BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa Pemerintah akan menarik pajak bagi sektor UKM beromzet Rp

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh lembaga independen seperti Masyarakat Transparansi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber terpenting sebagai penghasilan bagi Negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen penting dalam berjalannya pemerintahan sebuah negara. APBN yang digunakan oleh sebuah pemerintahan diharapkan dapat

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengamatan perpajakan Center Taxation analysis (CITA)

BAB I PENDAHULUAN. pajak bersedia memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, tentunya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus

BAB I PENDAHULUAN. peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara (Munari,2005:120).

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Inasius (2014) di Indonesia, jumlah UMKM mencapai 56 juta unit dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia, ikut memacu

BAB V PENUTUP. tahun 2013, menguji seberapa untuk mengetahui pertumbuhan jumlah wajib. pajak, pertumbuhan penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2), perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak. dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dengan kemampuan kapasitas fiskal tinggi suatu negara akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Diterapkannya..., Cantiur, Fakultas Ekonomi 2015

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sektor terpenting dalam pembangunan dan

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan target awal APBN-P 2015 sebesar Rp 1.379,9 triliun, angka tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

1 BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual, maka perlu diperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia kini cukup pesat dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara (APBN berasal dari pajak dan, realisasi penerimaan perpajakan

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya Indonesia mampu mewujudkan kemandirian bangsa dan Negara dalam. negeri yang cukup besar. Salahsatunya adalah Pajak.

Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro. Ringkasan eksekutif

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pajak sebesar 70% terhadap total penerimaan negara. Kontribusi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu Bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari Dalam Negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2). Peran penerimaan pajak sangat penting bagi kemandirian pembangunan, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara dari Dalam Negeri yang paling utama selain dari minyak dan gas bumi untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan rencana keuangan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2014 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2014, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014. Pada tanggal 18 Juni 2014, APBN-P 2014 telah disepakati oleh DPR dan Pemerintah dalam Sidang Paripurna DPR RI. 1

2 Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, dalam APBN Perubahan tahun 2014 ditetapkan bahwa Pendapatan Negara ditargetkan sebesar Rp 1.635,4 triliun, atau turun Rp 31,8 triliun dari target APBN 2014. Dari total Pendapatan Negara APBNP 2014 tersebut, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp 1.072,4 triliun, atau turun Rp 34,3 triliun dari target APBN 2014 (www.kemenkeu.go.id). Penurunan target penerimaan perpajakan dipengaruhi oleh penurunan basis perhitungan (realisasi APBN-P 2013 yang tidak mencapai target), perlambatan pertumbuhan ekonomi, khusunya pertumbuhan sekor-sektor ekonomi (sebagai sumber utama penerimaan pajak) yang turun lebih besar dari penurunan PDB, serta penurunan nilai ekspor dari kegiatan ekonomi yang berorientasi pasar Luar Negeri (tradeable sectors) sehingga berdampak negatif pada penerimaan pajak. Untuk mengamankan sasaran penerimaan perpajakan tahun 2014, akan dilakukan extra effort melalui peningkatan pemeriksaan dan penagihan, ekstensifikasi, himbauan dan konseling (www.kemenkeu.go.id). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada dua hal yang membuat Kementerian Keuangan mengajukan revisi APBN. Pertama, terjadinya perlambatan ekonomi baik domestik maupun global. Hal ini membuat ekspor melambat sebagai imbas penurunan permintaan dari Luar Negeri dan penurunan harga komoditas. Kedua, terjadi juga perlambatan penerimaan pajak pertambahan nilai dan pajak barang mewah yang disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan investasi dan realisasi impor. Menurut Bambang, hingga April 2014, penerimaan bulanan perpajakan bersifat fluktuatif. Berbeda dengan tahun 2013 yang lebih stabil. Dari jumlah revisi itu, Bambang menjelaskan bahwa target PPh Nonmigas

3 turun 5,5% menjadi Rp 28,3 triliun. Kemudian PPN dan PPnBM diturunkan 3,5% menjadi Rp 17,4 triliun. Sedangkan PBB menjadi Rp 9 triliun atau turun 35,2%. Penerimaan cukai juga disebut melambat dari tahun sebelumnya (Putri, 2014). Berdasarkan hasil evaluasi realisasi penerimaan pajak tahun 2013, realisasi penerimaan pajak selalu dibawah target. Pencapaian realisasi penerimaan pajak tahun 2013 berada pada titik terendah sejak tahun 2011 yaitu hanya mencapai 91,31% dari target sebesar Rp 1.139,32 trilliun. Berikut ini disajikan realisasi dan target penerimaan pajak menurut jenis pajak di Indonesia tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Tabel 1.1 Realisasi dan Target Penerimaan Pajak menurut Jenis Pajak di Indonesia Tahun 2011-2013 Sumber : www.theprakarsa.org. Dari tabel 1.1, terlihat adanya fenomena bahwa selama 3 (tiga) tahun realisasi penerimaan pajak selalu dibawah target. Permasalahan perpajakan terutama yaitu rendahnya target dan realisasi pada tiap tahun fiskal belum

4 beranjak dari permasalahan yang sudah terjadi bertahun-tahun. Rendahnya pencapaian target penerimaan pajak pada tahun 2013 disebabkan oleh beberapa hal, antara lain yaitu: 1. Otoritas perpajakan masih lemah, baik dari sisi kemampuan menjangkau Wajib Pajak maupun dari sisi inovasi atau terobosan kebijakan perpajakan; 2. Sumber daya manusia di otoritas perpajakan masih kurang memadai, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi inovasi atau terobosan kebijakan perpajakan; 3. Lemahnya sistem perencanaan, implementasi dan pengawasan otoritas perpajakan sehingga target penerimaan tiap tahun sulit dicapai. 4. Tingginya praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion) oleh Wajib Pajak badan dan orang pribadi. 5. Tekanan krisis ekonomi global yang berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang menyebabkan penerimaan pajak mengalami penurunan dari target yang ditetapkan. 6. Terjadinya goncangan pada sisi neraca perdagangan yang berdampak pada depresiasi mata uang rupiah menyebabkan munculnya kebijakan fiskal untuk menjaga keseimbangan makro ekonomi dan ini yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan insentif perpajakan. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui bahwa perlu adanya perubahan mendasar dalam mengejar target peningkatan penerimaan pajak. Beberapa perubahan yang perlu dilakukan yaitu dengan penguatan, pembenahan dan penambahan sumber daya manusia pada otoritas perpajakan. Selain itu, harus ada

5 kebijakan yang sinkron antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk mencapai keseimbangan ekonomi sehingga potensi penerimaan pajak tidak hilang akibat kebijakan yang kontra-produktif terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak (Maftuchan dan Wiko, 2013). Berikut ini disajikan target dan realisasi penerimaan pajak periode tahun 2011 sampai dengan 2013 pada 3 (tiga) KPP Pratama Kota Bandung yaitu, KPP Pratama Bandung Tegallega, KPP Pratama Bandung Cibeunying dan KPP Pratama Bandung Bojonagara. Tabel 1.2 Realisasi dan Target Penerimaan Pajak Tahun 2011-2013 pada 3 (Tiga) KPP Pratama Kota Bandung Sumber : Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I (2014) Berdasarkan tabel 1.2 diatas, dapat disimpulkan bahwa realisasi penerimaan pajak periode Tahun 2011 sampai dengan 2013 pada 3 (tiga) KPP Pratama Kota Bandung masih dibawah target. Total pencapaian pada KPP Pratama Bandung Tegallega selama tiga tahun hanya mencapai 3,04%, sedangkan

6 pada KPP Pratama Bandung Cibeunying hanya mencapai 7,04% dan pada KPP Pratama Bandung Bojonagara hanya mencapai 3,93%. Hal ini jelas terlihat bahwa pada masing-masing KPP tersebut masih belum dapat mencapai realisasi sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak dihadapkan pada tiga kendala yang dapat menyebabkan target penerimaan pajak tidak tercapai, kendala utamanya adalah kesadaran masyarakat yang belum tinggi dalam menunaikan kewajibannya sebagai pembayar pajak yang tepat waktu dan sesuai dengan jumlah tagihannya, tantangan yang dihadapi yaitu kesadaran masyarakat Wajib Pajak dan tingkat kepatuhannya yang perlu ditingkatkan. Dua kendala lainnya adalah data yang tidak lengkap dan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas. Masalah data sangat menentukan dalam upaya peningkatan jumlah penerimaan pajak, meskipun sudah ada aturan yang mewajibkan seluruh lembaga dan korporasi menyetorkan data, data yang dimiliki Ditjen Pajak tidak semakin mudah dilengkapi (Setiawan, 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, fenomena lain yang berhubungan dengan belum optimalnya penerimaan pajak, telihat pula selama Tahun 2014 realisasi penerimaan pajak belum mencapai target. Berikut ini disajikan target dan realisasi penerimaan pajak di Indonesia periode Januari sampai dengan Oktober 2014:

7 No Tabel 1.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Indonesia Jenis Pajak Periode Januari - Oktober 2014 Target APBN-P 2014 (Rp. Miliar) Realisasi s.d Oktober 2014 (Rp. Miliar) A PPh Non Migas 485,976.87 362,573.47 1. PPh Ps21 105,675.73 86,424.57 2. PPh Ps22 7,954.04 5,276.32 3. PPh Ps 22lmpor 42,706.29 34,073.69 4. PPh Ps 23 26,027.04 20,776.44 5. PPh Ps 25/29 OP 5,147.37 3,871.80 6. PPh Ps 25129 Badan 181,663.71 117,777.85 7. PPh Ps 26 32,877.08 26,900.68 8. PPh Final 83,882.21 67,395.83 9. PPh Non Migas 43.42 76.28 Lainnya B PPN dan PPnBM 475,587.18 316,673.64 1. PPN Dalam Negeri 274,754.86 180,155.30 2. PPN lmpor 176,690.63 123,213.79 3. PPnBM Dalam Negeri 15,141.40 8,351.79 4. PPnBM lmpor 9,399.37 4,820.94 5. PPN/PPnBM Lainnya 600.92 131.81 C PBB 21,742.91 14,754.96 D Pajak Lainnya 5,179.61 4,839.19 E PPh Migas 83,889.80 74,502.42 Total A+B+C+D 988,486.57 698,841.26 Total A+B+C+D+E 1,072.376.37 773,343.68 Sumber : www.pajak.go.id. Berdasarkan tabel 1.3, dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 realisasi penerimaan pajak periode Januari sampai dengan Oktober 2014 masih belum mencapai target. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengatakan penerimaan pajak hingga kuartal III-2014 baru mencapai 64 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar Rp

8 1.072,4 triliun. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan bahwa perlambatan ekonomi global yang berdampak pada perekonomian nasional menjadi penyebab penerimaan pajak menurun (Rikawati, 2014). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan bahwa penerimaan pajak sampai dengan 8 Agustus 2014 masih minim. Oleh karena itu, pihaknya saat ini sedang melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan penyerapan pajak. Salah satu cara yang akan dilakukan adalah dengan intensifikasi penyerapan pajak dan perlunya mengambil langkah ektensifikasi. Mekanisme ektensifikasi merupakan maksimalisasi penyerapan pajak dengan menggali potensi pajak yang belum terserap (Afriyadi, 2014). Untuk mengamankan agar target penerimaan pajak tercapai, Direktorat Jenderal Pajak telah menyusun langkah optimalisasi penerimaan pajak yang dijabarkan dalam bentuk program kerja strategis. Salah satunya yaitu dengan melakukan perluasan Basis Pajak, termasuk kepada sektor-sektor yang selama ini tidak terlalu banyak digali potensinya. Sektor-sektor yang akan digali potensinya karena belum terserap secara maksimal diantaranya sektor perdagangan (Usaha Kecil dan Menengah) yang memiliki tempat usaha di pusat-pusat perbelanjaan dan sektor properti (Budi, 2013). Direktur Penyuluhan dan Humas Dirjen Pajak Kismantoro Petrus, menyebutkan bahwa selama ini penerimaan pajak masih banyak didominasi oleh perusahaan besar dan menengah. Dari data yang ada sekitar 55% penerimaan pajak tahun lalu dari perusahaan besar, kemudian sekitar 45% berasal dari perusahaan menengah. Sementara sektor UKM di bawah 2%, padahal sektor

9 UKM ini tumbuh sangat pesat di Indonesia. Potensi penerimaan pajak dari usaha kecil menengah (UKM) pada lima tahun mendatang diperkirakan bisa mencapai Rp 400 triliun. Namun, butuh dukungan para pelaku UKM di Indonesia demi memenuhi kewajiban membayar pajak sebesar 1% dari omzet usahanya (Agus, 2014). Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi yang mempunyai peran cukup besar dalam perekenomian nasional. Berdasarkan data Produksi Domestik Bruto (PDB) tahun 2011, UMKM mempunyai kontribusi kurang lebih sebesar 57% terhadap total PDB. Namun demikian apabila dibandingkan dengan kontribusi UMKM terhadap penerimaan pajak, terdapat miss-match dimana kontribusi UMKM pada penerimaan perpajakan sangat kecil, yaitu kurang lebih sebesar 0.5% dari total penerimaan pajak. Ketidakimbangan kontribusi UMKM tersebut merupakan suatu indikasi bahwa tingkat ketaatan UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah. Dalam upanya untuk mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) serta mendorong kontribusi penerimaan negara dari UMKM, pada tanggal 12 Juni 2013 Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang mulai berlaku pada tanggal 01 Juli 2013. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan batasan peredaran bruto tertentu. Walaupun tidak disebutkan dalam teks

10 peraturan tersebut, namun kebijakan ini ditujukan terutama kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) karena terdapat batasan peredaran bruto maksimal sebesar Rp 4,8 miliar. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini merupakan aplikasi dari model presumptive regime dalam perpajakan. Presumptive regime sendiri merupakan suatu bentuk pendekatan pengenaan pajak yang diterapkan dalam ekonomi yang pelakunya masih memiliki keterbatasan kemampuan administrasi dan pembukuan. Untuk itu perlu ada desain pemajakan khusus, dengan tujuan meminimalisir cost of compliance (Ibrahim, 2014). Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini memberi wewenang penuh kepada pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1). Materi pokok yang diatur dalam PP 46/2013 yaitu mengenai pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi bagi Wajib Pajak maupun Dirjen Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter (Pohan, 2013). Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang rendah juga menjadi salah satu pemacu pemerintah melakukan pertimbangan yang matang dalam menentukan

11 kebijakan fiskal yang diharapkan akan meningkatkan penerimaan Negara sekaligus kemudahan bagi Wajib Pajak serta mengurangi beban administrasi dari kedua belah pihak. Kemudahan melakukan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak dinilai dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Tentunya hal tersebut berbanding lurus dengan penerimaan yang akan diterima oleh Negara melalui sektor perpajakan. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM sampai tahun 2013 terdapat sekitar lebih dari 55 juta entitas UMKM (Admin: www.depkop.go.id). Jika dibandingkan jumlah Wajib Pajak orang pribadi dan badan sektor UMKM terdapat sekitar 8 juta Wajib Pajak, diperkirakan sekitar 4,7 juta tambahan wajib pajak berasal dari sektor ini. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak UMKM, terutama sektor mikro dan kecil masih dinilai rendah. Kepatuhan ini sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya memenuhi kewajiban perpajakan. Besar kecilnya biaya dipengaruhi oleh pajak yang harus dibayar dan biaya administrasi (Nurpratiwi, 2014). Kepala Seksi Hubungan Eksternal Dirjen Pajak Chandra Budi mengatakan, meski sudah dimulai sejak tahun 2013 penerimaan PPh dari sektor UMKM ini terbilang masih minim. Hal itu disebabkan karena kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh Dirjen Pajak. Selain itu, infrastruktur untuk memungut pajak dari pengusaha UMKM ini juga masih belum sempurna. Meski beromzet selangit, potensi perpajakan pada sektor UMKM selama ini tidak tergali dengan maksimal (Zatnika, 2014).

12 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul: PENGARUH EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK (Studi Survei pada KPP Pratama Bandung Cibeunying, KPP Pratama Bandung Tegallega, dan KPP Pratama Bandung Bojonagara) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar tingkat efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013? 2. Seberapa besar tingkat kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013? 3. Apakah terdapat pengaruh efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak? 4. Apakah terdapat pengaruh kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak? 5. Apakah terdapat pengaruh efektivitas dan kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 secara simultan terhadap penerimaan pajak?

13 6. Apakah penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak dibandingkan dengan penerimaan pajak sebelumnya? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. 2. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. 3. Untuk mengetahui pengaruh efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak. 4. Untuk mengetahui pengaruh kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak. 5. Untuk mengetahui pengaruh efektivitas dan kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 secara simultan terhadap penerimaan pajak. 6. Untuk mengetahui penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak dibandingkan dengan penerimaan pajak sebelumnya.

14 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini, penulis mengharapkan bahwa hasilnya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berkepentingan. Adapun pihak yang dituju oleh penulis yaitu sebagai berikut: 1. Bagi Penulis a. Dapat mewujudkan suatu bentuk skripsi, sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian kesarjanaan Jurusan Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi pada Universitas Widyatama. b. Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai efektivitas dan kontribusi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 serta hubungannya dengan penerimaan pajak. 2. Bagi Direktorat Jenderal Pajak Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menerapkan kebijakan perpajakan secara benar dan konsisten serta dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 untuk meningkatkan penerimaan pajak yang berimplikasi terhadap penerimaan negara. 3. Bagi Pihak Lain a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi tulisan lain yang sejenis dan juga sebagai sumber informasi dalam penelaahan lebih lanjut.

15 b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh serta mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian pada 3 (tiga) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bandung, yaitu: 1. KPP Pratama Bandung Cibeunying (Jl. Purnawarman No. 21 Bandung), 2. KPP Pratama Bandung Tegallega (Jl. Soekarno Hatta No. 216 Bandung), dan 3. KPP Pratama Bandung Bojonagara (Jl. Terusan Ir. Sutami No. 2 Bandung). Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan Januari 2015.