BAB I PENDAHULUAN. atas, maka wajar saja kita sering mendengar kalimat yang sering disitir akademisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Amam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB II LANDASAN TEORI

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar,

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika sebagai pelajaran wajib dikuasai dan dipahami dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia (BNSP, 2006). Berdasarkan pengertian di atas, maka wajar saja kita sering mendengar kalimat yang sering disitir akademisi matematika yaitu Math for All. Setiap orang di dalam kehidupannya pasti tidak dapat terlepas dengan matematika, siapapun, dan apapun profesinya pastinya membutuhkan matematika. Sejalan dengan prinsip tersebut maka sedari dini mulai dari jenjang pendidikan terendah sampai dengan tinggi diberikan pelajaran matematika sebagai salah satu pelajaran yang wajib ditempuh. Hal ini dapat menjadi bekal siswa dalam kehidupan sehari-hari serta kebutuhan karirnya kelak. Math for All ini juga sejalan dengan prinsip pembelajaran di Amerika yang menganut prinsip No Child Left Behind. Di sini tidak ada satupun siswa yang dianggap tidak mampu belajar matematika, dan semua siswa berhak mendapatkan materi pembelajaran matematika yang sama. Matematika yang diberikan di sekolah memiliki kedudukan penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mempertimbangkan enam prinsip matematika sekolah dalam pembelajaran (NCTM, 2000) yang melingkupi: (1) Equity. Keunggulan pada pendidikan matematika memerlukan keadilan (dugaan yang tinggi dan dorongan yang kuat pada semua siswa); (2) Curriculum. Kurikulum lebih dari kumpulan

2 aktivitas: harus koheren; difokuskan pada kepentingan matematika, dan artikulasi sekolah yang baik dan tepat; (3) Teaching. Pengajaran matematika yang efektif memerlukan pemahaman bagaimana siswa mengetahui dan membutuhkan belajar yang lebih menantang serta mendorong mereka untuk belajar lebih baik; (4) Learning. Siswa belajar matematika harus dengan pemahaman, dengan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya; (5) Assesment. Asesmen harus mendorong pembelajaran dari pentingnya matematika dan menyiapkan informasi yang bermanfaat diantaranya guru dan siswa; (6) Technology. Teknologi yang diperlukan dalam pengajaran dan pembelajaran matematika, itu mempengaruhi dalam mengajar matematika dan mempertinggi pembelajaran siswa. Standar isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2007) menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan matematika sekolah adalah: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau algoritma, secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi yang menyusun bukti atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol dan diagram, tabel, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki sikap ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

3 Tujuan umum pendidikan matematika sekolah pada butir pertama mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemahaman matematis memiliki peran penting dalam membentuk dan menunjang kemampuan-kemampuan matematis yang lainnya. Sama halnya dengan kemampuan pemahaman, kemampuan penalaran dalam butir tujuan yang kedua memberikan pengertian bahwa kemampuan penalaran matematis siswa mempengaruhi kemampuan siswa untuk dapat menyusun bukti atau menjelaskan ide gagasan. Di sini siswa dapat membuat suatu kesimpulan dan mengemukakan ide dengan baik dengan cara bernalar, yaitu memperhatikan keserupaan data, pola, memperkirakan solusi, dan membuat konjektur, sehingga kemampuan penalaran ini sangatlah penting kedudukannya dalam membentuk kemampuan matematis lainnya. Hal tersebut juga sesuai dengan standar pendidikan matematika yang ditetapkan National Council of Teachers of Mathematics (2000) yaitu ada beberapa kemampuan-kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi: (1) komunikasi matematis(mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah matematis(mathematical problem solving); (4) koneksi matematis(mathematical connection); dan (5) representasi matematis(mathematical representation). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ada beberapa kemampuan matematis siswa yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran. Salah

