PENDAHULUAN. silang antara dua buah Samudera -Pasifik dan Hindia- dan diapit oleh dua

dokumen-dokumen yang mirip
Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

PENDAHULUAN. Kawasan pesisir Indonesia, disarnping kaya akan potensi sumberdaya. alamnya, juga mempunyai potensi untuk dikernbangkan rnenjadi obyek

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi surnberdaya. pesisir dan lautan yang besar. Dari pulau yang dimilikinya, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

demikian potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang kelautan sangat besar, utamanya antara lain perikanan (tangkap) laut dan biota laut,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

GUBERNUR SULAWESI BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

RAPAT KOORDINASI NASIONAL KEMARITIMAN TMII - Jakarta, 4 Mei 2017

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

Kekayaan Alam Indonesia dan Isyarat Islam untuk Memanfaatkan Sumber Daya Alam

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan batasan masalah dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT PENYUSUNAN STATUS MUTU LAUT KOTA BATAM DAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

I. PENDAHULUAN Latar belakang

ULANGAN HARIAN I. : Potensi SDA dan SDM

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

Reklamasi Rawa (HSKB 817)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Transkripsi:

PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Letak geografis lndonesia yang sangat strategis yaitu pada posisi silang antara dua buah Samudera -Pasifik dan Hindia- dan diapit oleh dua Benua -Asia dan Australia- serta besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki, memberikan kontribusi besar dalam pengembangan kegiatan kemaritiman dan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir seperti sumber daya perikanan, rumput laut, par~wisata bahari dan sumberdaya mineral termasuk hidrokarbon yang terdapat di lepas pantai. Berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya mineral (hidrokarbon) tersebut, hingga tahun 1995, kurang lebih 41% dari total produksi minyak dan gas bumi lndonesia berasal dari daerah lepas pantai, dan sisanya diperoleh dari daerah pesisir atau daratan (Siagian, 1994). Dengan ditemukannya ladang-ladang rninyak baru di perairan lndonesia, maka kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan produksi minyak semakin meningkat. Kondisi tersebut tentunya tidak hanya memberikan manfaat ganda (multiplier effects) seperti perolehan devisa negara, penyediaan kesempatan kerja dan kegiatan ekonomi lain yang terkait, tetapi juga berpotensi menimbulkan resiko pencemaran perairan faut seperti yang terjadi di Perairan Teluk Jakarta (PTJ) (Salirn, dkk. 1997).

Teluk Jakarta merupakan wilayah perairan yang memiliki potensi surnberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat penting. Diantara potensi dan sumberdaya Perairan Teluk Jakarta (PTJ) adalah ikan dan biota laut, hutan mangrove dan terumbu karang; sedang jasa-jasa lingkungan rneliputi industri, pariwisata, transportasi laut dan sebagainya. Pemanfaatan sumberdaya tersebut urnumnya dilakukan rnelalui berbagai kegiatan sepertj perikanan dan pariwisata bahari ber~kut penyediaan fasilitas pendukungnya seperti pelabuhan. Digunakannya PTJ untuk kegiatan lalulintas kapal, kegiatan perikanan, pariwisata dan lain-lain, merupakan sumber pencemar potensial di PTJ. Kegiatan yang makin intensif tersebut mengakibatkan PTJ telah mengalami perubahan (gangguan) dan dapat menyebabkan kerusakan (tekanan) pada lingkungan perairan disertai dengan menurunnya kualitas perairan. Fenornena lain adalah digunakannya PTJ sebagai jalur lalulintas kapal-kapal tanker oleh perusahaan pertambangan minyak lepas pantai di Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Pertarnina Kepulauan Seribu. Kegiatan tersebut menggugah perhatian akan bahaya resiko ekologis yang rnungkin muncul akibat ceceran rninyak oleh pecahnya (blowout) anjungan minyak atau kecelakaan kapal tanker dari perusahaan perminyakan yang-berada di sekitar PTJ. Minyak yang tumpah dari kecelakaan kapal tanker dapat menyebar perlahan-lahan ke perairan pesisir. Lapisan minyak yang menutupi

