulan : 5 Bulan 14 Hari : 0 Bulan Jadi, dibulatkan menjadi 12 bulan + 5 bulan = 17 bulan Jika selisih tanggalnya negative (-) maka dikurangi 1 bulan, jika selisih tanggalnya positif (+) maka selisih tanggal diabaikan. Dari berbagai indeks tersebut, untuk menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas. Ambang batas menurut kesepakatan para ahli gizi adalah : Tabel 2.1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Indikator yang Digunakan Indikator Status Gizi Keterangan BB/U Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih < -3 SD -3 SD s/d < -2SD > -2 SD s/d < 2 SD > 2 SD TB/U BB/TB Sangat Pendek Pendek Normal Lebih dari Normal Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas < -3 SD -3 SD s/d < -2SD > -2 SD s/d < 2 SD > 2 SD s/d < 3 SD < -3 SD -3 SD s/d < -2SD > -2 SD s/d < 2 SD > 2 SD s/d < 3 SD > 3 SD

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Soekirman (2000) mengutarakan bahwa status gizi seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya.begitu juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya. 2. Penyebab tidak langsung terdiri dari: a. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. b. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal pendekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Secara keseluruhan berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat dan sebagainya dari ibu atau pengasuh anak. c. Akses atau keterjangkauan terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan

persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperi posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter dan rumah sakit. Semakin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta semakin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, semakin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. 2.4 Hubungan Perilaku Pemanfaatan KMS dan Status Gizi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martinigsih Petolawa dan Chaeruddin (2012) menunjukkan bahwa dari 75 responden terdapat 21 responden dengan baik memanfaatkan KMS, yang baik tumbuh kembang balitanya sebanyak 5 responden (6,7) dan kurang tumbuh kembang balitanya sebanyak 16 responden (21,3%). Terdapat 54 responden (72%) dengan kurangnya memanfaatkan KMS, yang baik tumbuh kembang balitanya sebanyak 18 responden (24%) dan yang kurang baik tumbuh kembang balitanya sebanyak 36 responden (48%). Menurut Azwar (1996), pemanfaatan KMS seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budayadan sosial ekonomi orang tersebut. Bila tingkat pendidikan, sosial budayadan sosial ekonomi baik, maka secara relatif pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi. Pemanfaatan KMS melibatkan berbagai informasi, antara lain: status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang membaik, informasi hasil penimbangan berat badan yang naik dan yang turun. Informasi mengenai imunisasi yang sudah diberikan dan informasi tumbuh kembang balita.

Menurut Katz (1960) dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa ibu dapat bertindak positif terhadap pemanfaatan KMS karena ibu dapat merasakan manfaat KMS dengan mengetahui pertumbuhan dan kesehatan balitanya dengan cepat. Sebaliknya bila menurut ibu KMS tidak bermanfaat untuk pertumbuhan dan kesehatan balitanya maka ibu akan bertindak negatif. Pemantauan pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur, dengan adanya kegiatan ini setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Jika gangguan gizi dapat diketahui secara dini maka tindakanpenanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah. Hasil penimbangan anak setiap bulan secara tetap dan teratur yang tercatat pada KMS dapat memberikan informasi apakah pertumbuhan anak mengalami kenaikan atau menurun. KMS tersebut dapat beguna apabila penimbangan dan deteksi tumbuh-kembang balita dilakukan setiap bulan. Kemudian semua kolom isian, keadaan kesehatan dan gizi anak diisi dengan benar oleh petugas kesehatan. Sedangkan orangtua diharapkan selalu memperhatikan catatan-catatan pada KMS, setiap ada gangguan pertumbuhan anak, maka harus dilaporkan kepada kader maupun petugas kesehatan dan mereka mencari penyebabnya kemudian melakukan tindakan yang sesuai, seperti penyuluhan gizi dalam bentuk konseling yang dilakukan setiap kali anak selesai ditimbang.

2.5 Kerangka Konsep Berdasarkan gambar kerangka konsep dibawah bahwa penelitian tersebut menggambarkan pengetahuan mempengaruhi sikap ibu dalam mengambil suatu keputusan yang baik dan menguntungkan menurut ibu. Pengetahuan dan sikap ibu akan berpengaruh dalam melakukan tindakan pemanfaatan KMS. Perilaku pemanfaatan KMS yang baik akan menghasilkan pemantauan status gizi yang baik, tetapi sebaliknya apabila perilaku pemanfaatan KMS yang tidak baik akan berpengaruh buruk terhadap pemantauan status gizi baduta. Adapun kerangka konsep dalam penelitian Gambaran Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan KMS dan Status Gizi Baduta di Puskesmas Lawe Perbunga adalah sebagai berikut : PENGETAHUAN SIKAP TINDAKAN STATUS GIZI BADUTA PERILAKU IBU DALAM PEMANFAATAN KMS Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian