PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. tektonik besar yang terus bergerak yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

Ashri Salam, Ld. Murfain, Ld. Ali Rahmat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo,Kendari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACTION DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

GUBERNUR SULAWESI BARAT

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

Transkripsi:

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Eddy Hamka 1, Fajriah 2, Laode Mansyur 3 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari, Kota Kendari 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari, Kota Kendari 3 Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Kota Makassar Alamat Korespondensi : Jl. KH. Ahmad Dahlan, No. 10, Kota Kendari, Telp. 08114034988 E-mail: 1) e.hamka83@gmail.com, 2) rhia.fajriah@gmail.com, 3) manode.kp3k@gmail.com Abstrak Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem penting didaerah pesisir baik ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Salah satu desa pesisir yang memilki potensi hutan mangrove di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara yaitu Desa Alo-Alo yang secara eksisting telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan penangkapan kepiting, kayu bakar dan tambak dan kondisinya saat ini telah mengalami kerusakan. Tujuan dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini yaitu (1) merehabilitasi kembali ekosistem mangrove yang telah rusak dan membantu serta menfasilitasi penyusunan peraturan desa terkait pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Alo-Alo. Kegiatan dilaksanakan antara bulan April Agustus 2017 di Desa Alo Alo, Kecamatan Lembo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.Pendekatan yang digunakan yaitu pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Kegiatan yang dilakukan meliputi (1) survey kondisi eksisting hutan mangrove, (2) observasi calon lokasi rehabilitasi mangrove, (3) penanaman mangrove, (4) pembuatan draft peraturan desa, (5) pembahasan draft peraturan desa, (6) penetapan peraturan desa tentang pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove di Desa Alo Alo. Hasil yang dicapai antara lain (1) jenis mangrove di Desa Alo-Alo didominasi oleh Rhizophora sp, Bruguiera sp dan Sonneratia sp, (2) luas area rehabilitas mangrove yaitu 6,89 ha dengan jumlah bibit yang ditanam dan tumbuh dengan baik sebanyak 68.762 jenis Rhizophora sp, dan (3) terbentuknya peraturan desa tentang pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove di Desa Alo-Alo dengan luas kawasan 100,82 ha yang terdiri dari zona pemanfaatan dan zona konservasi. Kata kunci : Desa Alo-Alo, pendampingan desa, peraturan desa, rehabilitasi mangrove 1. PENDAHULUAN Kebijakan pengelolaan mangrove di wilayah pesisir telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Presiden No.121 Tahun 2014 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sehingga diperlukan peran aktif serta setiap unsur masyarakat dalam menjaga dan memanfaatkan ekosistem mangrove secara bijak dan bertanggung jawab. Mangrove merupakan tanaman yang yang banyak ditemukan di sekitar pantai, laguna, delta dan teluk. Tanaman ini memiliki fungsi fisik, ekologis, dan sosial ekonomi yang sangat penting di wilayah pesisir dan laut maupun masyarakat di sekitarnya. Secara fisik, ekosistem mangrove dapat menahan hempasan ombak atau angin saat terjadi badai, sehingga mampu menjaga dan melindungi keberadaan pantai, perumahan serta bangunan fisik lainnya. Secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai habitat biota laut, penyerap karbon, sumber plasma nutfah, tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi berbagai biota perairan seperti ikan, udang, dan kepiting [1]. Secara ekonomi, ekosistem mangrove banyak dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan, seperti wisata bahari, perikanan tangkap, budidaya dan sebagainya. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO 2017 1

