BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Target Milleneum Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 adalah mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun 1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Dari data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun 2003 turun menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 sudah turun menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2010, dalam Amalia, 2011). Di Indonesia secara umum berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian bayi (AKB), berada pada angka 34 per 1.000 kelahiran hidup. Di Sulawesi Selatan Berdasarkan profil kesehatan dalam tahun 2008, angka kematian bayi mencapai 4,39 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Negara berkembang relatif masih tinggi. Angka tersebut bervariasi di setiap daerah. Hasil riset kesehatan 2007, menyinpulkan bahwa kejadian BBLR secara proporsional untuk tingkat nasional mencapai 15%. Hasil studi 3 wilayah, presentase kejadian BBLR terendah di Propinsi Bali sebesar 5,8%, tertinggi di propinsi Papua sebesar 27,0% dan Sulawesi Selatan mencapai 1,36% (Rakhmawati dan Jaya, 2010). Faktor penyebab BBLR sampai saat ini masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan penyebab BBLR adalah multifaktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, gizi, riwayat obstetri, morbiditas ibu selama hamil, periksa hamil (prenatal care) dan paparan toksis (merokok). Berbagai program kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan baik ditingkat rumah sakit rujukan maupun ditingkat pelayanan dasar namun hasilnya belum
memadai. Dengan di lakukannya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR berdasarkan data SDKI pada tahun 1994 maka hasilnya diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan program kesehatan ibu dan anak (KIA) terutama dalam upaya menurunkan kejadian BBLR (Kristanti dkk 1996). Bayi berat lahir rendah merupakan penyumbang terbesar kematian dan kesakitan bayi. Kejadian bayi berat lahir rendah berhubungan dengan banyak faktor seperti faktor kesehatan ibu, perilaku selama hamil, lingkungan serta faktor janin dan plasenta. Perilaku yang buruk selama kehamilan seperti paparan asap rokok dapat mempengaruhi suplai oksigen dari tubuh ibu ke janin dan plasenta. Paparan asap rokok juga dapat menurunkan kadar asam folat ibu yang berakibat terganggunya pertumbuhan janin di dalam kandungan (Irnawati dkk, 2011). Berat badan bayi ibu perokok pada umumnya kurang dan mudah menjadi sakit. Berat badan bayi tersebut lebih rendah 40-400 gram dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu bukan perokok. Sekitar 75% dari ibu-ibu hamil yang merokok satu bungkus sehari mungkin akan melahirkan anak yang beratnya kurang dari 2500 gram, dan persentase ini meningkat menjadi 12% pada ibu-ibu hamil yang menghabiskan dua bungkus rokok seharinya (Aditama, 1997). Merokok selama hamil berkaitan dengan keguguran, perdarahan vagina, kelahiran prematur, dan BBLR. Kejadian BBLR pada pada ibu perokok adalah dua kali lipat dibanding yang bukan perokok dan perokok ringan (<5 rokok sehari) dikaitkan dengan peningkatan kejadian BBLR. Secara keseluruhan tingkat kejadian BBLR adalah 8,8% untuk kelahiran perokok dan 4,5% untuk kelahiran bukan perokok. Di antara perokok, tingkat BBLR terus meningkat dengan meningkatnya konsumsi rokok ( Ventura,et al, 2003 dalam Amalia,2011). Rokok merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat menyebabkan cacat lahir. Kebiasaan merokok pada wanita hamil dapat menyebabkan abortus spontan dan kematian
janin prenatal, bahkan dapat menyebabkan meromelia. Sekalipun telah diperingatkan bahwa rokok dapat merusak perkembangan janin, masih ada 25 % wanita tetap merokok selama kehamilannya. Pada perokok berat 20 batang atau lebih perhari, dapat menyebabkan kelahiran prematur dua kali lebih sering dibanding ibu ibu yang tidak merokok, dan bayinya memiliki berat badan rendah (kurang dari 2000 gram), yang sering menyebabkan kematian janin (Razak, 2005 dalam Oktavianis 2011). Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain Karbon Monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek. Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) kedinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah pengumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer (Sirajuddin dkk 2011). Radikal bebas akan merusak tiga komponen molekul utama dari sel tubuh yaitu lipid, protein dan DNA. Kerusakan pada lipid disetiap oksidasi dan pada proses dasar oksidasi DNA sel akan mengganggu integritas sel, sehingga akan menimbulkan kematian sel ( Haliwell and Gutteridge, 1999). Ibu hamil perokok pasif berisiko terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Ibu hamil, baik yang terpapar rokok lebih dari 11 batang maupun hanya 1 sampai 10 batang per hari berisiko lebih tinggi untuk terjadinya bayi berat lahir rendah. Faktor risiko lain yang berperan
dapat meningkatkan risiko terjadinya bayi berat lahir rendah pada ibu hamil perokok pasif adalah riwayat BBLR sebelumnya (Irnawati dkk, 2011). Dampak negatif rokok dan asapnya terhadap ibu hamil diantaranya ancaman persalinan prematur, ketuban pecah sebelum waktunya, ancaman lepasnya plasenta sebelum lahir, plasenta previa, sedangkan dampak terhadap janin adalah berat badan janin lebih rendah dari normal, kematian janin di dalam rahim, miningkat kematian janin mendadak ( Sudden Infant Death Syndrom/SIDS ) ( Valleria, 2009 ). Yuliana (2009) dalam tuisannya mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan Oleh British Medica Association Tobacco Control Resource Centre menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan memiliki resiko melahirkan BBLR sebesar 1,5-9,9 kali dibandingkan dengan berat badan lahir bayi dari ibu yang tidak merokok, ditambah lagi menurut Kuroki (1988) mengatakan bahwa 1,34% dari wanita perokok tidak melahirkan bayi cacat dengan kelainan berupa polidaktili, talipes, kelainan anorectal, kelainan gigi dan magrognatia. Data yang dihimpun selama tiga tahun terakhir oleh Stephen G. Grant, peneliti kesehatan lingkungan di Universitas Pittsburgh, menunjukkan bahwa wanita yang menjadi perokok pasif melahirkan bayi yang mengalami mutasi genetis atau sama halnya wanita perokok. Menurutnya perokok pasif memiliki pengaruh buruk bagi janin. Hasil penelitiannya ini dimuat dalam online jurnal BMC Pediatric (Maulana, 2009 dalam Amalia, 2011). Semakin jelas bahwa merokok tidak hanya berpengaruh pada orang yang menghisapnya, namun juga mempengaruhi semua orang disekitarnya, termasuk janin yang sedang berkembang yang ibunya kebetulan berada di dekat orang yang merokok. Jadi, bila suami anda (atau siapa saja yang tinggal di rumah anda atau bekerja dekat anda) yang
merokok, tubuh bayi juga akan terkena kontaminasi asap tembakau, terlebih banyak bila anda sendiri yang merokok (Onggo, 2010 dalam Amalia, 2011). Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui Apakah Ada Hubungan Antara Suami Perokok Dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2013?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan 2013. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik Responden di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. b. Mengetahui jumlah suami yang merokok dan tidak merokok pada kasus BBLR di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. c. Mengetahui jumlah bayi BBLR di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. d. Mengetahui hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan 2013.
D. Manfaat Penelitian a. Bagi pihak Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas pelayanann pada perinatologi serta memberikan pelayanan dan perawatan pada bayi berat lahir rendah dengan optimal. b. Bagi peneliti yaitu dapat diketahui dengan jelas tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah dan menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai penerapan ilmu dan bahan informasi serta acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut. c. Bagi Institusi pendidikan sebagai sumber bacaan dan referensi di Perpustakaan untuk menambah wawasan mahasiswa Progam D IV Bidan Pendidik. d. Bagi masyarakat umum untuk meningkatkan pemahaman bahaya rokok terhadap kesehatan, terutama terhadap janin dan kemudian berupaya untuk mengendalikan risiko yang terjadi terutama BBLR.