ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Hubungannya Dengan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP KEMAMPUAN PEMBIAYAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH. Rosmiaty Tarmizi. Abstract

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri)

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH UNTUK BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA TOMOHON

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

ARTIKEL ILMIAH ANALISA KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA BADAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN PADA APBD

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

Jurnal MONEX Vol.6 No 1 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

Abstrak. Kata Kunci : Kinerja Keuangan Daerah, Rasio Keuangan APBD,APBD. Keyword: Regional Financial Performance, Financial Ratios budget APBD, APBD

Paramitha S. Mokodompit., S.S. Pangemanan., I. Elim. Analisis Kinerja Keuangan ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA KOTAMOBAGU

Oleh: Syukria Dewi Pembimbing: Restu Agusti dan Rahmiati Idrus

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN KUTAI TIMUR

KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PAJAK DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

ANALISIS KONTRIBUSI RETRIBUSI JASA UMUM TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

PENGARUH RASIO KEMANDIRIAN, EFEKTIFITAS DAN PERTUMBUHAN PADA KABUPATEN SOPPENG

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MANOKWARI DITINJAU DARI DERAJAT OTONOMI FISKAL DAN INDEKS KEMAMPUAN RUTIN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN KUTAI BARAT. Supina Sino,Titin Ruliana,Imam Nazarudin Latif

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

E.L. Tambuwun., S.S. Pangemanan., D.Afandi. Analisis Kinerja Keuangan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

Transkripsi:

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN Amelia Sutriani C0E013027 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Analisis Kemandirian dan ketergantungan Keuangan Daerah dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarolangun. Pembimbing dalam penelitian ini adalah Dr. H. Zamzami,SE., M.Si. dan Candra Mustika, SE., M.Si. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk menganalisis tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten sarolangun pada periode 2011-2015. Untuk menganalisis tingkat ketergantungan keuangan daerah kabupaten Sarolangun pada periode 2011-2015. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat kemandirian dan ketergantungan keuangan daerah dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten sarolangun pada periode 2011-2015. Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) dari tahun 2011-2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun selama tahun 2011-2015 rata-rata sebesar 5,25%, dikategorikan kemampuannya rendah sekali, keadaan ini menunjukkan tingkat kemampuan daerah masih sangat ketergantungan dengan dana transfer pusat. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten sarolangun selama tahun 2011-2015 rata-rata 84,78% dikategorikan tinggi, keadaan ini menunjukkan tingkat ketergantungan Kabupaten Sarolangun masih tinggi terhadap pemerintah pusat. Hubungan antara Kemandirian dengan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten sarolangun selama tahun 2011-2015 besaran kolerasi sebesar -0,899 mempunyai kolerasi positif, atau tinggi kemandirian maka diikuti dengan tingginya pertumbuhan ekonomi.

Hubungan antara Ketergantungan dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten sarolangun selama periode 2011-2015 besaran kolerasi 0,147, mempunyai kolerasi positif, atau tinggi ketergantungan keuangan daerah maka diikuti tingginya pertumbuhan ekonomi. Kata Kunci : Rasio Kemandirian,Rasio Ketergantungan, Pertumbuhan Ekonomi This thesis entitled "Analysis of Independence and Dependency of Regional Finance and Its Relation to Economic Growth of Sarolangun Regency". Advisor in this research is Dr. H. Zamzami, SE., M.Sc. and Candra Mustika, SE., M.Sc. The purpose of this study is to analyze the level of financial independence of the district of Sarolangun in the period 2011-2015. To analyze the level of financial dependency of Sarolangun regency in the period of 2011-2015. To analyze the relationship between the level of independence and regional financial dependence with the economic growth of Sarolangun Regency in the period 2011-2015. This study uses secondary data (time series) from 2011-2015. The result of analysis shows that the ratio of Financial Independence of Sarolangun Regency in 2011-2015 is 5.25% on average, categorized as very low ability, this condition shows the level of regional capability is still very dependent on the central transfer fund. District Financial Dependency Ratio of Sarolangun Regency during 2011-2015 is 84.78% categorized high, this condition shows the dependency level of Sarolangun Regency is still high to the central government. Relationship between Independence with Economic Growth Sarolangun District during the year 2011-2015 the amount of correlation of -0.899 has a positive correlation, or high independence then followed by high economic growth. The relation between Dependence with economic growth of Sarolangun Regency during period 2011-2015 amount of correlation 0,147, have positive correlation, or high dependency of regional finance hence followed by high economic growth. Keywords: Independence Ratio, Dependency Ratio, Economic Growth

PENDAHULUAN Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomi, yang pelaksanaan pembangunan bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat agar tujuan tersebut dapat tercapai. Maka pelaksanaan pembangunan tersebut harus dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dengan efektif dan efisien, oleh sebab itu diterapkan Otonomi Daerah maka setiap dapat melaksanakan wewenang yang luas dalam merencanakan dan mengalokasikan dana yang diperoleh untuk penyelenggaraan pembangunan suatu daerah yang sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu penerimaan daerah yang dalam pengelolaan keuangan masih timbul masalah, hal ini menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanana public serta juga merupakan tuntutan reformasi. Melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang No 33 Tahun 2004, memberi kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Otonomi daerah memberikan kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan penuh pertanggung jawaban kepada masyarakat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran dari hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi salah satu indikator peningkatan kesejahteraan penduduk suatu daerah atau Negara.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah yang otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Berdasarkan dengan hal tersebut maka dapat dilihat pertumbuhan ekonomi kabupaten sarolangun selama periode 2013-2015 pada tabel 1.1. sebagai berikut : Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarolangun Selama Tahun 2011-2015 No Tahun PDRB Pertumbuhan (%) 1 2011 7.063.709.5-2 2012 7.663.231.9 8,49 3 2013 8.246.149.4 7,61 4 2014 8.675.076.9 5,20 5 2015 8.986.278.8 3,59 Sumber: Bps Kabupaten Sarolangun Tahun 2015(Data diolah) Berdasarkan tabel 1.1. dapat dilihat bahwa tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun sebesar 8,49%, kemudian di tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun sebesar 7,61%, kemudian di tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun sebesar 5,20, kemudian di tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Kabupaten sarolangun sebesar 3,58. Pengertian Keuangan Daerah Menurut Yani (2009) keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Menurut Halim (2004), pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, sedangkan Mardiasmo (2002) mengatakan bahwa pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sector pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pengertian Kinerja Keuangan Menurut Bastian (2006) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Dalam mengukur keberhasilan/kegagalan suatu organisasi, seluruh aktivitas organisasi tersebut harus dapat dicatat dan diukur.pengukuran ini tidak hanya dilakukan pada input (masukan) program, tetapi juga pada keluaran manfaat dari program tersebut. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Analisis keuangan menurut Halim (2001) merupakan sebuah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Sedangkan pada pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menegaskan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat.

Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2001). Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio Ketergantungan Keuangan dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan/atau pemerintah provinsi. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Adapun Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data sekunder yang dimaksud adalah data yang sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak serta dipublikasikan oleh pihak pertama. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah dalam bentuk time series selama tahun 2011-2015. Data tersebut didapatkan dari Dinas Pengelolaan Pendapatan Kekayaan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarolangun. Analisis Data 1. Untuk Menjawab rumusan masalah pertama digunakan dengan metode analisis tingkat kemandirian keuangan daerah menurut Abdul Halim (2008) yaitu sebagai berikut : Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian Daerah = x 100% Transfer Pusat+Provinsi+pinjaman Tabel 2.1.