4 satu kemampuan yang harus dikembangkan adalah penalaran matematis siswa. Berkenaan dengan pengembangan kemampuan matematis siswa,nctm (2000) menyatakan bahwa siswa harus mempelajari matematika berdasarkan pemahaman dan aktif mengkonstruksi pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Artinya siswa dituntut mampu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya serta menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman sebelumnya. Pada saat siswa akan mempelajari materi matematika yang baru maka akan dipengaruhi oleh sejauh mana pengetahuan awal atau kesiapan yang dimiliki siswa, sehingga menentukan keberhasilan siswa tersebut dalam mempelajari pengetahuan baru dalam pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Shadiq (2009) pengetahuan yang ada pada kerangka kognitif maupun pengalaman lama yang pernah dialami siswalah yang akan menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran di atas menjadikan penelitian-penelitian tentang kemampuan tersebut perlu dilakukan. Suryadi (Kurniawan, 2010) mengungkapkan bahwa hasil sejumlah penelitian pembelajaran matematika pada umumnya masih terfokus pada pengembangan berpikir matematis yang bersifat prosedural. Kemampuan berpikir matematis yang bersifat prosedural dengan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis adalah aspek yang saling melengkapi, sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karenanya diperlukan pula penelitian-penelitian yang berfokus kepada pengembangan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis. Prosedur penting, namun dengan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan bernalar

5 yang baik dapat membuat pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna, sehingga siswa tidak mudah lupa. Dengan kemampuan pemahaman dan penalaran yang baik, maka siswa hanya membutuhkan daya mengingat kembali (recall) untuk memahami cara menyelesaikan soal yang serupa. Fakta di lapangan sangat berbeda dengan yang diharapkan, berdasarkan data dari Depdiknas mengenai Ujian Nasional siswa SMK lima tahun terakhir, menyatakan bahwa nilai rata-rata matematika merupakan nilai terendah dari semua mata pelajaran yang diujiankan (Kurniawan, 2010). Rendahnya kemampuan siswa dalam mempelajari matematika ini juga dikeluhkan oleh para guru matematika SMK peserta diklat di PPPPTK Matematika (Markaban, 2008). Sejalan dengan itu, ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa, namun hasilnya masih belum maksimal. Penelitian Sunardja (2009) menyebutkan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol belum tuntas secara klasikal. Lalu penelitian Sudihartini (2009) juga menyebutkan pembelajaran di kelas eksperimen baru mencapai ketuntasan belajar secara klasikal pada kemampuan pemahaman konsep. Sedangkan pada kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen belum tuntas secara klasikal. Penelitian Lestari (2008) menyatakan bahwa dari hasil deskripsi jawaban soal tampak siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soalsoal untuk pemahaman relasional, penalaran analogi, penalaran kondisional dan penalaran silogisme. Secara khusus penelitian di SMK yang dilakukan Wijaya (2011) menyebutkan bahwa meskipun rataan skor postes kemampuan penalaran

6 kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol namun hasil yang diperoleh belum maksimal. Kemudian penelitian Arviantoet al. (2011) menyatakan bahwa masih rendahnya pemahaman konsep siswa SMK dalam belajar matematika. Data yang telah dikemukakan di atas memberi makna bahwa penelitian terhadap aspek kemampuan pemahaman dan penalaran matematis masih perlu dilakukan, seperti yang dikemukakan Sutarto (2010) tentang perlunya penelitian lebih lanjut tentang kontribusi yang diberikan strategi yang digunakan pada aspek pemahaman instrumental, mekanikal, komputasi, atau pada aspek pemahaman rasional, relasional fungsional, serta aspek generalisasi, yaitu berupa penemuan fakta, memberikan makna pada fakta, atau membuat kesimpulan dari fakta-fakta. Rendahnya kemampuan-kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya dipengaruhi oleh kecemasan matematika siswa. Seperti yang terungkap dalam penelitian Anita (2011) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematika yang sering disebut mathematics anxiety. Oleh karena itu, sebaiknya guru memperhatikan adanya indikasi kecemasan matematika pada diri siswa. Kecemasan matematika (mathematics anxiety) adalah perasaan-perasaan atau ketegangan saat memanipulasi angka-angka, menyelesaikan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari sertadalam situasi akademik (Royanto, 2010). Kecemasan dapat dialami oleh semua siswa, baik yang memliki kemampuan matematis tinggi atau rendah. Tapi saat kecemasan matematika itu sudah berlebihan, dengan kata lain telah mengganggu sikap positif siswa terhadap matematika, maka akan menghambat siswa dalam belajar dan mengembangkan

