BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitiannya aggregat kasar yang digunakan adalah batu apung (Pumice)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BETON AGREGAT RINGAN DENGAN SUBSTITUSI PARSIAL BATU APUNG SEBAGAI AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempermudah penyebaran fiber kawat secara merata kedalam adukan beton. Dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. glenium. Untuk kuat tekannya dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Hasil Pengujian Kuat Desak Beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maka telah banyak dipakai jenis beton ringan. Berdasakan SK SNI T

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat. Hal ini disebabkan karena beberapa keuntungan dari penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, lebih tahan akan cuaca, dan lebih tahan terhadap korosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dunia konstruksi bangunan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. umumnya berupa pasir dan agregat kasar yaitu kerikil.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Glenium ACE %, 0,5%, 1%, 1,5% dan penambahan fly ash 20%,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN PORTLAND COMPOSITE CEMENT TERHADAP KUAT LENTUR BETON DENGAN f c = 40 MPa PADA BENDA UJI BALOK 600 X 150 X 150 mm 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN KAWAT BENDRAT, SILICA FUME, DAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK PADA BETON MUTU TINGGI*

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. elastisitas dan kuat lentur beton ringan agregat pumice dengan penambahan serat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penyusunnya yang mudah di dapat, dan juga tahan lama. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis yang lebih ringan dari

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu bahan material yang selalu hampir digunakan pada

baku beton tersedia cukup melimpah dengan harga yang sangat murah, sehingga

Augustinus NRP : Pembimbing : Ny. Winarni Hadipratomo, Ir. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT LENTUR BETON RINGAN ALWA MUTU RENCANA f c = 35 MPa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI AGREGAT HALUS TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. baja sehingga menghasilkan beton yang lebih baik. akan menghasilkan beton jadi yang keropos atau porous, permeabilitas yang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN GLENIUM ACE 8590 DAN FLY ASH TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN DENGAN AGREGAT KASAR BATU APUNG

DAFTAR ISI. BAB III LANDASAN TEORI Beton Serat Beton Biasa Material Penyusun Beton A. Semen Portland

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

PENINGKATAN KUAT LENTUR PADA BETON DENGAN PENAMBAHAN FIBER POLYPROPHYLENE DAN COPPER SLAG (TERAK TEMBAGA)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self Compacting Concrete (Beton memadat Mandiri) adalah campuran

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

TINJAUAN MOMEN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG MENYILANG PADA TULANGAN GESER. Naskah Publikasi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG DIAGONAL DI TENGAH TULANGAN SENGKANG.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

PENGARUH VARIASI KADAR LIGHTWEIGHT EXPANDED CLAY AGGREGATE (LECA) TERHADAP KARAKTERISTIK BETON SERAT BAGU

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

BAB V PENUTUP. Pengaruh pemakaian cacahan..., Johanes Chandra, FT UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton sebagai salah satu bahan konstruksi banyak dikembangkan dalam

Analisis Pengaruh Penambahan Serat Kawat Berkait Pada Beton Mutu Tinggi Berdasarkan Optimasi Diameter Serat BAB I PENDAHULUAN

STUDI KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS COPPER SLAG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Sutrisno dan Widodo (2012) perbandingan kandungan semen dalam campuran beton ringan terhadap kuat tekan beton ringn berbanding lurus dengan banyaknya semen yang digunakan dalam campuran. Pengaruh perbedaan kandungan semen dalam campuran beton ringan terhadap berat jenis beton ringan berbanding lurus dengan banyaknya semen yang digunakan dalam campuran. Dalam penelitiannya aggregat kasar yang digunakan adalah batu apung (Pumice) yang berasal dari Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Aggregat kasar ini diperoleh dari proses pemecahan bongkahan batu besar kemudian digiling sesuai dengan kebutuhan dan dalam penelitiannya digunakan aggregat berdiameter 19 mm. Keunggulan aggregat kasar pumice adalah berat jenisnya lebih ringan disbanding dengan aggeregat lainnya dalam pembuatan beton pada umumnya, walaupun kekuatannya tidak lebih besar. Pumice berpotensi untuk beton ringan, akan tetapisifat dari pumice lemah, tetapi dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kekuatan matrix. Kandungan semen sangat mempengaruhi kekuatan matrix sehingga dapat memperbaiki kuat tekan beton. Dipenelitian ini akan memanfaatkan breksi pumice sebagai bahan pengganti aggregate kasar dan dalam proses kerja pada penelitian ini menggunakan variasi subtitusi semen. Metode yang digunakan yaitu persiapan benda uji, pembuatan benda uji adalah silinder beton ringan dengan variasi perbedaan prosentase kandungan semen dalam betondan aggeregat kasarnya diubah dengan pumice. Benda uji divariasikan menjadi empat macam mix design, 7

8 yaitu mengubah perbandingan porsentase kandungan semen dalam beton. Tahap ketiga tahap perawatan benda uji dan terakhir tahap pengujian benda uji. Menurut Muryowidihardjo (1993) di wilayah DIY, menyimpan potensi yang sangat besar untuk pengembangan produksi berbasis breksi batu apung (natural pumice). Cadangan pumice yang tersimpan di DIY tercatat lebih dari 350 juta m 3, yang meliputi wilayah kabupaten Bantul sebesar ±57,3 juta m 3,Kabupaten Gunung Kidul ± 122,9 juta m 3 dan Kabupaten Sleman ± 214,8 juta m 3,dimana masing lokasi terletak saling berdekatan Hasil uji awal yang telah dilakukan menunjukan bahwa breksi batu apung yang berada pada formasi batuan jenis 1600 kg/m 3. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa breksi batu apung memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi beton ringan structural. Beberapa keuntungan menggunakan pumice sebagai berikut 1) pumice lebih ramah lingkungan (tidak banyak menimbulkan polusi udara berupa gas CO2 sehingga tidak memicu global warming) karena dapat dimanfaatkan tanpa melalui proses pembakaran,tidak seperti aggregate ringan buatan yang membutuhkan proses pembakaran, 2) lebih murah karena tersebar secara luas di wilayah DIY bahkan Indonesia., 3) dapat menyerap tenaga kerja di sekitar lokasi penambangan. (Moeljono, 1959). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memenuhi persyaratan ACI Committee 211, (2004). Dipersyaratkan memiliki kuat tekan minimal 17,2 MPa dengan berat maksimal 1842 kg/m 3 (ACI Manual of Concrete Pratice, 2006). Batu apung adalah salah satu batuan sedimen, yaitu batuan folkanis yang bobotnya ringan karena sangat berpori, pumice biasanya warnanya terang atau kulit

9 keputihan putihan. Pumice juga sudah banyak dipakai sejak jaman romawi kuno, dengan cara digali,dicuci, lalu digunakan. Karena bobotnya ringan, maka jika digunaka sebagai aggregate pembuatan beton akan diperoleh beton yang ringan (Setty,1997). Menurut Hidayat (2012) melalu penelitiannya dengan metode memberikan variasi batu apung dan batu pecah pada benda uji dengan prosentase batu pecah 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% maka didapatkan berat jenis rerata benda uji yaitu 1815,26 kg/m 3, 1938,39 kg/m 3, 2012,97 kg/m 3, 2121,84 kg/m 3, dan 2170,53 kg/m 3. Dengan demikian berat jenis beton mengalami kenaikan dan berbanding terbalik dengan prosentase pumice. Sedangkan untuk kuat tekannya dengan prosentase pumice yang sama didapatkan 18,42 MPa ; 22,40 MPa ; 26,83MPa ; 36,59 MPa ; 46,72 MPa. Dengan demikian maka kuat tekan beton dengan prosentase krikil mengalami kenaikan dan berbanding lurus dengan prosentase krikil. Pada penelitian ini batu apung (pumice) yang digunakan berasal hanya dari Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. ACI 213R 1987 menjelaskan terdapat beberapa agregat ringan yang dapat dipakai untuk menghasilkan beton agregat ringan antara lain vermicutlite, perlite, batu apung (pumice stone), scoria, expanded slag, expanded clay dan expanded slate. Batu apung sebagai salah satu bahan agregat ringan terbentuk dari pembekuan lava vulkanik gunung berapi. Batu apung mempunyai density yang kecil yaitu antara 300 800 kg/m3 dan termasuk agregat ringan. Batu apung mempunyai density kecil, absorsi besar dan permukaan berpori yang menyebabkan beton aggeregat ringan batu apung akan mempunyai perilaku mekanik seperti kuat tekan

