1 NILAI ESTETIKA CERITA RABAB PESISIR SELATAN KABA GADIH BASANAI YANG DINYANYIKAN OLEH PIRIN ASMARA Oktia Ranti Saputri 1, Hasnul Fikri 2, Syofiani 2 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia 2) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta Padang E-mail: oktiaranti.s@gmail.com ABSTRACT This study aimed to describe the aesthetic value from the story of Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai that sung by Pirin Asmara. The theory used in this study is the theory of aesthetics proposed by Atmazaki (2007) and Ratna (2007). The study is a qualitative study and using descriptive methods. Techniques used in the data collection are listening, transcribing, and translating into Indonesian language, than record the translite result that contained aesthetic, while the techniques used in the data analysis process are (1) identifying the aesthetic values contained in Kaba Gadih Basanai in accordance with the concept of the aesthetic, (2) describing the aesthetic values in the story Kaba Gadih Basanai, and (3 ) drawing a conclusion. Based on the analysis of data on the Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai, there are four aspects of the aesthetic. First, the value of unity contained in Kaba Gadih Basanai as word badunsanak which is a form of unity from the words mother, brother and nephew. Second, the value of harmony is a natural interaction of several different parts, like sentences bari luruih badan batanyo, bari bana ambo barundiang which is occurs the harmony because of the natural interaction and the similarity of views between the first sentence and the second sentence. Third, the balance or exactness comparison between two different things such as pantun hari nan sadang tangah ari, sadang pamuntak bayang-bayang, jo siapo nak gadih kababiri lai, barek ringan ditangguang sorang namely the exactness comparison between sampiran and isi. Fourth, the value of contradiction is the harmony caused by something opposite such as words panjang and singkek in sentence indak paralu dirantang panjang, bia to puta nak nyo singkek. It can be concluded that the story of Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai contains many aesthetic values. Key words: Aesthetic value, Kaba Gadih Basanai PENDAHULUAN Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi (Semi, 2008:3) yaitu kreasi seniman atau sastrawan yang menciptakan kehidupan baru yang disajikan dalam karyanya. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa Sumardjo (Rokhmansyah, 2014:2).
2 Seiring dengan itu, Rokhmansyah (2014:2) menyimpulkan definisi sastra dalam lima batasan yakni: (1) sastra adalah seni, (2) sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam, (3) sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa, (4) sastra adalah inspirasi kehidupan yang diwujudkan dalam sebuah bentuk keindahan, (5) sastra adalah sebuah buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kekuatan moral dengan sentuhan kesucian kebebasan pandangan dan bentuk yang mempesona. Sebagai ungkapan perasaan dari pelaku sastra, sastra tidak dapat dipisahkan dari pola-pola dasar manusia, dan wujud sastra adalah budaya. Beragam suku bangsa dan budaya merupakan salah satu bukti keanekaragaman yang dimiliki oleh Indonesia. Keunikan suatu suku bangsa dapat diamati dari berbagai segi, salah satunya yaitu ragam bahasa, seperti Bahasa Minangkabau yang memiliki kekhasan tersendiri. Sebagaimana dikemukakan Zulkarnaini (2013:59) bahwa bahasa bukanlah dialek suatu daerah Minangkabau, melainkan bahasa Minangkabau yang dipahami oleh umumnya orang Minangkabau. Karya sastra Minangkabau adalah karya seni yang menggunakan bahasa Minangkabau sebagai mediumnya. Isinya berbicara tentang masyarakat Minangkabau, budaya Minangkabau dan orang-orang yang hidup di Minangkabau beserta segala tingkah lakunya. Berdasarkan penggunaan bahasanya, kesusastraan Minangkabau dapat dibagi menjadi dua. Pertama, penggungkapan bahasa berirama yang disajikan dalam bentuk prosa atau disebut karya sastra prosa. Kedua, diungkapkan dengan bahasa terikat, diikat oleh baris-baris dan bait-bait atau disebut juga jenis puisi (Zulkarnaini, 2013:34). Salah satu karya sastra Minangkabau adalah kaba. Kaba merupakan cerita prosa berirama berbentuk narasi (kisahan) yang tergolong cerita panjang. Dari segi isi, kaba sama dengan hikayat dalam sastra Indonesia lama atau novel dalam sastra Indonesia baru (Djamaris, 2002:77). Kaba sebagai sastra lisan merupakan bentuk yang komplit dalam menyajikan sastra lisan Minangkabau. Kekhasan akan terlihat pada pilihan kata, pengulangan bunyi, ungkapan-ungkapan, pantun, perumpamaan dan peribahasa-peribahasa yang diselipkan dalam bakaba. Bahasa kaba bersifat liris dan berirama. Bahasa kaba juga merupakan bahasa yang mengandung makna kias dan didalamnya terkandung nilai-nilai, diantaranya nilai estetika. Sejak kaba itu ada, bahasanya tidak pernah berubah. Kekhasannya membuat generasi muda tidak tertarik, sehingga mereka tidak memahami kaba. Bakaba disampaikan oleh tukang kaba atau si jombang, dengan diiringi alat musik gesek rabab. Rabab adalah alat musik gesek tradisional khas Minangkabau yang terbuat dari tempurung. Kesenian rabab ini tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau yang tersebar di beberapa daerah dan wilayah. Salah satunya di Kabupaten Pesisir Selatan yang biasa dikenal rabab Pasisia. Rabab Pasisia adalah salah satu tradisi menceritakan kaba dengan
3 menggunakan alat musik gesek rabab yang biasanya dinyanyikan pada acara-acara keramaian seperti: acara pernikahan, sunatan, dan pengangkatan penghulu. Salah satu tukang Rabab yang cukup terkenal di Pesisir Selatan adalah Pirin Asmara. Sebelum Beliau membuat rekaman Rabab, beliau sering bermain Rabab ketika ada undangan acara apa saja. Karya-karya beliau cukup dikenal masyarakat Pesisir Selatan dan hampir di seluruh daerah Sumatera Barat. Yang paling menarik dari Pirin Asmara adalah dia menyampaikan kaba murni secara lisan yang merupakan karangannya sendiri. Salah satu karyanya adalah Rabab Kaba Gadih Basanai. Di dalam Rabab Kaba Gadih Basanai, banyak mengandung nilai-nilai estetika. Jadi, penelitian ini mengkaji tentang nilai-nilai estetika yang terdapat dalam cerita Kaba Gadih Basanai. Hal ini perlu dilakukan, karena pada zaman sekarang masyarakat Minangkabau, terutama generasi muda, kurang mengerti terhadap rangkaian kata-kata yang tertuang dalam cerita kaba tersebut, sehingga bakaba kurang diminati. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik memilih cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai, karena Kaba Gadih Basanai banyak memberikan nilai-nilai positif yang dapat diambil dan dapat direalisasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya tentang nilai-nilai estetika. KAJIAN TEORI Menurut Abdurahman (2011:39), kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta. Akar kata sas- dalam bentuk kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi. Akhiran tra menunjukkan alat atau sarana. Jadi, secara leksikal, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik kamasastra. Selanjutnya, Abdurahman (2011:39) yang dikutipnya dari pendapat Teeuw mengatakan bahwa dalam perkembangan berikutnya kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan su- sehingga membentuk kata susastra yang berarti hasil ciptaan yang baik dan indah. Sejalan dengan itu, Damono (dalam Abdurahman 2011:40) berpendapat bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya sebagai alat sosial. Sastra adalah kenyataan sosial yang mengalami proses pengolahan pengarangnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa karya sastra adalah suatu hasil karya seni kreatif manusia yang menggambarkan tentang hal kehidupan manusia dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra Minangkabau adalah karya seni yang menggunakan bahasa Minangkabau sebagai mediumnya. Isinya berbicara tentang masyarakat Minangkabau, tentang budaya Minangkabau, tentang orangorang yang hidup di Minangkabau dengan segala tingkah lakunya (Zulkarnaini, 2013:34). Melalui karya sastra Minangkabau dapat dibaca budaya Minangkabau. Kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, tata pergaulan, dan falsafah, yang dianut masyarakatnya dapat dilihat dari karya sastranya. Oleh karena itu, karya sastra juga disebut sebagai gambaran kehidupan
4 masyarakat pada kurun tertentu, dan daerah tertentu. Secara umum, dalam sastra Minangkabau dikenal kaba sebagai sastra lisan atau folklor, yang berarti berkumpulnya pendendang dengan khalayaknya, kaba pun disuguhkan dengan sarana lisan. Pelisanan itu dilakukan dengan dua cara, yakni dengan cara mendendangkan dan dengan cara mendramakan (Amir, dkk 2006:44). Ada beberapa nilai yang dimiliki dalam sebuah karya sastra salah satunya nilai estetika (Esten, 2013:1-2). Secara historis, estetika merupakan bagian dari filsafat (keindahan), diturunkan dari pengertian persepsi indra ( senseperception). Pada perkembangan awal ini estetika disebut dengan istilah keindahan ( beauty), merupakan bagian filsafat metafiska Ratna (2007:2). Secara etimologis estetika berasalah dari bahasa yunani, yaitu: aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dpat ditanggapi dengan indra, tanggapan indra). Orang yang sedang menikmati keindahan disebut aesthete, sedangkan ahli keindahan disebut aesthetician. Dalam bahasa Indonesia menjadi estetikus, estetis, dan estetika, yang masing-masing berarti orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan ilmu atau filsafat tentang keindahan, atau keindahan itu sendiri (Shipley dalam Ratna, 2007:3-4). Unsur keindahan merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah karya sastra. Sedangkan perasaan, antara seseorang dengan orang lainnya tidaklah sama. Keindahan itu dapat dirasakan, namun sulit untuk diungkapkan. Menurut Alfan (2013:195), untuk memperoleh keindahan, seseorang harus melalui kontemplasi dengan proses bermeditasi dan merenungkan atau berfikir penuh serta mendalam untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat, dan tujuan atau niat hasil penciptaan. Untuk mendekati dan menikmati keindahan, seseorang dapat mengenal ciri dan sifat serta proses tercipta keindahan itu. Atmazaki (2007:143) menguraikan beberapa sifat dan ciri keindahan dalam sastra. Pertama, kesatuan, karya sastra yang baik adalah selalu menunjukan adanya kesatuan unsur-unsurnya, yakni keserasian antara isi, bentuk, bahasa, dan ekspresi. Kesatuan atau keseragaman berarti terikat dalam satu struktur sehingga tidak terlihat lagi bahwa sesuatu terdiri atas bagian-bagian, seperti indahnya tentara berbaris. Kesatuan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tak ada yang lebih atau berkurang. Sesuatu yang pas dan khas adanya. Kedua, keselarasan merupakan interaksi yang wajar dari beberapa bagian yang berbeda-beda, sehingga dikatakan harmonisnya dua sahabat itu adalah karena interaksi yang mereka lakukan dilandasi oleh kewajaran dan kesamaan pandangan antara yang satu dengan yang lain. Ketiga, kesetangkupan dan keseimbangan kepersisan bandingan antara dua hal yang berbeda sehinga orang sering mengatakan bagai pinang dibelah dua terhadap dua orang yang mirip. Keempat petentangan, pertentangan dimaksudkan sebagai keharmonisan yang ditimbulkan oleh pertentangan dan perbedaan
5 antara hal-hal yang terikat dalam suatu struktur. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2014:4) mendefenisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Definisi ini lebih melihat perspektif emik dalam penelitian yaitu memandang sesuatu upaya membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Langkah-langkah dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut: (1) mendengarkan cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara, (2) mentranskripsikan bahasa lisan cerita Rabab Pesisir Selatan tersebut kedalam bentuk tulisan, (3) mentranliterasikan ke dalam bahasa Indonesia, dan (4) mencatat hasil translit yang mengandung nilai estetika. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi nilai -nilai estetika yang ada dalam Kaba Gadih Basanai sesuai dengan konsep nilai estetika sastra lisan Minangkabau, (2) mendeskripsikan nilai -nilai estetika dalam cerita Kaba tersebut, dan (3) menarik kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini berasal dari Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara. Dalam Kaba Gadih Basanai didapatkan nilai-nilai estetika sebanyak 182 data yaitu unsur kesatuan 45 data, keselarasan 34 data, keseimbangan atau kesetangkupan 75 data dan unsur pertentangan ditemukan sebanyak 28 data. No Nilai Estetika Disc I-V 1. Kesatuan 45 data 2. Keselarasan 34 data 3. Keseimbangan atau Kesetangkupan Analisis Data Estetika merupakan bagian dari filsafat. Untuk mendekati dan menikmati keindahan, seseorang dapat mengenal ciri, sifat, dan suatu proses penciptaan keindahan itu. Dalam Kaba Gadih Basanai, ditemukan keindahan berdasarkan empat unsur, yakni (1) kesatuan, (2) keselarasan, (3) kesetangkupan atau keseimbangan, dan (4) pertentangan (Atmazaki, 2007:143). Kesatuan 75 data 4. Pertentangan 28 data Jumlah 182 data Dalam Cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh
6 Pirin Asmara, ditemukan data yang menunjukkan kesatuan, salah satu contohnya: (1) Kito kaji sejarah lah lamo disusun lah kini manjadi kaba pulang, pulang la nak rang rantau la Pulang, labana Kita ulang sejarah yang sudah lama Disusunlah sekarang menjadi kaba Pulang, pulanglah orang di rantau Pulanglah sekarang Estetika kesatuan pada kutipan (1) terdapat pada kalimat kito kaji sejarah lah lamo, disusun lah kini manjadi kaba. Nilai kesatuannya terdapat pada kata kaba karena pada pembukaan kaba membicarakan tentang asal muasal kaba yaitu dari sejarah dan kemudian membentuk satu kesatuan yang indah. Selain itu, kesatuannya juga terlihat dari kata kito yang mengacu pada kata rang rantau karena kata kito merupakan himbauan bagi orang rantau untuk mendengarkan cerita yang sudah lama atau sejarah. berikut: Contoh lainnya terdapat pada kutipan (2) Kok mulonyo molanyo jarek kadikambang jatuah badarai sibungo la lamo mulonyo kaba ko dikarang pokok asanyo tantu ado Mulanya jaring dikembang Jatuh berderai si bunga lama Awalnya kaba ini karang Namun asal mulanya tentu ada Estetika kesatuan pada kutipan ( 2) terlihat dari kata kaba yang berada dalam mulonyo kaba ko dikarang, pokok asanyo tantu ado. Pada pembukaan kaba ini, tukang kaba menyampaikan bahwa kaba dikarang oleh seseorang. Walaupun demikian, asal mula kaba tetap bersumber dari sejarah. Bahasa yang disampaikan diatur dengan baik dengan pilihan katanya sehingga menjadi indah, satu kesatuan yang termasuk nilai kesatuan karena adanya kesatuan isi, bentuk, bahasa dan ekspresi penyampaianya. berikut: Contoh lain terdapat pada kutipan (3) Danga dibuyuang sabanayo, mandenyo dohulu badunsanak, nan tuo sultan Sabirullah, itu la kini namo mamak inyo. Adiak di Sultan Sabirullah banamo Puti Ambun Sani, itu nan mande Gadih Basanai. Tadanga kecek co itu, nan maratok tu banamo Gadih Basanai kamanakan sultan Sabirullah. Dengar nak, ibunya dua bersaudara, yang tua Sultan Sabirullah, itulah nama mamaknya, adik dari Sultan Sabirullah bernama Puti Ambun Sani, itu adalah ibu Gadih Basanai, yang menangis itu bernama Gadih Basanai keponakan dari Sultan Sabirullah. Estetika kesatuan kutipan (3) terlihat pada kata badunsanak yang artinya bersaudara, ditandai dengan adanya kata ibu, adik, dan keponakan. kesatuan yang berarti terikat dalam satu struktur yaitu kata badunsanak dalam kalimat mandenyo dohulu badunsanak kemudian diuraikan dengan kalimat-kalimat selanjutnya. Keselarasan