Desa Alo-Alo sebagai salah satu desa di Kabupaten Konawe Utara yang sebagian wilayahnya memiliki ekosistem mangrove yang banyak dimanfaatkan untuk menangkap kepiting, walaupun saat kondisinya telah mengalami kerusakan akibat aktivitas penebangan oleh masyarakat Desa Alo-Alo sendiri ataupun dari desa sekitar untuk dijadikan kayu bakar dan material utama alat tangkap sero serta aktivitas dikonserversi menjadi lahan tambak. Kondisi ini tentunya secara langsung akan mengancam kelestarian ekosistem mangrove tersebut dan akan berdampak pada penurunan fungsi fisik, ekologis dan ekonomi. Disisi lain, belum adanya peraturan desa yang mengatur pemanfaatan mangrove mengakibatkan aktivitas pengerusakan masih berlangsung hingga saat ini. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman aparat desa dalam penyusunan peraturan desa yang terkait dengan pengelolaan kawasan. Untuk itu kegiatan ini bertujuan untuk merehabilitasi kembali ekosistem mangrove yang telah rusak di Desa Alo-Alo dan membantu serta menfasilitasi penyusunan peraturan desa pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Alo-Alo. 2. METODE Kegiatan dilaksanakan antara bulan April-Agustus 2017 di Desa Alo-Alo Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Keberhasilan kegiatan ini sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat, sehingga pendekatan yang digunakan adalah model pemberdayaan masyarakat secara partisipatif yaitu pendekatan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek utama dalam setiap aktivitas kegiatan yang akan dilaksanakan [2,3,4]. Tahapan kegiatan yang dilaukan terdiri dari (1) survey kondisi hutan mangrove untuk mengetahui kondisi biofisik dan jenis mangrove yang berada di Desa Alo-Alo serta menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi mangrove, (2) pembibitan dan penanaman mangrove, 3) penyusuan peraturan desa tentang pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove di Desa Alo Alo, (4) monitoring pertumbuhan mangrove dilaksanakan untuk membersihkan teritip yang menempel dan mengganti bibit mangrove yang mati. Unsur masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan yaitu Pemerintah Desa Alo-Alo, Koperasi Kuda Laut Bersinar Desa Alo-Alo dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Ibu PKK dan kelompok karang taruna. 3. HASIL DAN KEGIATAN Survey Kondisi Hutan Mangrove Secara umum jenis substrat perairan di Desa Alo- Alo didominasi oleh lumpur dan lumpur berpasir dengan jenis mangrove yang ditemukan adalah Rhizopora sp, Bruguiera sp dan Sonneratia sp. Tanaman mangrove jenis Rhizophora sp dapat tumbuh dengan baik pada substrat berlumpur dan pasir berlumpur [5,6] Kegiatan survey dilakukan pada saat air surut untuk memudahkan penentuan lokasi penanaman mangrove (Gambar 1). Hasil survey bersama dengan pemerintah desa dan anggota koperasi kuda laut bersinar, maka ditetapkan 7 blok tanam kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan luas sekitar 6,98 ha (Tabel 1). 2 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

Gambar 1. Survey kondisi mangrove Tabel 1. Blok tanam dan luas rehabilitasi mangrove Blok Luas (Ha) Tanam 1 0,85 2 0,79 3 1,76 4 1,42 5 1,05 6 0,72 7 0,39 Total 6,98 Penyemaian Bibit dan Penanaman Mangrove Proses penyemaian pada kegiatan dimulai dengan menyiapkan bibit mangrove oleh masyarakat desa yang diambil dari dari mangrove yang telah dewasa. Jenis bibit yang digunakan adalah rhizophora sp. Selanjutnya bibit mangrove yang akan disemaikan dimasukan kedalam media polyback yang telah diberi lumpur. Kegiatan penyemaian dilakukan selama sekitar 2 bulan yang diletakkan pada lokasi yang masih terpengaruh pasang surut air laut dan mudah untuk dimonitoring oleh masyakat (Gambar 2). Tujuan penyemaian ini untuk meningkatkan kelangsungan hidup bibit mangrove yang akan ditanaman. Jumlah rumah media penyemaian yang dibuat sebanyak 25 unit. Setiap rumah penyemaian terdiri dari 2.000-3.000 bibit mangrove. Bibit mangrove Penyiapan media tanam Bibit mangrove siap tanam Bibit mangove yang sedang disemaikan Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO 2017 3