Tingkat Kemampuan Daerah Kemampuan Keuangan Rendah Sekali Rendah Sedang Tinggi Kemandirian(%) 0% - 25% 25% - 50% 50% - 75% 75% - 100% 2. Untuk Menjawab rumusan masalah pertama digunakan dengan metode analisis tingkat kemandirian keuangan daerah menurut Abdul Halim (2008) yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2. Tingkat Ketergantungan Daerah Ketergantungan Keuangan Persentase (%) Rendah Sekali 0% - 25% Rendah 25% - 50% Sedang 50% - 75% Tinggi 75% - 100% 3. Untuk menjawab rumusan masalah ketiga hubungan antara tingkat kemandirian dan ketergantungan keuangan daerah kabupaten sarolangun dengan pertumbuhan ekonomi (sigiyono, 2000) yaitu sebagai berikut : r xy = n xiyi xi yi (n xiyi 2 ( xi ) 2 (n yi 2 ( yi ) 2 Dimana :

r xy = nilai kolerasi antara x i dan y i n = jumlah periode x i = kemandirian keuangan y = pertumbuhan ekonomi Besarnya koefisien kolerasi (r) antara dua variable (y dan x) adalah nol sampai ± 1. Apabila dua buah variable (x dan y) mempunyai hubungan yang sempurna. Adapun interprestasi tingkat keeratan hubungan antara variable x dan y (variable bebas dan terikat), digunakan tabel interprestasi koefisien kolerasi dalam (sigiyono, 2000). Sebagai berikut : Tabel 3.1 Interprestasi Koefisien Kolerasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,00 Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat Defenisi Operasional 1. Tingkat Kemandirian keuangan daerah adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat, yang diukur dengan rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah bantuan pemerintah pusat dan pinjaman.

2. Tingkat ketergantungan keuangan daerah adalah ukuran tingkat kemampuan daerah dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah melalui optimalisasi PAD, yang diukur dengan rasio antara PAD dengan total penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun pada periode 2011-2015 Perhitungan tingkat kemandirian keuangan suatu daerah berguna untuk melihat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakatnya. Tabel 5.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun 2011-2015 Pendapatan Rasio Tahun Asli Daerah Dana Transfer Kemandirian Ket 2011 21.330.000.000 595.566.000.000 4,19 Rendah Sekali 2012 30.150.000.000 822.535.000.000 5,04 Rendah Sekali 2013 31.293.000.000 751.022.000.000 4,69 Rendah Sekali 2014 34.423.000.000 831.691.000.000 4,70 Rendah Sekali 2015 44.070.000.000 874.824.000.000 4,70 Rendah Sekali Rata-rata 5,25 Rendah Sekali Sumber : DPPKAD Kabupaten Sarolangun (data diolah) Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa hasil Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Sarolangun pada tahun 2011 Rasio Kemandirian Daerah dengan besarnya persentase 4,19% dikategorikan kemampuannya rendah

sekali, pada tahun 2012 Rasio Kemandirian Daerah mengalami peningkatan karena dana transfer pusat naik dari tahun sebelumnya sebesar 5,04% dikategorikan rendah sekali, pada tahun 2013 Rasio Kemandirian Daerah mengalami penurunan diakibatkan dana Pendapatan Asli Daerah dan dana transfer memiliki persentase sebesar 4,69% yang dikategorikan kemampuannya rendah sekali, tetapi pada tahun 2014 Rasio Kemandirian Daerah meningkat lagi besarnya persentase 4,70% dikategorikan kemampuanya rendah sekali, pada tahun 2015 Rasio Kemandirian Daerah besarnya persentase 4,70% dikategorikan kemampuannya rendah sekali. Rata-rata persentase Rasio Kemandirian Daerah Kabupaten Sarolangun selama tahun 2011-2015 sebesar 5,25% dan dalam kategori kemampuan rendah sekali. Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun pada Priode 2011-2015. Rasio ketergantungan daerah menggambarkan tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap bantuan pihak eksternal. Semakin tinggi ketergantungan suatu daerah, semakin tinggi tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal. Rasio ini ditunjukkan oleh rasio PAD terhadap total pendapatan serta rasio dana transfer terhadap total pendapatan. Tabel 5.2 Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun Tahun 2011-2015 Pendapatan Total Rasio Tahun Transfer Pendapatan Ketergantungan Ket 2011 508.803.000.000 616.896.000.000 82,47 Tinggi 2012 597.600.000.000 852.685.000.000 70,08 Tinggi 2013 666.610.000.000 782.315.000.000 85,20 Tinggi 2014 731.409.000.000 866.114.000.000 84,44 Tinggi 2015 738.530.000.000 918.894.000.000 101,8 Tinggi