7 Dalam Cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara, ditemukan data yang menunjukkan keselarasan, salah satu contohnya: (4) Kito etong mola Gadih Basanai, bapak indak mande lah mati, amak gaek lah mati pulo, tingga di dalam rumah Gadang. Awak sorang kni tingga di rumah, bakeh siapo lai kabaiyo, tatumbuak badan sorang, mamak lai dirantau pulo. Mamak lai nyo dirantau pulo, tapi dek inyo nak rang Gadih, indak jaleh mamaknyo ado, sabab takalo dohulunyo, mamak marantau sudah lamo. Balun lahia nyo kadunia, nan mamak pai marantau, mauni kampuang mola nyo nan rami, namonyo koto Katenggian. Diceritakan tentang Gadih Basanai, bapak dan ibunya sudah tiada dan neneknyapun juga sudah meninggal dunia, tinggal di rumah yang besar sendirian, dia tidak memiliki siapa-siapa lagi selain seorang mamak (saudara laki-laki ibu Paman ) yang merantau. Tapi, si Gadih tidak tahu kalo dia mempunyai seorang mamak, sebab mamak sudah sangat lama pergi merantau, belum lahir dia kedunia, mamaknya sudah pergi merantau, pergi ke kampung yang lebih maju, namanya kampung Katenggian. Estetika keselarasannya pada kutipan (4) adalah bapak indak mande lah mati, amak gaek lah mati pulo, karena pada kata indak dan mati memiliki makna yang setara atau sama yaitu meninggal. Terdapat nilai keselarasan dan keserasian yaitu antara rangkaian kata dengan makna susunannya harmonis. (5) O etek rang nan manumbuak, kami batanyo pado etek, bari luruih badan batanyo, bari bana ambo barundiang. Nan kami tanyo kini kabakeh etek, lah sampai duo tigo kali, tiok nan lalu tadanga juo, tadanga ratok dengan tangih. Itu isinyo kakami tanyo, anak siapo nan manangih etek?. hai Ibuk yang menumbuk, kami ingin bertanya kepadamu, izinkan kami untuk bertanya, sudah dua sampai tiga kali kami melewati jalan ini, selalu terdengar suara ratapan dan tangisan. yang menjadi pertanyaan kami, anak siapa yang menangis itu buk? Terdapat dua estetika keselarasan. Pertama, pada kata batanyo dan barundiang, antara batanyo dengan barundiang merupakan sesuatu yang sejalan. Pada kata tersebut adanya keserasian dan keselarasaran karena keselarasan merupakan interaksi yang dilandasi oleh kewajaran tidak ada yang ditonjolkan. Kedua, pada kata ratok dan tangih, antara kata tersebut juga terdapat keselarasan karena mempunyai arti yang sama atau sinonim yaitu sedih. Keselarasan merupakan perpaduan yang baik dan seimbang antara unsur yang membentuknya, sebab tidak ada sesuatu yang dapat dikatakan indah itu bila melebihi suatu kewajaran. (6) Dangakan bana di nan Gadih, Soal pusako nan disabuik, kalo nyo kini badan awak, bialah tingga pusako tu, tanah babaliak ka asanyo, dahulu awak dak juo adoh, kini nak pulang ka nan punyo, indak paralu kito bilang, awak barangkek kini juo. Dengarkan Gadih, kalau soal harta pusaka, biarlah tinggal harta itu, tanah kembali ke asalnya, dulu kita juga tidak memiliki apa-apa, sekarang biarkan kembali kepada yang punya, tidak usah kita pikirkan, pikirkan saja diri kita dan sekarang juga kita harus berangkat
8 Estetika keselarasan kutipan (6) terdapat pada kalimat tanah babaliak ka asanyo dan kini nak pulang ka nan punyo pada kalimat tersebut juga terdapat nilai estetika keselarasan yaitu memiliki makna yang selaras atau sama yaitu menyatakan hakikat kepunyaan yaitu Allah Swt. Dengan pilihan kata yang digunakan tukang kaba, menjadikan kalimat tersebut mengandung estetika keselarasan atau keserasian yang indah. Keseimbangan atau kesetangkupan Dalam Cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara, ditemukan nilai yang menunjukkan keseimbangan, contohnya: (7) Hari nan sadang tangah ari sadang pamuntak bayang-bayang jo siapo nak gadih kababiri lai barek ringan ditangguang sorang Hari yang sedang tengah hari Sedang tepat bayang-bayang kepada siapa si Gadih akan meminta tolong berat ringan ditanggung sendiri Estetika keseimbangan atau kesetangkupan kutipan (7) terlihat antara sampiran dengan isi pantun. Kesetangkupan tersebut ditandai dengan pola bunyi yang sama. Dari pola-pola bunyi itulah menimbulkan keserasian yang seimbang dan indah. (8) Ramo-ramo tabang malayang Inggok dirantiang patah tigo Dimano bana lataknyo suratan malang Mangko tajadi bantuak iko Hinggap diranting patah tiga Dimanakah letaknya suratan malang sehingga terjadi