7 kemampuan matematisnya.kecemasan matematika ini layak mendapatkan perhatian, khususnya yang terjadi pada siswa-siswa di Indonesia. Terutama berdasarkan data PISA tahun 2006, yang mengatakan bahwa jumlah siswa di Asia yang mengalami kecemasan matematika cukup tinggi (Tim, 2010). Hal yang sama juga dinyatakan Anita (2009) dalam penelitiannya tentang kecemasan matematika siswa SMP. Temuannya menyatakan bahwa tingkat kecemasan yang paling tinggi dialami siswa adalah kecemasan terhadap ujian matematika. Hal itu bukan hanya terlihat dalam analisis skala kecemasan matematika, tapi tampak pula pada saat pembelajaran di kelas. Artinya kecemasan matematika yang terjadi pada diri siswa telah masuk kategori yang mengkhawatirkan. Kecemasan matematika termasuk dalam ranah afektif hasil pembelajaran matematika. Disebutkan Suryanto (2008) bahwa aspek afektif dianggap sebagai hasil langsung atau tidak langsung dari pembelajaran matematika kumulatif sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah (sekolah menengah atas). Pernyataan tersebut dapat memberi dugaan bahwa tingkat kecemasan siswa SD tidak akan jauh berbeda dengan tingkat kecemasan siswa tersebut ketika telah berada jenjang SMP. Begitu pula tingkat kecemasan siswa SMP, diduga tidak akan jauh berbeda dengan tingkat kecemasan siswa tersebut saat ketika menduduki jenjang pendidikan SMA atau SMK. Menimbang cukup tingginya tingkat kecemasan siswa serta bagaimana kecemasan matematika tersebut mempengaruhi kemampuan matematika siswa, maka penelitian-penelitian berkenaan kecemasan matematika ini perlu dilakukan. Sebagaimana yang disarankan oleh Sumardiyono (2011) bahwa perlu dilakukan

8 penelitian yang lebih komprehensif terkait kecemasan matematika karena gejala ini merupakan gejala umum dan nyata yang mempengaruhi perkembangan belajar peserta didik maupun pendidik. Lebih rinci Plaisance (2010) menyarankan agar penelitian di masa mendatang harus menyelidiki berkenaan menentukan metode pengajaran apa yang digunakan, bagaimana metode diimplementasikan, dan apa yang membuat metode tersebut menyenangkan sehingga dapat mengubah kecemasan matematika siswa. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat kemampuan siswa, salah satunya adalah cara mengajar guru yang kurang efektif. Slameto (2010) mengatakan salah satu syarat yang diperlukan dalam mengajar yang efektif adalah guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual. Karena masing-masing siswa mempunyai perbedaan dalam berbagai segi, misalnya intelegensi, bakat, minat, kebutuhan, kesiapan belajar, gaya belajar dan lain sebagainya. Guru harusmemeriksa kembalimetode pengajaran tradisionalyang seringtidaksesuai dengangaya belajar siswa dan keterampilanmengajarguru perlu lebih diproduktifkan. Pelajaranmatematika harusdisajikandalam berbagaicara(khatoon dan Mahmood, 2010). Tentu saja maksudnya adalah dengan menyajikan matematika dalam beragam cara, maka dapat memberikan peluang yang lebih besar kepada guru untuk memenuhi kebutuhan siswanya yang beragam pula.perbedaan siswa lainnya adalah perbedaan dalam kemampuan matematika, beberapa dari siswa kurang memiliki kemampuan tentang konsep matematika, stuktur dan proses (Kusumah, 2010). Penjelasan di atas memberi makna bahwa guru harus mengubah cara mengajar tradisional atau konvensional yang sering

9 digunakan menuju bentuk pengajaran yang dapat mengakomodir perbedaanperbedaan individual tersebut. Sebenarnya kemampuan yang harus dimiliki seorang guru untuk memahami siswa secara mendalam merupakan kompetensi yang memang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai agen pembelajaran yang termuat didalam UU no.14 tahun 2005. Sejalan dengan hal itu, dalam PP no.19 tahun 2005 menjelaskan apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, berupa kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, serta kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsipprinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. Secara umum perkembangan kognitif siswa SMK hampir sama dengan siswa SMA yang rata-rata telah masuk ke dalam tahap operasi formal. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Berarti siswa telah mampu menyeimbangkan dengan karakter matematika yang abstrak. Namun jika ditilik dari karakter SMK sendiri, yang merupakan sekolah kejuruan dengan muatan kurikulum yang lebih menekankan kepada penguasaan kecakapan hidup

