Pengaruh Jenis Sprayer Terhadap Efektivitas Pendinginan Evaporasi Kontak Langsung

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH DEBIT AIR SEMBURAN TERHADAP EFEKTIVITAS DIRRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI HORISONTAL

UJI PRESTASI PENDINGINAN EVAPORASI KONTAK TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVAPORATIVE COOLING) DENGAN VARIASI TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN AIR

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP EFEKTIFITAS PENDNGINAN EVAPORASI DENGAN KONTAK LANGSUNG TANPA MENGGUNAKAN BANTALAN PENDINGIN

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN BERLAWANAN ARAH

PENGARUH JENIS SPRAYER TERHADAP EFEKTIVITAS DIRECT EVAPORATIVE COOLING DENGAN COOLING PAD SERABUT KELAPA

RANCANG BANGUN EVAPORATIVE COOLING

PENGURANGAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CACL2) PADA WAKTU SIANG HARI DENGAN VARIASI SPRAYING NOZZLE

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR DENGAN PENAMBAHAN VARIASI DUCTING BERBENTUK SILINDER DAN BALOK ABSTRAK

PENGARUH LAJU ALIRAN AIR SISTEM EVAPORATIVE COOLING

Analisa performansi cooling pad dengan penambahan saluran berbentuk silinder dan balok

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

Potensi Air Kondensat Sebagai Media Pendingin Untuk Aplikasi Modul Evaporative Cooling Terhadap Performansi AC Split 1 PK

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR TANPA DUCTING DAN DENGAN DUCTING ABSTRAK

Analisa performansi cooling pad tanpa saluran udara dan dengan saluran udara

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

Analisa Performansi Cooling Pad Tanpa Saluran Udara dan dengan Saluran Udara

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

BAB V PENUTUP. Dari hasil penyelesaian tugas akhir dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi

PENGARUH PROSES DEHUMIDIFIKASI TERHADAP TEMPERATUR UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CaCl2)

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA AUDIT KONSUMSI ENERGI SISTEM HVAC (HEATING, VENTILASI, AIR CONDITIONING) DI TERMINAL 1A, 1B, DAN 1C BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta. Beberapa gedung bertingkat, pabrik, rumah sakit, perkantoran,

BAB II LANDASAN TEORI

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

BAB II LANDASAN TEORI

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

ANALISA PERFORMASI PADA MENARA PENDINGIN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS EKSERGI

Perbandingan Unjuk Kerja Menara Pendingin Sistem Terbuka dan Tertutup

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KINERJA SUATU MENARA PENDINGIN

DISTRIBUSI KELEMBABAN UDARA DENGAN METODE PEMANAS 60, 70, 80, 90 WATT TERHADAP VARIASI KECEPATAN UDARA

PENINGKATAN UNJUK KERJA PERALATAN AIR WASHER

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PERHITUNGAN KEBUTUHAN COOLING TOWER PADA RANCANG BANGUN UNTAI UJI SISTEM KENDALI REAKTOR RISET

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA COOLING TOWER 8330 CT01 PADA WATER TREATMENT PLANT-2 PT KRAKATAU STEEL (PERSERO). TBK

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split)

Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

PENERAPAN PENDINGIN UDARA EVAPORATIF UNTUK KENYAMANAN TERMAL

Rancang Bangun Sistem Penyejuk Udara Menggunakan Termoelektrik dan Humidifier

PENGGUNAAN WATER HEATING PADA MESIN PENGKONDISIAN UDARA SEBAGAI ALAT PENGENDALI KELEMBABAN UDARA DI DALAM RUANG OPERASI DI RUMAH SAKIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF RUANGAN DARI SISTEM DEHUMIDIFIKASI MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMICS (CFD)

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

BAB V ANALISA PERHITUNGAN DARI BEBERAPA ALAT. V.1 Hasil perhitungan beban pendingin dengan memakai TRACE 700

Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, No. 3, Oktober

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV EVALUASI PROTOTYPE DAN PENGUJIAN PROTOTYPE

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

ALAT VISUALISASI PROSES PENGKONDISIAN UDARA

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

Transkripsi:

Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh Jenis Sprayer Terhadap Efektivitas Pendinginan Evaporasi Kontak Langsung *Bambang Yunianto a, Nugroho Epri Isnandi b a Dosen Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro b Mahasiswa Program Studi S-1, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp. +62247460059 *E-mail: b_yunianto@undip.ac.id Abstrak Di Indonesia pada musim kemarau, temperatur udara pada beberapa kota dapat mencapai 30 o C 37 o C dan RH 40% - 60%. Pada kondisi ini kebutuhan AC sangat diperlukan untuk mendapatkan kenyamanan. Namun unit AC yang beredar kebanyakan masih menggunakan refregeran berbasis CFC yang merusak Ozon dan komsumsi listrik relative tinggi. Pendingin dengan cara penguapan (evaporative cooling = EC) merupakan system pendingin alternative yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kenyamanan ruang pada musim kemarau. Sistem ini hemat energy dan ramah lingkungan, walaupun kenyamanan yang dapat dicapai tidak dapat menyamai kenyamanan seperti ketika menggunakan unit AC, karena system pendingin EC menghasilkan kelembaban udara yang tinggi. Pendinginan evaporasi kontak langsung (DEC) adalah pedinginan udara dengan cara mengkontakkan langsung antara udara dan air, sehingga terjadi proses penguapan air kedalam arus udara. Proses penguapan air terjadi dikarenakan pengambilan panas dari udara, sehingga terjadilah pendinginan dan peningkatan kelembaan udara. Sistem pendingin ini banyak dioperasikan pada daerah yang bersuhu tinggi (hingga 45 0 C) dan kelembaban rendah (hingga RH 35 %), seperti di Negara Timur Tengah. Di Indonesia system pendingin DEC cukup baik untuk diterapkan pada musim kemarau. Penelitian dilakukan untuk mengetahui prestasi pendingin EC kontak langsung dengan udara yang mengalir dalam saluran horizontal. Ukuran saluran adalah panjang 90 cm dan penampang 40 x 40 cm. Semburan air diarahkan tegak lurus dari aliran udara dengan variasi jenis sprayer (sprayer 1, 5 dan 7 lubang) dengan debit semburan air dan debit aliran udara dibuat konstan. Perngujian dilakukan dari jam 09.00 hingga jam 16.00 pada hari-hari panas di musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkan, terjadi penurunan temperature maksimum 8 o C ( dari 34-26) dengan efektivitas 81 %. Perubahan jenis sprayer tidak berpengaruh secara nyata terhadap efektivitas yaitu 76 % (sprayer 5 lubang) dan 81 % (sprayer 1 dan 7 lubang). Kata kunci: efektifitas,kelembaban, pendinginan,, sprayer 1. Pendahuluan Pengkondisian udara dalam prakteknya mempunyai beberapa fungsi, antara lain pengontrolan temperatur, pengontrolan kelembaban dan kwalitas udara sehingga sesuai dengan kebutuhan pengguna.. Adapun definisi pengkondisian udara nyaman (comfort air conditioning) adalah proses perlakuan terhadap udara untuk mengatur temperatur, kelembaban, kecepatan, kebersihan dan pendistribusiannya secara serentak guna mencapai kondisi nyaman yang dibutuhkan oleh penghuni di dalamnya [1]. Sistem yang banyak digunakan dalam pengkondisian udara ruang hingga kini masih didominasi sistem pendinginan kompresi uap yang berbasis refregerant. Sistem ini kompak dan mempunyai kemudahan dalam operasinya. Namun sistem ini kebanyakan masih menggunakan refregerant berbasis CFC, dimana menurut regulasi pemerintah harus berangsur angsur ditinggalkan karena zat ini bersifat perusak OZON. Sistem pendingin penguapan (evaporative cooling =EC) merupakan sistem pendingin tanpa menggunakan refregerant yang relatif sederhana. Kontruksi dasarnya terdiri dari fan dan semburan air. Udara dingin diperoleh setelah melalui proses penyemprotan air atau melalui kontak didalam cooling pad. Fan mendorong udara luar masuk kedalam ruangan melalui lubang ventilasi dan mendorong udara panas dalam ruang keluar dari dalam bangunan. Karena adanya penyemprotan air, maka kelembaban udara menjadi meningkat, yang besarnya tergantung dari kesempurnaan terjadinya kontak antara air dan udara. Secara teoritis akan dapat dicapai kelembaban relatif 100 % dan terjadi penurunan temperatur udara terendah. Sistem pendingin ini banyak dioperasikan pada daerah yang bersuhu tinggi (hingga 45 0 C) dan kelembaban rendah (hingga RH 35 %), seperti di Negara Timur Tengah. Penggunaan sistem pendingin EC ini yang telah diterapkan di 500.000 bangunan di wilayah Miditerranean (Timur tengah) mampu mengurangi biaya setara dengan 1084 GWh/tahun dan mengurangi emisi 637.800 Ton CO2 [2]. Kinerja sistem pendingin penguapan tergantung dari temperatur basah (wet bulb) udara luar. Makin rendah temperatur basah udara luar (RH rendah), maka efektivitas pendinginan makin meningkat. Prestasi alat menurut rujukan Cooling examples extracted from the June 25, 2000 University of Idaho publication, "Homewise" [3],bisa bervariasi tergantung temperatur dan RH lingkungan, antara lain: 110 ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116

a. Pada temperatur lingkungan 32 o C dan RH 15 % bisa dicapai temperatur 16 o C dan titik embun 2 o C b. Pada temperatur 32 C dan RH 50 % bisa dicapai temperatur 24 o C dan titik embun 20 o C c. Pada temperatur 40 C dan RH 15 % bisa dicapai temperatur 21 o C dan titik embun 8 o C Sistem pendinginan penguapan (evaporative cooling =EC) ada tiga jenis proses yaitu: (1) direct evaporative cooling (DEC), (2) indirect evaporative cooling (IDEC) dan (3) Indirect-Direct Evaporative Cooling (IDDEC). Diantara ketiga system tersebut, yang paling banyak ditemui dipasaran adalah jenis direct evaporating cooling (DEC), karena sederhana dan paling kompak. Direct evaporative cooling (DEC) merupakan proses pendinginan dengan memberikan semburan/butiran air langsung ke uap air yang sudah ada di udara sehingga terjadi pendinginan dan peningkatkan kelembaban udara. Prinsip kerja DEC dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2, dimana udara luar (outdoor air) dialirkan secara paksa menggunakan fan melewati semburan air (Gambar 1) atau melalui cooling pad (Gambar 2) yang dijaga tetap lembab/basah dengan mengalirkan air dari bagian atas cooling pad.. Perubahan kondisi udara dalam alat ini ditunjukkan dengan diagram psikrometrik garis 1-2 (Gambar 3). Gambar 1. DEC dengan semburan air [1] Gambar 2. DEC melalui cooling pad [4] Performa pada dirrect evaporative cooling bergantung pada relatif humidity, efektifitas pendinginan dan kapasitas pendinginan. Efektifitas dari evaporative cooling yang disebut juga efisiensi saturasi dapat didefinisikan ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116 111

sebagai penurunan temperatur bola kering yang dihasilkan dibagi degan selisih temperatur bola kering dan temperatur bola basah udara yang masuk sistem. Efektifitas dinyatakan dengan persamaan: effisiensi (%) = (Tin Tout) (Tin Tin,wbt) (1) Tin = Temperatur udara masuk ( C) Tout = Temperatur udara keluaran ( C) Tin,wbt= Temperatur bola basah masuk ( C) Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui prestasi alat direct evaporative cooler. Adapun prestasi dari alat ini adalah temperature, RH akhir dan efektifitas alat. Gambar 3. Proses humidifikasi udara [5] 2. Metode penelitian 2.1. Seting instalasi alat uji direct evaporative cooler (DEC) Instalasi alat uji DEC ditunjukkan dengan skema seperti Gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Instalasi alat uji Direct Evaporative Cooler (DEC) Instalasi alat uji terdiri dari beberapa komponen yaitu saluran (ducting) dengan penampang persegi panjang lebar 40x 50 dan panjang 90 cm. Pada saluran ini dipasang pompa untuk mensirkulasikan air melalui Sprayer ke dalam arus udara yang dihembus oleh Fan yang terdapat juga dalam saluran. Air diambil dari dasar saluran yang berfungsi juga sekaligus sebagai tandon air yang terhubung dengan pompa. Udara dari luar masuk ke dalam saluran akan terjadi kontak dengan air yang disemburkan melalui Sprayer, sehingga terjadi proses pendinginan adiabatic. Pada bagian atas saluran dipasang dua buah Sprayer yang masing.masing terdiri dari tiga jenis lubang sprayer yaitu spryer dengan satu lubang, lima lubang dan tujuh lubang. Tiga jenis sprayer tersebut ditunjukkan dengan Gambar 5. 112 ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116

Gambar 5. Water srayer satu lubang, lima lubang dan tujuh lubang. Untuk mengukur temperature dan kelembaban digunakan Hygrometer digital yang sekaligus dapat digunakan untuk membaca temperatur. Sedang untuk mengukur debit air semburan digunakan flow meter. Alat ukur Hygrometer digital dan flow meter di ditunjukkan dengan Gambar 6. a) b) Gambar 6. a). Digital Hygrometer dan temperatur, b). Flow meter. 2.2. Prosedur dan Langkah-langkah pengujian Dalam pengujian akan diperoleh data-data yang terdiri temperature. kelembaban, dan debit air semburan. Pengujian dilakukan pada siang hari dari jam 09.00 hingga 16.00 pada saat matahari terang tanpa mendung. Untuk mendapatkan data tersebut dilakukan langkah-langkah berikut: 1) Persiapkan dan pasang semua peralatan sesuai dengan instalasi yang telah dirancang. Pada awal pengujian dipasang jenis sprayer satu lubang 2) Nyalakan saklar fan dan pompa untuk mengalirkan udara dan air semburan dalam saluran. 3) Pasang alat ukur hygrometer untuk mencatat kelembaban (RH) dan temperatur udara. 4) Catat temperature dan RH setelah tercapai kondisi stedi 5) Ulangi langkah 1) hingga 4) dengan mengganti jenis sprayer lima lubang. 6) Setelah langkah 5) selesai diulangi lagi langkah 1) hingga 4) dengan mengganti sprayer 7 lubang 7) Selesai 2.3. Analisa data Karena pengujian ini dilaksanakan tanpa mengontrol temperature udara masuk, maka temperature masuk kedalam alat mengikuti perubahan waktu selama pengujian, Demikian juga RH udara masuk akan berubah sesuai perubahan waktu pengujian yaitu dari pagi (09.00) hingga sore(16.00), pada bulan-bulan di musim kemarau. Data disusun dalam table dan digambarkan dalam grafik sebagai fungsi waktu pada setiap jenis sprayer yang digunakan. Adapun penghitungan efektifitas DEC digunakan persamaan 1) yaitu: effisiensi (%) = (Tin Tout) (Tin Tin,wbt) (2) ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116 113

3. Hasil dan bahasan Eksperimen dilakukan mulai dari jam 09.00 sampai dengan jam 16.00 pada hari-hari terpanas pada bulan kemarau.eksperimen dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari direct evaporative cooler. Data yang diperoleh dari eksperimen yaitu temperatur dan kelembaban relatif udara masuk (temperatur lingkungan) direct evaporative cooler serta temperatur udara dan kelembaban keluaran dari direct evaporative cooler. Untuk medapatkan sampel data, pengambilan data dilakukan setiap satu jam sekali. Hasil pengujian ditunjukkan dengan grafik grafik berikut: 3.1. Analisa grafik, hubungan temperatur dan RH terhadap waktu Berikut adalah grafik temperatur lingkungan dan temperatur udara keluaran, kelembaban udara masuk dan keluar serta efektivitas dari direct evaporative cooler terhadap waktu pada bulan-bulan terpanas pada \musim kemarau. temperatur ( C) 40 38 36 34 32 30 28 26 24 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 jam pengujian T in sprayer 1 T in sprayer 5 T in sprayer 7 T out sprayer 1 T out sprayer 5 T out sprayer 7 Gambar 7. Grafik temperatur udara masuk dan keluar. Pada Gambar 7 dan 8 memperlihatkan hubungan antara temperatur udara lingkungan dan udara keluaran serta kelembaban udara masuk dan keluar pada direct evaporative cooling terhadap waktu. Pada pengujian ini temperatur dan kelembaban relatif udara lingkungan tidak dikondisikan, sehingga temperatur udara dan kelembaban udara lingkungan berfluktuasi berdasarkan waktu pengujian. 90 80 70 Relative Humidity (RH) 60 50 40 30 20 10 RH ambient 1 lubang RH ambient 5 lubang RH ambient 7 lubang RH out sprayer 1 RH out sprayer 5 RH sprayer 7 0 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 jam pengujian Gambar 8. Grafik kelembaban udara masuk dan keluar Dari hasil pengujian temperatur lingkungan tertinggi terjadi pada pukul 12.00 dimana temperatur lingkungan mencapai 34,3 o C serta kelembaban terrendah pada pukul 13.00 menunjukan nila sebesar 36%. Pada Gambar 7 dan 8 114 ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116

menunjukkan bahwa temperatur lingkungan (ambient) semakin meningkat dari awal pengujian hingga mencapai puncak pada pukul 12.00 yang disertai dengan penurunan kelembaban lingkungan (ambient) dan kemudian menurun lagi temperatur hingga pukul 16.00 yang disertai pula dengan kenaikan kelembaban. Begitu juga dengan temperatur udara keluaran dari direct evaporative cooler, temperatur meningkat dari pukul 09.00 hingga pukul 12.00 yang disertai pula dengan kenaikan kelembaban kemudian turun lagi hingga pukul 16.00 yang disertai juga dengan penurunan kelembaban. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari temperatur udara keluaran bergantung pada temperatur udara lingkungan, dengan meningkatnya temperatur udara lingkungan meningkat pula temperature udara keluaran. Selisih temperatur antara udara keluaran dengan udara lingkungan yaitu berkisar antara 3 10 o C.Pada grafik kelembaban relatif terhadap waktu seperti pada Gambar 8 terlihat bahwa kelembaban relatif udara keluaran evaporative cooler fluktuatif.. Untuk kelembaban relatif udara lingkungan berkisar antara 35 60 %.Temperatur dan kelembaban relatif udara keluaran yang dihasilkan direc evaporative cooler mempunyai rentang nilai sebesar 25,9 28 o C dan 64,5 84,2 %. 3.2. Analisa grafik, hubungan Efektifitas terhadap waktu Pada Gambar 9 menunjukan bahwa efektifitas atau efisiensi tertinggi adalah pada pukul 12.00 pada variasi sprayer 1 lubang dan efisiensi terendah ada pada sprayer 7 lubang pada pukul 16.00. Rata-rata efisiensi tertinggi di capai pada sprayer 1 lubang karena pada spryaer 1 lubang butiran air yang keluar dari water sprayer lebih halus dan kontak langsung antara butiran air dengan temperatur udara yang akan dikondisikan lebih luas karena bentuk semburan yang keluar dari water sprayer lubang satu berbentuk kerucut. 1.00 0.90 0.80 efektifitas 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 sprayer 1 sprayer 5 sprayer 7 0.20 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 jam pengujian Gambar 9. Grafik efektifitas direct evaporative cooler. 3.3. Perbandingan temperature dan RH udara keluaran dengan standar SNI dan ASHRAE. Tabel 1. Perbandingan temperature dan RH udara keluaran dengan standar SNI dan ASHRAE Parameter SNI ASHRAE Udara keluaran dari DEC Nyaman Hangat T ( o C) 22,8-25,8 25,8 27,1 23 26 25,9 28 RH (%) 40 60 40 60 50 70 64 84 Tabel 1 menunjukkan perbandingan temperature dan kelembaban relative udara keluaran direct evaporative cooler dengan standar SNI dan ASHRAE. Untuk standar SNI kenyamanan sendiri dibagi menjadi tiga yaitu sejuk, nyaman dan hangat. Alat ini belum mampu untuk mencapai kondisi sejuk., tetapi temperature udara keluaran alat ini dapat memdekati standar SNI untuk kondisi hangat. sehingga untuk dapat mencapai standar kenyamanan SNI perlu adanya alat tambahan pada direct evaporative cooler yaitu desiccant cooling system yang berfungsi untuk menurunkan kelembaban tanpa menaikan temperaturnya. 4. Kesimpulan dan saran Dari hasil pengujian alat direct evaporative cooler dapat disimpulkan bahwa (1) Direct Evaporative Cooler mampu menurunkan udara luar hingga 8 o C (dari 34 hingga 26 o C), (2) Alat direct evaporative cooler memiliki kelembaban dan efektifitas tertinggi sebesar 84% dan 81%, (3) prestasi tertinggi pada perubahan jenis sprayer terjadi ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116 115

pada jenis sprayer lubang tunggal, diikuti lubang 5 dan lubang 7, (4) perbedaan prestasi karena perubahan jenis spayer relative kecil, kurang dari 5 %. Prestasi alat masih belum maximal, yaitu efektifitas baru mencapai tertinggi 81%, sehingga penelitian ini masih perlu perbaikan diantaranya (1) Perlu diadakan penelitian lanjutan guna melihat lebih jauh pengaruh variasi jenis water sprayer baik dari diameter lubang maupun jumlah lubang, (2) pemasangan/penempatan water sprayer perlu dioptimalkan lagi agar kontak antara butiran yang keluar dari water sprayer lebih merata. Daftar pustaka [1] Stoecker, W.F and jones, J.W. 1989. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, edisi ke-2. Alih bahasa Ir. Supratman Hara. Jakarta : Erlangga [2] Samar Jaber, Salman Ajib, 2011, Evaporative cooling as an efficient system in Mediteranean region, Applied thermal engineering, Elsevier [3] Homewise, 2000, Cooling examples extracted from the June 25, University of Idaho publication. [4] Wang, Sahn K., 2000, Handbook of Air Conditioning and Refrigeration, 2nd edition, McGraw-Hill Companies, Inc. [5] Wiranto.A, 1994 Tata udara ruang, edisike- 4, Pradnya, Jakarta 116 ROTASI Vol. 19, No. 3, Juli 2017: 110 116