seperti ini Terdapat estetika keseimbangan atau kesetangkupan kutipan (8) yaitu kesetangkupan antara sampiran dengan isi pantun. Kesetangkupan tersebut ditandai dengan pola bunyi yang sama. Dari pola-pola bunyi itulah menimbulkan keserasian yang seimbang dan indah. Pertentangan Cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara, ditemukan estetika pertentangan contohnya: (9) Indak guno do dipatah kacang diambiak dikabek-kabek diambiak sado nan babungo indak paralu dirantang panjang bia to puta nak nyo singkek tasabuik kato sabananyo kutipan (9) Tidak perlu dipatah kacang Diambil diikat-ikat Diambil semua yang berbunga Tidak perlu direntang panjang Biar diputar menjadi singkat Terbilanglah kata sebenarnya Terdapat estetika pertentangan pada yaitu kata panjang dan singkek. Pada kata tersebut terjadi pertentangan yaitu terjadinya berlawanan kata. Dari talibun, adanya kata-kata yang ada unsur pertentangan yaitu terdapat pada kalimat indak paralu dirantang panjang, bia to puta nak nyo singkek. Dari kalimat tersebut adanya pertentangan yaitu panjang dan singkek. Kupu-kupu terbang melayang
9 (10) Tumpak kapado Gadih Basanai, samanjak kini mande tak ado, sajak lah mati mak gaeknyo, entong mananggih la siang jo malam. Sadangkan inyo mola lai Gadih tadi, maratok siang jo malam, bunyi ratoknyo bajadi-jadi, adang makannyo adang indak, bak itu inyo dek manangih, bakeh siapo dek kamangadu. Kita lihat Gadih Basanai, semenjak ibunya tiada, semenjak neneknya meninggal dunia, dia selalu menangis siang dan malam. Dia selalu meratap siang dan malam, bunyi ratapannya semakin keras, kadang dia makan kadang tidak, seperti itulah dia karena menangis, kepada siapa dia akan mengadu. Terdapat estetika pertentangan pada kutipan (10) yaitu pada kata siang jo malam, pada kata tersebut terjadi pertentangan, karena berlawanan atau antonim. Namun, dari pertentangan tersebut tercipta keindahan. (11) Hari nan sadang tangah ari sadang pamuntak bayang-bayang jo siapo nak gadih kababiri lai barek ringan ditangguang sorang Hari yang sedang tengah hari Sedang tepat bayang-bayang kepada siapa si Gadih akan meminta tolong berat ringan ditanggung sendiri Estetika pertentangan pada kutipan (11) terdapat pada kalimat barek ringan ditangguang sorang, karena pada kalimat tersebut terdapat kata dengan arti yang bertentangan yaitu kata barek dan ringan. Pada pantun di atas terdapat sebuah pertentangan tetapi pertentangan itu menimbulkan sesuatu yang indah dan terjadi keharmonisan. Jadi, di dalam Kaba Gadih Basanai banyak mengandung nilai keindahan. Keindahan tersebut tidak terlihat dari bahasanya namun, juga terlihat dari makna bahasa itu sendiri, seperti pantun berikut ini: batuang dak bisa dipatali, dikarek kadibalah duo, kamano juo awak lai kamanyasali, nan salah jaleh awak juo. Pantun tersebut mengandung nilai keindahan yang ditandai dengan pola-pola bunyi bahasa di setiap akhir baitnya. Namun, jika diperhatikan dari segi isi, pantun tersebut mengajarkan kita untuk tidak menyesali apa yang sudah terjadi karena yang kita terima disebabkan oleh apa yang kita lakukan. Sebagai sastra lama, kaba Gadih Basanai banyak mengandung pesan atau amanat di dalamnya. Kaba ini mengingatkan kita untuk saling peduli satu sama lain dan mengajarkan kita tentang sopan santun, baik itu dalam berbicara maupun dalam bersikap. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan perbedaan secara signifikan tentang unsurunsur nilai estetika yang terdapat di kaba. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Karmila Rahmadani tentang Nilai Estetika dalam Tuturan Adat Pasambahan Mantaan Tando di Kenagarian Maek Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten 50 Kota menemukan semua unsur-unsur estetika yang terdiri dari unsur kesatuan, keselarasan, keseimbangan atau kesetangkupan dan pertentangan. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang berjudul Nilai Estetika Cerita Rabab Pesisir Selatan Kaba Gadih Basanai yang
10 Dinyanyikan oleh Pirin Asmara. Dengan demikian, dalam sastra Minang yang berbentuk adat pasambahan dan rabab memiliki nilai estetika di samping pesan-pesan moral, sehingga kesenian ini masih tetap dinikmati pendengarnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai nilai estetika cerita rabab Pesisir Selatan kaba Gadih Basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara, maka dapat disimpulkan bahwa nilai estetika yang terdapat dalam Kaba Gadih Basanai tersebut terbagi empat, yaitu (1) kesatuan, (2) keselarasan, (3) keseimbangan atau kesetangkupan dan (4) pertentangan. Nilai estetika yang pertama adalah nilai kesatuan dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk. Kesatuan yang terdapat dalam kaba Gadih Basanai seperti kata badunsanak yang merupakan bentuk kesatuan dari kata ibu, adik dan keponakan. Kedua, nilai keselarasan merupakan interaksi yang wajar dari beberapa bagian yang berbeda-beda, seperti kalimat bari luruih badan batanyo, bari bana ambo barundiang, terjadi keharmonisan karena interaksi yang wajar dan kesamaan pandangan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua. Ketiga, keseimbangan atau kesetangkupan kepersisan bandingan antara dua hal yang berbeda seperti pantun Hari nan sadang tangah ari, sadang pamuntak bayang-bayang, jo siapo nak gadih kababiri lai, barek ringan ditangguang sorang yaitu kepersisan bandingan antara sampiran dan isi pantun. Keempat, nilai pertentangan. Pertentangan yang dimaksud adalah keharmonisan yang ditimbulkan oleh sesuatu yang berlawanan seperti kata panjang dan singkek dalam kalimat indak paralu dirantang panjang, bia to puta nak nyo singkek. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, banyak terdapat nilai estetika dalam sastra lisan kaba Gadih basanai yang dinyanyikan oleh Pirin Asmara. Untuk itu, disarankan beberapa hal yang berkaitan dengan simpulan penelitian yakni sebagai berikut. Pertama, peneliti atau calon peneliti sastra lisan, ada baiknya jika penelitian ini diteruskan dengan objek yang sama tetapi dengan kajian penelitian yang berbeda atau objek yang berbeda namun dengan kajian yang sama. Kedua, mahasiswa, khususnya jurusan bahasa dan sastra Indonesia agar mengkaji lebih luas lagi tentang folklor lisan kaba karena di dalam kaba karena selain unsur estetika juga terdapat unsur lainnya seperti nilai sosial dan budaya. Ketiga, guru bidang studi BAM (Budaya Alam Minangkabau) baik SMP maupun SMA dapat memperkenalkan sastra lisan kaba karena di dalamnya banyak terdapat nilai estetika sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran nilai estetika. Ucapan Terima Kasih Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini terlaksana atas bimbingan dan bantuan dari berbagai piha. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Hasnul Fikri, M.Pd. sebagai pembimbing satu dan Ibu Dra.
11 Hj. Syofiani, M.Pd., sebagai pembimbing dua yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. --------------. 2013.b. Pendidikan Budaya Alam Minangkabau: Untuk SMP/MTsN. Kelas IX. Padang: Jasa Surya. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman. 2011. Nilai-nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau. Padang: UNP Press. Alfan, Muhammad. 2013. Pengantar Filsafat Nilai. Bandung: Pustaka setia. Amir, Adriyetti dkk. 2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press. Atmazaki. 2007. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: UNP. Press. Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan: Pengantar teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa. Moleong, J. Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosda.. Rahmadani, Karmila. 2014. Nilai-nilai Estetika dalam Tuturan Adat Pasambahan Mantaan Tando di Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten 50 Kota. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. Semi, M. Atar. 2008. Stilistika Sastra. Padang: UNP Press. Zulkarnaini. 2013. a. Pendidikan Budaya Alam Minangkabau: Untuk SMP/MTsN Kelas VII.Padang: Jasa Surya.