BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hujan yang tinggi (Febrian & Solikhah, 2013). Menurut International

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

PENGARUH JUMLAH TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA TERHADAP TIKUS YANG TERINFEKSI LEPTOSPIRA DI KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

BAB I PENDAHULUAN. utama pada manusia (Dorland, 2006). di negara tropis berkisar antara kejadian tiap penduduk

Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Leptospirosis di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang Tahun 2013

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Leptospira (Widoyono, 2008). Penyakit ini dikenal dengan

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2011

Analisis Faktor Lingkungan dalam Kejadian Leptospirosis di Kabupaten Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropis. Penyakit demam akut ini disebabkan oleh bakteri genus Leptospira

THE PRESENCE OF TRASH HEAP AS A RISK FACTORS FOR INCIDENCE OF LEPTOSPIROSIS IN YOGYAKARTA CITY

STUDI KASUS LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN MIJEN KABUPATEN DEMAK.

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Maret 2015 Sri Wahyuningsih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. karena kebiasaan tikus yang suka mengerat benda-benda disekitarnya,

BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS BANDARHARJO SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI LEPTOSPIROSIS PADA IBU HAMIL

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penatalaksanaan kasus

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Leptospira interrogans dari famili Spirochaetaceae, yang mana. setengahnya terdapat di Indonesia. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS SPASIAL FAKTOR LINGKUNGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2015

HUKUM ISLAM DALAM TATA KELOLA HAID DAN PROBLEMATIKANYA. Mursyidah Thahir

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan

GAMBARAN SANITASI RUMAHTERKAIT DENGAN LEPTOSPIROSIS (STUDI DI KECAMATAN GAJAH MUNGKUR KOTA SEMARANG)

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, anjing, burung,

BAB I PENDAHULUAN. saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

Flooding Evacuation Evakuasi terhadap Banjir. Fath, Maret 2007 Achmad Johnny HP

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

JENIS UPAYA, SARANA PRASARANA, DAN KETERLIBATAN INSTANSI DALAM PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pada anak di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulut merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya karies

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau biasa disebut infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

Penelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG. Nurulia Unggul P. R. 1), Budiyono 2), Nurjazuli 3)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING

BAB I PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah zoonosis yang disebabkan oleh bakteri patogenik dari genus

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, namun angka kejadian sebagai permasalahan kesehatan global tidak diketahui karena kurangnya data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per 100.000 orang per tahun di daerah subtropis, lebih dari 100 per 100.000 orang per tahun di daerah tropis. Angka dengan kasus yang parah diperkirakan 300.000 sampai 500.000 setiap tahun, dengan laporan kasus kematian hingga 30% (Tilahun, et al., 2013). Tidak ada data resmi untuk Vietnam, Republik Demokratik Rakyat Laos, Kamboja, dan Indonesia, namun penelitian tentang kejadian penyakit pada populasi pasien tertentu (pasien demam non-malaria, kuning) dan seroprevalensi telah mengkonfirmasi endemisitas penyakit (Pappas, et al., 2008). Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 8 provinsi di Indonesia yang mempunyai masalah leptospirosis. Provinsi lainnya yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Kepulauan Riau (Ristiyanto, et al., 2013). Menurut Ramadhani & Yunianto (2012), di Provinsi DI Yogyakarta, kasus leptospirosis mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, jumlah kasus leptospirosis dilaporkan sebanyak 16 kasus dengan 3 kasus kematian (CFR = 18,75%), tahun 2007 terdapat 4 kasus dengan 1 kematian (CFR = 25%), tahun 2008 terdapat 14 kasus dengan 2 kematian (CFR = 14,28%), tahun 1

2 2009 terdapat 92 kasus dengan 6 kematian (CFR = 6,52%), serta tahun 2010 terdapat 186 kasus dengan 17 kematian (CFR = 9,14%). Kejadian leptospirosis dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor agen, faktor host, faktor lingkungan abiotik, biotik, dan sosial. Faktor agen melingkupi jumlah bakteri Leptospira, spesies bakteri, dan serovar. Faktor host terdiri dari usia, kebersihan individu, jenis pekerjaan, dan taraf pendidikan. Faktor lingkungan biotik terdiri dari prevalensi leptospirosis pada tikus, keberadaan tikus, keberadaan binatang peliharaan, keberadaan vegetasi. Faktor lingkungan abiotik diantaranya curah hujan dan iklim. Faktor lingkungan sosial terdiri dari kondisi lingkungan rumah, kondisi selokan, dan timbunan sampah. Tikus merupakan reservoir utama penularan leptospirosis. Hewan ini menyukai tempat yang kotor seperti sampah. Sampah yaitu sesuatu yang sudah tidak digunakan lagi atau sisa kegiatan manusia atau proses alam. Keberadaan sampah merupakan salah satu indikator keberadaan tikus di suatu lingkungan. Rejeki (2005) menyatakan ada hubungan antara keberadaan sampah dengan kejadiasn leptospirosis berat (p<0,01). Salah satu permasalahan lingkungan di perkotaan yaitu volume sampah yang besar. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta menyumbang sampah paling banyak (34,89%) ke Tempat Pembuangan Akhir (Mulasari, et al., 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) di Kota Yogyakarta didapatkan bahwa terdapat hubungan antara timbunan sampah di sekitar rumah dengan (OR = 4,750).