permukaan air, akan rnengganggu aktivitas respirasi biota laut, dan menirnbulkan pembiusan (narkosis) serta kernatian berbagai biota laut pada berbagai tahap penyebaran. Tingginya mortalitas pada daerah produktif selanjutnya akan menurunkan nilai catch per unit of effort atau nilai CPUE nelayan setempat. Partikel minyak yang terakumulasi dalam jaringan tubuh vegetasi dan fauna yang menjadi sumber pangan bagi manusia, akan mernbahayakan kesehatan manusia. Selain itu pada konsentrasi dan tingkat ketebalan tertentu partikel rninyak juga akan merusak sistern perikanan atau budidaya tarnbak, menurunkan sektor pendapatan bisnis dan pariwisata bahari di sepanjang pesisir (Seip. 1995). Kondisi tersebut merupakan suatu tantangan besar bagi para pengguna (users) khususnya para pengambil keputusan di bidang pengelolaan surnberdaya alarn dan lingkungan hidup. Karena di satu sisi untuk rnensejahterakan rakyat, harus dilakukan kegiatan pembangunan di berbagai sektor termasuk sektor rnigas (minyak dan gas bumi), di lain pihak pembangunan yang rnemanfaatkan SDA tersebut menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Oleh karena itu berkaitan dengan bentuk pengelolaan lingkungan laut dan pesisir terhadap tumpahan minyak serta untuk mendukung rencana pengembangan lokasi pengeboran minyak lepas pantai dan mengevaluasi pilihan bentuk pengelolaan tumpahan minyak yang paling layak, diperlukan beberapa kegiatan penunjang seperti kegiatan pengkajian resiko ekologis

akibat tumpahan rninyak lepas pantai oleh perusahaan pertambangan minyak di WKP Perairan Kepulauan Seribu. Untuk menanggulangi pencemaran laut oleh tumpahan minyak, perlu dilakukan upaya terpadu baik dalam skala mikro maupun makro, termasuk pengembangan perangkat lunak berbasrs digital yang dapat mernprediksi pola pergerakan tumpahan minyak di perairan laut. Perangkat lunak yang telah dikembangkan saat ini umumnya baru pada tahap memprediksi pola pergerakan tumpahan minyak, dan belum pada kegiatan pengkajian resiko yang ditimbulkan. Walaupun kegiatan pengkajian resiko telah dilakukan akan tetapi kegiatan tersebut masih dilakukan secara terpisah dan belum terintegrasi. Oleh karena itu untuk perbaikan dan peningkatan kegiatan tersebut dilakukan penelitian lanjutan yang bersifat laboratorium, yang bertujuan selain mengembangkan model pergerakan yang sudah ada juga dimaksudkan untuk memprediksi peluang resiko yang ditirnbulkan mulai dari tahap pelepasan (release) partikel minyak mentah, tahap partikel minyak rnengenai biota (exposure), tahap peluang partikel minyak mernpengaruhi biota laut sampai tahap penentuan tingkat resiko minyak mentah terhadap biota laut. Kegiatan pengkajian resiko ekologis tersebut merupakan kebutuhan mendesak yang harus dilakukan secara lebih dini, terus menerus dan menyeluruh. Akan tetapi terlalu kompleksnya sistem pesisir dan sifat ketidak pastian (uncerfainty) yang dimiliki sistem pesisir dan laut serta beragamnya

karakteristik tumpahan minyak, memungkinkan untuk dipilih alternatif penggunaan alat analisis (analytical tool) yang marnpu menyederhanakan kompleksitas sistem yang dikaji. Untuk itu penggunaan teknik pendekatan simulasi dan permodelan yang dikombinasikan dengan distribusi peluang sangat rnernbantu dalam metakukan kegiatan pengkajian resiko yang dilakukan. Pendekatan simulasi dan permodelan digunakan untuk menyederhanakan kompleksitas dari sistem, sedangkan distribusi peluang digunakan untuk mernbantu meminimalisasi ketidakpastian sistem. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian MODEL PENGKAJIAN RESIKO EKOLOGIS AKIBAT TUMPAHAN MINYAK Dl PERAIRAN TELUK JAKARTA. 1.2. Perurnusan Masalah Permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana menetapkan karakteristik pelepasan (release) partikel minyak 2. Bagaimana menentukan karakteristik zat pencemar yang mengenai biota (exposure), 3. Bagaimana menentukan karakteristik efek partikel minyak terhadap biota laut 4. Bagaimana mengkombinasikan ketiga karakteristik tersebut sehingga diperoleh karakteristik resiko tanpa harus rnenggunakan dunia nyata (the real world).

