BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu dalam dunia pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Namun pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN DI KELAS VII.D SMP NEGERI 51 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman siswa

BAB I PENDAHULUAN. Hasratuddin : 2006) menyatakan bahwa: matematika merupaka ide-ide abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan tindakan. Motivasi dalam belajar sangatlah penting dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di. Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Mata pelajaran matematika telah diperkenalkan kepada siswa sejak tingkat dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi, namun demikian kegunaan matematika bukan hanya memberikan kemampuan dalam perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Untuk menguasai dan mengembangkan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak usia dini, hal ini disebabkan karena matematika membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Depdiknas : 2006) Hampir di setiap negara, pergeseran pandangan terhadap matematika sudah sering terjadi. Pergeseran pandangan ini bermula dari memandang matematika sebagai ilmu pengetahuan terstruktur secara rapi ke pandangan bahwa matematika adalah aktivitas kehidupan manusia (Turmudi : 2009). Untuk itu, cara memperolehnya juga berpengaruh yaitu dari penyampaian rumus, definisi, konsep serta algoritma ke penyampaian konsep matematika melalui konteks yang bermakna dan yang berguna bagi siswa. Dalam pergeseran cara pandang matematika tersebut, akan sangat berpengaruh mengenai bagaimana cara penyampaian matematika kepada siswa. Dalam pandangan tradisional, matematika dipahami oleh sebagian besar orang sebagai pengetahuan yang ketat dan yang statis (Romberg & Kaput : 1999) yang telah meletakkan dasar-dasar bahwa siswa adalah objek yang pasif, karena yang lebih diutamakan adalah pengetahuan matematika. Ketika guru dapat mendemonstrasikan kemampuan matematika di depan kelas tanpa buku maka guru tersebut dianggap guru yang luar biasa menurut pandangan ini. Seperti halnya guru, siswa ketika dapat menguasai dengan baik bagaimana guru

2 menguraikan bahan ajar matematika, maka dipandang bahwa seperti itulah siswa yang sukses. Tetapi ketika siswa menghadapi situasi lain di luar konteks yang diajarkan guru, siswa akan menyerah dan tidak mampu melakukan proses penyelesaian matematika tersebut. Padahal, dengan menggunakan konteks bahan yang telah diberikan, seharusnya siswa sudah mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Silver (Turmudi: 2009) berargumentasi bahwa aktivitas siswa sehari-hari dalam pelajaran matematika di kelas terdiri atas menonton gurunya, menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian bekerja sendiri dengan masalahmasalah (persoalan) yang disediakan dalam LKS. Dari uraian di atas dapat di lihat bahwa proses belajar-mengajar yang dibutuhkan saat ini yaitu proses belajar yang berpusat kepada siswa, dimana aktivitas siswa harus lebih dominan dari guru. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator di kelas. Dalam menjalankan peranan guru tersebut dibutuhkan kemampuan guru yang cukup agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Djauhari (Depdiknas, 2005) juga berpendapat bahwa kunci keberhasilan pembelajaran di sekolah adalah kreativitas dan inovasi guru dalam mengajar. Dalam KTSP (BSNP, 2006) dituliskan bahwa pembelajaran matematika di sekolah memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan dan kecakapan, salah satunya adalah memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Ketika menanamkan konsep baru kepada siswa, seringkali guru tidak mengaitkan dengan pengalaman kehidupan nyata yang dimiliki siswa. Selain itu, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa mengkonstruksi sendiri ide-ide matematis, sehingga pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas kurang bermakna. Van den Henvel- Panhuizen (2000) menegaskan, siswa akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan ketika siswa tersebut belajar matematika terpisah dari pengalamannya sehari-hari. Di sekolah pada umumnya, akan diberikan dengan jelas petunjuk bagaimana siswa menyelesaikan suatu persoalan, tetapi ketika siswa berada di

3 luar sekolah, mereka dihadapkan dengan persoalan yang berbeda yaitu mereka menemukan bagian yang sulit dari sebuah permasalahan. Sumarmo (2005) menyatakan bahwa kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik dalam permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan nyata merupakan kemampuan Daya Matematis (Mathematical Power). Oleh karena itu bagaimana pembelajaran matematika dilaksanakan sehingga dapat menumbuhkembangkan daya matematis siswa. Permasalahan kemampuan daya matematis siswa salah satunya adalah kompetensi strategis. Mathematics Learning Study Committee, National Research Council (NRC), Amerika Serikat dalam publikasi buku Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics di tahun 2001 menawarkan konsep lima kemampuan yang harus diraih oleh para siswa untuk dikatakan cakap dalam bidang ilmu matematika, salah satu diantaranya yaitu Strategic Competence, yang merupakan kemampuan untuk memformulasikan, merepresentasikan, serta menyelesaikan permasalahan matematika. Para peneliti pendidikan matematika di National Research Council (NRC) menganggap bahwa kelima aspek atau komponen tersebut mutlak dimiliki oleh siswa sebagai bentuk penguasaan matematika yang utuh. Kemampuan dan kecakapan siswa dikoordinasikan dengan bentuk penguasaan dalam pemecahan masalah yang bersangkutan dengan kehidupan sehari-hari. Ketika siswa tidak mampu memformulasikan permasalahan yang dihadapi siswa tersebut akan merasa kesulitan untuk menyelesaikannya. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Nirawati (2009) bahwa siswa sebagian besar masih kesulitan untuk mengubah soal cerita ke dalam simbol matematis, dan ini menunjukkan bahwa siswa tersebut merasa kesulitan dalam mempresentasikan suatu permasalahan. Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya kompetensi strategis siswa. Dengan demikian, kompetensi strategis perlu dikembangkan untuk mendukung peningkatan kemampuan memecahkan masalah seperti yang diungkapkan dalam Academy of Math (2003): Solving mathematical problems proficiently requires a combination of conceptual understanding, computational fluency and strategic competence.