10 dan kuat Tarik yang berbeda dengan beton aggeregat norma. Sifat porous batu apung menyebabkan lemahnya ikatan antara aggeragat dengan mortar pada interface zone (213R 1987). Menurut ACI 213R 1987 terdapat tiga jenis beton agregat ringan berdasarkan density, yaitu: a) Beton agregat ringan kepadatan rendah dengan density kering udara 400 800 kg/m3 dan kuat tekan antara 0,69 6,89 MPa. Agregat ringan yang digunakan antara lain vermiculite dan perlite. b) Beton agregat ringan kekuatan moderat dengan density kering udara 800 1400 kg/m3 dan kuat tekan antara 6,89 17,24 MPa. Agregat ringan yang digunakan antara lain batu apung (pumice stone) dan scoria. c) Beton agregat ringan struktural dengan density kering udara 1440 1850 kg/m3 dan kuat tekan lebih besar dari 17,24 MPa. Agregat ringan yang digunakan antara lain pumice stone, slag, clay dan slate ACI (213R 1987). Menurut ASTM C567 1991 Bulk Density atau density beton agregat ringan bervariasi tergantung pada density agregat, kadar semen dan factor air-semen. Secara umum density beton agregat ringan akan naik jika density agregat dan kadar semen meningkat, tetapi akan menurun jika faktor air-semen meningkat. Density beton agregat ringan sangat berpengaruh pada sifatsifat mekanik yang dihasilkan seperti kuat tekan dan kuat tarik. Beton agregat ringan dengan density rendah akan sukar dipadatkan sehingga segregasi yang terjadi menyebabkan rendahnya kuat tekan dan kuat Tarik (ASTM C567 1991). Menurut Tripriyo (2010) melalui penelitianya tentang beton aggeregat ringan dengan subtitusi parsial batu apung sebagai aggereget kasar yang bertujuan

11 untuk mengetahui kadar optimum subtitusi parsial batu apung sebagai aggeregat kasar pada beton aggeregat ringan yang berkaitan dengan kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Sifat sifat batu apung sebagai aggeregat ringan diuji dengan pengujian grading, density, specific gravity dan absorpsi. Pengujian dilakukan terhadap empat jenis agregat campuran berdasarkan perbandingan prosentase agregat ringan batu apung dan agregat normal yaitu 0:100, 20:80, 30:70 dan 50:50. Mengingat permukaan berongga batu apung maka dilakukan perbaikan permukaan dengan cement pasta coating. Rencana mutu beton 40 MPa. Benda uji beton berbentuk silinder 150x300 mm Benda uji dibagi menjadi beberapa seri pengujian dengan kadar substitusi parsial batu apung yang berbeda yaitu 0%, 20%, 30%, 50% terhadap berat agregat kasar. Dari evaluasi kuat tekan dan kuat tarik belah beton diambil kadar optimum batu apung. Berdasarkan kadar optimum batu apung dibuat beberapa seri benda uji untuk melihat pengaruh penambahan fly ash 20% dan 30% serta additive berupa superplasticizer (sikament LN) dan retarder (plastiment Vz). Pengujian pada benda uji terdiri dari uji kuat tekan dan uji kuat tarik belah berturutturut mengikuti standar ASTM C39-94 dan ASTM 496-96 menyatakan beton agregat ringan dengan density sebesar 1850 kg/m3, kuat tekan dan kuat tarik belah beton maksimum yaitu 39,21 Mp dan 4,05 Mpa pada kadar substitusi parsial batu apung 20% dari berat agregat kasar, penambahan fly ash 20%, additive sikament Ln 1,5% dan plastiment Vz 0,4% dari berat semen dan perbaikan permukaan batu apung dengan cement pasta coating. Menurut penelitian Setiawan (2012) tentang pemanfaatan beton ringan dari aggeregat pumice dengan penambahan abu sekam padi sebagai pengganti beton