Gambar 2. Proses pembibitan mangrove Kegiatan penanaman dilakukan selama selama 1 bulan dengan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 69.800, namun yang berhasil tumbuh dengan baik sebesar 68.762 bibit mangrove (Gambar 3). Jarak tanam yang digunakan yaitu 1x1 meter. Bibit mangrove yang telah memperlihatkan akar dan telah memilki daun pada proses penyemaian kemudian dipindahkan kelokasi penanaman oleh masyarakat Desa Alo-Alo. Pola penanaman dilakukan dengan sistem bertahap yaitu menyelesaikan satu blok tanaman kemudian berpindah ke blok tanam lainnya. Setiap blok tanam akan diberi tanda serta jumlah yang harus ditanam. Proses penanaman pertama dilakukan bersama dengan masyarakat desa dan mengundang beberapa instansi pemerintah dan perguruan tinggi, yaitu Dinas Perikanan Kabupaten Konawe Utara, civitas akademika Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari dan BPSPL Makassar-Satker Kendari agar kegiatan ini nantinya dapat mendapat dukungan dari para pihak yang diundang tersebut. Seluruh kegiatan ini dilakukan saat air sedang surut. Gambar 3. Penanaman Mangrove Penyusunan Peraturan Desa Proses penyusunan Peraturan Desa (PERDES) tentang pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove di Desa Alo-Alo dilakukan selama 2 bulan yang diawali dengan pembuatan draft perdes, kemudian dilakukan proses rembuk bersama (FGD) yang difasilitasi oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam 2 (dua) kali pertemuan untuk menjaring aspirasi masyarakat terkait dengan isi dari draft perdes yang disusun (Gambar 4). Hasil akhir dari kegiatan ini adalah terbitnya Peraturan Kepala Desa Alo-Alo Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Wilayah Alo-Alo. 4 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

Gambar 4. Kegiatan penyusunan perdes Dalam perdes tersebut diatur tentang 1) pembagian zona yang terdiri dari zona konservasi dan zona pemanfaatan, 2) tata aturan pemanfaatan setiap zona, 3) larangan dan sanksi bagi setiap pelanggaran, dan 4) lembaga pengelola hutan mangrove di Desa Alo-Alo. Zona konservasi mencakup seluruh area kegiatan rehabilitasi dan beberapa spot mangrove yang masih memiliki kepadatan tinggi. Total luas kawasan yang diatur dalam peraturan ini yaitu 100,80 ha, terdiri dari 35,44 ha untuk zona konservasi dan zona pemanfaatan seluas 65,36 ha (Gambar 5). Gambar 5. Peta kawasan mangrove di Desa Alo-Alo Monitoring Pertumbuhan Mangrove Kegiatan monitoring dilaksanakan selama kegiatan penanaman mangrove dan pasca penanaman selama 1 bulan, meliputi pengantian bibit mangrove yang mati serta pembersihan dari hewan yang menempel pada batang. Selama proses monitoring jumlah bibit yang mati sebanyak 1.038 dan yang hidup hingga akhir kegiatan yaitu 68.762 dengan rata-rata tingkat survival rate (SR) yaitu 97,79% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa proses monitoring pada proses penanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan bibit mangrove. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO 2017 5

Tabel 2. Tingkat kelangsungan hidup bibit mangrove selama kegiatan Blok Bibit Mangrove Tanam tanam mati hidup 1 8.500 181 8.319 2 7.900 173 7.727 3 17.600 13 17.587 4 14.200 132 14.068 5 10.600 87 10.413 6 7.200 196 7.004 7 3.900 256 3.644 Jumlah 69.800 1.038 68.762 KESIMPULAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Desa Alo-Alo telah menghasilkan beberapa hal, yaitu penanaman sebanyak 68.762 bibit mangrove jenis rhizophora sp di lahan seluas 6,98 ha dengan rata-rata tingkat survival rate (SR) sebesar 97,79% dan terfasilitasinya penyusunan Peraturan Kepala Desa Alo-Alo Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Wilayah Alo-Alo. Disamping itu Pemerintah Kabupaten Konawe Utara melalui Dinas Perikanan akan memberikan dukungan dalam pengembangan kawasan ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Tarigan, M. S. 2008. Sebaran dan luas hutan mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Makara, Sains. 12(2): 108 112. [2] Setyawan, A. dan Winarno, K. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas. 7(2): 159-163. [3] Asnudin, A. 2010. Pendekatan Partrisipatif Dalam Pembangunan Proyek Infrastruktur Pedesaan di Indonesia. Jurnal SMARTek. 8(3): 182-190. [4] Utomo, B., Budiastuti, S. dan Muryani, C. 2017. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengeloaan Hutan Mangrove di Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kapupaten Jepara. Prosiding Seminar Nasional Geotik. Surakarta, Indonesia. 24 Mei 2017. 128-132 [5] Sari, A. N., Kardhinata, E. K. dan Mutia, H. 2017. Analisis Substrat di Ekosistem Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai Sumatera Utara. Jurnal BioLink. 3(2): 163-172. [6] Halidah, 2010. Pertumbuhan Rhizopora mucronata Lamk Pada Berbagai Kondisi Substrat di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Sinjai Timur Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(4): 399-412. 6 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk