BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keragaman etnis dan budaya. Keragaman budaya tersebut menjadi kekayaan bangsa Indonesia dan perlu dikembangkan karena kebudayaan yang berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing. Namun seperti yang kita ketahui masih banyak budaya budaya daerah yang belum diketahui secara luas dan belum berkembang. Untuk itu bangsa Indonesia perlu mengembangkan secara serius pengajaran sejarah kebudayaan secara benar, untuk mengimbangi pengajaran sejarah politik yang cenderung digunakan untuk kepentingan penguasa (Nugroho Notosusanto, 1984). Media komunikasi yang semakin canggih telah menyebabkan masyarakat terintegrasi ke dalam suatu tatanan yang lebih luas, dari yang bersifat lokal menjadi global (Featherstone, 1990; Miller, 1995; Strathern, 1995). Sehingga banyak Desa, yang menjadi bagian dari apa yang disebut banyak ahli sebagai global village yang memperlihatkan betapa nilai-nilai yang dipelajari dan diyakini kemudian bukan hanya berasal dari lokalitas di mana seseorang berada, tetapi juga nilai-nilai dari suatu pusat dunia. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah seluruh gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia, bangsa, seni, teknologi, religi, ekonomi, 1
dan ilmu pengetahuan. Setiap manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya berupa pikiran cipta, rasa, dan kehendak karsa (Koentjaraningrat 1974:35). Cipta, adalah akal pikiran manusia yang menimbulkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan cipta ini manusia mengembangkan kemampuan alam pikirannya sehingga terciptalah ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Dengan rasa, manusia menggunakan panca indranya untuk mengembangkan rasa keindahan atau estetika dan melahirkan karya-karya kesenian. Sedangkan karsa atau kehendak, dengan ini manusia selalu ingin mengehendaki untuk menyempurnakan hidupnya, merindukan kemuliaan hidup, mencapai kesusilaan, dan budi pekerti luhur. Dalam upacara tradisi perkawinan ini tentu melibatkan masyarakat setempat. Sehingga terciptalah kebersamaan dan menumbuhkan sikap gotong royong dalam mempersiapkan segala sesuatunya. Fungsi upacara tradisi perkawinan ini adalah untuk memperkokoh norma-norma atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sehingga norma dan nilai-nilai itu tidak akan hilang. Untuk itu masyarakat harus dapat memegang teguh kebudayaan yang ada, yang dianggap sakral supaya tidak digantikan dengan budaya baru. Selain itu juga untuk menumbuhkan budaya gotong royong, sehingga rasa kebersamaan, kesetiakawanan antar anggota masyarakat sangat tinggi Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa upacara tradisi yang ada dalam masyarakat cepat atau lambat pasti akan mengalami perubahan dengan seiring berjalannya waktu. Untuk itu masyarakat setempat harus 2
melestarikannya dan yang paling penting memperkenalkan budayanya kepada generasi berikutnya, supaya tradisi dan kebudayaannya tidak hilang dan tetap terjaga. Suku Dayak Kayong sebenarnya belum begitu banyak dikenal dan belum populer seperti Dayak yang lain, apalagi kebudayaan-kebudayaan lokalnya. Oleh sebab itu disini akan dibahas tentang kebudayaan lokal mengenai Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong. Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong ini sangat unik, namun cukup sederhana. Dalam tradisi ini yang memimpin upacara adat hanyalah orang yang mengerti jalannya upacara adat atau orang yang bisa berbahasa adat seperti ketua adat, Domong adat atau Pemangku adat. Dalam upacara tradisi perkawinan ini juga terdapat seni tari yang dilengkapi dengan alat-alat musik tradisional seperti gong (tetawak), gendang, gamelan dan sebagainya, sehingga menambah nilai dari upacara perkawinan itu. Alat tradisional ini menyimpan nada-nada masa lalu yang merupakan bagian dari jiwa tradisi yang telah ada. Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak aspek penting dari musik tradisional tersebut telah hilang, mengalami perubahan atau pergeseran karena berbagai faktor. Aspek-aspek tersebut terutama menyangkut nilai, tujuan, latar belakang, dan sifat dasar penampilannya (Al. Yan Sukanda, 1990). Musik tradisional gong, gendang, gamelan yang dimainkan ini disebut begendang. Acara begendang ini merupakan puncak dari upacara perkawinan tersebut. Namun acara begendang ini bukan hanya dipakai dalam acara 3
perkawinan saja, namun juga dalam acara lain seperti peresmian rumah adat, acara makan tahun, acara pertunangan dan sebagainya. Gong merupakan alat yang paling utama dan terdapat pada hampir semua kelompok Dayak. Gong tersebut ditemukan dalam berbagai tipe dan ukuran serta dipakai dalam jumlah yang bervariasi. Dikalangan Dayak ditemukan paling tidak ada lima tipe gong, yaitu: tipe gerantong (gong besar), tipe tawak atau tetawak (gong panggil), tipe bondi, tipe boring (gong datar), tipe kelintang (gong-gong kecil horizontal). Begendang dalam tradisi perkawinan ini disertai dengan tarian tradisiol Dayak Kayong, biasanya yang memainkan alat tradisional ini adalah orang yang sudah tua begitu juga dengan para penarinya. Karena generasi muda sekarang, hanya sedikit sekali yang berminat sungguh-sungguh untuk mempelajari dan menghafal teks-teks dari upacara tradisional. Mungkin karena ada perasaan bosan atau perasaan bahwa ritus tradisi musik tersebut terlalu sederhana, tidak relevan lagi, dan tidak memperhatikan aspek estetik yang dimengerti secara umum, sehingga timbul keinginan untuk melakukan perubahan, walau dengan resiko penyimpangan dari sifat aslinya. Pergeseran nilai dan fungsi tadi, menurut banyak ahli, pada akhirnya tidak akan dapat ditolak atau dihindari. (Coomans, 1987:199) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 4
1. Bagaimanakah proses upacara tradisi perkawinan Suku Dayak Kayong? 2. Apakah makna upacara tradisi perkawinan Suku Dayak Kayong? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan proses upacara tradisi perkawinan Suku Dayak Kayong. 2. Untuk mengetahui makna upacara tradisi perkawinan Suku Dayak Kayong D. Batasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar dalam pembahasan tidak menyimpang dari masalah yang diteliti. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah: 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Betenung, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 3. Jenis kegiatan Jenis kegiatan yang diteliti adalah Upacara Perkawinan Suku Dayak Kayong yaitu perlengkapan upacara, prosesi upacara, nilai-nilai, atau norma-norma, partisipasi dan solidaritas warga masyarakat dalam mendukung tradisi perkawinan. 5
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis a. Bahan pertimbangan dalam pengembangan masyarakat Kalimantan dari segi kebudayaan b. Menanamkan perbendaharaan bahan bacaan tentang sejarah, terutama tradisi yang berkaitan dengan adat istiadat yang dapat dijadikan salah satu sumber kajian sejarah lokal. 2. Manfaat Praktis Memperkenalkan Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong di Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat supaya menjadi aset kebudayaan bangsa Indonesia untuk dapat dilestarikan dan dikembangkan oleh warga masyarakat Suku Dayak Kayong dan Bangsa Indonesia. 6