10 berupa keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa, maka hal ini akan berpengaruh kepada perkembangan kognitif siswa SMK juga. Karena interaksi siswa terhadap lingkungannya dalam hal ini SMK akan memberikan interaksi dan menciptakan pengalaman fisik yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa. Pelajaran matematika di SMK yang termasuk pelajaran adaptif secara substansi isi hampir sama dengan matematika SMA. Hanya saja dari sisi kedalaman materi, matematika SMA lebih dalam daripada matematika SMK. Akan tetapi, sebagaimana tertuang dalam salah satu butir Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika SMK di semua kelompok kejuruan (BNSP, 2012) yaitu menerapkan matematika sebagai dasar penguasaan kompetensi produktif dan pengembangan diri, menjadikan matematika SMK memiliki karakteristik yang berbeda dengan matematika SMA. Ada Standar Kompetensi (SK) yang ada di SMK namun tidak ada di SMA, dan sebaliknya. Contoh SK matematika SMK, memecahkan masalah berkaitan dengan konsep aproksimasi kesalahan. SK ini tidak ada pada matematika SMA baik kelompok IPA atau IPS, SK tersebut hanya ada pada matematika SMK kelompok teknologi, kesehatan dan pertanian. Hal ini dikarenakan SK tersebut menjadi dasar siswa dalam mempelajari pelajaran produktif kejuruannya. Misalnya siswa SMK teknologi jurusan Teknik Instalasi Tenaga Listrik, SK tersebut menjadi dasar mereka dalam mempelajari SK pelajaran produktif yaitu menggunakan hasil pengukuran dengan Kompetensi Dasar (KD) melakukan pengukuran besaran listrik.

11 Namun sebaliknya, contoh SK matematika SMA, menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah. SK ini tidak ada pada matematika SMK kelompok sosial, administrasi perkantoran, dan akuntansi, karena memang pada pelajaran produtif SMK kelompok sosial, administrasi perkantoran, dan akuntansi tidak membutuhkan dasar SK tersebut. Kekhasan SK dan KD atau Standar Isi dari matematika SMK ini membuat matematika pada SMK memiliki karakter tersendiri. Materi-materi matematika SMK hanya terbatas kepada sejauh mana materi itu dapat terpakai dalam pelajaran produktif. Singkatnya, matematika SMK diajarkan untuk mendukung dan mempermudah siswa dalam belajar pelajaran produktif. Kompetensi guru dalam merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, memiliki peran yang penting. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Guru matematika SMK yang memiliki kompetensi ini harus dapat merancang strategi pembelajaran yang cocok dengan karakteristik matematika SMK dan siswa SMK itu sendiri. Matematika SMK yang aplikatif dalam kejuruannya masing-masing dan siswa yang lebih senang bekerja dengan cara praktek atau termasuk tipe belajar kinestetik. Meski tidak dipungkiri siswa dengan tipe belajar visual dan audio juga pasti ada. Karakteristik ini yang

12 merupakan salah satu dari perbedaan individual yang seharusnya menjadi perhatian guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa mengatasi perbedaan-perbedaan individual (1) akan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar sambil mendorong mereka untuk tetap berkomitmen dan tetap positif serta (2) siswa dapat belajar efektif ketika berhadapan dengan tugas-tugas yang menantang, tidak terlalu sederhana atau terlalu kompleks. (Tomlinson dalam Harta, 2011). Penelitian serupa juga menemukan bahwa mengabaikan karakteristik ini (1) akan mengabaikan gaya belajar yang berbeda dan kepentingan hadir disemua kelas (Fischer dan Rose dalam Harta, 2011) (2) dapat mengakibatkan beberapa siswa jatuh kebelakang, kehilangan motivasi dan gagal untuk berhasil. (3) siswa yang kemungkinan maju dan termotivasi pada awalnya menjadi hilang semangat dikarenakan guru yang berusaha menyelesaikan target kurikulum sebanyak mungkin (Tomlinson dalam Harta, 2011). Menimbang keutamaan mengatasi perbedaan individual yang telah diuraikan diatas maka diperlukan suatu cara atau pendekatan yang dapat dengan efektif mengakomodir perbedaan individual siswa tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan perbedaan individual itu adalah dengan membedakan instruksi (differentiated instruction). Differentiated instruction (DI) adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan (Tomlinson dalam Butler, 2008). Tomlinson membedakan DI berdasarkan proses, isi, penilaian, atau kombinasi dari ketiganya. Berbeda