12 biasa untuk struktur bangunan dengan metode penelitian menambahkan abu sekam padi secara bervariasi (0%,2%,4%,6%,8%, dan 10%) pada beton ringan pumice dengan perbandingan 1 semen : 2 pasir : 2 pumice guna mengetahui kadar optimum abu sekam padi dalam meningkatkan kuat tekan beton ringan menghasilkan kesimpulan bahwa beton ringan aggeregat pumice dengan perbandingan ( 1 : 2 : 2 ) dengan penambahan abu sekam,kondisi optimum dicapai pada kadar abu sekam 10%, namun ini masih mungkin meningkat meskipun kecendrungan meningkatnya semakin berkurang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk kadar yang lebih tinggi variasi abu sekamnya agar lebih baik. Menurut penelitian Suarnita (2005) tentang kapasitas lentur balok beton bertulang dengan Styrofoam sebagai pengganti aggeregat kasar dengan metode penelitian pembuatan benda uji balok beton Styrofoam dengan proposi campuran adalah 350 kg semen : 200 kg pasir : 15 kg Styrofoam dan air sebanyak 157,5 liter (nilai fas = 0,45). Pengujiaan silinder beton Styrofoam menghasilkan kuat tekan beton rata rata ( fc ) = 1,60 MPa, modulus elastisitas rata rata beton Styrofoam ( Ec) = 443 Mpa, regangan ultimate rata rata beton Styrofoam (εc ) = 0,0143, dengan berat jenis rata rata = 727 kg/m 3. Beton Styrofoam bersifat daktail, sehingga analisis kapasitas momen nominal balok (Mn) teori beton normal (SNI) yang mengasumsikan regangan beton (εc ) = 0,003 tidak relevan digunakan. Hasil pengujian menunjukan bahwa penambahan tulangan tarik tidak menaikan kapasitas momen nominalnya karena pada balok terjadi keruntuhan geser. Pengaruh dari perbandingan bentang geser (a) dengan tinggi efektif (d), tidak nampak signifikan pada balok beton Styrofoam ringan ini. Pola retak yang terjadi umumnya adalah

13 retak yang terfokus pada satu daerah dimana terjadi retak awal. Retak ini makin melebar seiring dengan penambahan beban sampai pada keruntuhan balok. Menurut Joedono (2006) dalam penelitiannya tentang karekteristik beton ringan dengan aggeregat kasar batuan piroklastik merah / batu apung dengan metode penelitian benda uji beton batuan merah maupun batu apung berbentuk silinder150 mm x 300 mm. Diameter maksimum aggeregat yang digunakan adalah 5 mm, 10 mm, 15 mm, dan 20 mm. jumlah benda uji yang dibuat sebanyak 10 buah untuk masing masing variasi ukuran aggerega. Pengujian dilakukan adalah uji tekan, modulus elastis, dan kuat tarik belah dihasilkan bahwa menggunakan aggeregat kasar batuan piroklastik merah maupun batu apung pada diameter aggeregat maksimum 15 mm, diperoleh kuat tekan maksimum masing masing 24,26 MPa dan 7,94 MPa. Modulus elasitas sebesar 19.366,26 MPa dan 5.885,86 MPa. Kuat Tarik belah 3,01 MPa (piroklastik merah pada diameter aggeregat maksimum 10 mm) dan 0,874 MPa ( batu apung terjadi pada diameter maksimum aggeregat batu apung 20 mm). data yang diperoleh beton ringan batu apung lebih fluktuatif bila dibanding beton ringan piroplastik merah. Menurut Pathurahman (2006) pada penelitiannya tentang dinding pracetak beton ringan sebagai dinding geser bangunan rendah ( ditinjau terhadap beban lateral statik ) dengan metode penelitian benda uji berjumlah 9 buah dengan spesifikasi 3 buah portal dinding tanpa tulangan, 3 buah portal dinding dengan tulangan dan 3 buah portal kosong. Dinding pracetak terbuat dari beton ringan dengan ukuran lebar 100 cm x ringgi 150 cm x tebal 6 cm. tulangan dinding terbuat dari baja tulangan berdiameter 4 mm berjarak 7,5 cm x 15,5 cm yang dilas titik.