Rata-rata 84,78 Tinggi Sumber : DPPKAD Kabupaten Sarolangun (data diolah) Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa hasil Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah pada Kabupaten Sarolangun pada tahun 2011 Rasio Ketergantungan Daerah dengan besarnya persentase 82,47% dikategorikan ketergantungannya tinggi, pada tahun 2012 Rasio Ketergantungan Daerah mengalami penurunan dengan besarnya persentase 70,08% dikategorikan ketergantungannya tinggi, pada tahun 2013 Rasio Ketergantungan Daerah mengalami peningkatan lagi dikarenakan tingginya Dana Alokasi Khusus dengan besarnya persentase 85,20% dikategorikan ketergantungannya tinggi, pada tahun 2014 Rasio Ketergantungan Daerah mengalami penurunan lagi dikarenakan rendahnya Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak dengan besarnya persentase 84,44% dikategorikan ketergantungannya tinggi, pada tahun 2015 Rasio Ketergantungan Daerah dengan besarnya persentase 101,8% dikategorikan ketergantungannya tinggi. Rata-rata persentase Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun selama tahun 2011-2015 rata-rata sebesar 84,78% dikategorikan ketergantungannya tinggi, keadaan ini menunjukkan tingkat ketergantungan Kabupaten Sarolangun masih tinggi terhadap pemerintah pusat. Hubungan Tingkat Kemandirian dan Ketergantungan Keuangan Daerah dengan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarolangun pada Periode 2011-2015. Guna mengetahui hubungan antara tingkat kemandirian dan ketergantungan daerah dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten sarolangun pada periode tahun 2011-2015. Digunakan Uji Kolerasi Pearson sebagai berikut :