13 halnya dengan pendekatan Direct Instruction yang sering disebut pula DI. Direct Instruction adalah sebuah pendekatan untuk mengajar yang berorientasi pada keterampilan dan praktek-praktek pengajaran yang diarahkan oleh guru (Carnine, 2000). Jadi pendekatan Direct Instruction ini dapat dikatakan berpusat kepada guru, sedangkan pendekatan Differentiated Instruction berbasis guru tapi berpusat kepada siswa. Differentiated Instruction atau disingkat DI yang dimaksud di sini adalah cara berpikir tentang pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pada kondisi awal individu daripada rencana tindakan yang mengabaikan kesiapan, minat dan profil belajar siswa (Good dalam Butler, 2008). DI memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk mengeksplorasi perbedaan individualnya untuk dijadikan kekuatan dalam memahami matematika. Proses tersebut diawali dengan pengumpulan informasi awal siswa berupa kesiapan belajar siswa (readiness), minat (interest) dan gaya belajar siswa (learning profile) pada tahap sebelum pembelajaran dimulai yang dilakukan guru. Berdasarkan informasi inilah DI disusun, pada tahap ini pula guru berperan sangat penting untuk merencanakan dan membuat bahan ajar berdasarkan DI sehingga perbedaan individual siswa justru dapat disinergikan menjadi kekuatan yang dapat membuat siswa lebih efektif belajar matematika. Logan (2008) menyatakan bahwa DI milik sekolah menengah. Karena pada saat siswa berada pada jenjang itu, perbedaan siswa lebih terlihat jelas. Dengan menerapkan DI, gurudapatberperan dalam membantusiswauntuk mencapai hasil belajar yang lebih baikdan mengembangkan potensinya.lebih

14 lanjut Logan menyatakan bahwa sekolahmemiliki tanggung jawab untukmenyesuaikan diri denganperkembangankebutuhan dantingkatansiswa. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk pendekatan DI ini tepat digunakan pada pembelajaran siswa pada jenjang SMK. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penelitian difokuskan pada pengaruh pendekatan Differentiated Instruction (DI) terhadap kecemasan matematika (Math Anxiety), peningkatan kemampuan pemahaman serta penalaran matematis siswa SMK. B. Rumusan Masalah Paparan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, mengerucutkan penelitian ini kepada empat masalah yang dirinci sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang belajar melalui pendekatan DI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran siswa yang belajar melalui pendekatan DI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional? 3. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman dengan penalaran matematis siswa? 4. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan DI terhadap kecemasan matematika siswa?

15 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menelaah tentang peningkatan pemahaman matematis siswa yang belajar melalui pendekatan DI apakah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. 2. Menelaah tentang peningkatan penalaran matematis siswa yang belajar melalui pendekatan DI apakah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. 3. Menelaah asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis dan penalaran matematis siswa. 4. Menelaah pengaruh pendekatan DI terhadap kecemasan matematika siswa. D. Manfaat Penelitian Selain menjawab permasalahan penelitian yang akan dikaji, penelitian ini juga akan memberikan banyak manfaat, khususnya kepada siswa, guru, praktisi pendidikan lainnya serta dunia pendidikan umumnya. Berikut manfaat yang akan diberikan penelitian ini: 1. Memberi gambaran kondisi kecemasan matematika siswa. 2. Menawarkan salah satu alternatif pilihan pendekatan dalam mengajar matematika.

16 3. Memberikan variasi cara belajar bagi siswa, dalam hal ini pembelajaran didasarkan kepada perbedaan individual siswa. 4. Menjadi penyegaran dalam pembelajaran matematika konvensional. 5. Memberi gambaran kondisi kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa khususnya siswa SMK. 6. Menjadi bahan dan kajian untuk penelitian lebih lanjut berkenaan penerapan pendekatan DI dalam pembelajaran matematika.