3 Pengelolaan sampah yang tidak baik juga akan meningkatkan 2,9 kali dibandingkan dengan yang mengelola sampah dengan baik (95% CI = 1,69-5,10) (Supraptono, et al., 2011). Pada proses pengelolaan sampah, ada tahap ketika sampah ditampung di Tempat Penampungan Sampah Sementara sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir. Tempat sampah ini dapat berupa depo, landasan kontainer, dan unit tempat penampungan sampah yang tersebar di berbagai area suatu wilayah. Tempat penampungan sampah sementara menampung sampah dari rumah tangga, pasar, maupun jalan di sekitarnya, kemudian sampah akan diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir. Menurut Maharani (2013) ada hubungan antara kondisi tempat sampah dengan (p = 0,003 dan OR= 13).. Berdasarkan uraian di atas, Kota Yogyakarta menyumbang sampah yang banyak, di sisi lain keberadaan sampah merupakan salah satu indikator keberadaan tikus yang merupakan reservoir utama penyakit leptospirosis. Oleh karena itu, penulis meneliti pengaruh jumlah Tempat Penampungan Sampah Sementara terhadap Tikus yang Terinfeksi Leptospira di Kota Yogyakarta. Hal ini penting untuk diketahui, sehingga masyarakat dapat menerapkan pola hidup dan tindakan yang tepat untuk mencegah leptospirosis. Islam telah mengajarkan bahwa hamba Allah perlu melakukan pencegahan dari suatu penyakit. Hal itu diungkapkan dalam ayat berikut ini. Allah berfirman:

4. ب ك م ر ح ي م ا. Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa /4; 29). Islam juga mengajarkan mengenai kebersihan. Nabi Muhammad SAW bersabda: Artinya : Sesungguhnya Allah Ta ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu. (HR. At- Turmudzi) B. Rumusan Masalah 1. Apakah jumlah Tempat Penampungan Sampah Sementara berpengaruh terhadap pada tikus di Kota Yogyakarta? 2. Apakah volume Tempat Penampungan Sampah Sementara berpengaruh terhadap pada tikus di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh Tempat Penampungan Sampah Sementara terhadap di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengaruh jumlah Tempat Penampungan Sampah Sementara terhadap pada tikus di Kota Yogyakarta.

5 D. Manfaat Penelitian b. Untuk mengetahui pengaruh volume Tempat Penampungan Sampah Sementara terhadap pada tikus di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Ilmiah 2. Praktis a. Mendapatkan informasi tentang pengaruh jumlah dan volume Tempat Penampungan Sampah terhadap di Kota Yogyakarta. b. Menambah keilmuan tentang kejadian penyakit leptospirosis pada tikus di Kota Yogyakarta. a. Menjadi bahan pertimbangan masyarakat dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk pencegahan. b. Menambah pengetahuan pengalaman bagi peneliti tentang penelitian. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan pengaruh Tempat Penampungan Sampah Sementara atau tempat sampah diantaranya: Tabel 1. Beberapa Penelitian tentang Pengaruh Tempat Sampah terhadap Kejadian Leptospirosis Nama Judul Variabel yang diteliti Desain Hasil Sari (2015) Timbunan Timbunan Kasus Timbunan sampah sampah sampah Kontrol terbukti sebagai sebagai Faktor Risiko faktor risiko kejadian Leptospirosis di Kota

6 Kejadian Leptospirosis di Kota Yogyakarta Yogyakarta (p=0,027) Supraptono, et al. (2011) Maharani, (2013) Tempat: Yogyakarta Interaksi 13 Faktor Leptospirosis Tempat: Semarang Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Leptospirosis di wilayah Puskesmas Bandarharjo Tempat: Semarang Tikus di dalam rumah, luka, hewan peliharaan, kontak dengan hewan mati, kontak genangan air, banjir, pemetaan kemiskinan, penghasilan, kurang pengetahuan, pekerjaan beresiko, APD, mandi atau mencuci di sungai, pengelolaan sampah Jenis pekerjaan, kondisi tempat sampah, kondisi selokan, pemakaian APD, keberadaan tikus Kasus kontrol Kasus kontrol Terdapat 13 faktor yang terbukti sebagai risiko kejadian leptospirosis. Penduduk yang mengelola sampahnya tidak baik akan meningkatkan 2,9 kali dibandingkan dengan yang mengelola sampah dengan baik (95% CI = 1,69-5,10). Jenis pekerjaan responden berisiko (43%), kondisi tempat sampah responden buruk (60%), kondisi selokan responden buruk (63,3%), tidak memakai APD (sepatu boot, sarung tangan) (70%), keberadaan tikus (46,7%). Tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan (p = 0,713 dan OR= 1,3), ada hubungan

7 antara kondisi tempat sampah dengan (p = 0,003 dan OR= 13), ada hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis (p = 0,008 dan OR= 9,75), ada hubungan antara pemakaian APD (sepatu boot, sarung tangan) dengan (p = 0,02 dan OR = 7,429) dan ada hubungan antara keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis (p = 0,028 dan OR = 5,5). Pada penelitian di atas, ketiganya melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor resiko atau hal-hal yang berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis. Dua dari tiga penelitian di atas meliputi keberadaan sampah sebagai salah satu variabelnya. Namun, sampah yang dimaksud dalam penelitian merupakan timbunan sampah yang terletak di dalam rumah. Sedangkan, pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah Tempat Penampungan Sampah Sementara dan dilaksanakan di Kota Yogyakarta.