14 Sedangkan portal terdiri dari balok dan kolom berukuran 8 cm x 8 cm yang terbuatdari beton normal dengan diameter tulangan 6 mm menghasilkan data sebagai berikut, PDTT, PDDT dan PK mampu menahan beban lateral static masing masing 2279,290 kg, 2868,965 kg dan 208,652 kg. dinding tanpa tulangan dan dinding dengan tulangan memberikan sumbangan kekuatan dan kekakuan pada portal kosong masing masing 90,85 % dan 92,73 % dalam menahan beban lateral static. Sedangkan penggunanaan tulangan pada dinding pracetak memberikan sumbangan kekuatan dan kekakuan pada portal dinding 20,57 %. Penggunaan dinding dapat meningkatkan daktilitas portal kosong. Sedangkan deformasi portal dinding saat diberi beban lateral static mendekati deformasi portal kosong. Dinding tidak mengalami retak karena kegagalan struktur disebabkan keruntuhan yang terjadi pada portal pondasi. Menurut Sukoyo (2011) meneliti tentang peningkatan kuat tekan dan kuat tarik beton dengan penambahan fiber baja. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dengan penambahan fiber baja berupa kawat bendrat pada beton akan meningkatkan kuat tekan beton maksimum sebesar 4,72% yaitu pada beton mutu normal 24,67 MPa dan meningkatkan kuat tarik beton maksimum sebesar 12,14% yaitu pada beton mutu normal 37,09 MPa. Selain itu, penambahan fiber pada beton mutu normal lebih signifikan dibandingkan pada beton mutu tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pada beton mutu tinggi water cement ratio nya kecil, sehingga dengan adanya fiber baja terjadi pengurangan volume air untuk reaksi kimiawinya. Menurut Gunawan (2014) meneliti tentang pengaruh penambahan serat galvalum pada beton ringan dengan teknologi foam terhadap kuat lentur, toughness

15 dan stiffness. Dalam penelitiannya digunakan adalah metode eksperimental yang kemudian dilakukan analisis secara teoritis. Nilai kuat lentur pada serat 0%; 0,25%; 0,5; dan 1% berturut-turut adalah 104,28 t/m2; 110,31 t/m2; 182,99 t/m2; dan 134,98 t/m2, pada serat 0,5% terjadi kenaikan kuat lentur sebesar 75,48 %. Nilai Toughness terbesar terjadi pada penambahan serat 0,5% dengan nilai 1407 Nmm mengalami perubahan sebesar 121,92 %. Stiffness dengan kadar serat galvalum sebesar 0%, 0,25%, 0,5%, 1% yang diuji pada umur 28 hari adalah 5001,65 N/mm; 7277,67 N/mm; 8472,88 N/mm dan 7957,14 N/mm. Penambahan ka meneliti tentang perkuatan geser adar serat sebesar 0,5% menghasilkan nilai Stiffness sebesar 69,40 % dibandingkan dengan beton ringan foam tanpa serat. Menurut Kartini (2007) menelit tentang penggunaan polypropylene untuk meningkatkan kuat Tarik belah beton. Dalam penelitiannya digunakan penambahan polypropylene fiber dengan panjang 12 mm sebesar 0 ; 0,3 ; 0,6 dan 0.9 Kg/m 3. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,55 dan 0,35, sedangkan metode yang digunakan dalam pencampuran beton menggunakan metode ACI. Untuk pengujian kuat tarik belah ini digunakan benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan umur pengujian pada 28, 56, dan 90 hari. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa untuk campuran beton mutu normal dan mutu tinggi mempunyai dosis penambahan polypropylene efektif pada 0,9 Kg/m3. Peningkatan kuat tarik belah yang terjadi pada beton normal sebesar 3,17 % dibandingkan beton tanpa fiber dan pada beton mutu tinggi mengalami peningkatan sebesar 5,76 % dibandingkan beton tanpa fiber.

16 Menurut Yulianti (1998) meneiti tentang analisis fiber model balok beton bertulang dengan studi kasus balok beton ringan bertulang pumice. Dalam penelitiannya menganalisa dengan membagi penampang menjadi serat-serat dan memberikan sifat non-linier material beton dan baja pada masing-masing serat, sedangkan sifat non-linier geometri penampang diabaikan. Empat asumsi dasar pada analisa ini yaitu penampang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar setelah mengalami lentur; hubungan tegangan-regangan tulangan baja diketahui, kuat tank beton diabaikan dan hubungan tegangan-regangan beton yang menggambarkan besar dan distribusi tegangan tekan diketahui. Analisa fiber model diselesaikan secara numerik menggunakan bahasa pemrograman visual basic. Berdasarkan sifat material dan geometri penampang balok, dapat ditentukan distribusi regangan dan distribusi tegangan pada suatu nilai kurvatur. Dengan prinsip keseimbangan gaya internal beton, tulangan baja tekan dan tarik, dapat diperoleh nilai momen lentur penampang pada nilai kurvatur tersebut. Kombinasi sifat non-linier beton dan baja pada analisa ini menghasilkan penyelesaian analitis berupa non-linieritas hubungan momen-kurvatur yang menggambarkan perilaku penampang balok beton bertulang. Deformasi (rotasi dan lendutan) balok sangat penting untuk diketahui. Balok beton bertulang yang dibebani jenis pembebanan tertentu menghasilkan distribusi momen sepanjang bentang. Berdasarkan kurva momen-kurvatur maka distribusi kurvatur dapat diketahui. Selanjutnya, rotasi dan lendutan balok dihitung dengan mengintegrasi kurvatur sepanjang bentang balok tersebut. Sebagai studi kasus, digunakan data pengamatan lendutan hasil penelitian balok beton ringan bertulang pumiced. Nilai lendutan yang dihasilkan program

17 komputer analisa fiber model dibandingkan dengan data pengamatan lendutan hasil penelitian. Perhitungan lendutan secara teoritis menggunakan rumus yang ada dengan batasan-batasannya juga dilakukan dan dibandingkan dengan hasil penelitian. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa prosentase kesalahan analisa fiber model terhadap hasil penelitian lebih kecil daripada prosentase kesalahan hasil perhitungan teoritis terhadap hasil penelitian. Program komputer analisa fiber model dapat digunakan untuk mengetahui perilaku penampang balok beton bertulang. Hasil penyelesaian analitis yang didapat berupa non-linieritas hubungan momen-kurvatur, memperlihatkan nilai momen lentur dan kurvatur saat tulangan tank leleh (yield moment and curvature). Analisa ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan prediksi awal perilaku balok beton bertulang sebelum dilakukan penelitian, khususnya perilaku beban-lendutan pada balok. Menurut Ariatama (2007) meneliti tentang pengaruh pemakaian serat berkait pada kekuatan beton mutu tinggi berdasarkan optimasi diameter serat adalah Serat kawat yang digunakan mempunyai diameter 0,6 mm dengan panjang 36 mm, 45 mm dan 54 mm. Untuk diameter 0,9 mm dengan panjang 54 mm, 67,5 mm dan 81 mm. Untuk diameter 1,2 mm dengan panjang 72 mm, 90 mm dan 108 mm sehingga diperoleh aspek rasio untuk tiap-tiap diameter 60, 75 dan 90. Pengujian beton meliputi kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur. Untuk pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dilakukan terhadap benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 300 mm dan diameter 150 mm. Untuk pengujian kuat lentur dilakukan terhadap benda uji berbentuk balok dengan ukuran 150 mm 150 mm 600 mm. Serat yang digunakan dalam bentuk berkait. Benda uji terdiri dari 54 silinder dan

18 27 balok beton serat serta 6 silinder dan 3 balok beton normal. Konsentrasi serat untuk masing-masing beton serat adalah 2 %. Dari pengujian slump test dapat disimpulkan bahwa penambahan serta semakin besarnya diameter serat akan menurunkan workability dari campuran beton. Dan dari pengujian diperoleh kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur beton yang lebih tinggi dari beton normal. Sedangkan dari hasil pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah didapatkan nilai yang optimal pada diameter 0,9 mm dengan panjang serat 67,5 mm. Untuk kuat tekan mengalami peningkatan 14,67 % dibandingkan beton normal. Untuk kuat tarik belah mengalami peningkatan 33,46 % dari beton normal. Dari pengujian kuat lentur beton didapatkan nilai yang optimal pada diameter 0,9 mm dengan panjang 54 mm. Pada pengujian kuat lentur diperoleh peningkatan 48,06 % dibandingkan beton normal. Menurut Singgih Prasetyo (2012) meneliti tentang efek penambahan campuran serat baja dan serat polypropylene dengan agregat breksi batu apung terhadap kuat tekan dan modulus elastisitas beton ringan. Penambahan serat polypropylene 0,1% dan serat baja dengan variasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% menghasilkan nilai kuat Tarik belah beton ringan mencapai nilai optimum pada variasi 1,5% sebesar 3,43 Mpa sedangkan penurunan pada variasi 2% sebesar 3,24 Mpa. Pengujian kuat lentur mencapai nilai optimum pada variasi 1,5% sebesar 8,08 Mpa dan penurunan terjadi pada variasi 2% sebesar 8,04 Mpa.