4 Yuspriyati (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa permasalahan kompetensi strategis siswa dapat dilihat dalam hasil belajar siswa yang kurang maksimal, dikarenakan siswa kurang terbiasa untuk mengerjakan permasalahan matematika secara sistematis. Permasalahan di sini adalah masalah matematika yang bersifat non rutin. Secara keseluruhan siswa belum bisa menyelesaikan masalah matematik dengan tepat, efisien, dan logis. Sejalan dengan itu untuk meningkatkan kemampuan kompetensi strategis siswa, faktor lain yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah kemandirian belajar siswa dalam matematika. Keterampilan kemandirian belajar pada siswa dirasa masih kurang, hal ini bisa dilihat dari banyaknya aktivitas siswa yang cenderung menunggu instruksi dari gurunya. Siswa kurang atau bahkan belum termotivasi untuk bisa belajar sendiri serta tanggung jawab terhadap tugas belajarnya masih rendah (Nur Izzati : 2012). Ini dapat dilihat dari siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang ditugaskan oleh guru. Selain itu ketika mengerjakan tugas matematika lainnya, rasa kurang percaya diri pada siswa sering muncul terhadap kebenaran jawaban yang telah dibuatnya. Siswa harus bertanya dulu kepada gurunya untuk meyakinkan apakah jawaban yang dibuatnya sudah benar atau belum. Tidak hanya menunggu jawaban dari guru saja, ada pula siswa yang menunggu jawaban temannya untuk disalin kembali. Ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum mempunyai kemandirian belajar dalam matematika. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ladysa (2012) yang menyatakan bahwa masih rendahnya inisiatif dari siwa untuk bertanya, mengerjakan soal, dan membaca buku. Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya produk dan pemanfaatan teknologi informasi, konsepsi penyelenggaraan pembelajaran telah bergeser pada upaya perwujudan pembelajaran yang modern. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model, pendekatan serta metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

5 Sejalan dengan itu, untuk menumbuhkembangkan daya matematis siswa diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika dengan tepat, efisien dan logis. Dalam kajian tentang upaya mendorong berpikir matematik siswa, Basten, dkk. (2001) menyatakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematik siswa serta memperoleh kemandirian dalam belajarnya guru dapat menggunakan berbagai pendekatan mulai dari yang bersifat langsung sampai pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung adalah suatu pendekatan pembelajaran yang lebih berpusat pada guru, sementara pendekatan tidak langsung adalah suatu pendekatan pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa. Dalam penelitian ini, digunakan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual), dengan materi geometri. Dalam bukunya, Meier (2002) mengemukakan pembelajaran dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Melalui alat indera tersebut, di dalam aktivitas belajar siswa dapat dilakukan dengan menyimak, berbicara, berdiskusi serta mengeluarkan pendapat dan memecahkan masalah. Unsur-unsur dari pendekatan SAVI antara lain: Somatis (belajar dengan berbuat), misalnya siswa diminta menggambarkan bangun geometri ruang. Auditori (belajar dengan mendengarkan), seperti siswa diminta mengungkapkan pendapat atas informasi yang telah didengarkan dari penjelasan guru, misalnya siswa diminta menjelaskan perbedaan kubus dengan balok. Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan), melalui alat peraga serta proses belajar mengajar dengan menggunakan powerpoint siswa diharapkan dapat mengamati bangun-bangun geometri secara jelas dan mampu menggambarkannya. Intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenungkan), misalnya siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan dari materi yang telah dijelaskan guru. Menurut Meier (Dwi Putra : 2011) pembelajaran geometri menjadi optimal apabila keempat unsur SAVI terdapat dalam satu peristiwa pembelajaran. siswa

6 akan belajar sedikit tentang konsep-konsep geometri dengan menyaksikan presentasi (Visual), tetapi dapat belajar lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu (Somatis), membicarakan atau mendiskusikan apa yang mereka pelajari (Auditori), serta memikirkan dan mengambil kesimpulan atau informasi yang mereka peroleh untuk diterapkan dalam menyelesaikan soal (Intelektual). Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti perlu melakukan penelitian dengan harapan pembelajaran dengan pendekatan SAVI dapat meningkatkan kemampuan kompetensi strategis matematis dan kemandirian belajar siswa. Penelitian difokuskan pada salah satu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Kelas VIII. B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran SAVI lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran SAVI lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Seperti apakah kemandirian belajar siswa setelah memperoleh pembelajaran SAVI? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk menelaah pencapaian kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran SAVI dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Untuk menelaah peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran SAVI dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

7 3. Mendeskripsikan kemandirian belajar siswa setelah memperoleh pembelajaran SAVI. D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Menambah khasanah ilmu, khususnya dalam bidang pendidikan mengenai hubungan antara kemandirian belajar dengan kemampuan kompetensi strategis matematis melalui pendekatan SAVI. 2. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang penggunaan pembelajaran dengan pendekatan SAVI dalam usaha meningkatkan kemampuan kompetensi strategis matematis dan kemandirian belajar siswa. 3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih aktif, kreatif, dan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan efektif serta menumbuhkan sikap tolong-menolong dan bersaing sehat antar siswa dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan SAVI. 4. Menambah wawasan bagi praktisi pendidikan dalam perkembangan inovasi pembelajaran matematika sebagai rujukan penelitian selanjutnya. 5. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan pembelajaran dengan pendekatan SAVI dalam proses belajarmengajar matematika. E. Definisi Operasional berikut: Penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai 1. Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI Pembelajaran dengan pendekatan SAVI memiliki unsur-unsur belajar Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual yaitu pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik (tubuh, pendengaran, penglihatan) dengan aktivitas intelektual. Aktivitas siswa dalam model pembelajaran ini dilibatkan secara optimal

8 dengan melibatkan emosi dan seluruh anggota tubuhnya. Peran guru adalah sebagai motivator dan fasilitator. Apabila keempat unsur tersebut terdapat dalam setiap pembelajaran, maka siswa dapat belajar secara optimal. Berikut akan dijelaskan keempat unsur tersebut. - Belajar Somatis, yaitu belajar harus dengan indera peraba, kinetis, praktis, melibatkan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar. Aktivitas belajar somatis seperti siswa diminta menyiapkan kerangka bangun ruang, menggambarkan model kerangka bangun ruang, menggunting serta melipat jaring-jaring bangun ruang tersebut. - Belajar Auditori, yaitu belajar dengan melibatkan kemampuan auditori (pendengaran). Siswa diminta mengungkapkan pendapat atas informasi yang telah didengarkan dari penjelasan guru. Dalam hal ini siswa diberi pertanyaan oleh guru tentang materi yang telah di ajarkan, misalnya siswa diminta menjelaskan perbedaan kubus dan balok. - Belajar Visual, yaitu belajar dengan melibatkan kemampuan visual (penglihatan), dengan alasan bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat memproses informasi visual daripada indera yang lain. Dalam penelitian ini proses belajar mengajar menggunakan alat peraga serta powerpoint mengenai bangun ruang seperti kubus dan balok. - Belajar Intelektual, yaitu bagian untuk merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Dalam proses belajar intelektual, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan dari materi yang telah dijelaskan oleh guru. 2. Kompetensi Strategis Matematis Kompetensi strategis matematis adalah kemahiran atau kemampuan siswa untuk merumuskan, menyajikan, serta memecahkan masalah-masalah matematika (Kilpatrick, Swafford, and Findell. 2001: 124). Kompetensi strategis dapat juga dikatakan kemampuan siswa dalam memahami situasi dan kondisi permasalahan, menemukan kata-kata kunci dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan, menyajikan masalah secara matematik, menemukan

9 hubungan matematik, menafsirkan jawaban dan menemukan solusi dari permasalahan yang tidak rutin. 3. Kemandirian belajar Kemandirian belajar siswa adalah kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan bertanggung jawab, tanpa selalu tergantung pada orang lain, yang memiliki ciri-ciri (1) inisiatif belajar, (2) mendiagnosa kebutuhan belajar, (3) menetapkan tujuan belajar, (4) memonitor, mengatur dan mengontrol belajar, (5) memandang kesulitan sebagai tantangan, (6) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, (7) memilih dan menetapkan strategi belajar yang tepat, (8) mengevaluasi proses dan hasil belajar, (9) konsep diri (Sumarmo : 2004). 4. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional yaitu cara mengajar biasa yang dipakai pada pengajaran matematika. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode ekspositori. Pada metode ini, guru yang memberikan informasi mengenai konsep matematika, mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola/aturan/dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kemudian guru memberikan contoh soal aplikasi dan meminta siswa untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau mejanya masing-masing. Siswa mungkin bekerja secara individual atau bekerja sama dengan teman sebangkunya dengan sedikit tanya jawab. Pada akhir pembelajaran, siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah (Ruseffendi, 2005: 290).