RasioKemandirian RasioKetergantungan PE Tabel 5.3 Kolerasi Pearson Correlations Rasio Kemandirian Rasio Ketergantungan PE Pearson Correlation 1 -.183.899 * Sig. (2-tailed).769.038 N 5 5 5 Pearson Correlation -.183 1.148 Sig. (2-tailed).769.812 N 5 5 5 Pearson Correlation.899 *.148 1 Sig. (2-tailed).038.812 N 5 5 5 Hasil pengujian dengan menggunakan uji Korelasi Pearson, rasio kemandirian dengan pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi positif, atau semakin tinggi rasio kemandirian maka diikuti peningkatan pertumbuhan ekonomi. Besaran korelasi sebesar 0,899 berarti menunjukkan bahwa korelasi antara kemandirian daerah menunjukkan hubungan sangat tinggi dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk tingkat signifikansinya menunjukkan nilai (probabilitas 0,038 lebih besar dari pada 0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara kemandirian keuangan daerah dengan pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan keuangan daerah dengan pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi positif, atau semakin tinggi rasio ketergantungan maka diikuti peningkatan pertumbuhan ekonomi. Besaran korelasi sebesar 0,148 berarti menunjukkan bahwa korelasi antara ketergantungan daerah menunjukkan hubungan sangat rendah dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk tingkat signifikansinya menunjukkan nilai (probabilitas 0,812 lebih besar dari pada 0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara ketergantungan keuangan daerah dengan pertumbuhan ekonomi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun selama tahun 2011-2015 rata-rata sebesar 5,25% dikategorikan kemampuannya rendah sekali, keadaan ini menunjukkan tingkat kemampuan daerah masih sangat ketergantungan dengan dana transfer pusat. 2. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Sarolangun selama tahun 2011-2015 rata-rata sebesar 84,78% dikategorikan tinggi, keadaan ini menunjukkan tingkat ketergantungan Kabupaten Sarolangun masih tinggi terhadap pemerintah pusat. 3. Rasio kemandirian dengan pertumbuhan ekonomi, mempunyai korelasi positif, atau tinggi tingkat kemandirian maka diikuti dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi. Besaran korelasi sebesar 0,899 menunjukkan bahwa korelasi antara kemandirian daerah menunjukkan hubungan sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan keuangan daerah dengan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi positif, atau tinggi ketergantungan keuangan daerah maka diikuti dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi. Besaran korelasi sebesar 0,147 dikategorikan sangar rendah berarti ketergantungan keuangan daerah tidak ada hubungan dengan pertumbuhan ekonomi. 6.2. Saran Adapun saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil analisis yang merupakan pokok bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah baik secara intensifikan maupun secara ekstensifikasi. Kebijakan intensifikasi pajak dan retribusi daerah dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja pengelolaan dan pemungutan pajak dan retribusi daerah, sedangkan kebijakan ektensifikasi pajak dan retribusi daerah dilakukan dengan mengidentifikasi potensi daerah sehingga peluang-peluang baru untuk sumber penerimaan daerah dapat dicari. 2. Perlu mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat yaitu dengan mengoptimalkan potensi sumber pendapatan yang ada atau dengan meminta kewenangan yang lebih luas untuk mengelola sumber pendapatan lain yang masih dikuasi oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan PAD. 3. Melakukan penyenderhanaan, penyempurnaan mekasnisme dan prosedur, serta penataan ulang jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah adapun jenis penerimaan daerah lainnya, agar dapat meningkatkan sumber-sumber PAD dan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Namun juga melibatkan peningkatan kualitas SDM, penyiapan sarana/prasarana dasar dan pendukung,peraturan dan perundangundangan yang memperhatikan aspek ekonomi, efisiensi dan netralitas, revatilasasi lembaga-lembaga terkait termasuk desentralisasi kewenangan perizinan investasi, kebijakan pemberian fasilitas insentif kepada investor yang lebih menarik dan optimalisasi potensi perekonomian lokal sehingga bermanfaat kepada daerah. 4. Pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan PAD melalui sektor pajak dan retribusi. Meningkatkan target PAD berdasarkan analisis potensi riil daerah dan didiskusikan pada tahap perencanaan, tidak hanya dengan menaikan target, meningkatkan perolehan PAD terutama dengan mengoptimalkan pencapaian pada komponen pajak dan rest

DAFTAR PUSTAKA Abidin Said Zainal.2008. Strategi Kebijakan dalam Pembangunan Dan Ekonomi Politik,Jakarta:Suara Bebas Bahrudin, Rudy.2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Stim YPKM:Yogyakarta Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik:Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Halim, Abdul. 2002. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah.Jakarta.Salemba Empat. Halim, Abdul. 2004. Akutansi Sektor Publik-Akutansi Keuangan Daerah Edisi Revisi Salemba Empat,Jakarta Halim, Abdul. 2008. Akutansi Sektor Keuangan Daerah salemba empat: jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarolangun. DPPKAD Kabupaten Sarolangun. Kuncoro, Mudrajat. 2002. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi Perencanaan, Strategi Dan Peluang. Jakarta, Penerbit Erlangga Mahmudi, 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Managemen YKPN. Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi Yogyakarta Nordiawan, Deddi. 2010. Akuntansi sektor Publik Edisi 2.Jakarta : Salemba Empat. Adiwiyana, Priya. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dan Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah. Skripsi Fakultas Deponegoro.

Hidayat, Rahmat.2013. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Sarolangun. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.2004. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.