1.3 Kerangka Pemikiran Pemecahan Masalah Secara skematik kerangka pemikiran pemecahan masalah penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1. Pengeboran minyak lepas pantai dan aktivitas perminyakan yang rnenggunakan perairan laut dan pesisir sebagai jalur pelayaran kapal tanker dapat menimbulkan pencemaran berupa tumpahan minyak ke perairan sekitar. Fenomena tersebut harus diantisipasi sejak dini melalui berbagai bentuk kegiatan diantaranya kegiatan pengkajian resiko Iingkungan. Proses pengkajian resiko lingkungan menggunakan empat tahap kegiatan yaitu: tahap penentuan pelepasan (release), tahap penyebaran zat pencemar yang mengenai biota (exposure), tahap penentuan efek serta tahap penentuan tingkat resiko ekologis yang ditimbulkan akibat tumpahan minyak. Agar proses penentuan tingkat resiko ekologis dapat dilakukan dengan baik diperlukan beberapa komponen penunjang yaitu komponen manusia (terdiri atas pengelola, pengguna dan perencana) yang dapat memberi masukan dan menyediakan informasi data yang dibutuhkan dalarn proses simulasi dan uji laboratorium. Komponen lain adalah komponen alat (tool), seperti pengembangan perangkat lunak untuk membangun sub-sub model terkait yang mampu menjabarkan hubungan antara tingkat zat pencemar mengenai penerima (reseptoi) dan tingkat efek. Peran sub-sub model tersebut dijelaskan sebagai berikut : (1) tingkat zat pencemar mengenai penerima (reseptorj dijelaskan oleh sub model zat pencemar mengenai

penerima (reseptor), (2) tingkat efek dijelaskan dalam sub model efek, (3) kemudian keduanya dijabarkan kembali ke dalam beberapa sub model terkait, seperti sub model pergerakan (trajectory) partikef minyak dan sub model ekologis untuk menjabarkan sub model efek. (4) Hasil interaksi tingkat pelepasan, penyebaran dan pengaruh kemudian digunakan untuk rnenduga tingkat resiko. Karena seluruh sub model terkait rnerupakan abstraksi dari sistem nyata yang kompieks dan senantiasa menghadapi kondisi ketidakpastian (uncedainfy), maka untuk dapat melakukan simulasi terhadap sub-sub model tersebut diperlukan prosedur permodelan sistem dinamik dan konsep distribusi peluang. Prosedur permodelan sistem dinamik diperlukan dalam mengabstraksikan dunia nyata dalam model analisis pengkajian resiko (APR) yang lebih sederhana, sehingga model yang terbentuk mampu mensimulasikan kondisi real dari sistem pada setiap tahap pengkajian resiko. sedangkan konsep distribusi peluang berperan dalam meminimalisasi ketidakpastian sistem dengan menghitung peluang-peluang kejadian yang muncul dari sekian banyak kejadian yang disimulasikan. Dengan demikian untuk mengetahui tingkat resiko akibat tumpahan minyak, penggunaan kombinasi teknik pendekatan sistem dengan distribusi peluang merupakan alternatif terbaik yang dipilih. Sebelum dikomunikasikan kepada pengelola. hasil pengkajian resiko tersebut mendapat rnasukan dari para pengguna dan pengambil keputusan untuk menetapkan bentuk pengelolaan dan

pengambilan keputusan yang menjadi dasar bagi kegiatan pengeloaan resiko ekologis akibat tumpahan minyak di laut. Hasil akhir pengkajian resiko yang diperoleh dapat digunakan oleh para pengelola resiko dalam menentukan bentuk kebijakan pengelolalaan resiko tumpahan minyak terhadap Perairan Teluk Jakarta di masa depan. Analisis Resiko Dialog Pengelola dan Perencana Tumpahan Minyak 1. Data masukan 2. Proses Iterasi 3. Pemantauan Has i l Model Nasib dan Lintasan Partikel Minyak Karakteristik Penyebaran + Karakteristik Efek peluang Pengelolaan 3. Pengambilan Karakteristik kepada pengelola resiko Pengelola Resiko r----l Gambar 1. Kerangka Pernikiran Pemecahan Masalah

4 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengembangkan kegiatan pengkajian resiko dalam mengidentifikasi resiko ekologis akibat tumpahan minyak di wilayah pesisir PTJ. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1) Menentukan karakteristik pelepasan (release) partikel minyak 2) Menentukan karakteristik zat pencemar (partikel rninyak) mengenai biota laut (exposure) 3) Menentukan karakteristik efek partikel minyak terhadap biota laut 4) Memberikan informasi mengenai tingkat resiko ekologis yang ditimbulkan akibat turnpahan minyak terhadap biota laut. 1.5. Manfaat Penelitian lnforrnasi yang dihasilkan dari kegiatan pengkajian resiko dapat digunakan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan tumpahan minyak sekarang dan di masa depan. Proses tersebut juga diharapkan dapat memberi arahan berupa kerangka kerja bagi para pengguna (users) dalarn menetapkan kebijakan terbaik dalam pengelolaan resiko ekologis akibat tumpahan minyak di perairan laut dan pesisir. Pengkajian resiko yang dilakukan setidaknya dapat menentukan bentuk penanganan atau pengendalian resiko tumpahan minyak dengan tingkat strategi pengelolaan yang tepat.